• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Status Nutrisi antara Anak dengan dan tanpa Infeksi Soil Transmitted Helminths

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Status Nutrisi antara Anak dengan dan tanpa Infeksi Soil Transmitted Helminths"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PERBANDINGAN STATUS NUTRISI ANTARA ANAK DENGAN DAN TANPA INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS

NELLY SIMARMATA 087103036/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul Penelitian : Perbandingan Status Nutrisi antara Anak dengan dan tanpa Infeksi Soil

Transmitted Helminths Nama Mahasiswa : Nelly Simarmata Nomor Induk Mahasiswa : 087103036/IKA

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K)

Anggota

dr. Muhammad Ali, SpA(K)

Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS

dr. Hj. Melda Deliana,SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(3)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN STATUS NUTRISI ANTARA ANAK DENGAN DAN TANPA INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang

lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Agustus 2012

(4)

Telah diuji pada Tanggal:

PANITIA PENGUJI TESIS

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Allah yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

(6)

2. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

3. Dr. Hakimi, SpA(K), Dr. Lily Irsa, SpA(K), Dr. Zaima Tala, MSc, SpGK yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

4. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. 5. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu

saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Viviana, Kak Ade Amelia, Bang Hanry Anta, Kak Erika, Kak Tuty, Fitri, Fadilah, Kak Arida, Desy, Bang Wiji, Kak Washli. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

6. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

(7)

Grace dan Joyce yang menjadi penyemangatku. Begitu juga buat adik-adiku dr.Andy Simarmata, Veronika S.ked dan Hery yang selalu mendo’akan dan memberikan dorongan, serta membantuku selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Tuhan Allah.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Agustus 2012

(8)

DAFTAR ISI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths 5

2.3. Hubungan antara Soil Transmitted Helminths dengan Status Nutrisi 14

2.3.1. Dampak Soil Transmitted Helminths dengan Status Nutrisi 16

2.4. Kerangka Konseptual 19

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain 20

3.2. Tempat dan Waktu 20

3.3. Populasi dan Sampel 20

3.4. Perkiraan Besar Sampel 21

(9)

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 22

3.6.1. Kriteria Inklusi 22

3.6.2. Kriteria Eksklusi 22

3.7. Persetujuan / Informed Consent 22

3.8. Etika Penelitian 22

3.9. Cara Kerja 23

3.10. Identifikasi Variabel 25

3.11. Definisi Operasional 25

3.12. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 26

BAB 4. HASIL PENELITIAN 27

BAB 5. PEMBAHASAN 32

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 38

RINGKASAN 39

DAFTAR PUSTAKA 43

Lampiran

1. Personil Penelitian

2. Biaya Penelitian

3. Jadwal Penelitian

4. Lembar Penjelasan pada Orangtua 5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 6. Formulir/Kuisioner

7. Master Tabel data penelitian 8. Persetujuan Komite Etik

9. Riwayat Hidup

(10)

DAFTAR TABEL

2.1. Perbandingan status nutrisi menurut indeks antropometri 14

4.1. Karakteristik sampel 28

4.2. Perbandingan status nutrisi anak dengan dan tanpa infeksi STH 29

4.3. Hubungan derajat intensitas infeksi cacing tunggal dan status

nutrisi 30

(11)

DAFTAR GAMBAR

2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides 6

2.2. Siklus hidup Trichuris trichiura 7

2.3. Siklus hidup Hookworm 8

2.4. Kerangka Konseptual 19

(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

MDG’s : Millenium Development Goals

WHO : World Health Organization

% : persen

STH : Soil transmitted helminth

epg : egg per gram

mg : miligram

gr : gram

kg : kilogram

BB : berat badan

TB : tinggi badan

LK : lingkar kepala

LLA : lingkar lengan atas

BB/U : berat badan menurut umur TB/U : tinggi badan menurut umur

BB/TB : berat badan menurut tinggi badan LLA/U : lingkar lengan atas menurut umur

LLA/TB : lingkar lengan atas menurut tinggi badan

< : kurang dari

> : lebih dari

(13)

n : jumlah sampel

Zα : deviat baku normal untuk α

Zβ : deviat baku normal untuk β

α : kesalahan tipe I

β : kesalahan tipe II

cm : sentimeter

P : tingkat kemaknaan

x2

NCHS : National Center for Health Statistics

: uji chi square

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

+ : positif

- : negatif

SD : Standard Deviasi

SD : Sekolah Dasar

SPSS : Statistical Package for Social Science

(14)

ABSTRAK

Latar Belakang. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensinya tinggi terutama pada daerah pedesaan dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Infeksi

STH dapat tunggal ataupun campuran, dimana jarang menyebabkan kematian namun dapat mempengaruhi status nutrisi, pertumbuhan, perkembangan kognitif dan kesehatan.

Metode. Penelitian cross sectional dilakukan pada bulan Juni 2010 di 3 sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe,Kabupaten Karo. Pemeriksaan feses berupa metode Kato-Katz dilakukan untuk menegakkan diagnosis infeksi

STH. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive yaitu 140 anak dengan infeksi STH dan 141 anak tanpa infeksi STH. Penentuan klasifikasi status nutrisi berdasarkan NCHS WHO CDC 2000. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan SPSS versi 14.0. Untuk melihat hubungan antara infeksi STH dan status nutrisi digunakan uji

chi-square. Uji chi-square ini juga digunakan untuk melihat hubungan antara

derajat intensitas infeksi dan status nutrisi anak.

Hasil. Terdapat perbedaan yang signifikan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Pada penilaian terhadap derajat intensitas infeksi dan status nutrisi anak, didapati bahwa derajat intensitas infeksi STH baik yang tunggal (A.lumbricoides atau T.trichiura) maupun campuran (A.lumbricoides

dan T.trichiura) dapat mempengaruhi status nutrisi anak

Kesimpulan. Terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Derajat intensitas infeksi STH baik pada infeksi tunggal

(A.lumbricoides atau T.trichiura) maupun campuran (A.lumbricoides dan

T.trichiura) dapat mempengaruhi status nutrisi anak.

(15)

ABSTRACT

Background. Soil Transmitted Helminthiasis (STH) are still public health problem in developing country. The prevalence is high mainly in rural population with low socioeconomic level. Soil transmitted helminths as a single or mixed infection rarely cause death but can affect nutrition, growth, cognitive development and human health.

Methods. A cross sectional study was done on June 2010 in 3 schools in Kecamatan Kabanjahe,Kabupaten Karo. Faecal examination by Kato-Katz method was done to diagnose STH infection. We divided participants into two groups (positive and negative helminths). Data was collected with consecutive sampling. Classification of nutritional status determined by measurement of body weight and body height based on WHO NCHS CDC 2000. All statistical analyses were conducted with SPSS (Version 14.0 for Windows). All catagorical data were analyzed by using chi-square test. We also used chi-square test to assess the association between intensity of STH infection and nutritional status of STH infected children.

Results. Two hundred and eighty children enrolled in this study (140 infected children and 140 uninfected children). Statistically, there was a significant association between nutritional status and STH infection. We also found a significant difference between intensity of a single or mixed STH infection and nutritional status.

Conclusions. There was a significant difference on nutritional status between STH infected and uninfected children. We also found a significant differences on intensity of STH infection and nutritional status.

(16)

ABSTRAK

Latar Belakang. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensinya tinggi terutama pada daerah pedesaan dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Infeksi

STH dapat tunggal ataupun campuran, dimana jarang menyebabkan kematian namun dapat mempengaruhi status nutrisi, pertumbuhan, perkembangan kognitif dan kesehatan.

Metode. Penelitian cross sectional dilakukan pada bulan Juni 2010 di 3 sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe,Kabupaten Karo. Pemeriksaan feses berupa metode Kato-Katz dilakukan untuk menegakkan diagnosis infeksi

STH. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive yaitu 140 anak dengan infeksi STH dan 141 anak tanpa infeksi STH. Penentuan klasifikasi status nutrisi berdasarkan NCHS WHO CDC 2000. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan SPSS versi 14.0. Untuk melihat hubungan antara infeksi STH dan status nutrisi digunakan uji

chi-square. Uji chi-square ini juga digunakan untuk melihat hubungan antara

derajat intensitas infeksi dan status nutrisi anak.

Hasil. Terdapat perbedaan yang signifikan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Pada penilaian terhadap derajat intensitas infeksi dan status nutrisi anak, didapati bahwa derajat intensitas infeksi STH baik yang tunggal (A.lumbricoides atau T.trichiura) maupun campuran (A.lumbricoides

dan T.trichiura) dapat mempengaruhi status nutrisi anak

Kesimpulan. Terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Derajat intensitas infeksi STH baik pada infeksi tunggal

(A.lumbricoides atau T.trichiura) maupun campuran (A.lumbricoides dan

T.trichiura) dapat mempengaruhi status nutrisi anak.

(17)

ABSTRACT

Background. Soil Transmitted Helminthiasis (STH) are still public health problem in developing country. The prevalence is high mainly in rural population with low socioeconomic level. Soil transmitted helminths as a single or mixed infection rarely cause death but can affect nutrition, growth, cognitive development and human health.

Methods. A cross sectional study was done on June 2010 in 3 schools in Kecamatan Kabanjahe,Kabupaten Karo. Faecal examination by Kato-Katz method was done to diagnose STH infection. We divided participants into two groups (positive and negative helminths). Data was collected with consecutive sampling. Classification of nutritional status determined by measurement of body weight and body height based on WHO NCHS CDC 2000. All statistical analyses were conducted with SPSS (Version 14.0 for Windows). All catagorical data were analyzed by using chi-square test. We also used chi-square test to assess the association between intensity of STH infection and nutritional status of STH infected children.

Results. Two hundred and eighty children enrolled in this study (140 infected children and 140 uninfected children). Statistically, there was a significant association between nutritional status and STH infection. We also found a significant difference between intensity of a single or mixed STH infection and nutritional status.

Conclusions. There was a significant difference on nutritional status between STH infected and uninfected children. We also found a significant differences on intensity of STH infection and nutritional status.

(18)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pertama dari Millenium Development Goals (MDG’s) adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, dengan target menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan. Indonesia masih perlu kerja keras dalam mencapai target MDG’s, terutama untuk menurunkan status malnutrisi berat dan malnutrisi ringan - sedang. Saat ini prevalensi malnutrisi berat di Indonesia berkisar 8.8% sedangkan target yang ingin dicapai 3.3% dan prevalensi malnutrisi ringan-sedang berkisar 28% sedangkan target yang ingin dicapai 18%.

Menurut WHO diperkirakan bahwa lebih dari 1 miliar orang terinfeksi cacing yang ditularkan melalui tanah, lebih dari 250 juta oleh Ascaris lumbricoides (cacing gelang), 46 juta oleh Trichuris trichiura (cacing cambuk) dan 151 juta oleh Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (cacing tambang).

1

2

(19)

prevalensi infeksi cacing disebabkan oleh Ascaris lumbricoides (14.5%),

Trichuris trichiura (13.9%), Ancylostoma duodenale dan Necator americanus

(3.6%).3 Berdasarkan Survei Seksi P2ML Sub Dinas P2P & PL, Dinas Kesehatan Tingkat I Sumatera Utara pada anak Sekolah Dasar di tiga belas Kabupaten/Kota tahun 2003 sampai 2006 diperoleh hasil yaitu prevalensi

Ascaris lumbricoides 39%, Trichuris trichiura 24%, Ancylostoma duodenale

dan Necator americanus 5%.

Daerah yang sangat rentan terhadap infeksi cacing usus adalah pada daerah pedesaan dan daerah kumuh di perkotaan. Pada daerah ini mudah terjadi penularan infeksi cacing usus melalui tanah yang telah tercemar telur cacing oleh karena daerah ini memiliki permasalahan kesehatan berkaitan dengan tempat tinggal yang tidak sehat dan cara hidup yang tidak bersih.

4

2,5,6

Infeksi cacing ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminths

(STH) yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura serta Ancylostoma

duodenale dan Necator americanus. Kerugian dan dampak akibat infeksi

cacing tidak menyebabkan manusia mati mendadak akan tetapi dapat mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan dan metabolisme makanan. Penyakit ini dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit dan menghambat tumbuh kembang anak, karena cacing mengambil sari makanan yang penting bagi tubuh, seperti protein, karbohidrat dan zat besi yang dapat menyebabkan anemia (terutama oleh jenis Ancylostoma duodenale dan Necator americanus).

(20)

Dari berbagai penelitian telah diketahui ada hubungan timbal balik antara keadaan nutrisi dan berbagai penyakit infeksi dimana keadaan nutrisi yang buruk akan memperberat keadaan penyakit infeksi yang diderita dan sebaliknya adanya penyakit infeksi memperburuk keadaan nutrisi.10 Oleh karena itu, pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi cacing perlu menjadi perhatian karena infeksi cacing merupakan infeksi kronik yang paling banyak menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar di Indonesia.6

1.2 Rumusan masalah

Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Apakah ada perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi

STH?

1.3 Hipotesis

Terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi

(21)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH, serta membandingkan derajat intensitas infeksi STH dengan status nutrisi

1.5.Manfaat

1. Di bidang akademik / ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang nutrisi dan metabolik mengenai pengaruh infeksi STH terhadap status nutrisi anak

2. Di bidang pelayanan masyarakat: memberikan informasi kepada siswa dan guru sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe mengenai pencegahan dan penanggulangan penyakit kecacingan karena dapat berdampak terhadap status nutrisi

(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Soil Transmitted Helminths

Cacing merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan. Diantara nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah yang disebut Soil Transmitted Helminths (STH). Yang termasuk ke dalam STH adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, dan Trichuris trichiura.11

2.1.1. Cacing gelang ( Ascaris lumbricoides)

Ascaris lumbricoides merupakan salah satu penyebab kecacingan pada

manusia. Angka kejadiannya lebih banyak dari infeksi cacing lainnya, dimana diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia pernah terinfeksi cacing ini.11,12 Tidak jarang dijumpai infeksi campuran dengan cacing lain, terutama

Trichiuris trichiura.

Siklus hidup Ascaris lumbricoides dimulai sejak dikeluarkannya telur oleh cacing betina dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Dengan kondisi yang menguntungkan, embrio akan berubah di dalam telur menjadi larva yang infektif. Apabila manusia tertelan telur yang infektif, larva akan keluar di duodenum dan menembus dinding usus halus, masuk sirkulasi portal, kemudian ke jantung kanan, melalui pembuluh darah kecil paru sampai di

(23)

jaringan alveolar paru. Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas, kemudian tertelan, turun ke esofagus dan menjadi dewasa di usus halus. Siklus hidup ini berlangsung sekitar 65 sampai 70 hari.13

Gambar 2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides12

2.1.2. Cacing cambuk (Trichuris trichiura)

Trichuris trichiura merupakan salah satu penyakit cacing yang banyak

terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi cacing ini. Cacing ini disebut juga cacing cambuk karena secara menyeluruh bentuknya seperti cambuk.

Manusia mendapat infeksi dengan menelan telur yang infektif (telur yang mengandung larva). Di duodenum larva akan keluar, menembus dan berkembang di mukosa usus halus dan menjadi dewasa di sekum. Siklus ini berlangsung sekitar 3 bulan.

11,12

(24)

Gambar 2.2 Siklus hidup Trichuris trichiura12

2.1.3. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

americanus)

Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik, namun yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus

dan Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia.

(25)

Gambar 2.3. Siklus hidup cacing tambang12

2.1.4. Cara Penularan

Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus dikelompokkan sebagai STH karena cara penularannya

pada setiap orang sama yaitu melalui tanah. Secara gambaran epidemiologi,

STH biasa terdapat di daerahberiklim tropis dan daerah beriklim sedang dan

(26)

2.1.5. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur atau cacing dewasa dalam feses.11 Metode yang direkomendasikan ialah pemeriksaan sampel feses dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur jumlah telur per gram feses.13

Untuk mengetahui intensitas infeksi pada individu adalah dengan cara menghitung jumlah telur per gram feses. Dengan metode Kato-katz, penghitungan egg per gram (epg) dilakukan dengan mengalikan jumlah telur yang dihitung pada hapusan yang digunakan dengan faktor multiplikasi. Faktor ini bervariasi tergantung dari luas hapusan yang digunakan.

11,14

Jumlah cacing di dalam usus dapat dihitung dengan cara melihat rata-rata berat tinja yang dikeluarkan per hari (umumnya 150 sampai 200 gram).

Pada infeksi cacing tambang, derajat keparahan dinilai bukan hanya berdasarkan jumlah cacing yang ditemukan, namun juga berdasarkan umur, asupan nutrisi dan asupan zat besi. Hal ini berkaitan dengan kehilangan hemoglobin melalui feses, dimana dikatakan derajat intensitas ringan jika berkaitan dengan kehilangan kurang dari 2 miligram hemoglobin per gram feses dan dikatakan derajat intensitas berat jika kehilangan lebih dari 5 miligram hemoglobin per gram feses.

11

3

(27)

Cara penilaian status nutrisi yaitu berdasarkan: a. Antropometri

b. Klinis

c. Pemeriksaan laboratorik d. Analisis diet

Setiap metode penilaian status nutrisi mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Metode yang paling sering digunakan untuk melakukan pemantuan status nutrisi anak adalah dengan menggunakan metode antropometri dan klinis.

2.2.1. Definisi Antropometri

Antropometri merupakan pengukuran pada variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat nutrisi yang berbeda

16

2.2.2. Jenis Parameter Antropometri

Antropometri sebagai indikator status nutrisi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter.

15-17

(28)

a. Berat Badan

Berat badan (BB) merupakan parameter pengukuran antropometri yang paling sederhana. Pengukuran BB dilakukan tanpa menggunakan pakaian atau pakaian seminimal mungkin, tanpa menggunakan alas kaki. Dilakukan dengan menggunakan timbangan balance beam dengan keakuratan 0.01 kg pada bayi dan 0.1 kg pada anak besar.

b. Tinggi Badan

Tinggi badan (TB) merupakan parameter yang penting untuk memantau status nutrisi jangka panjang. Bagi anak yang sudah dapat berdiri, pengukuran TB dilakukan dengan posisi anak berdiri tegak, kaki yang sejajar, tumit, bokong dan belakang kepala menyentuh dinding. Bagi bayi ataupun anak yang belum dapat berdiri, pengukuran TB dilakukan dengan posisi terlentang dan menggunakan alat pengukur khusus.

c. Lingkar Kepala

Pengukuran lingkar kepala (LK) rutin merupakan komponen penilaian status nutrisi anak sampai usia 3 tahun. Pengukuran LK dilakukan dengan menggunakan pita yang fleksibel dan tidak melar. Pengukuran LK dilakukan yaitu tepat di atas supra orbita pada bagian paling menonjol dan melalui oksiput.

d. Lingkar Lengan Atas

(29)

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status nutrisi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status nutrisi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.18

2.2.3. Indeks Antropometri

Indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur ( TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status nutrisi yang berbeda.18,19

a. Berat badan menurut umur (BB/U)

(30)

b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, TB tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan TB relatif kurang sensitif terhadap kekurangan nutrisi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat nutrisi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status nutrisi masa lalu.

c. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

15

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan TB. Dalam keadaan normal, perkembangan BB akan searah dengan pertumbuhan TB dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status nutrisi saat kini karena merupakan indeks yang independen terhadap umur.

d. Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) 17,19

Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LLA berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. LLA merupakan parameter yang labil, sehingga dikatakan merupakan indeks status nutrisi saat kini. Indeks LLA sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak.

Adapun penggolongan status nutrisi menurut indeks antropometri dapat dilihat pada tabel berikut.

(31)

Tabel 2.1. Pembagian status nutrisi menurut indeks antropometri17

STATUS NUTRISI

Ambang batas baku untuk keadaan nutrisi berdasarkan indeks

BB/U TB/U BB/TB LLA/U LLA/TB

Normal 80-120% 90 - 110% 90 - 110% 85 - 100% > 85%

Malnutrisi ringan-sedang

60 - 80% 70 – 90% 70 – 90% 70 - 85% 75 - 85%

Malnutrisi berat < 60% < 70% < 70% < 70% < 75%

2.3. Hubungan infeksi STH dan Status Nutrisi

Dari berbagai penelitian telah diketahui ada hubungan timbal balik antara keadaan nutrisi dan berbagai penyakit infeksi dimana keadaan malnutrisi yang berat akan memperberat keadaan penyakit infeksi yang diderita dan sebaliknya adanya penyakit infeksi memperburuk keadaan nutrisi.

Penelitian pada tahun 1999 mendapatkan hubungan antara status nutrisi dengan infeksi cacing, dimana infeksi Ascaris lumbricoides lebih mempengaruhi status nutrisi anak dan remaja sementara infeksi Ancylostoma

duodenale dan Necator americanus lebih banyak dijumpai pada orang

dewasa.

2

Infeksi STH dapat menyebabkan malnutrisi pada anak melalui gangguan pencernaan dan absorpsi, inflamasi kronis dan kehilangan nutrisi.

20

(32)

Penelitian di Peru juga menunjukkan hubungan antara infeksi STH dengan status nutrisi pada anak usia sekolah, dimana status nutrisi berat berhubungan dengan jumlah cacing yang terdapat dalam usus anak.

Suatu penelitian di Nigeria didapatkan bahwa infeksi cacing sering dikaitkan dengan anemia defisiensi besi. Infeksi cacing dapat mempengaruhi status zat besi dengan mengurangi metabolisme dan transportasi dari zat besi. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan anemia defisiensi besi yaitu asupan makanan yang kurang memadai, malabsorpsi dan infeksi cacing. Pada anak usia sekolah, infeksi cacing dan anemia defisiensi besi dapat menyebabkan anoreksia. Infeksi cacing dapat menghambat penyerapan zat besi di saluran cerna dan kekurangan zat besi dapat menurunkan resistensi terhadap infeksi cacing. Proses ini menciptakan lingkaran setan dari nutrisi yang tidak memadai.

21

Penelitian yang dilakukan pada sekelompok tentara muda (remaja) di Puerto Rico menunjukkan bahwa Ancylostoma duodenale dan Necator

americanus menyebabkan

22

(33)

Suatu penelitian yang membahas hubungan antara infeksi cacing

Ascaris lumbricoides dengan pertumbuhan anak didapatkan bahwa terdapat

selisih berat badan yang sedikit lebih kecil dari anak yang tidak terinfeksi

Ascaris.23 Penelitian di Colombia yang membandingkan status nutrisi antara

anak laki dengan dan tanpa infeksi cacing didapatkan bahwa anak laki-laki dengan infeksi cacing memiliki gangguan pertumbuhan dan kapasitas kerja fisik.25 Sedangkan penelitian lainnya mendapatkan tidak ada hubungan antara Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dengan pertumbuhan seorang anak.23

2.3.1.Dampak infeksi Soil Transmitted Helminths terhadap Status Nutrisi

Infeksi STH sering ditemukan secara tunggal maupun campuran yang dapat menyebabkan gangguan nutrisi, anemia, gangguan pertumbuhan dan tingkat kecerdasan.

Ascaris lumbricoides hidup dalam rongga usus manusia dan

mengambil makanan terutama karbohidrat dan protein. Seekor cacing akan mengambil karbohidrat 0.14 gram/hari dan protein 0.035 gram/hari. Akibat adanya cacing ascaris dalam tubuh, maka anak yang mengkonsumsi makanan yang kurang zat nutrisi dapat dengan mudah jatuh kedalam kekurangan nutrisi, sedangkan cacing gelang dan cacing tambang disamping mengambil makanan, juga akan menghisap darah sehingga dapat menyebabkan anemia.

18,26

(34)

Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat menyebabkan pendarahan menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi. Ancylostoma

duodenale dan Necator americanus menempel pada dinding usus dan

menghisap darah. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka dapat menimbulkan anemia.

Perdarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 4 sampai 6 jam. Perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali dengan cepat karena

turn over sel epithel usus sangat cepat. Kehilangan darah yang terjadi pada

infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi pada dinding usus, juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri, walaupun belum terjawab dengan jelas berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini.

27

Untuk mengetahui jumlah cacing didalam usus dapat dilakukan dengan menghitung jumlah telur dalam tinja. Bila dalam tinja terdapat sekitar 2000 telur per gram tinja, berarti ada sekitar 80 ekor Ancylostoma duodenale

dan Necator americanus didalam perut dan menyebabkan kehilangan darah

sekitar 2 ml per hari. Bila terdapat 20.000 telur per gram tinja berarti ada sekitar 1000 ekor cacing dalam perut yang dapat menyebabkan anemia

(35)

berat. Anemia disebabkan karena pada cacing tambang terdapat enzim

protease chatepsin D yang dapat menghancurkan makromolekul kulit.

(36)

Kerusakan mukosa

anoreksia obstruksi lumen anemia

STATUS NUTRISI

2.4. Kerangka Konseptual

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual

Pejamu: dan Necator americanus - Campuran

Lingkungan: Iklim

Sanitasi Higienitas

INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH)

Aktivitas fisik ↓↓ Ketidakhadiran

Sekolah ↑

(37)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Desain penelitian ini adalah cross sectional untuk menilai perbandingan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH, serta membandingkan derajat intensitas infeksi STH dengan status nutrisi.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di 3 sekolah dasar (SD) yaitu SD Negeri 040467 dan SD Negeri 044832 di desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat dan SD Advent di desa Sumbul, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2010 pada anak sekolah dasar kelas 1 sampai 6.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak sekolah dasar kelas 1 sampai 6. Populasi terjangkau adalah anak sekolah dasar kelas 1 sampai 6 yang berada di Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara yang menderita infeksi STH dan tanpa infeksi STH. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

(38)

Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi dan dipakai uji hipotesis untuk dua proporsi yang independen.28

(Zα √2PQ + Zβ√P1Q1+P2Q2)2 n1=n2= (P2-P1)

n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I 2

n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II

P1 = proporsi status nutrisi pada penderita infeksi STH (kepustakaan) P2 = proporsi status nutrisi pada yang bukan penderita infeksi STH

29

P = proporsi = ½ (P1+P2) Q = 1-P

Pada penelitian ini ditetapkan α = 0.05 (tingkat kepercayaan 95%) dan β = 0.2 (power 0.8)

P1 = 0.6 P2 = 0.75

P = ½ (0.6+0.75) = 0.675 Q = 1 – 0,675 = 0.325

Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel untuk masing masing kelompok minimal 132 orang.

(39)

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling.

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.6.1. Kriteria Inklusi

- bersedia dilakukan pemeriksaan feses dengan metode Kato Katz

- subjek tinggal di lokasi penelitian

- tidak mengkonsumsi obat cacing dalam satu bulan terakhir - orangtua bersedia mengisi informed consent

3.6.2. Kriteria Eksklusi

- menderita penyakit kronis lain yang dapat menganggu status nutrisi anak, misalnya tuberkulosis, diare persisten, malaria - menderita penyakit bawaan tertentu seperti penyakit jantung

3.7. Persetujuan/Informed Consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu.

3.8 Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.9 Cara Kerja dan Alur Penelitian

(40)

2. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner

3. Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan kepada anak-anak

4. Tinja yang terkumpul diperiksa dengan metode Kato Katz (terlampir), dimana pemeriksaan dengan metode Kato Katz di lakukan oleh tenaga analis yang terlatih di lokasi penelitian

5. Dibuat daftar anak yang positif menderita infeksi STH dan yang negatif 6. Status nutrisi ditentukan dengan penimbangan berat badan dan

pengukuran tinggi badan.

7. Untuk pengukuran berat badan digunakan timbangan Camry dengan kapasitas 125 kg, dimana sebelum dilakukan penimbangan telah ditera terlebih dahulu, dengan ketelitian 0.1 kg. Anak memakai pakaian seminimal mungkin tanpa sepatu atau sandal

8. Untuk pengukuran tinggi badan anak dengan menggunakan Microtoise

dengan ketelitian 0.1 cm dimana anak berdiri tegak dengan kaki yang sejajar, tanpa menggunakan sandal atau sepatu, tumit, bokong dan belakang kepala menyentuh dinding.

(41)

Alur Penelitian

Pemeriksaan Kato Katz

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Infeksi STH (+) Infeksi STH (-)

Status nutrisi

Populasi terjangkau

Antropometri BB,TB tunggal campuran

Derajat intensitas infeksi : - Ringan

(42)

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Infeksi STH nominal dikotom

Variabel tergantung Skala

Status nutrisi ordinal

3.11 Definisi Operasional

1. Disebut infeksi STH bila dijumpai telur cacing Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk) dan Hookworm (cacing tambang) pada feses dengan pemeriksaan mikroskopis dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz

2. Status nutrisi dinilai dengan menggunakan standar WHO NCHS CDC tahun 2000. Klasifikasi status nutrisi berdasarkan BB/TB yaitu :

- obesitas : bila berat badan / tinggi badan > 120%

- overweight : bila berat badan / tinggi badan >110 – 120% - normal : bila berat badan / tinggi badan >90 – 110%

(43)

3. Intensitas infeksi adalah kepadatan telur per gram tinja yang dipakai menentukan berat ringannya penyakit secara tidak langsung berdasarkan ketentuan WHO.

Penetapan derajat intensitas infeksi menurut WHO:

Derajat ringan Derajat sedang Derajat berat

A.lumbricoides 1– 4999 epg 5000– 49999 epg >50000 epg

T.trichiura 1 - 999 epg 1000 – 9999 epg >10000 epg

Hookworm 1 – 1999 epg 2.000 – 3999 epg >4000 epg

4. Penyakit kronis adalah penyakit yang berlangsung perlahan-lahan dan biasanya bersifat menahun.

5.Yang termasuk ke dalam penyakit kronis yaitu tuberkulosis, diare persisten, malaria dan juga penyakit jantung

3.12. Analisis Data

(44)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil penelitian

Penelitian dilaksanakan di 3 sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe dan Simpang Empat, Kabupaten Karo yang berjarak sekitar 80 kilometer dari kota Medan. Di kedua lokasi tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap 475 anak, diantaranya 41 anak tidak mengembalikan pot, dan sisanya sebanyak 434 anak dilakukan pemeriksaan terhadap adanya infeksi STH. Dari hasil pemeriksaan tinja didapatkan 279 anak menderita infeksi STH dan 155 anak tanpa infeksi STH. Kemudian dilakukan pengambilan sampel secara consecutive yaitu 140 anak dengan infeksi STH dan 141 anak tanpa infeksi STH.

Prevalensi kecacingan di Kabupaten Karo didapatkan sebesar 58.7%. Kebanyakan anak menderita infeksi campuran antara T. trichiura dengan A. Lumbricoides dengan prevalensi 70.6%. Infeksi T. trichiura tunggal hanya didapati

(45)

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel

Karakteristik

Infeksi STH

(n = 140)

Tanpa infeksi STH

(n = 141)

Anak terinfeksi cacing, n(%):

- Tunggal : - A. lumbricoides

- T. Trichiura - Campuran

(46)

Dalam tabel 4.1 ditampilkan karakteristik responden yang mengikuti penelitian ini. Dari karakteristik dasar antara kelompok infeksi dan tanpa infeksi STH dinilai rerata umur, jenis kelamin, rerata berat badan, rerata tinggi badan, dan jenis cacing yang menginfeksi anak. Kedua kelompok studi tidak berbeda dalam hal rerata umur yaitu 9 tahun. Kelompok anak dengan infeksi STH sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan kelompok tanpa infeksi STH sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Rerata berat badan kedua kelompok studi adalah masing-masing 22.7 kg dan 26.9 kg. Rerata tinggi badan kedua kelompok studi adalah masing-masing 126.7 cm dan 129.6 cm.

Tabel 4.2. Perbandingan status nutrisi anak dengan dan tanpa infeksi STH

Status Nutrisi Infeksi STH

(47)

Tabel 4.2 menunjukkan perbandingan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Terdapat perbedaan yang signifikan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Dimana dijumpai malnutrisi ringan-sedang pada anak dengan infeksi STH.

Penilaian selanjutnya terhadap hubungan derajat intensitas infeksi (cacing tunggal maupun campuran) dan status nutrisi pada anak.

Tabel 4.3. Hubungan derajat intensitas infeksi cacing tunggal dan status nutrisi

Derajat

sedang Normal Overweight Obesitas

(48)

0 21 3 0 0 24 0.009

Tabel 4.3. menunjukkan bahwa derajat intensitas infeksi cacing tunggal memiliki hubungan yang signifikan dengan status nutrisi anak.

Tabel 4.4. Hubungan derajat intensitas infeksi cacing campuran (A.lumbricoides dan T.trichiura) dengan status nutrisi

Derajat

sedang Normal Overweight Obesitas

(49)
(50)

BAB 5. PEMBAHASAN

Dari 475 siswa yang diperiksa, terdapat 279 (58.7%) yang positif menderita infeksi STH. Hasil penelitian ini menunjukkan angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional yang hanya 24.1%.3 Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya upaya pencegahan infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar di desa Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo sehingga mengakibatkan tingginya prevalensi kecaacingan. Tingginya prevalensi infeksi STH tersebut ada hubungannya dengan tingkat sosial ekonomi suatu masyarakat, pada umumnya mempengaruhi tingkat pendidikan dan kebiasaan hidup suatu masyarakat.30 Angka prevalensi yang tinggi ini juga disebabkan karena banyaknya kasus reinfeksi, adanya kebiasaan buruk, dan kurangnya informasi mengenai kecacingan.

Infeksi STH dapat berupa infeksi tunggal maupun campuran. 31

26

Prevalensi Ascaris lumbricoides di Propinsi DKI Jakarta adalah 4% sampai 91%, Trichuris trichiura 30% sampai 100%; prevalensi Ascaris

lumbricoides di Jawa Barat 20% sampai 90%, Trichuris trichiura 46% sampai

91%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Yogyakarta 12% sampai 85%, Pada penelitian ini kebanyakan anak menderita infeksi campuran antara Trichuris

trichiura dengan Ascaris lumbricoides dengan prevalensi 70.6%. Infeksi

Trichuris trichiura tunggal hanya didapati pada 22.6% anak dan infeksi

(51)

Trichuris trichiura 37% sampai 95%; prevalensi Ascaris lumbricoides di Sumatera Selatan 51% sampai 78%, Trichuris trichiura 37%; prevalensi

Ascaris lumbricoides di Sulawesi Utara 30% sampai 72%, Trichuris trichiura

12%.

Perbedaan infeksi STH sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lain. Hal tersebut tergantung dari beberapa faktor seperti daerah penelitian (desa atau kota, daerah kumuh, dan sebagainya), kondisi alam atau geografi, kelompok umur yang diperiksa, teknik pemeriksaan, kebiasaan penduduk setempat (tempat buang air besar, cuci tangan sebelum makan, tidak beralas kaki), dan pekerjaan penduduk.

32

Pada infeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, kebanyakan diderita oleh anak berusia antara 5 sampai 15 tahun, dimana dengan meningkatnya usia maka infeksi STH akan semakin menurun.

32-34

35,36

Infeksi

STH jarang diderita anak berusia di bawah 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan karena anak tersebut relatif lebih sedikit tercemar infeksi.20

Besaran prevalensi infeksi STH berkaitan dengan umur, makin tinggi umur infeksi STH makin menurun. Hal ini disebabkan anak akan mengalami perubahan pola bermain, pola kegiatan, dan tingkat kebersihan ataupun daya tahan tubuh. Apabila konsumsi makanan semakin baik, penggunaan sandal dan sepatu semakin merata dan sanitasi lingkungan menjadi lebih baik, maka sejalan dengan bertambahnya umur anak dalam jangka 16 bulan tanpa

(52)

pengobatan didaerah endemik cacing, infeksi STH akan hilang dengan sendirinya.

Pada penelitian ini anak yang menderita infeksi STH lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin perempuan. Prevalensi askariasis di Yogyakarta lebih banyak ditemukan pada anak perempuan, sedangkan di NTT lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki.

26

32

Prevalensi infeksi STH

tidak begitu banyak berbeda antara laki-laki dan perempuan dikarenakan kebiasaan dan cara hidup yang secara umum sama.26

Pada penelitian ini dilakukan penilaian status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perbedaan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH.

Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura dapat menginfeksi anak

sejak usia dini sehingga dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Jika keadaan ini berlangsung lama pada anak usia sekolah dasar, maka akan mengganggu proses belajar anak.6 Suatu penelitian yang membahas hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides

dengan pertumbuhan anak didapatkan bahwa terdapat selisih berat badan yang sedikit lebih kecil dari anak yang tidak terinfeksi Ascaris lumbricoides.

Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan antara status nutrisi dan infeksi STH. Hubungan bersifat kompleks dan dapat tergantung dari pengaruh lingkungan, sosial dan ekonomi. Perbedaan jenis infeksi STH

(53)

mengganggu absorpsi zat nutrisi dan merusak mukosa usus. Infeksi STH

dapat mempengaruhi status nutrisi pejamu dengan menyebabkan anoreksia, malabsorpsi, peningkatan kebutuhan nutrisi cacing itu sendiri, menghambat penyerapan mukosa oleh Ascaris lumbricoides dan adanya kehilangan darah oleh infeksi Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.9,10,23

Suatu penelitian di Brazil mendapatkan adanya hubungan antara infeksi STH dan status nutrisi. Infeksi Ascaris lumbricoides berkaitan dengan gangguan pertumbuhan pada masa anak dan infeksi Necator americanus

dan Ancylostoma duodenale berkaitan dengan gangguan massa tubuh pada

dewasa. Hal ini selain dapat mengganggu pertumbuhan, juga dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif, kecacatan dan bahkan kematian.

Infeksi STH dapat menimbulkan stunting pada anak dan mengganggu pertumbuhan pada anak yang tinggal di daerah endemik.

10

23

Meskipun faktor prediktor stunting beragam namun infeksi STH dapat mempengaruhi status nutrisi pada anak usia sekolah dengan cara menurunnya nafsu makan dan asupan makanan akibat infeksi.

Suatu penelitian di Brazil yang dilakukan selama 9 tahun pada anak berusia 2 sampai 7 tahun didapatkan bahwa infeksi STH pada anak usia dini menyebabkan tinggi badan berkurang 4.63 cm pada usia 7 tahun.

21,37

20

Pada penelitian ini status nutrisi anak dengan infeksi STH adalah malnutrisi ringan-sedang. Status nutrisi anak tidak hanya mencerminkan adanya episode infeksi akut dan kronis sebelumnya, tetapi juga dapat

(54)

menggambarkan kecukupan asupan makanan yang mendukung pertumbuhan yang baik. Setiap anak memiliki riwayat infeksi dan pemberian nutrisi yang berbeda.

Interaksi antara keadaan nutrisi dan infeksi STH mempengaruhi kesehatan manusia, dimana efek interaksi umumnya bersifat sinergis dalam arti keadaan malnutrisi ringan-sedang memperberat infeksi STH di satu pihak dan infeksi STH memperberat keadaan malnutrisi ringan-sedang di pihak lain.

34

38

Di Indonesia masalah nutrisi yang dihadapi adalah masalah malnutrisi ringan-sedang serta penyakit infeksi STH yang masih tinggi prevalensinya, maka hendaknya para petugas kesehatan menyadari pengaruh timbal balik antara keadaan nutrisi dengan infeksi STH.

Untuk mendiagnosis ada tidaknya infeksi STH digunakan metode Kato-katz dengan menghitung jumlah telur dalam tinja.

6

36,39

Metode kato-katz masih merupakan pilihan dalam mendeteksi infeksi STH pada penelitian yang dilakukan di lingkungan pedesaan.40

Pada penelitian ini dilakukan penilaian terhadap hubungan derajat intensitas infeksi STH (baik cacing tunggal maupun campuran) dan status nutrisi anak, didapatkan bahwa derajat intensitas infeksi mempengaruhi status nutrisi anak. Cukup tingginya intensitas infeksi yang ringan dan tidak dijumpainya intensitas infeksi yang berat disebabkan anak minum obat cacing namun tidak teratur.

(55)

Meskipun gangguan pada status nutrisi akibat infeksi STH sering terjadi pada anak dengan derajat intensitas infeksi berat, namun intensitas infeksi ringan juga telah dapat mengganggu pertumbuhan pada anak dengan kondisi nutrisi yang rentan.23 Beberapa penelitian mendapatkan bahwa intensitas infeksi yang berat dari Trichiuris trichiura berkaitan dengan gangguan pertumbuhan anak dan penanganan terhadap infeksi tersebut dapat memperbaiki laju pertumbuhan.20 Suatu penelitian mendapatkan bahwa stunting dan malnutrisi berkaitan dengan intensitas infeksi STH

derajat sedang dan berat.21

Sejumlah penelitian epidemiologi mendapatkan bahwa anak yang terinfeksi dengan infeksi STH campuran sering mendapat infeksi yang lebih berat dari pada anak yang mendapatkan infeksi STH tunggal.

35

(56)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Di negara berkembang termasuk Indonesia, salah satu penyakit yang merupakan masalah kesehatan adalah infeksi STH. Jumlah penderita infeksi

STH di Indonesia cukup tinggi, terutama pada penduduk pedesaan dan penduduk dengan tingkat sosioekonomi rendah. Infeksi STH dapat ditemukan secara tunggal maupun campuran, dimana kerugian akibat infeksi cacing jarang menyebabkan kematian namun dapat mempengaruhi asupan, pencernaan, penyerapan, dan metabolisme makanan.

Terdapat hubungan timbal balik antara keadaan nutrisi dan penyakit infeksi dimana pada nutrisi yang buruk akan memperberat keadaan penyakit infeksi yang diderita, dan sebaliknya adanya penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan nutrisi.

6.2. SARAN

(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan perkembangan Pencapaian Millenium 2007. Jakarta: Kementerian negara perencanaan pembangunan nasional, 2007. h.1-38

2. Montresor A, Crompton DWT, Hall A, Bundy DAP, Savioli L. Dalam: Guidelines for the evaluation of soil-transmitted helminthiasis and schistosomiasis at community level. Geneva: WHO; 1998. h.3-49

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008

4. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara: Laporan hasil kegiatan program seksi P2ML sub dinas P2P & PL. Medan: Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara; 2008

5. Stephenson LS, Latham MC, Ottesen EA. Malnutrition and parasitic helminth infections. Parasitology. 2000;121:S23-S38

6. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi cacing usus pada murid sekolah dasar wajib belajar pelayanan gerakan terpadu pengentasan kemiskinan daerah kumuh di wilayah DKI Jakarta. JEK. 2008; 7:769-774

7. McDade W, Reyes-Garcia V, Blackinton P, Tanner S, Huanca T, Leonard WR. Ethnobotanical knowledge is associated with indices of child health in the Bolivian Amazon. PNAS. 2007; 104:6134-39

8. Northrop-Clewes CA, Rousham EK, Mascie-Taylor CG, Lunn PG. Anthelmintic treatment of rural Bangladeshi children: effect on host physiology, growth, and biochemical status. Am J Clin Nutr. 2001; 72:53-60

9. Mata LJ, Kromal RA, Urrutia JJ, Garcia B. Effect of infection on food intake and the nutritional state: perspective as viewed from the village. Am J Clin Nutr. 1977; 30:1215-27

10. Jardim-Botelho A, Brooker S, Geiger SM, Fleming F, Souza AC, Diemert DJ, dkk. Age patterns in undernutrition and helminth infection in a rural area of Brazil: associations with ascariasis and hookworm. Trop Med Int Health. 2008; 4:458-67

11. Kazura JW. Helminthic disease. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders Company. 2004. h.1495-1501

12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman

pengendalian cacingan. Diunduh dari:

Diakses pada Juni 2010

(58)

14. Stricklan GT. Helminthic infection. Dalam: Stricklan GT, penyunting. Hunter’s tropical medicine and emerging infectious diseases. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders company, 2000. h.713-725

15. Cogill B. Antropometric indicators measurement guide. Edisi revisi. Washington DC: Food and nutrition technical assistance project, 2003. h.10-13

16. Norendra MB. Pengukuran antropometri pada penyimpangan tumbuh

kembang anak. diunduh dari

17. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. Penilaian status gizi. EGC. Jakarta, 2002. h.26-55

18. Maqbool A, Olsen I, Stallings VA. Clinical assessment of nutritional status. Dalam: Duggan C, penyunting. Nutrition in Pediatrics. Edisi ke-4. Canada: BC Decker Inc, 2008. h.5-13

19. Gibson RS. Principles of nutritional of assessment. New York: Oxford University Press; 1990. h.163-83

20. Cromptom DW, Nesheim MC. Nutritional impact of intestinal helminthiasis during the human life cycle. Annu Rev Nutr. 2002; 22:35-59

21. Casapia M, Joseph SA, Nunez C, Rahme E, Gyorko TW. Parasite risk factors for stunting in grade 5 students in a community of extreme poverty in Peru. Int J Parasitol. 2006; 36:741-47

22. Adebara OV, Ernest SK, Ojuawo IA. Association between intestinal helminthiasis and serum ferritin levels among school children. OJPed. 2011; 1:12-16

23. Pullan R, Brookers S. The health impact of polyparasitism in humans: are we underestimating the burden of parasitic disease? Parasitology. 2008; 135:783-94

24. Stoltzfus RJ, Chwaya HM. Helminth infections, growth, and anaemia: lessons from Zanzibar. Geneva: WHO. 2003. h.33-6

25. Wilson WM, Dufour DL, Staten LK, Barac-Nieto M, Riena JC, Spurr GB. Gastrointestinal parasitic infection, anthropometrics, nutritional status, and physical work capasity in Colombian boys. Am J Hum Biol. 1999; 11:763-71

26. Elmi, Sembiring T, Dewiyani BS, Hamid ED, Pasaribu S, Lubis CP. Status gizi dan infestasi cacing usus pada anak sekolah dasar.

Diunduh dari:

27. Pawlowskizs ZS, Schad GA, Stott GJ. Hookworm infection and anaemia: approaches to prevention and control. Geneva: WHO. 1991. h.9-15

(59)

29. Ginting SA, Firmansyah I, Putra DS, Aldy D, Pasaribu S, Lubis CP. Association between socioeconomic status and the prevalence of intestinal worm infection in primary school children. Paediatr Indones. 2004; 44:106-10

30. Suwarni, Purnomo, Ilahude HD, Harijani. Penelitian parasit usus di sungai Ciliwung. Cermin Dunia Kedokteran. 1991; 72:5-7

31. Mascie-Taylor CGN, Karim E. The burden of chronic disease. Science. 2003; 302:1921-22

32. Tjitra E. Penelitian-penelitian “Soil Transmitted Helminth” di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 1991; 72:13-16

33. Brooker S, Clements ACA, Bundy DAP. Global epidemiology, ecology and control of soil-transmitted helminth infections. Adv Parasitol. 2006; 62:221-261

34. Egwunyenga, Andy O, Ataikiru, Palmer D. Soil-transmitted helminthiasis among school age children in Ethiope east local government area, Delta State, Nigeria. African Journal of Biotechnology; 4:938-41

35. Hotez PJ, Brindley PJ, Bethony JM, King CH, Pearce EJ, Jacobson J. Helminth infections: the great necgleted tropical disease. The Journal of Clinical Investigation. 2008; 118:1311-18

36. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, dkk. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. Lancet. 2006; 367:1521-32

37. Tanner S, Leonard WR, McDade TW, Reyes-Garcia V, Godoy R, Tuanca T. Influence of helminth infections on childhood nutritional status in Lowland Bolivia. American Journal of Human Biology. 2009; 21:651-56

38. Scrimshaw NS, SanGiovanni JP. Synergism of nutrition, infection, and immunity: an overview. Am J Clin Nutr. 1997; 66:464-77

39. Crompton DWT. The public health importance of hookworm disease. Parasitology. 2000; 121:39-50

40. Tarafder MR, Carabin H, Joseph L, Balolong E, Olveda R, McGarvey ST. Estimating the sensitivity anf spesificity of kato-katz stool examination technique for detection of hookworms, ascaris lumbricoides and trichuris trichiura infections in humans in the absence of a ‘gold standard’. International Journal for Parasitology. 2010; 40:399-404

(60)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Nelly Simarmata

Tempat dan Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 10 Oktober 1982

Alamat : Jl. Karya Wisata Perumahan Citra Wisata Blok XIV no 17. Medan. Indonesia

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Methodist Pematangsiantar, tamat tahun 1994

Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Pematangsiantar, tamat tahun 1997

Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 2 Pematangsiantar , tamat tahun 2000

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2006

Magister Kedokteran Klinik : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2012

PEKERJAAN

(61)

PERTEMUAN ILMIAH/ PELATIHAN

1. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

2. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Sumatera Utara, tahun 2012 sebagai peserta

PENELITIAN

1. Perbandingan Status Nutrisi antara Anak dengan dan tanpa Infeksi

Soil Transmitted Helminths

ORGANISASI

(62)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian

1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Nelly Simarmata

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

2. Anggota Penelitian

1. dr. Hj. Tiangsa Sembiring , SpAK 2. dr. Muhammad Ali, SpAK

3. dr. Viviana 4. dr. Desy Aswira 5. dr. Erika Panjaitan 6. dr. Washli Zakiah

2. Biaya Penelitian

(63)

3. Jadwal Penelitian

WAKTU

KEGIATAN

APRIL 2010

JUNI 2010

JULI 2011

MEI 2012

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan laporan Pengiriman Laporan

(64)

Perbandingan Status Nutrisi antara anak dengan dan tanpa

infeksi Soil Transmitted Helminths LEMBAR KUESIONER

Nomor urut pengambilan tinja

:……… Nomor kode pengobatan

:……… Sekolah Dasar

:……… Kelas

:……… Desa

:……… Kecamatan

:……… Tanggal

:……… Pewawancara

(65)

Nama Lengkap :

………

I. DATA PRIBADI

Jenis Kelamin : LK / PR

Umur :

...tahun...bulan

Anak ke :

………dari………..bersaudara

Alamat :

Desa………Kecamatan...

BB :………..kg

TB :………..cm

Status nutrisi : obese / overweight / normoweight / mild malnutrition / moderate malnutirtion / severe malnutrition

II. DATA PARASIT

Pemeriksaan

Feses

Negatip/

Positip

Telur/slide

Telur/gram

(epg)

Ascaris lumbricoides

Trichuris trichiura

Cacing tambang

(66)

TEKNIK HAPUSAN TEBAL KATO KATZ

Bahan : 1. Kertas absorben/kertas koran

2. Kertas cellophane (dalam cairan glycerine- malachyte green selama 24 jam)

3. Template

4. Kawat saring (40 mesh) 5. Objek glas

6. Spatula

Cara :

1. Letakkan sedikit tinja diatas kertas untuk diabsorbsi

(67)

3. Letakkan template diatas objek glas

4. Isi lubang di template dengan tinja yang telah disaring

5. Ratakan tinja yang berlebih dengan spatula

6. Angkat template tersebut

7. Lapisi tinja yang tertinggal dengan kertas cellophane

(68)

8. Tekan slide ke permukaan yang rata agar tinja rata dan

menyebar

9. Perataan yang baik jika dapat membaca kertas koran dibalik hapusan tinja

10. Bacalah slide dengan mikroskop (10 x 10 dan 10 x 40) 11. Hitung jumlah telur di seluruh slide

12. Catat jumlah telur untuk setiap spesies

(69)

Lampiran 1

Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua

Bapak/Ibu Yth,

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul:

“PERBANDINGAN STATUS NUTRISI ANTARA ANAK DENGAN DAN TANPA INFEKSI

SOIL TRANSMITTED HELMINTHS

Bapak/Ibu, pertama saya akan menjelaskan tentang status nutrisi pada anak. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa status nutrisi mempunyai hubungan timbal balik dengan infeksi cacing. Infeksi kecacingan tidak saja meningkatkan angka kesakitan, tetapi juga menyebabkan malnutrisi dan mengganggu kemampuan belajar pada anak.

Angka kejadian infeksi kecacingan di daerah tropis dan subtropis sangat tinggi, dimana angka kejadian di Sumatera Utara sendiri mencapai 50%. Infeksi kecacingan yang paling sering ialah infeksi oleh Trichuris trichiura, Ascaris lumbricoides dan Hookworm.

Pencegahan dan pengobatan infeksi kecacingan terdiri dari perbaikan sanitasi, edukasi mengenai higienitas dan pengobatan. Pengobatan yang paling baik pada saat ini ialah dengan pemberian obat albendazole ataupun mebendazole, yang akan memberi angka kesembuhan hampir mencapai 100%.

(70)

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi anak bapak/ibu sekalian. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, bapak/ibu dapat menghubungi dr. Nelly Simarmata (HP. 081375630082) untuk mendapat pertolongan. Kerjasama bapak/ibu sangat diharapkan dalam penelitian ini. Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada peneliti: dr. Nelly Simarmata.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan bapak/ibu bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta terhadap anak bapak/ibu dalam penelitian yang telah disiapkan.

Medan, 2010

Peneliti,

(71)

Lampiran 2

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P

Alamat : ...

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pengobatan kecacingan terhadap anak saya :

Nama : ... Umur ... tahun

Alamat Rumah : ...

Alamat Sekolah : ...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pengobatan tersebut di atas, serta risiko yang dapat

ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2010

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. Nelly Simarmata ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ...

(72)

LEMBAR KUESIONER

Perbandingan Status Nutrisi Antara Anak Dengan Dan Tanpa

Infeksi Soil Transmitted Helminths

Nomor urut pengambilan tinja

:……… Nomor kode pengobatan

:……… Sekolah Dasar

:……… Kelas

:……… Desa

:……… Kecamatan

:……… Tanggal

:……… Pewawancara

(73)

Nama Lengkap :

………

I. DATA PRIBADI

Jenis Kelamin : LK / PR

Umur :

...tahun...bulan

Anak ke :

………dari………..bersaudara

Alamat :

Desa………Kecamatan... Pekerjaan orangtua : ( ) petani

( ) wiraswasta ( ) pegawai negeri ( ) lain-lain

Penghasilan orangtua : Rp.

………/bulan Tingkat pendidikan orangtua : ayah ibu

( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah dasar

( ) ( ) SLTP ( ) ( ) SLTA

( ) ( ) Perguruan tinggi

BB :………..kg

(74)

Status nutrisi : obese / overweight / normoweight / mild malnutrition / moderate malnutirtion / severe malnutrition

1. Apakah anak ada makan obat cacing dalam satu bulan terakhir?

II. ANAMNESE

A. Ya B. Tidak

2. Apakah anak pernah keluar cacing? (jika ya, sebutkan bentuk dan warna cacing)

A. Ya B. Tidak

3. Apakah tanda-tanda anak yang terkena penyakit kecacingan?

A. Anak kurus, perut buncit, cengeng walaupun makanya banyak B. Anak senang tidur-tiduran dilantai

C. Anak senang bermain tanah

D. Anak terlihat lincah dan tiak cengeng E. Tidak tahu

4. Bagaimana anak bisa terkena penyakit kecacingan?

A. Sering main kotor/tanah dan tidak cuci tangan sebelum makan B. Sering buang air besar di sembarang tempat terbuka

C. Anak senang jajan D. Tidak tahu

5. Menurut saudara penyakit kecacingan disebabkan oleh apa?

A. Telur cacing yang menempel di sela-sela jari kaki dan tangan, lalu terikut makanan masuk ke dalam mulut dan sampai di usus

B. Makan daging yang kurang matang dan sayur mentah yang tidak bersih

C. Makanan yang dihinggapi lalat D. Tidak tau

6. Dalam setahun berapa kali anak diberi obat cacing? A. 3 – 4 kali

B. 2 kali C. 1 kali

(75)

7. Bagaimana cara saudara memberi obat cacing pada anak? A. Malam hari setelah selesai makan dan menjelang tidur B. Malam hari sebelum makan

C. Bersama makanan pada malam hari D. Pagi hari sebelum makan

8. Fasilitas buang air besar : A. Jamban umum B. Sungai C. Jamban sendiri D. Lainnya:

9. Bila menggunakan kloset, jenisnya: A. Leher angsa

B. plengsengan C. Cemplung/cubluk D. lainnya 10. Tempat pembuangan tinja:

A. Tangki B. kolam/sawah C. kebun

D. Sungai/danau/laut E. lainnya

11. Apakah anak mencuci tangan setelah buang air besar? A. Ya, selalu

B. Kadang-kadang

C. Sekali-sekali D. Tidak pernah

12. Apakah anak anda mencuci tangan sebelum dan sesudah makan? A. Ya, selalu

B. Kadang-kadang

C. Sekali-sekali D. Tidak pernah

13. Apakah anak memakai alas kaki (sepatu, sandal) setiap kali keluar rumah?

A. Ya

(76)

14. Berapa kali anak mandi dengan sabun dalam sehari? A. Minimal 3 x sehari

B. Minimal 1x sehari C. 2 hari sekali D. 3 hari sekali

15. Apakah saudara sering memperhatikan jari-jari dan kuku anak-anak saudara?

A. Ya, setiap hari B. Selalu

C. Kadang-kadang D. Tidak pernah

16. Apakah anak sering menggigit kuku ketika sedang bermain? A. Tidak

B. Kadang-kadang C. Ya

17. Apabila terlihat kuku anak anda panjang dan kotor, apa tindakan saudara?

A. Memotong kuku anak anda dan membersihkannya B. Menyuruh anak memotong dan membersihkannya C. Menegur dan memarahi

D. Membiarkan saja

18. Bagaimana kondisi rumah saudara? A. Lantai ubin

B. Lantai tanah C. Lainnya...

19. Apakah anak selalu minum air yang sudah dimasak dengan matang? A. Ya

B. Tidak

C. Kadang-kadang

20. Apakah saat ini anda merasakan keluhan:

(77)

g. Batuk ( ) Ya ( ) Tidak

h. Muntah ( ) Ya ( ) Tidak

i. Mencret ( ) Ya ( ) Tidak

j. Lain –lain ( ) Ya ( ) Tidak

III. DATA PARASIT

Pemeriksaan

Feses

Negatip/

Positip

Telur/slide

Telur/gram

(epg)

Ascaris lumbricoides

Trichuris trichiura

Cacing tambang

(78)
(79)
(80)
(81)

Gambar

Gambar 2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides12
Gambar 2.2 Siklus hidup Trichuris trichiura12
Gambar 2.3. Siklus hidup cacing tambang12
Tabel 2.1. Pembagian status nutrisi menurut indeks antropometri17
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi yang ada penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan

Pengaruh Laba Kotor, Laba Operasi, Laba Bersih Dalam Memprediksi Arus Kas Masa Mendatang. Studi ini meneliti

Apabila kita dapat mengetahui efek pembingkaian informasi terhadap suatu keputusan yang dibuat, diharapkan hasil penelitian ini akan meningkatkan lulusan akuntansi

Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, dengan cara membagikan Kuisioner pada 9 Bidan, Dari 9 Bidan terdapat 4

Hasil yang diperoleh akan lebih baik apabila survei dilakukan pada lebih banyak lahan dengan jumlah tanaman inang lebih sedikit karena kejadian suatu OPT dari lahan ke

Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh keceerdasan emosiol, kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual terhadap tingkat pemahaman akuntansi, dengan

 Namun untuk bidang usaha lainnya yang menggunakan izin. teknis tersendiri yang jumlahnya banyak dan melibatkan

Tujuannya penulis berharap melalui penulisan ilmiah ini bagi pemula yang baru saja ingin mempelajari Flash serta dapat menggunakan Flash dalam membuat apliksi Stop