TESIS
PERBANDINGAN STATUS NUTRISI ANTARA ANAK DENGAN DAN TANPA INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS
NELLY SIMARMATA 087103036/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERBANDINGAN STATUS NUTRISI ANTARA ANAK DENGAN DAN TANPA INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak/ M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
NELLY SIMARMATA 087103036/IKA
PROGRAM MAGISTER KLINIK– SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian: Perbandingan Status Nutrisi antara Anak dengan dan tanpa Infeksi Soil
Transmitted Helminths Nama Mahasiswa : Nelly Simarmata Nomor Induk Mahasiswa : 087103036/IKA
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua
dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K)
Anggota
dr. Muhammad Ali, SpA(K)
Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS
dr. Hj. Melda Deliana,SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir,SpP(K)
Tanggal Lulus : 19 September 2012 PERNYATAAN
PERBANDINGAN STATUS NUTRISI ANTARA ANAK DENGAN DAN TANPA INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, Agustus 2012
Telah diuji pada
Tanggal: 19 September 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua: dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) ……… Anggota:1. dr. Muhammad Ali, SpA(K) ………
2. dr. Hakimi, SpA(K) ………
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Allah yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
3. dr. Hakimi, SpA(K), dr. Lily Irsa, SpA(K), dr. Zaimah Z Tala, MS, SpGK yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.
4. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. 5. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu
saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, dr. Viviana, dr. Ade Amelia, dr. Hanry Anta, dr. Erika, dr. Tuty, dr. Fitri, dr. Fadilah, dr. Arida, dr. Desy, dr. Wiji, dr. Washli.Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.
6. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
mendoakan dan memberikan dorongan, serta membantuku selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Tuhan Allah.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Medan, Agustus 2012
DAFTAR ISI
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain 20
3.2. Tempat dan Waktu 20
3.3. Populasi dan Sampel 20
3.4. Perkiraan Besar Sampel 21
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 22 5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 6. Formulir/Kuisioner
DAFTAR TABEL
2.1. Perbandingan status nutrisi menurut indeks antropometri 14
4.1. Karakteristik sampel 28
4.2. Perbandingan status nutrisi anak dengan dan tanpa infeksi STH 29 4.3. Hubungan derajat intensitas infeksi cacing tunggal dan cacing
DAFTAR GAMBAR
2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides 6
2.2. Siklus hidup Trichuris trichiura 7
2.3. Siklus hidup Hookworm 8
2.4. Kerangka Konseptual 19
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
MDG’s : Millenium Development Goals
WHO : World Health Organization
% : persen
STH : Soil transmitted helminths
epg : egg per gram
mg : miligram
g : gram
kg : kilogram
BB : berat badan
TB : tinggi badan
LK : lingkar kepala
LLA : lingkar lengan atas
BB/U : berat badan menurut umur
TB/U : tinggi badan menurut umur
BB/TB : berat badan menurut tinggi badan LLA/U : lingkar lengan atas menurut umur
LLA/TB : lingkar lengan atas menurut tinggi badan
< : kurang dari
ml : mililiter
n : jumlah sampel
Zα : deviat baku normal untuk α
Zβ : deviat baku normal untuk β
α : kesalahan tipe I
β : kesalahan tipe II
cm : sentimeter
P : tingkat kemaknaan
x2 : uji Chi square
NCHS : National Center for Health Statistics
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
+ : positif
- : negatif
SD : Standard Deviasi
SD : Sekolah Dasar
SPSS : Statistical Package for Social Science
ABSTRAK
Latar Belakang. Infeksi soil transmitted helminths (STH) masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensinya tinggi terutama pada daerah pedesaan dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Infeksi STH dapat tunggal ataupun campuran, dimana jarang menyebabkan kematian namun dapat mempengaruhi status nutrisi, pertumbuhan, perkembangan kognitif dan kesehatan.
Metode. Penelitian cross sectional dilakukan pada bulan Juni 2010 di 3 sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Pemeriksaan feses berupa metode Kato-Katz dilakukan untuk menegakkan diagnosis infeksi STH. Sampel dibagi dalam dua kelompok (140 anak dengan infeksi STH dan 141 anak tanpa infeksi STH) secara consecutive sampling.
Penentuan klasifikasi status nutrisi berdasarkan NCHS WHO CDC 2000. Untuk melihat hubungan antara infeksi STH dan status nutrisi digunakan uji
Chi-Square. Uji Chi-Square ini juga digunakan untuk melihat hubungan
antara derajat intensitas infeksi dan status nutrisi anak.
Hasil. Dari 140 anak dengan infeksi STH terdapat8.6% anak terinfeksi
Ascaris lumbricoides, 17.1% anak terinfeksi Trichuris trichiuradan 74.3% anak terinfeksi cacing campuran (Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura). Terdapat perbedaan yang signifikan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH (P < 0.05).Pada penilaian terhadap derajat intensitas infeksi dan status nutrisi anak, didapati bahwa derajat intensitas infeksi STH baik tunggal maupun campuran dapat mempengaruhi status nutrisi anak (P < 0.05)
Kesimpulan. Terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Derajat intensitas infeksi STH baik pada infeksi tunggal maupun campuran dapat mempengaruhi status nutrisi anak.
ABSTRACT
Background. Soil transmitted helminthiasis (STH) are still public health problem in developing country. The prevalence is particularly high in rural areas with low socioeconomic levels. Soil transmitted helminths as a single or mixed infection rarely cause death but can affect nutrition, growth, cognitive development and human health.
Methods. A crosssectional study was done on June 2010 in 3 schools in Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Faecal examination by Kato-Katz method was done to diagnose STH infection. Participants were divided into two groups (140 infected children and 141 uninfected children) in consecutive sampling. Classification of nutritional status based on NCHS WHO CDC 2000. All catagorical data were analyzed by using Chi-Square test. We also used Chi-Square test to assess the association between intensity of STH infection and nutritional status of infected children.
Results. Of 140 infected children, 8.6% infected with Ascaris lumbricoides, 17.1% infected with Trichuris trichiura and 74.3% infected with mixed infection (Ascaris lumbricoides and Trichuris trichiura). Statistically, there was a significant association between nutritional status and STH infection (P < 0.05). In assessment of intensity of STH infection and nutritional status, we found a significant difference between intensity of a single or mixed STH infection and nutritional status (P < 0.05).
Conclusions. There was a significant difference on nutritional status between STH infected and uninfected children. We also found a significant differences between intensity of a single or mixed STH infection and nutritional status.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pertama dari Millenium Development Goals (MDG’s) adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, dengan target menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan. Indonesia masih perlu kerja keras dalam mencapai target MDG’s, terutama untuk menurunkan status malnutrisi berat dan malnutrisi ringan - sedang. Saat ini prevalensi malnutrisi berat di Indonesia berkisar 8.8% sedangkan target yang ingin dicapai 3.3% dan prevalensi malnutrisi ringan - sedang berkisar 28% sedangkan target yang ingin dicapai 18%.1
Di seluruh dunia didapati sekitar 2 milyar orang terinfeksi cacing yang ditularkan melalui tanah, dimana 1.2 juta oleh Ascaris lumbricoides (cacing gelang), 795 juta oleh Trichuris trichiura (cacing cambuk) dan 740 juta oleh
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (cacing tambang).2 Di
cacing disebabkan oleh Ascaris lumbricoides (14.5%), Trichuris trichiura
(13.9%), Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (3.6%).3 Berdasarkan Survei Seksi P2ML Sub Dinas P2P & PL, Dinas Kesehatan Tingkat I Sumatera Utara pada anak Sekolah Dasar di tiga belas Kabupaten/Kota tahun 2003 sampai 2006 diperoleh hasil yaitu prevalensi
Ascaris lumbricoides 39%, Trichuris trichiura 24%, Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus 5%.4
Daerah yang sangat rentan terhadap infeksi cacing usus adalah pada daerah pedesaan dan daerah kumuh di perkotaan. Pada daerah ini mudah terjadi penularan infeksi cacing usus melalui tanah yang telah tercemar telur cacing oleh karena daerah ini memiliki permasalahan kesehatan berkaitan dengan tempat tinggal yang tidak sehat dan cara hidup yang tidak bersih.2,5,6
Kerugian dan dampak akibat infeksi cacing tidak menyebabkan manusia mati mendadak akan tetapi dapat mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan dan metabolisme makanan. Penyakit ini dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit dan menghambat tumbuh kembang anak, karena cacing mengambil sari makanan yang penting bagi tubuh, seperti protein, karbohidrat dan zat besi yang dapat menyebabkan anemia (terutama oleh jenis Ancylostoma duodenale dan Necator americanus).7-9
yang buruk akan memperberat keadaan penyakit infeksi yang diderita dan sebaliknya adanya penyakit infeksi memperburuk keadaan nutrisi.10 Oleh karena itu, pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi cacing perlu menjadi perhatian karena infeksi cacing merupakan infeksi kronik yang paling banyak menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar di Indonesia.6
1.2 Rumusan masalah
Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
- Apakah ada perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH?
- Apakah derajat intensitas infeksi STHbaik tunggal maupun campuran dapat mempengaruhi status nutrisi anak?
1.3 Hipotesis
- Terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH
1.4 Tujuan Penelitian
1. Membandingkan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH
2. Membandingkan derajat intensitas infeksi STH baik infeksi tunggal maupun campuran dengan status nutrisi
1.5.Manfaat
1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang nutrisi dan metabolik mengenai pengaruh infeksi STH terhadap status nutrisi anak
2. Di bidang pelayanan masyarakat: memberikan informasi kepada siswa dan guru sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe mengenai pencegahan dan penanggulangan penyakit kecacingan karena dapat berdampak terhadap status nutrisi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Soil Transmitted Helminths
Cacing merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan. Diantara nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah yang disebut Soil transmitted helminths (STH). Yang termasuk ke dalam STH adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris trichiura.11
2.1.1. Cacing gelang ( Ascaris lumbricoides)
Ascaris lumbricoides merupakan salah satu penyebab kecacingan pada
manusia. Angka kejadiannya lebih banyak dari infeksi cacing lainnya, dimana diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia pernah terinfeksi cacing ini.11,12 Tidak jarang dijumpai infeksi campuran dengan cacing lain, terutama
Trichiuris trichiura.12
jaringan alveolar paru. Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas, kemudian tertelan, turun ke esofagus dan menjadi dewasa di usus halus. Siklus hidup ini berlangsung sekitar 65 sampai 70 hari.13
Gambar 2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides12
2.1.2. Cacing cambuk (Trichuris trichiura)
Trichuris trichiura merupakan salah satu penyakit cacing yang banyak
terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi cacing ini. Cacing ini disebut juga cacing cambuk karena secara menyeluruh bentuknya seperti cambuk.11,12
Gambar 2.2 Siklus hidup Trichuris trichiura12
2.1.3. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik, namun yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia.
Gambar 2.3. Siklus hidup cacing tambang12
2.1.4. Cara Penularan
Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus dikelompokkan sebagai STH karena cara penularannya
2.1.5. Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis adalah dengan pemeriksaan feses secara langsung. Adanya telur dalam feses dapat memastikan diagnosis infeksi STH. Selain itu diagnosis dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung maupun melalui feses11 Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, yaitu dengan metode Natif, metode Apung, metode Harada-Mori dan metode Kato-Katz. Metode yang direkomendasikan ialah dengan metode Kato-Katz.13
Untuk mengetahui intensitas infeksi pada individu adalah dengan cara menghitung jumlah telur per gram feses. Dengan metode Kato-Katz, penghitungan egg per gram (epg) dilakukan dengan mengalikan jumlah telur yang dihitung pada hapusan yang digunakan dengan faktor multiplikasi. Faktor ini bervariasi tergantung dari luas hapusan yang digunakan.11,14 Jumlah cacing di dalam usus dapat dihitung dengan cara melihat rata-rata berat tinja yang dikeluarkan per hari (umumnya 150 sampai 200 gram).11
feses dan dikatakan derajat intensitas berat jika kehilangan lebih dari 5 miligram hemoglobin per gram feses.3
2.2. Pengukuran Status Nutrisi
Cara penilaian status nutrisi yaitu berdasarkan: a. Antropometri
b. Klinis
c. Pemeriksaan laboratorik d. Analisis diet
Setiap metode penilaian status nutrisi mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Metode yang paling sering digunakan untuk melakukan pemantuan status nutrisi anak adalah dengan menggunakan metode antropometri dan klinis.15,16
2.2.1. Definisi Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran pada variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat nutrisi yang berbeda.16
2.2.2. Jenis Parameter Antropometri
Parameter yang dimaksud adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
a. Berat Badan
Berat badan (BB) merupakan parameter pengukuran antropometri yang paling sederhana. Pengukuran BB dilakukan tanpa menggunakan pakaian atau pakaian seminimal mungkin, tanpa menggunakan alas kaki. Dilakukan dengan menggunakan timbangan balance beam dengan keakuratan 0.01 kg pada bayi dan 0.1 kg pada anak besar.15,17
b. Tinggi Badan
Tinggi badan (TB) merupakan parameter yang penting untuk memantau status nutrisi jangka panjang. Bagi anak yang sudah dapat berdiri, pengukuran TB dilakukan dengan posisi anak berdiri tegak, kaki yang sejajar, tumit, bokong dan belakang kepala menyentuh dinding. Bagi bayi ataupun anak yang belum dapat berdiri, pengukuran TB dilakukan dengan posisi terlentang dan menggunakan alat pengukur khusus.16
c. Lingkar Kepala
d. Lingkar Lengan Atas
Lingkar Lengan Atas (LLA) merupakan salah satu pilihan dalam penentuan status nutrisi, karena mudah dilakukan.15,16
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status nutrisi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status nutrisi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.17,18
2.2.3. Indeks Antropometri
Indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status nutrisi yang berbeda.18,19
a. Berat badan menurut umur (BB/U)
perkembangan BB yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Indeks BB/U lebih menggambarkan status nutrisi seseorang saat ini.17
b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, TB tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan TB relatif kurang sensitif terhadap kekurangan nutrisi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat nutrisi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status nutrisi masa lalu.15
c. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan TB. Dalam keadaan normal, perkembangan BB akan searah dengan pertumbuhan TB dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status nutrisi saat kini karena merupakan indeks yang independen terhadap umur.17,19
d. Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)
Adapun penggolongan status nutrisi menurut indeks antropometri dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut.
Tabel 2.1. Pembagian status nutrisi menurut indeks antropometri17
Status Nutrisi
Ambang batas baku untuk keadaan nutrisi berdasarkan indeks antropometri
BB/U TB/U BB/TB LLA/U LLA/TB
2.3. Hubungan Infeksi STHdan Status Nutrisi
Dari berbagai penelitian telah diketahui ada hubungan timbal balik antara keadaan nutrisi dan berbagai penyakit infeksi dimana keadaan malnutrisi yang berat akan memperberat keadaan penyakit infeksi yang diderita dan sebaliknya adanya penyakit infeksi memperburuk keadaan nutrisi.2
Penelitian pada tahun 1999 mendapatkan hubungan antara status nutrisi dengan infeksi cacing, dimana infeksi Ascaris lumbricoides lebih mempengaruhi status nutrisi anak dan remaja sementara infeksi Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus lebih banyak dijumpai pada orang
dewasa.20
status nutrisi pada anak usia sekolah, dimana status nutrisi berat berhubungan dengan jumlah cacing yang terdapat dalam usus anak.21
Suatu penelitian di Nigeria didapatkan bahwa infeksi cacing sering dikaitkan dengan anemia defisiensi besi. Infeksi cacing dapat mempengaruhi status zat besi dengan mengurangi metabolisme dan transportasi dari zat besi. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan anemia defisiensi besi yaitu asupan makanan yang kurang memadai, malabsorpsi dan infeksi cacing. Pada anak usia sekolah, infeksi cacing dan anemia defisiensi besi dapat menyebabkan anoreksia. Infeksi cacing dapat menghambat penyerapan zat besi di saluran cerna dan kekurangan zat besi dapat menurunkan resistensi terhadap infeksi cacing. Proses ini menciptakan lingkaran setan dari nutrisi yang tidak memadai.22
Penelitian yang dilakukan pada sekelompok tentara muda (remaja) di Puerto Rico menunjukkan bahwa Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus menyebabkan penurunan berat badan.23 Penelitian di Nigeria
mendapatkan bahwa cacing dapat menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi oleh karena adanya anoreksia. WHO pada tahun 1968 untuk pertama kalinya mendapatkan hubungan infeksi dan malnutrisi berat bersifat sinergistik.24 Inflamasi usus merupakan mekanisme yang berperan dalam menyebabkan status nutrisi berat pada anak dengan infeksi STH.23
Suatu penelitian yang membahas hubungan antara infeksi Ascaris
berat badan yang sedikit lebih kecil dari anak yang tidak terinfeksi Ascaris.23 Penelitian yang dilakukan pada anak sekolah dasar di Uganda mendapatkan bahwa 5.8% anak dengan stunting dan 19.1% anak dengan malnutrisi sedang berkaitan dengan infeksi STH.25 Sedangkan penelitian lainnya mendapatkan tidak ada hubungan antara Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus dengan pertumbuhan seorang anak.23
2.3.1.Dampak Infeksi STH terhadap Status Nutrisi
Infeksi STH sering ditemukan secara tunggal maupun campuran yang dapat menyebabkan gangguan nutrisi, anemia, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, juga tingkat kecerdasan.18,26
Ascaris lumbricoides hidup dalam rongga usus manusia dan
mengambil makanan terutama karbohidrat dan protein. Seekor cacing akan mengambil karbohidrat 0.14 gram/hari dan protein 0.035 gram/hari. Akibat adanya cacing ascaris dalam tubuh, maka anak yang mengkonsumsi makanan yang kurang zat nutrisi dapat dengan mudah jatuh kedalam kekurangan nutrisi, sedangkan cacing gelang dan cacing tambang disamping mengambil makanan, juga akan menghisap darah sehingga dapat menyebabkan anemia.26
menyebabkan efek yang membahayakan, sementara infeksi yang sedang dan berat dapat menimbulkan anemia dan gangguan nutrisi.27
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat menyebabkan
pendarahan menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi. Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus menempel pada dinding usus dan
menghisap darah. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka dapat menimbulkan anemia.28
Perdarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi pada dinding usus, juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri, walaupun belum terjawab dengan jelas berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini.28
Untuk mengetahui jumlah cacing didalam usus dapat dilakukan dengan menghitung jumlah telur dalam tinja. Bila dalam tinja terdapat sekitar 2000 telur per gram tinja, berarti ada sekitar 80 ekor Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus didalam perut dan menyebabkan kehilangan darah
Sejumlah penelitian mendapatkan bahwa cacing tambang dapat menyebabkan kehilangan darah melalui saluran cerna sekitar 0.03 – 0.15 ml per hari. Berdasarkan jumlah kehilangan darah, penelitian oleh Pawlowski memperkirakan bahwa 25 ekor Necator americanus dapat menyebabkan kehilangan 0.35 mg besi dalam sehari dari saluran cerna. Besi penting untuk pembentukan hem, sebagian akan diabsorbsi kembali dan sebagian lagi akan keluar melalui tinja.29
Kerusakan mukosa
anoreksia obstruksi lumen anemia
STATUS NUTRISI 2.4. Kerangka Konseptual
Gambar 2.4. Kerangka Konseptual
Pejamu:
INFEKSI SOIL TRANSMITTED
HELMINTHS (STH)
Aktivitas fisik ↓↓ Ketidakhadiran
Sekolah ↑
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain
Desain penelitian ini adalah cross sectional untuk menilai perbandingan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH, serta membandingkan derajat intensitas infeksi STHdengan status nutrisi.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di 3 sekolah dasar (SD) yaitu SD Negeri 040467, SD Negeri 044832 di desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat dan SD Advent di desa Sumbul, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2010.
3.3. Populasi dan Sampel
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi dan dipakai uji hipotesis untuk dua proporsi yang independen.31
(Zα √2PQ + Zβ√P1Q1+P2Q2)2 n1=n2= (P2-P1)2
n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II P1 = proporsi status nutrisi pada penderita infeksi STH32
P2 = proporsi status nutrisi pada yang bukan penderita infeksi STH P = proporsi = ½ (P1+P2)
Q = 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan α = 0.05 (tingkat kepercayaan 95%) dan β = 0.2 (power 0.8)
P1 = 0.6 P2 = 0.75
P = ½ (0.6+0.75) = 0.675 Q = 1 – 0,675 = 0.325
3.5. Pemilihan Sampel
Sampel diambil dengan cara consecutive sampling.
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.6.1. Kriteria Inklusi
- Anak sekolah dasar kelas 1 sampai 6
- Bersedia dilakukan pemeriksaan feses dengan metode Kato- Katz
- Subjek tinggal di lokasi penelitian
- Tidak mengkonsumsi obat cacing dalam satu bulan terakhir - Orangtua bersedia mengisi informed consent
3.6.2. Kriteria Eksklusi
- Menderita penyakit kronis lain yang dapat menganggu status nutrisi anak, misalnya tuberkulosis, diare persisten, malaria - Menderita penyakit bawaan tertentu seperti penyakit jantung
3.7. Persetujuan/Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu.
3.8 Etika Penelitian
3.9 Cara Kerja dan Alur Penelitian
1. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner
2. Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan kepada anak-anak
3. Tinja yang terkumpul diperiksa dengan metode Kato-Katz (terlampir), dimana pemeriksaan dengan metode Kato-Katz di lakukan oleh tenaga analis yang terlatih di lokasi penelitian
4. Dibuat daftar anak yang positif menderita infeksi STH dan yang negatif 5. Status nutrisi ditentukan dengan penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan.
6. Untuk pengukuran berat badan digunakan timbangan Camry dengan kapasitas 125 kg, dimana sebelum dilakukan penimbangan telah ditera terlebih dahulu, dengan ketelitian 0.1 kg. Anak memakai pakaian seminimal mungkin tanpa sepatu atau sandal
7. Untuk pengukuran tinggi badan anak dengan menggunakan Microtoise
dengan ketelitian 0.1 cm dimana anak berdiri tegak dengan kaki yang sejajar, tanpa menggunakan sandal atau sepatu, tumit, bokong dan belakang kepala menyentuh dinding
Alur Penelitian
Pemeriksaan Kato-Katz
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Infeksi STH (+) Infeksi STH (-)
Status nutrisi Populasi terjangkau
Tunggal Campuran
Derajat intensitas infeksi : - Ringan
- Sedang - Berat
3.10. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Infeksi STH nominal dikotom
Variabel tergantung Skala
Status nutrisi ordinal
3.11 Definisi Operasional
1. Disebut infeksi STH bila dijumpai telur cacing Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk) dan Hookworm (cacing tambang) pada feses dengan pemeriksaan mikroskopis dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz
2. Status nutrisi dinilai dengan menggunakan standar WHO NCHS CDC tahun 2000. Klasifikasi status nutrisi berdasarkan BB/TB yaitu :
- obesitas : bila berat badan / tinggi badan > 120%
- overweight : bila berat badan / tinggi badan > 110 – 120% - normal : bila berat badan / tinggi badan > 90 – 110%
3. Intensitas infeksi adalah kepadatan telur per gram tinja yang dipakai menentukan berat ringannya penyakit secara tidak langsung berdasarkan ketentuan WHO.
Penetapan derajat intensitas infeksi menurut WHO:
Derajat ringan Derajat sedang Derajat berat
A.lumbricoides 1– 4999 epg 5000– 49999 epg >50000 epg
T.trichiura 1 - 999 epg 1000 – 9999 epg >10000 epg
Hookworm 1 – 1999 epg 2.000 – 3999 epg >4000 epg
4. Penyakit kronis adalah penyakit yang berlangsung perlahan-lahan dan biasanya bersifat menahun.
5.Yang termasuk ke dalam penyakit kronis yaitu tuberkulosis, diare persisten, malaria dan juga penyakit jantung
3.12. Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer. Untuk melihat hubungan antara infeksi STH dan status nutrisi digunakan uji Chi-Square. Uji
Chi-Square ini juga digunakan untuk melihat hubungan antara derajat
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil penelitian
Penelitian dilaksanakan di 3 sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe dan Simpang Empat, Kabupaten Karo yang berjarak sekitar 80 kilometer dari kota Medan. Di kedua lokasi tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap 475 anak, diantaranya 41 anak tidak mengembalikan pot, dan sisanya sebanyak 434 anak dilakukan pemeriksaan terhadap adanya infeksi STH. Dari hasil pemeriksaan tinja didapatkan 279 anak menderita infeksi STH dan 155 anak tanpa infeksi STH. Kemudian dilakukan pengambilan sampel secara
consecutive yaitu 140 anak dengan infeksi STH dan 141 anak tanpa infeksi
STH.
Prevalensi kecacingan di Kabupaten Karo didapatkan sebesar 58.7%. Kebanyakan anak menderita infeksi campuran antara T. trichiura dengan A.
Lumbricoides dengan prevalensi 70.6%. Infeksi T. trichiura tunggal hanya
Tabel 4.1. Karakteristik sampel
Anak terinfeksi cacing, n(%): Tunggal : - A. lumbricoides
- T. trichiura
Campuran
Jumlah telur cacing (epg), rerata (SD)
kelompok studi adalah masing-masing 22.7 kg dan 26.9 kg. Rerata tinggi badan kedua kelompok studi adalah masing-masing 126.7 cm dan 129.6 cm.
Tabel 4.2. Perbandingan status nutrisi anak dengan dan tanpa infeksi STH
Status Nutrisi
Tabel 4.2 menunjukkan perbandingan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Terdapat perbedaan yang signifikan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Dijumpai malnutrisi ringan-sedang pada anak dengan infeksi STH yaitu pada 98 anak (70%).
Tabel 4.3. Hubungan derajat intensitas infeksi cacing tunggal (A. lumbricoides atau T. trichiura) dan cacing campuran (A. lumbricoides dan
T. trichiura) dengan status nutrisi
Derajat
Normal Overweight Obesitas A.lumbricoides: Tabel 4.3. menunjukkan bahwa derajat intensitas infeksi cacing
tunggal (A. lumbricoides atau T. trichiura) dan cacing campuran (A. lumbricoides dan T. trichiura) memiliki hubungan yang signifikan dengan
BAB 5. PEMBAHASAN
Tingginya prevalensi infeksi STH ada hubungannya dengan tingkat sosial ekonomi suatu masyarakat, pada umumnya mempengaruhi tingkat pendidikan dan kebiasaan hidup suatu masyarakat.2,33 Tingginya prevalensi ini juga disebabkan karena banyaknya kasus reinfeksi, adanya kebiasaan buruk, dan kurangnya informasi mengenai kecacingan.34
Pada penelitian ini, dari 475 siswa yang diperiksa, terdapat 279 (58.7%) yang positif menderita infeksi STH. Hal ini menunjukkan angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional yang hanya 24.1%.3 Ini menunjukkan rendahnya upaya pencegahan infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar di Kabupaten Karo sehingga mengakibatkan tingginya prevalensi kecacingan.
Infeksi STH dapat berupa infeksi tunggal maupun campuran.26 Prevalensi Ascaris lumbricoides di Jakarta Utara adalah 59.96%, Trichuris trichiura 79.64%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Lombok 78.5%, Trichuris
trichiura 63.95%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Sumatera Selatan
40.3%, Trichuris trichiura 41%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Sumatera Barat 58.6%, Trichuris trichiura 73.7%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Sulawesi Selatan 92%, Trichuris trichiura 98%.35
70.6%. Infeksi Trichuris trichiura tunggal hanya didapati pada 22.6% anak dan infeksi tunggal Ascaris lumbricoides sebesar 6.8%.
Perbedaan infeksi STH sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lain. Hal tersebut tergantung dari beberapa faktor seperti daerah penelitian (desa atau kota, daerah kumuh, dan sebagainya), kondisi alam atau geografi, kelompok umur yang diperiksa, teknik pemeriksaan, kebiasaan penduduk setempat (tempat buang air besar, cuci tangan sebelum makan, tidak menggunakan alas kaki), dan pekerjaan penduduk.35-37
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo dengan kondisi kelembaban tanah dan curah hujan yang cukup tinggi, dimana hal ini sangat menguntungkan bagi pertumbuhan cacing. Kebiasaan penduduk desa tersebut juga kurang baik seperti sering tidak mencuci tangan sebelum makan, jarang menggunakan alas kaki saat keluar rumah. Pekerjaan penduduk desa tersebut kebanyakan adalah petani, dimana kontak dengan tanah juga tinggi.
Pada infeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, kebanyakan diderita oleh anak berusia antara 5 sampai 15 tahun, dimana dengan meningkatnya usia maka infeksi STH akan semakin menurun.38,39 Pada penelitian ini anak yang menderita infeksi STHberumur sekitar 9 tahun.
tahan tubuh. Apabila konsumsi makanan semakin baik, penggunaan sandal dan sepatu semakin merata dan sanitasi lingkungan menjadi lebih baik, maka sejalan dengan bertambahnya umur anak dalam jangka 16 bulan tanpa pengobatan didaerah endemik cacing, infeksi STH akan hilang dengan sendirinya.26
Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides dan Necator americanus tidak berbeda pada anak dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.2 Prevalensi infeksi STH tidak begitu banyak berbeda antara laki-laki dan perempuan dikarenakan kebiasaan dan cara hidup yang secara umum sama.26 Pada penelitian ini anak yang menderita infeksi STH lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin perempuan.
Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura dapat menginfeksi anak
sejak usia dini sehingga dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Jika keadaan ini berlangsung lama pada anak usia sekolah dasar, maka akan mengganggu proses belajar anak.6 Suatu penelitian yang membahas hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides
dengan pertumbuhan anak didapatkan bahwa terdapat selisih berat badan yang sedikit lebih kecil dari anak yang tidak terinfeksi Ascaris lumbricoides.24
mengganggu absorpsi zat nutrisi dan merusak mukosa usus. Infeksi STH dapat mempengaruhi status nutrisi pejamu dengan menyebabkan anoreksia, malabsorpsi, peningkatan kebutuhan nutrisi cacing itu sendiri, menghambat penyerapan mukosa oleh Ascaris lumbricoides dan adanya kehilangan darah oleh infeksi Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.9,10,23
Suatu penelitian di Brazil mendapatkan adanya hubungan antara infeksi STH dan status nutrisi. Infeksi Ascaris lumbricoides berkaitan dengan gangguan pertumbuhan pada masa anak dan infeksi Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale berkaitan dengan gangguan massa tubuh pada
dewasa. Hal ini selain dapat mengganggu pertumbuhan, juga dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif, kecacatan dan bahkan kematian.10
Infeksi STH dapat menimbulkan stunting pada anak dan mengganggu pertumbuhan pada anak yang tinggal di daerah endemik.23 Meskipun faktor prediktor stunting beragam namun infeksi STH dapat mempengaruhi status nutrisi pada anak usia sekolah dengan cara menurunnya nafsu makan dan asupan makanan akibat infeksi.21,40
Suatu penelitian di Brazil yang dilakukan selama 9 tahun pada anak berusia 2 sampai 7 tahun didapatkan bahwa infeksi STH pada anak usia dini menyebabkan tinggi badan berkurang 4.63 cm pada usia 7 tahun.20
Status nutrisi anak tidak hanya mencerminkan adanya episode infeksi akut dan kronis sebelumnya, tetapi juga dapat menggambarkan kecukupan asupan makanan yang mendukung pertumbuhan yang baik. Setiap anak memiliki riwayat infeksi dan pemberian nutrisi yang berbeda.37
Interaksi antara keadaan nutrisi dan infeksi STH mempengaruhi kesehatan manusia, dimana efek interaksi umumnya bersifat sinergis dalam arti keadaan malnutrisi ringan-sedang memperberat infeksi STHdi satu pihak dan infeksi STH memperberat keadaan malnutrisi ringan-sedang di pihak lain.41 Di Indonesia masalah nutrisi yang dihadapi adalah masalah malnutrisi ringan-sedang serta penyakit infeksi STH yang masih tinggi prevalensinya, maka hendaknya para petugas kesehatan menyadari pengaruh timbal balik antara keadaan nutrisi dengan infeksi STH.6 Pada penelitian ini status nutrisi anak dengan infeksi STHadalah malnutrisi ringan-sedang.
Untuk mendiagnosis ada tidaknya infeksi STH digunakan metode
Kato-Katz dengan menghitung jumlah telur dalam tinja.30,39 Metode Kato-Katz
masih merupakan pilihan dalam mendeteksi infeksi STHpada penelitian yang dilakukan di lingkungan pedesaan.42 Untuk mendiagnosis ada tidaknya infeksi STHpada pasien penelitian ini digunakan metode Kato-Katz.
yang berat dari Trichiuris trichiura berkaitan dengan gangguan pertumbuhan anak dan penanganan terhadap infeksi tersebut dapat memperbaiki laju pertumbuhan.20 Suatu penelitian mendapatkan bahwa stunting dan malnutrisi berkaitan dengan intensitas infeksi STHderajat sedang dan berat.21
Banyak penelitian epidemiologi mendapatkan bahwa anak yang terinfeksi dengan infeksi STH campuran sering mendapat infeksi yang lebih berat dari pada anak yang mendapatkan infeksi STH tunggal.38 Suatu penelitian pada anak sekolah dasar di Cina Selatan mendapatkan bahwa angka kejadian stunting tinggi pada daerah pedesaan, dimana intensitas infeksi STH sedang dan berat merupakan salah satu faktor prediktor terjadinya stunting.43
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
Dari penelitian ini didapati bahwa terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Pada penilaian terhadap hubungan derajat intensitas infeksi dan status nutrisi anak, didapati bahwa derajat intensitas infeksi baik yang tunggal (A. lumbricoides atau T. trichiura) maupun campuran (A. lumbricoides dan T. trichiura) mempengaruhi status nutrisi anak. Artinya bahwa semakin berat derajat intensitas infeksi maka semakin rendah status nutrisi anak.
6.2. SARAN
RINGKASAN
Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, penyakit infeksi seperti infeksi STH dan konsumsi makanan yang kurang memenuhi nutrisi merupakan dua faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap status nutrisi anak. Infeksi STHpaling banyak menyerang anak usia sekolah. Infeksi STH ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing, tempat tinggal dan cara hidup yang tidak bersih. Infeksi STH sudah menyerang anak sejak usia dini, sehingga dapat terjadi gangguan pada tumbuh kembang anak. Jika keadaan ini berlangsung lama, maka akan terjadi gangguan pada proses belajar anak.
Dilakukan pemeriksaan fisik terhadap anak. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner. Tinja diperiksa dengan metode Kato-Katz oleh tenaga analis yang terlatih. Dibuat daftar nama anak dengan infeksi STHdan anak tanpa infeksi STH, kemudian dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran berat badan. Pengukuran berat badan dengan menggunakan timbangan Camry dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan Microtoise dengan kecermatan 0.1 cm. Pada anak dengan infeksi STHdilakukan penilaian terhadap derajat intensitas infeksi.
SUMMARY
In developing countries like Indonesia, infectious diseases such as STH infection and consumption of lack nutrition are two factors that most influence nutritional status in children. STH infections are most common in school age children. STH infection are trasmitted through soil contaminated worm eggs, inadequate sanitation. STH infection can attack children earlier, so it can interrupt developmental in children. If this situation lasts longer, there will be disruption of learning process in children.
measurement of body weight and body height were determined. Weight measurement used Camry scales with precision 0.1 kg. Children's height measurement used Microtoise with nearest 0.1 cm. Children with positive STH infections were conducted assessment of the degree of infection intensity.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan perkembangan Pencapaian Millenium 2007. Jakarta: Kementerian negara perencanaan pembangunan nasional, 2007. h.1-38.
2. Hotez PJ, de Silva N, Brooker S, Bethony J. Soil transmitted helminth infections: the nature, causes and burden of the condition. Disease Control Priorities Project. Maryland: Fogarty International Center, 2003. h.1-30.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
4. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara: Laporan hasil kegiatan program seksi P2ML sub dinas P2P & PL. Medan: Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara; 2008.
5. Opara KN, Udoidung NI, Opara DC, Okon OE, Edosomwan EU, Udoh AJ. The impact of intestinal parasitic infections on the nutritional status of rural and urban school-aged children in Nigeria. IJMA. 2012;1:73-82. 6. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi cacing usus pada murid sekolah
dasar wajib belajar pelayanan gerakan terpadu pengentasan kemiskinan daerah kumuh di wilayah DKI Jakarta. J Ekologi Kesehat. 2008;7:769-74. 7. McDade W, Reyes-Garcia V, Blackinton P, Tanner S, Huanca T, Leonard
WR. Ethnobotanical knowledge is associated with indices of child health in the Bolivian Amazon. PNAS. 2007;104:6134-9.
8. Ahmed A, Al-Mekhlafi HM, Al-Adhroey AH, Ithoi I, Abdulsalam AM, Surin J. The nutritional impacts of soil transmitted helminths infections among Orang Asli school children in rural Malaysia. Parasite and vectors. 2012;5:2-9.
9. Hughes S, Kelly P. Interactions of malnutrition and immune impairment, with spesific reference to immunity against parasites. Parasite Immunol. 2006;28:577-88.
10. Jardim-Botelho A, Brooker S, Geiger SM, Fleming F, Souza AC, Diemert DJ, dkk. Age patterns in undernutrition and helminth infection in a rural area of Brazil: associations with ascariasis and hookworm. Trop Med Int Health. 2008;4:458-67.
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
pengendalian cacingan. Diunduh dari:
Diakses pada Juni 2010.
13. Pasaribu S, Lubis CP. Askariasis, trikuriasis, ankilostomiasis. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Jakarta: Buku ajar infeksi & pediatri tropis, 2008. h.370-84.
14. Brooker S, Bundy DAP. Soil transmitted helminths (Geohelminths). Dalam: Cook GC, Zumla AI, penyunting. Mansons’s tropical diseases. Edisi ke-22. China: Saunders Elsevier, 2009. h.1515-47.
15. Cogill B. Antropometric indicators measurement guide. Edisi revisi. Washington DC: Food and nutrition technical assistance project, 2003. h.10-13.
16. Truswell S. Assessment of nutritional status and biomarkers. Dalam: Mann J, Truswell AS, penyunting. Essential of human nutrition. New York: Oxford University Press, 2007. h.429-42.
17. Maqbool A, Olsen I, Stallings VA. Clinical assessment of nutritional status. Dalam: Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics. Edisi ke-4. Canada: BC Decker Inc, 2008. h.5-13.
18. National health and nutrition examination surveys (NHANES). Antropometry procedures manual. Diunduh dari
Diakses pada Mei 2011.
19. Gibson RS. Principles of nutritional assessment. Edisi kedua. New York: Oxford University Press, 2005. h.233-44.
20. Cromptom DW, Nesheim MC. Nutritional impact of intestinal helminthiasis during the human life cycle. Annu Rev Nutr. 2002;22:35-59.
21. Casapia M, Joseph SA, Nunez C, Rahme E, Gyorko TW. Parasite risk factors for stunting in grade 5 students in a community of extreme poverty in Peru. Int J Parasitol. 2006;36:741-7.
22. Adebara OV, Ernest SK, Ojuawo IA. Association between intestinal helminthiasis and serum ferritin levels among school children. OJPed. 2011;1:12-6.
23. Pullan R, Brookers S. The health impact of polyparasitism in humans: are we underestimating the burden of parasitic disease? Parasitology. 2008;135:783-94.
25. Francis L, Kirunda BE, Orach CG. Intestinal helminth infections and nutritional status of children attending primary schools in Wakiso District, Central Uganda. Int J Environ Res Public Health. 2012;9:2910-21.
26. Elmi, Sembiring T, Dewiyani BS, Hamid ED, Pasaribu S, Lubis CP. Status gizi dan infestasi cacing usus pada anak sekolah dasar. Diunduh dari:
27. Wani SA, Ahmad F, Zargar SA, Dar ZA, Dar PA, Tak H, dkk. Soil-transmitted helminths in relation to hemoglobin status among children of Kashmir valley. J Parasitol. 2008;94(3):pp591-3.
28. Hotez PJ, Bethony J, Bottazzi ME, Brooker S, Buss P. Hookworm: “the great infection of mankind”. Plosmed. 2005;2:187-91.
29. Crompton DWT, Torlesse H, Hodges ME. Hookworm infection and iron status. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infection. Geneva: WHO, 2003. h. 23-30.
30. Chawya HM, Stoltzfus RJ. Helminth infections, growth and anemia: lessons from Zanzibar. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infection. Geneva: WHO, 2003. h. 33-42.
31. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto, 2008. h.302-30.
32. Ginting SA, Firmansyah I, Putra DS, Aldy D, Pasaribu S, Lubis CP. Association between socioeconomic status and the prevalence of intestinal worm infection in primary school children. Paediatr Indones. 2004;44:106-10.
33. Hotez PJ, Bundy DAP, Beegle K, Brooker S, Drake L, de Silva N, dkk. Helminth infections: soil-transmitted helminth infections and schistosomiasis. Dalam: Jamison DT, Breman JG, Meashman AR, Alleyne G, Claeson M, Evans DB, penyunting. Disease control priorities in developing countries. Washington DC: World Bank, 2006. h.467-82.
34. Mascie-Taylor CGN, Karim E. The burden of chronic disease. Science. 2003; 302:1921-2.
Controlling disease due to helminth infection. Geneva: WHO, 2003. h.3-14.
36. Brooker S, Clements ACA, Bundy DAP. Global epidemiology, ecology and control of soil-transmitted helminth infections. Adv Parasitol. 2006; 62:221-61.
37. Egwunyenga, Andy O, Ataikiru, Palmer D. Soil-transmitted helminthiasis among school age children in Ethiope east local government area, Delta State, Nigeria. Afr J Biotechnol. 2005;4:938-41.
38. Hotez PJ, Brindley PJ, Bethony JM, King CH, Pearce EJ, Jacobson J. Helminth infections: the great necgleted tropical disease. J Clin Invest. 2008;118:1311-8.
39. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, dkk. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. Lancet. 2006;367:1521-32.
40. Tanner S, Leonard WR, McDade TW, Reyes-Garcia V, Godoy R, Tuanca T. Influence of helminth infections on childhood nutritional status in Lowland Bolivia. Am J Hum Biol. 2009;21:651-6.
41. Hall A, Zhang Y, MacArthur C, Baker S. The role of nutrition in integrated programs to control neglected tropical disease. BMC Medicine. 2012;41:1-10.
42. Tarafder MR, Carabin H, Joseph L, Balolong E, Olveda R, McGarvey ST. Estimating the sensitivity and spesificity of kato-katz stool examination technique for detection of hookworms, ascaris lumbricoides and trichuris trichiura infections in humans in the absence of a ‘gold standard’. Int J Parasitol. 2010;40:399-404.
LAMPIRAN
1. Personil Penelitian
1. Ketua Penelitian
Nama : dr. Nelly Simarmata
Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM
2. Anggota Penelitian
1. dr. Hj. Tiangsa Sembiring , SpA(K) 2. dr. Muhammad Ali, SpA(K)
3. dr. Viviana 4. dr. Desy Aswira 5. dr. Erika Panjaitan 6. dr. Washli Zakiah
2. Biaya Penelitian
3. Jadwal Penelitian
WAKTU
KEGIATAN
APRIL 2010
JUNI 2010
JULI 2011
MEI 2012
Persiapan
Pelaksanaan
Penyusunan laporan Pengiriman Laporan
Perbandingan Status Nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi Soil Transmitted Helminths
LEMBAR KUESIONER
TEKNIK HAPUSAN TEBAL KATO-KATZ
Bahan : 1. Kertas absorben/kertas koran
2. Kertas cellophane (dalam cairan glycerine- malachyte green selama 24 jam)
3. Template
4. Kawat saring (40 mesh) 5. Objek glas
6. Spatula
Cara :
1. Letakkan sedikit tinja diatas kertas untuk diabsorbsi
3. Letakkan template diatas objek glas
4. Isi lubang di template dengan tinja yang telah disaring
5. Ratakan tinja yang berlebih dengan spatula
6. Angkat template tersebut
7. Lapisi tinja yang tertinggal dengan kertas cellophane
8. Tekan slide ke permukaan yang rata agar tinja rata dan menyebar
9. Perataan yang baik jika dapat membaca kertas koran dibalik hapusan tinja
10. Bacalah slide dengan mikroskop (10 x 10 dan 10 x 40) 11. Hitung jumlah telur di seluruh slide
12. Catat jumlah telur untuk setiap spesies
Lampiran 1
Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua
Bapak/Ibu Yth,
Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul:
“PERBANDINGAN STATUS NUTRISI ANTARA ANAK DENGAN DAN TANPA INFEKSI
SOIL TRANSMITTED HELMINTHS”
Bapak/Ibu, pertama saya akan menjelaskan tentang status nutrisi pada anak. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa status nutrisi mempunyai hubungan timbal balik dengan infeksi cacing. Infeksi kecacingan tidak saja meningkatkan angka kesakitan, tetapi juga menyebabkan malnutrisi dan mengganggu kemampuan belajar pada anak.
Angka kejadian infeksi kecacingan di daerah tropis dan subtropis sangat tinggi, dimana angka kejadian di Sumatera Utara sendiri mencapai 50%. Infeksi kecacingan yang paling sering ialah infeksi oleh Trichuris trichiura, Ascaris lumbricoides dan Hookworm.
Pencegahan dan pengobatan infeksi kecacingan terdiri dari perbaikan sanitasi, edukasi mengenai higienitas dan pengobatan. Pengobatan yang paling baik pada saat ini ialah dengan pemberian obat albendazole ataupun mebendazole, yang akan memberi angka kesembuhan hampir mencapai 100%.
Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi anak bapak/ibu sekalian. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, bapak/ibu dapat menghubungi dr. Nelly Simarmata (HP. 081375630082) untuk mendapat pertolongan. Kerjasama bapak/ibu sangat diharapkan dalam penelitian ini. Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada peneliti: dr. Nelly Simarmata.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan bapak/ibu bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta terhadap anak bapak/ibu dalam penelitian yang telah disiapkan.
Medan, 2010
Peneliti,
Lampiran 2
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ... Umur ... tahun L / P
Alamat : ...
dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan
PERSETUJUAN
untuk dilakukan pengobatan kecacingan terhadap anak saya :
Nama : ... Umur ... tahun
Alamat Rumah : ...
Alamat Sekolah : ...
yang tujuan, sifat, dan perlunya pengobatan tersebut di atas, serta risiko yang dapat
ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.
... , ... 2010
Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan
dr. Nelly Simarmata ...
Saksi-saksi : Tanda tangan
1. ... ...
107 A2B403 Brian Ginting 1 10 26 130 98,11 3
>70-90 malnutrisi ringan-sedang 2
>90-110 normal 3
>110 - 120 overweight 4
≥120 obesitas 5
Jenis kelamin 1 : laki-laki 2 : perempuan
Tingkat infeksi ringan sedang berat
Trichuris trichiura
1 – 999 epg 1 000 – 9 999 epg
> 10 000 epg
Status gizi ( bb/tb ) : Kode BB/TB
≤ 70% gizi buruk 1
>70-90 gizi kurang 2
>90-110 gizi baik 3
>110 - 120 gizi lebih 4
≥120 obesitas 5
Jenis kelamin 1 : laki-laki 2 : perempuan
Tingkat infeksi ringan sedang berat
Trichuris trichiura 1 – 999 epg 1 000 – 9 999 epg > 10 000 epg
Ascaris lumbricoides 1-4999 epg 5000-49.999 epg > 50.000 epg
Tingkat infeksi kode
Ringan 1
sedang 2
DATA ANAK INFEKSI STH TUNGGAL
NO KODE NAMA JK UMUR BB TB BB/TB AL EPG KODE
BB/TB KODE INFEKSI CACING
1 A1B114 ARIAN HARAPENTA 1 7 20 115 100 148 3552 3 1
BB/TB KODE DERAJAT CACING
15 A2B119 MILA SARI BR SEMB 2 7 15 112 78,95 51 1224 2 2
Jenis kelamin 1 : laki-laki 2 : perempuan
Tingkat infeksi ringan sedang berat
Trichuris trichiura
1 – 999 epg 1 000 – 9 999 epg > 10 000 epg
Ascaris lumbricoides
1-4999 epg 5000-49.999 epg
> 50.000 epg
Tingkat infeksi Kode
Ringan 1
sedang 2
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Nelly Simarmata
Tempat dan Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 10 Oktober 1982
Alamat : Jl. Karya Wisata Perumahan Citra Wisata Blok XIV no 17. Medan. Indonesia
PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : SD Methodist Pematangsiantar, tamat tahun 1994
Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Pematangsiantar, tamat tahun 1997
Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 2 Pematangsiantar , tamat tahun 2000
Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2006
Magister Kedokteran Klinik : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2012
PEKERJAAN
PERTEMUAN ILMIAH/ PELATIHAN
1. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak di Medan, tahun 2010, sebagai peserta
2. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Sumatera Utara, tahun 2012 sebagai peserta
PENELITIAN
1. Perbandingan Status Nutrisi antara Anak dengan dan tanpa Infeksi
Soil Transmitted Helminths
ORGANISASI