3.1. Desain
Desain penelitian ini adalah cross sectional untuk menilai perbandingan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH, serta membandingkan derajat intensitas infeksi STHdengan status nutrisi.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di 3 sekolah dasar (SD) yaitu SD Negeri 040467, SD Negeri 044832 di desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat dan SD Advent di desa Sumbul, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2010.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah anak sekolah dasar yang menderita infeksi STH dan tanpa infeksi STH. Populasi terjangkau adalah anak sekolah dasar yang berada di Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara yang menderita infeksi STH dan tanpa infeksi STH. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi dan dipakai uji hipotesis untuk dua proporsi yang independen.31
(Zα √2PQ + Zβ√P1Q1+P2Q2)2 n1=n2= (P2-P1)2
n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II P1 = proporsi status nutrisi pada penderita infeksi STH32
P2 = proporsi status nutrisi pada yang bukan penderita infeksi STH P = proporsi = ½ (P1+P2)
Q = 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan α = 0.05 (tingkat kepercayaan 95%) dan β =
0.2 (power 0.8) P1 = 0.6
P2 = 0.75
P = ½ (0.6+0.75) = 0.675 Q = 1 – 0,675 = 0.325
Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel untuk masing masing kelompok minimal 132 orang.
3.5. Pemilihan Sampel
Sampel diambil dengan cara consecutive sampling.
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.6.1. Kriteria Inklusi
- Anak sekolah dasar kelas 1 sampai 6
- Bersedia dilakukan pemeriksaan feses dengan metode Kato- Katz
- Subjek tinggal di lokasi penelitian
- Tidak mengkonsumsi obat cacing dalam satu bulan terakhir - Orangtua bersedia mengisi informed consent
3.6.2. Kriteria Eksklusi
- Menderita penyakit kronis lain yang dapat menganggu status nutrisi anak, misalnya tuberkulosis, diare persisten, malaria - Menderita penyakit bawaan tertentu seperti penyakit jantung
3.7. Persetujuan/Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu.
3.8 Etika Penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.9 Cara Kerja dan Alur Penelitian
1. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner
2. Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan kepada anak-anak
3. Tinja yang terkumpul diperiksa dengan metode Kato-Katz (terlampir), dimana pemeriksaan dengan metode Kato-Katz di lakukan oleh tenaga analis yang terlatih di lokasi penelitian
4. Dibuat daftar anak yang positif menderita infeksi STH dan yang negatif 5. Status nutrisi ditentukan dengan penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan.
6. Untuk pengukuran berat badan digunakan timbangan Camry dengan kapasitas 125 kg, dimana sebelum dilakukan penimbangan telah ditera terlebih dahulu, dengan ketelitian 0.1 kg. Anak memakai pakaian seminimal mungkin tanpa sepatu atau sandal
7. Untuk pengukuran tinggi badan anak dengan menggunakan Microtoise
dengan ketelitian 0.1 cm dimana anak berdiri tegak dengan kaki yang sejajar, tanpa menggunakan sandal atau sepatu, tumit, bokong dan belakang kepala menyentuh dinding
Alur Penelitian
Pemeriksaan Kato-Katz
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Infeksi STH (+) Infeksi STH (-)
Status nutrisi Populasi terjangkau
Tunggal Campuran
Derajat intensitas infeksi : - Ringan
- Sedang - Berat
Antropometri BB,TB
3.10. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Infeksi STH nominal dikotom
Variabel tergantung Skala
Status nutrisi ordinal
3.11 Definisi Operasional
1. Disebut infeksi STH bila dijumpai telur cacing Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk) dan Hookworm (cacing tambang) pada feses dengan pemeriksaan mikroskopis dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz
2. Status nutrisi dinilai dengan menggunakan standar WHO NCHS CDC tahun 2000. Klasifikasi status nutrisi berdasarkan BB/TB yaitu :
- obesitas : bila berat badan / tinggi badan > 120%
- overweight : bila berat badan / tinggi badan > 110 – 120% - normal : bila berat badan / tinggi badan > 90 – 110%
- malnutrisi ringan: bila berat badan / tinggi badan > 80 - 90% - malnutrisi sedang: bila berat badan / tinggi badan 70 – 80% - malnutrisi berat: bila berat badan / tinggi badan < 70%
3. Intensitas infeksi adalah kepadatan telur per gram tinja yang dipakai menentukan berat ringannya penyakit secara tidak langsung berdasarkan ketentuan WHO.
Penetapan derajat intensitas infeksi menurut WHO:
Derajat ringan Derajat sedang Derajat berat
A.lumbricoides 1– 4999 epg 5000– 49999 epg >50000 epg
T.trichiura 1 - 999 epg 1000 – 9999 epg >10000 epg
Hookworm 1 – 1999 epg 2.000 – 3999 epg >4000 epg
4. Penyakit kronis adalah penyakit yang berlangsung perlahan-lahan dan biasanya bersifat menahun.
5.Yang termasuk ke dalam penyakit kronis yaitu tuberkulosis, diare persisten, malaria dan juga penyakit jantung
3.12. Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer. Untuk melihat hubungan antara infeksi STH dan status nutrisi digunakan uji Chi-Square. Uji
Chi-Square ini juga digunakan untuk melihat hubungan antara derajat
intensitas infeksi dan status nutrisi anak. Dikatakan bermakna bila nilai P < 0.05.
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil penelitian
Penelitian dilaksanakan di 3 sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe dan Simpang Empat, Kabupaten Karo yang berjarak sekitar 80 kilometer dari kota Medan. Di kedua lokasi tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap 475 anak, diantaranya 41 anak tidak mengembalikan pot, dan sisanya sebanyak 434 anak dilakukan pemeriksaan terhadap adanya infeksi STH. Dari hasil pemeriksaan tinja didapatkan 279 anak menderita infeksi STH dan 155 anak tanpa infeksi STH. Kemudian dilakukan pengambilan sampel secara
consecutive yaitu 140 anak dengan infeksi STH dan 141 anak tanpa infeksi
STH.
Prevalensi kecacingan di Kabupaten Karo didapatkan sebesar 58.7%. Kebanyakan anak menderita infeksi campuran antara T. trichiura dengan A.
Lumbricoides dengan prevalensi 70.6%. Infeksi T. trichiura tunggal hanya
Tabel 4.1. Karakteristik sampel Karakteristik Infeksi STH (n = 140) Tanpa infeksi STH (n = 141)
Umur (tahun), rerata (SD) Jenis kelamin, n(%) - Laki-laki
- Perempuan
Berat badan (kg), rerata (SD) Tinggi badan (cm), rerata (SD) BB/TB (%), rerata (SD)
Anak terinfeksi cacing, n(%): Tunggal : - A. lumbricoides
- T. trichiura
Campuran
Jumlah telur cacing (epg), rerata (SD) Tunggal :- A. lumbricoides - T. trichiura Campuran: Intensitas infeksi, n(%) A. lumbricoides: - Ringan - Sedang T. trichiura: - Ringan - Sedang 9.2 (1.64) 67 (47.4) 73 (52.1) 22.7 (4.40) 126.7 (15.75) 85.9 (5.38) 12 (8.6) 24 (17.1) 104 (74.3) 5400.0 (6026.15) 1009.0 (673.07) 5084.9 (6700.61) 75 (70.8) 31 (29.2) 14 (41.1) 20 (58.9) 9.3 (1.61) 78 (55.3) 63 (44.7) 26.9 (6.22) 129.6 (13.32) 96.7 (7.59) - - - - - - - - - -
Dalam tabel 4.1 ditampilkan karakteristik responden yang mengikuti penelitian ini. Dari karakteristik dasar antara kelompok infeksi dan tanpa infeksi STH dinilai rerata umur, jenis kelamin, rerata berat badan, rerata tinggi badan, dan jenis cacing yang menginfeksi anak. Kedua kelompok studi tidak berbeda dalam hal rerata umur yaitu 9 tahun. Kelompok anak dengan infeksi STH sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan kelompok tanpa infeksi STH sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Rerata berat badan kedua
kelompok studi adalah masing-masing 22.7 kg dan 26.9 kg. Rerata tinggi badan kedua kelompok studi adalah masing-masing 126.7 cm dan 129.6 cm.
Tabel 4.2. Perbandingan status nutrisi anak dengan dan tanpa infeksi STH
Status Nutrisi (n, %) Infeksi STH (n = 140) Tanpa infeksi STH (n = 141) P -Malnutrisi berat -Malnutrisi ringan-sedang -Normal -Overweight -Obesitas 2 (1.4) 98 (70.0) 40 (28.6) 0 0 0 19 (13.5) 111 (78.7) 10 (7.1) 1 (0.7) 0.0001
Tabel 4.2 menunjukkan perbandingan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Terdapat perbedaan yang signifikan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Dijumpai malnutrisi ringan-sedang pada anak dengan infeksi STH yaitu pada 98 anak (70%).
Penilaian selanjutnya terhadap hubungan derajat intensitas infeksi cacing tunggal (A. lumbricoides atau T. trichiura) maupun cacing campuran (A. lumbricoides dan T. trichiura)dan status nutrisi pada anak.
Tabel 4.3. Hubungan derajat intensitas infeksi cacing tunggal (A. lumbricoides atau T. trichiura) dan cacing campuran (A. lumbricoides dan
T. trichiura) dengan status nutrisi
Derajat intensitas infeksi Status Nutrisi P Malnutrisi berat Malnutrisi ringan-sedang
Normal Overweight Obesitas A.lumbricoides: Ringan Sedang T.trichiura: Ringan Sedang A.lumbricoides dan T.trichiura: Ringan Sedang 0 0 0 0 0 2 2 6 5 16 44 25 4 0 3 0 25 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.014 0.009 0.048 Tabel 4.3. menunjukkan bahwa derajat intensitas infeksi cacing
tunggal (A. lumbricoides atau T. trichiura) dan cacing campuran (A. lumbricoides dan T. trichiura) memiliki hubungan yang signifikan dengan
BAB 5. PEMBAHASAN
Tingginya prevalensi infeksi STH ada hubungannya dengan tingkat sosial ekonomi suatu masyarakat, pada umumnya mempengaruhi tingkat pendidikan dan kebiasaan hidup suatu masyarakat.2,33 Tingginya prevalensi ini juga disebabkan karena banyaknya kasus reinfeksi, adanya kebiasaan buruk, dan kurangnya informasi mengenai kecacingan.34
Pada penelitian ini, dari 475 siswa yang diperiksa, terdapat 279 (58.7%) yang positif menderita infeksi STH. Hal ini menunjukkan angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional yang hanya 24.1%.3 Ini menunjukkan rendahnya upaya pencegahan infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar di Kabupaten Karo sehingga mengakibatkan tingginya prevalensi kecacingan.
Infeksi STH dapat berupa infeksi tunggal maupun campuran.26 Prevalensi Ascaris lumbricoides di Jakarta Utara adalah 59.96%, Trichuris trichiura 79.64%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Lombok 78.5%, Trichuris
trichiura 63.95%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Sumatera Selatan
40.3%, Trichuris trichiura 41%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Sumatera Barat 58.6%, Trichuris trichiura 73.7%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Sulawesi Selatan 92%, Trichuris trichiura 98%.35
Pada penelitian ini kebanyakan anak menderita infeksi campuran antara Trichuris trichiura dengan Ascaris lumbricoides dengan prevalensi
70.6%. Infeksi Trichuris trichiura tunggal hanya didapati pada 22.6% anak dan infeksi tunggal Ascaris lumbricoides sebesar 6.8%.
Perbedaan infeksi STH sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lain. Hal tersebut tergantung dari beberapa faktor seperti daerah penelitian (desa atau kota, daerah kumuh, dan sebagainya), kondisi alam atau geografi, kelompok umur yang diperiksa, teknik pemeriksaan, kebiasaan penduduk setempat (tempat buang air besar, cuci tangan sebelum makan, tidak menggunakan alas kaki), dan pekerjaan penduduk.35-37
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo dengan kondisi kelembaban tanah dan curah hujan yang cukup tinggi, dimana hal ini sangat menguntungkan bagi pertumbuhan cacing. Kebiasaan penduduk desa tersebut juga kurang baik seperti sering tidak mencuci tangan sebelum makan, jarang menggunakan alas kaki saat keluar rumah. Pekerjaan penduduk desa tersebut kebanyakan adalah petani, dimana kontak dengan tanah juga tinggi.
Pada infeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, kebanyakan diderita oleh anak berusia antara 5 sampai 15 tahun, dimana dengan meningkatnya usia maka infeksi STH akan semakin menurun.38,39 Pada penelitian ini anak yang menderita infeksi STHberumur sekitar 9 tahun.
Besaran prevalensi infeksi STH berkaitan dengan umur, makin tinggi umur infeksi STH makin menurun. Hal ini disebabkan anak akan mengalami perubahan pola bermain, pola kegiatan, dan tingkat kebersihan ataupun daya
tahan tubuh. Apabila konsumsi makanan semakin baik, penggunaan sandal dan sepatu semakin merata dan sanitasi lingkungan menjadi lebih baik, maka sejalan dengan bertambahnya umur anak dalam jangka 16 bulan tanpa pengobatan didaerah endemik cacing, infeksi STH akan hilang dengan sendirinya.26
Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides dan Necator americanus tidak berbeda pada anak dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.2 Prevalensi infeksi STH tidak begitu banyak berbeda antara laki-laki dan perempuan dikarenakan kebiasaan dan cara hidup yang secara umum sama.26 Pada penelitian ini anak yang menderita infeksi STH lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin perempuan.
Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura dapat menginfeksi anak
sejak usia dini sehingga dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Jika keadaan ini berlangsung lama pada anak usia sekolah dasar, maka akan mengganggu proses belajar anak.6 Suatu penelitian yang membahas hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides
dengan pertumbuhan anak didapatkan bahwa terdapat selisih berat badan yang sedikit lebih kecil dari anak yang tidak terinfeksi Ascaris lumbricoides.24
Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan antara status nutrisi dan infeksi STH. Hubungan bersifat kompleks dan dapat tergantung dari pengaruh lingkungan, sosial dan ekonomi. Perbedaan jenis infeksi STH dapat mempengaruhi pertumbuhan dengan berbagai cara seperti
mengganggu absorpsi zat nutrisi dan merusak mukosa usus. Infeksi STH dapat mempengaruhi status nutrisi pejamu dengan menyebabkan anoreksia, malabsorpsi, peningkatan kebutuhan nutrisi cacing itu sendiri, menghambat penyerapan mukosa oleh Ascaris lumbricoides dan adanya kehilangan darah oleh infeksi Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.9,10,23
Suatu penelitian di Brazil mendapatkan adanya hubungan antara infeksi STH dan status nutrisi. Infeksi Ascaris lumbricoides berkaitan dengan gangguan pertumbuhan pada masa anak dan infeksi Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale berkaitan dengan gangguan massa tubuh pada
dewasa. Hal ini selain dapat mengganggu pertumbuhan, juga dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif, kecacatan dan bahkan kematian.10
Infeksi STH dapat menimbulkan stunting pada anak dan mengganggu pertumbuhan pada anak yang tinggal di daerah endemik.23 Meskipun faktor prediktor stunting beragam namun infeksi STH dapat mempengaruhi status nutrisi pada anak usia sekolah dengan cara menurunnya nafsu makan dan asupan makanan akibat infeksi.21,40
Suatu penelitian di Brazil yang dilakukan selama 9 tahun pada anak berusia 2 sampai 7 tahun didapatkan bahwa infeksi STH pada anak usia dini menyebabkan tinggi badan berkurang 4.63 cm pada usia 7 tahun.20
Pada penelitian ini dilakukan penilaian status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH.
Status nutrisi anak tidak hanya mencerminkan adanya episode infeksi akut dan kronis sebelumnya, tetapi juga dapat menggambarkan kecukupan asupan makanan yang mendukung pertumbuhan yang baik. Setiap anak memiliki riwayat infeksi dan pemberian nutrisi yang berbeda.37
Interaksi antara keadaan nutrisi dan infeksi STH mempengaruhi kesehatan manusia, dimana efek interaksi umumnya bersifat sinergis dalam arti keadaan malnutrisi ringan-sedang memperberat infeksi STHdi satu pihak dan infeksi STH memperberat keadaan malnutrisi ringan-sedang di pihak lain.41 Di Indonesia masalah nutrisi yang dihadapi adalah masalah malnutrisi ringan-sedang serta penyakit infeksi STH yang masih tinggi prevalensinya, maka hendaknya para petugas kesehatan menyadari pengaruh timbal balik antara keadaan nutrisi dengan infeksi STH.6 Pada penelitian ini status nutrisi anak dengan infeksi STHadalah malnutrisi ringan-sedang.
Untuk mendiagnosis ada tidaknya infeksi STH digunakan metode
Kato-Katz dengan menghitung jumlah telur dalam tinja.30,39 Metode Kato-Katz
masih merupakan pilihan dalam mendeteksi infeksi STHpada penelitian yang dilakukan di lingkungan pedesaan.42 Untuk mendiagnosis ada tidaknya infeksi STHpada pasien penelitian ini digunakan metode Kato-Katz.
Gangguan pada status nutrisi akibat infeksi STH sering terjadi pada anak dengan intensitas infeksi berat, namun intensitas infeksi ringan juga telah dapat mengganggu pertumbuhan pada anak dengan kondisi nutrisi yang rentan.23 Beberapa penelitian mendapatkan bahwa intensitas infeksi
yang berat dari Trichiuris trichiura berkaitan dengan gangguan pertumbuhan anak dan penanganan terhadap infeksi tersebut dapat memperbaiki laju pertumbuhan.20 Suatu penelitian mendapatkan bahwa stunting dan malnutrisi berkaitan dengan intensitas infeksi STHderajat sedang dan berat.21
Banyak penelitian epidemiologi mendapatkan bahwa anak yang terinfeksi dengan infeksi STH campuran sering mendapat infeksi yang lebih berat dari pada anak yang mendapatkan infeksi STH tunggal.38 Suatu penelitian pada anak sekolah dasar di Cina Selatan mendapatkan bahwa angka kejadian stunting tinggi pada daerah pedesaan, dimana intensitas infeksi STH sedang dan berat merupakan salah satu faktor prediktor terjadinya stunting.43
Pada penelitian ini didapatkan bahwa derajat intensitas infeksi mempengaruhi status nutrisi anak.
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Dari penelitian ini didapati bahwa terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Pada penilaian terhadap hubungan derajat intensitas infeksi dan status nutrisi anak, didapati bahwa derajat intensitas infeksi baik yang tunggal (A. lumbricoides atau T. trichiura) maupun campuran (A. lumbricoides dan T. trichiura) mempengaruhi status nutrisi anak. Artinya bahwa semakin berat derajat intensitas infeksi maka semakin rendah status nutrisi anak.
6.2. SARAN
Untuk dapat menekan penyebaran infeksi STH maka perlu dilakukan penyuluhan perorangan maupun lingkungan, merubah kebiasaan hidup yang mempermudah timbulnya infeksi, serta perlu dilakukan pemberantasan dengan program terpadu sehingga diharapkan kasus reinfeksi dapat dicegah dan prevalensi infeksi STHdapat menurun.
RINGKASAN
Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, penyakit infeksi seperti infeksi STH dan konsumsi makanan yang kurang memenuhi nutrisi merupakan dua faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap status nutrisi anak. Infeksi STHpaling banyak menyerang anak usia sekolah. Infeksi STH ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing, tempat tinggal dan cara hidup yang tidak bersih. Infeksi STH sudah menyerang anak sejak usia dini, sehingga dapat terjadi gangguan pada tumbuh kembang anak. Jika keadaan ini berlangsung lama, maka akan terjadi gangguan pada proses belajar anak.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional, dilakukan di 3 sekolah dasar yaitu 2 sekolah dasar di Kecamatan Simpang Empat dan 1 sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo pada bulan Juni 2010. Sampel adalah anak sekolah dasar kelas 1 sampai 6, bersedia dilakukan pemeriksaan feses dengan metode Kato-katz, subjek tinggal di lokasi penelitian, tidak mengkonsumsi obat cacing dalam satu bulan terakhir, serta orangtua bersedia mengisi informed consent. Anak yang menderita penyakit kronis lain yang dapat mengganggu status nutrisi anak seperti tuberkulosis, diare persisten, malaria dan penyakit jantung dikeluarkan dari penelitian.
Dilakukan pemeriksaan fisik terhadap anak. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner. Tinja diperiksa dengan metode Kato-Katz oleh tenaga analis yang terlatih. Dibuat daftar nama anak dengan infeksi STHdan anak tanpa infeksi STH, kemudian dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran berat badan. Pengukuran berat badan dengan menggunakan timbangan Camry dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan Microtoise dengan kecermatan 0.1 cm. Pada anak dengan infeksi STHdilakukan penilaian terhadap derajat intensitas infeksi.
Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Pada penilaian terhadap hubungan derajat intensitas infeksi dengan status nutrisi didapatkan bahwa derajat intensitas infeksi baik cacing tunggal maupun campuran dapat mempengaruhi status nutrisi anak.
SUMMARY
In developing countries like Indonesia, infectious diseases such as STH infection and consumption of lack nutrition are two factors that most influence nutritional status in children. STH infections are most common in school age children. STH infection are trasmitted through soil contaminated worm eggs, inadequate sanitation. STH infection can attack children earlier, so it can interrupt developmental in children. If this situation lasts longer, there will be disruption of learning process in children.
The aim of this study was to determine the association between nutritional status and STH infection. This study was a cross sectional study, conducted in three primary schools those were 2 primary schools in Simpang Empat and 1 primary schools in Kabanjahe, Karo District in June 2010. Subject were primary school children, agree for doing stool examination by Kato-Katz method, subjects live in location of research, did not taking antihelminths in last one month, parents agreed to fill out an informed consent. Children with chronic disease that may interfere with nutritional status such as tuberculosis, persistent diarrhea, malaria and heart disease were excluded. Physical examination was conducted in children. Basic data were obtained from interviews and questions. Faecal examination by Kato-Katz method was done to diagnose STH infection by trained analysts. List of children who were positive for STH infection and negative was created. Then
measurement of body weight and body height were determined. Weight measurement used Camry scales with precision 0.1 kg. Children's height measurement used Microtoise with nearest 0.1 cm. Children with positive STH infections were conducted assessment of the degree of infection intensity.
This study found there was a significant difference on nutritional status between STH infected and uninfected children. In assessment of the relationship between the degree of infection intensity and nutritional status of children, we also found a significant differences on intensity of a single or mixed STH infection and nutritional status.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan perkembangan Pencapaian Millenium 2007. Jakarta: Kementerian negara perencanaan pembangunan nasional, 2007. h.1-38.
2. Hotez PJ, de Silva N, Brooker S, Bethony J. Soil transmitted helminth infections: the nature, causes and burden of the condition. Disease Control Priorities Project. Maryland: Fogarty International Center, 2003. h.1-30.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
4. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara: Laporan hasil kegiatan program seksi P2ML sub dinas P2P & PL. Medan: Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara; 2008.
5. Opara KN, Udoidung NI, Opara DC, Okon OE, Edosomwan EU, Udoh AJ. The impact of intestinal parasitic infections on the nutritional status of rural and urban school-aged children in Nigeria. IJMA. 2012;1:73-82. 6. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi cacing usus pada murid sekolah
dasar wajib belajar pelayanan gerakan terpadu pengentasan kemiskinan daerah kumuh di wilayah DKI Jakarta. J Ekologi Kesehat. 2008;7:769-74. 7. McDade W, Reyes-Garcia V, Blackinton P, Tanner S, Huanca T, Leonard
WR. Ethnobotanical knowledge is associated with indices of child health in the Bolivian Amazon. PNAS. 2007;104:6134-9.
8. Ahmed A, Al-Mekhlafi HM, Al-Adhroey AH, Ithoi I, Abdulsalam AM, Surin J. The nutritional impacts of soil transmitted helminths infections among Orang Asli school children in rural Malaysia. Parasite and vectors. 2012;5:2-9.
9. Hughes S, Kelly P. Interactions of malnutrition and immune impairment, with spesific reference to immunity against parasites. Parasite Immunol.