• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di simpang susun Cawang, Jakarta Timur (Gambar 3). Waktu pelaksanaan pengumpulan data awal dilakukan mulai bulan September 2012, dilanjutkan dengan pengambilan data sampel dan pengujian di laboratorium selama satu bulan, yaitu bulan Oktober sampai November 2012. Selanjutnya, pengolahan data hasil pengujian, pembuatan peta, dan penyusunan laporan akhir penelitian dilakukan sampai bulan Mei 2013.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto udara tapak untuk membuat peta dasar dan data digital elevation model (DEM) DKI Jakarta untuk membuat peta kontur dan kemiringan lahan. Selain itu digunakan bahan berupa air, kertas HVS, dan sampel daun pohon beringin (Ficus benjamina), bintaro (Cerbera manghas), glodogan bulat (Polyalthia fragrans), dan tanjung (Mimusoph elengi) untuk mengukur kapasitas jerapan debu.

12

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

Alat

Alat yang digunakan selama proses pengumpulan data eksisting dan pengambilan sampel di tapak antara lain kamera digital, meteran, dan gunting galah (pruner) dan amplop untuk memotong dan menyimpan daun sampel, serta gunting untuk membuat model daun. Alat yang digunakan untuk pengukuran kapasitas jerapan debu di laboratorium yaitu gelas beker, kuas kecil, timbangan, oven, dan kertas label. Sementara itu, alat untuk membuat peta dasar, peta analisis, hingga hasil akhir adalah beberapa software seperti Globbal Mapper, ArcGIS, AutoCad, dan Adobe Photoshop.

Proses Penelitian

Proses pelaksanaan penelitian ini disesuaikan dengan pendekatan tahap planning-design menurut Simonds (1983) yaitu commission, research, analysis, synthesis, construction, dan operation. Namun, penelitian yang dilakukan dibatasi sampai pada tahap synthesis dari keseluruhan tahap tersebut (Gambar 4). Perencanaan yang dilakukan mengarah pada pembuatan rencana penanaman jalur hijau simpang susun Cawang atau planting plan. Penjabaran tahap commission hingga tahap synthesis adalah sebagai berikut:

1. Commission (penugasan)

Kegiatan-kegiatan dalam tahap ini berupa pendefinisian masalah, penetapan tujuan, pengurusan perizinan kepada pihak-pihak terkait, dan pengumpulan informasi yang relevan dengan program pengembangan jalur hijau jalan dari berbagai sumber atau instansi terkait yang mengelola tapak.

2. Research (penelitian)

Tahapan ini merupakan tahap inventarisasi untuk mengumpulkan data. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder yang berupa data yang menyangkut aspek fisik dan aspek biofisik pada tapak (Tabel 3). Data fisik meliputi data wilayah administrasi (luas dan batas) tapak, tanah, topografi, iklim, sistem drainase, tutupan lahan, volume kendaraan, dan polusi. Sementara itu, data biofisik meliputi data vegetasi simpang susun dan data kapasitas vegetasi dalam menjerap partikel debu.

13

Gambar 4. Proses Perencanaan Tapak (Simonds 1983 dengan penyesuaian) Pengumpulan data fisik dilakukan melalui interpretasi foto udara dan kegiatan studi pustaka untuk mendapatkan data dari berbagai sumber khususnya dari instansi pengelola tapak. Sementara itu, pengumpulan data biofisik dilakukan melalui studi pustaka dan survey secara langsung pada tapak serta kegiatan fotografi, sedangkan data kapasitas jerapan debu diperoleh melalui sampling daun dan pengukuran dengan metode gravimetri. Kegiatan studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi baik berupa buku maupun hasil penelitian sebelumnya dan pustaka yang berhubungan dengan tapak dan rencana pengembangan tapak.

14

Tabel 3 Jenis, tipe, sumber, dan sifat analisis data

Jenis data Tipe data Sumber data Sifat

analisis data Fisik a. Lokasi Primer, sekunder Survey, studi pustaka, PT. Jasa Marga Cabang CTC Kualitatif

b. Tanah Sekunder Studi pustaka Kualitatif

c. Topografi Primer, Sekunder Survey, studi pustaka Kualitatif d. Iklim -Suhu udara -Curah hujan -Kelembaban udara -Kecepatan angin -Penyinaran matahari -Arah angin

Sekunder Studi pustaka, PT. Jasa Marga Cabang CTC, Bandara Halim Perdana

Kusuma

Kuantitatif

e. Sistem drainase Primer, sekunder

Survey,

PT. Jasa Marga Cabang CTC

Kualitatif

f. Tutupan lahan Primer Survey, citra satelit

Kuantitatif, Kualitatif g. Volume kendaraan Sekunder PT. Jasa Marga

Cabang CTC, PT. Citra Marga Nusaphala Persada Kuantitatif h. Polusi -Polusi udara -Kebisingan Sekunder Survey, PT. Jasa Marga Cabang CTC Kuantitatif Biofisik i. Vegetasi - Jenis - Jumlah - Sebaran Primer, sekunder Survey, studi pustaka, PT. Jasa Marga Cabang CTC, Kuantitatif, Kualitatif j. Kapasitas jerapan debu Primer Survey, analisis di laboratorium Kuantitatif 3. Analysis (analisis)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi analisis terhadap aspek fisik dan aspek biofisik tapak. Analisis aspek fisik dan biofisik dimaksudkan untuk memberikan gambaran potensi dan kendala tapak yang ada pada tiap aspek. Selain itu, juga dianalisis jumlah pohon yang dibutuhkan agar dapat menjerap seluruh partikel debu pada simpang susun Cawang sesuai hasil perhitungan kapasitas jerapan debu.

4. Synthesis (sintesis)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini diawali dengan studi skematik untuk menentukan penempatan jalur hijau terkait penyediaan fungsi yang

15 diinginkan pada simpang susun Cawang. Hasil studi skematik dirumuskan menjadi rencana blok (block plan) penataan vegetasi simpang susun berupa pembagian zonasi vegetasi berdasarkan fungsinya di dalam tapak. Selanjutnya dilakukan penyusunan rencana penanaman jalur hijau simpang susun Cawang berdasarkan pendekatan perencanaan fungsi yang akan dihadirkan, seperti fungsi penyangga, keselamatan, identitas, keamanan, dan fungsi estetika. Perencanaan fungsi tersebut dimaksudkan untuk menentukan jenis vegetasi yang sesuai dan memenuhi kriteria sebagai pereduksi polusi partikel. Hasil akhir dari tahap ini adalah rencana penanaman (planting plan)jalur hijau simpang susun Cawang.

Metode Gravimetri

Metode gravimetri digunakan untuk menghitung kapasitas daun dalam menjerap debu, sehingga akan diperoleh jumlah jerapan debu per pohon (Irianti 2010). Vegetasi yang digunakan adalah dari kelompok pohon yang jenisnya ditentukan berdasarkan dominansi persebarannya di dalam tapak. Jumlah pohon yang digunakan adalah 12 pohon yang terdiri dari empat spesies. Dari masing-masing pohon diambil sampel berupa daun dewasa seberat ± 10 gram dengan kriteria ketinggian ± 3 meter dari permukaan tanah dan menghadap ke jalan. Jenis pohon yang digunakan yaitu bintaro (Cerbera manghas), tanjung (Mimusoph elengi), glodogan bulat (Polyalthia fragrans), dan beringin (Ficus benjamina) yang dapat dilihat pada Gambar 5. Tabel 4 menunjukkan kategori, bentuk tajuk, dan fungsi pohon yang daunnya dijadikan sampel.

Gambar 5 Sampel daun empat spesies pohon: (a) beringin (Ficus benjamina), (b) tanjung (Mimusoph elengi), (c) glodogan bulat (Polyalthia fragrans), dan (d) bintaro (Cerbera manghas)

(a) (b)

16

Tabel 4. Kategori, bentuk tajuk, dan fungsi vegetasi sampel

Spesies Kategori Tajuk Fungsi

Beringin

(Ficus benjamina) Pohon tinggi

Rapat, menyebar, Peneduh, point of interest Tanjung (Mimusoph elengi) Pohon sedang Rapat, Oval

Peneduh, pengarah jalan, peredam bising, screen

Glodogan bulat

(Polyalthia fragrans) Pohon tinggi

Cukup rapat, bulat,

Pembatas, pengarah jalan,

screen Bintaro (Cerbera manghas) Pohon sedang Kurang

rapat, bulat Pengarah jalan Tahapan pengerjaan metode gravimetri

Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengerjaan metode gravimetri adalah: 1. menimbang gelas beker kosong dan mencatat hasilnya (Gambar 6);

Gambar 6 Gelas beker kosong yang ditimbang

2. mengisi gelas beker kosong dengan air (destilata) sebanyak 50 ml (Gambar 7);

Gambar 7 Gelas beker yang diisi air (destilata)

3. mencuci sampel daun pada gelas beker dengan menggunakan kuas (Gambar 8);

Gambar 8 Sampel daun dicuci menggunakan kuas

17

(a) (b)

Gambar 9 (a) Hasil cucian daun dan (b) pengovenan hasil cucian daun 5. menimbang kembali gelas beker kering yang berisi debu hasil cucian daun

(Gambar 10).

Gambar 10 Hasil cucian daun setelah dioven

Cara mengukur luas daun

Untuk mengukur luas daun sampel, dilakukan langkah-langkah berikut: 1. menimbang kertas ukuran 10 cm x 10 cm (Gambar 11);

Gambar 11 Kertas ukuran 10 cm x 10 cm yang ditimbang 2. membuat model daun dengan kertas dan menimbangnya (Gambar 12);

(a) (b)

Gambar 12 (a) Model daun dan (b) model daun yang ditimbang 3. menghitung luas daun dengan cara:

(Berat model daun) x (luas kertas ukuran 10 cm x 10 cm) (Berat kertas ukuran 10 cm x 10 cm)

18

Perhitungan-perhitungan yang digunakan dalam analisis kapasitas daun menjerap debu

1. Cara memperoleh berat debu hasil jerapan daun:

Berat gelas beker berisi debu setelah dioven - berat beker gelas kosong 2. Cara memperoleh kapasitas jerapan debu per pengamatan:

Berat debu hasil jerapan daun (gram) Luas daun (cm2)

3. Cara memperoleh rata-rata kapasitas jerapan debu:

(P(n) – P(n-1))+(P(n-1) – P(n-2))+...+ (P(2) – P(1)) n-1

Keterangan: P = Pengamatan ke.... ; n = banyak pengamatan 4. Cara memperoleh kapasitas jerapan debu per hari:

Rata-rata kapasitas jerapan debu Selang pengambilan sampel (hari) 5. Cara memperoleh kapasitas jerapan debu per tanaman per hari:

Luas tajuk x kapasitas jerapan debu per hari

Luas tajuk dihitung dengan rumus: 4/3.π.r2

6. Cara menghitung emisi per hari di kawasan simpang susunjalan: Jumlah kendaraan per hari x emisi partikel (g/km) x panjang jalan (km) 7. Cara memperoleh jumlah pohon yang akan ditanam di simpang susun:

Jumlah emisi per hari

Kapasitas jerapan debu per tanaman per hari

INVENTARISASI

Aspek Fisik Lokasi

Secara administratif, simpang susun Cawang berada dalam wilayah Kelurahan Cawang, Kecamatan Keramat Jati, Jakarta Timur dan masuk ke dalam wilayah pengelolaan dua perusahaan yaitu PT. Jasa Marga Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng (CTC) dan PT. Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). Bagian barat tapak berbatasan dengan kawasan perkantoran (PT. Hutama Karya, PT. Indira Karya, PT. Virama Karya, PT. Supervisor, PT. Global Santa) dan kawasan Universitas Kristen Indonesia (UKI). Bagian timur berbatasan dengan kawasan perumahan Kompleks Trikora. Bagian utara berbatasan dengan kawasan perkantoran (PT. Yodya Karya, Wijaya Karya 2, dan Park Hotel Jakarta) dan perumahan Cawang Kavling Biru Laut. Selanjutnya, bagian sebelah selatan tapak berbatasan dengan kawasan pemukiman Kebon Pala (Gambar 13).

Kawasan simpang susun Cawang memiliki luas 40 ha. Simpang susun Cawang dapat ditempuh melalui empat ruas jalan tol, yaitu ruas tol Jagorawi, ruas tol Dalam Kota (arah Cengkareng), ruas tol Insinyur Wiyoto Wiyono (arah Tanjung Priok), dan ruas tol Cikampek. Selain itu, simpang susun Cawang juga dilalui oleh beberapa jalan arteri seperti Jalan Letnan Jenderal MT. Haryono, DI. Panjaitan, dan Jalan Mayor Jenderal Sutoyo. Batas lokasi penelitian adalah KM 00+800 ruas jalan tol Jagorawi, tol Dalam kota, dan tol Cikampek, serta KM 00+500 ruas jalan tol Insinyur Wiyoto Wiyono.

19

Gambar 13 Lokasi Simpang SusunCawang Sumber: www.google.com

Tanah

Tanah pada tapak merupakan tanah galian (cut) yang berasal dari tempat lain yang dibawa dan kemudian diurug (fill) pada saat pembangunan simpang susun dilakukan. Menurut Pusat Penelitian Tanah (1982) dalam Udayana (2004), daerah Cawang didominasi oleh jenis tanah latosol merah dari bahan induk tuf volkan intermedier dengan tingkat keasaman (pH) tanah melalui uji H2O dan KCl masing-masing sebesar 5,1 dan 4,1.

Topografi

Kawasan simpang susun Cawang berada pada ketinggian antara 8 – 30 meter di atas permukaan laut dengan bentukan lahan berkontur datar hingga curam (Gambar 14). Secara keseluruhan, kawasan simpang susun Cawang memiliki bentukan lahan yang cukup bervariasi mulai dari datar hingga curam. Pada area yang terdapat terowongan, bentukan lahannya berbukit dan curam. Bentukan lahan yang berbukit tersebut tidak terjadi secara alami karena merupakan hasil modifikasi lahan ketika pembuatan jalan. Hal ini dimaksudkan agar permukaan lahan dapat memenuhi persyaratan konstruksi atau persyaratan geometrik rancangan jalan khususnya pada bagian simpang susun.

Iklim

Berdasarkan data iklim bulanan dari lapangan udara Halim Perdana Kusuma pada tahun 2011, wilayah Cawang mempunyai suhu udara rata-rata tertinggi pada bulan Oktober yaitu 30,7 oC dan terendah pada bulan Januari yaitu 26,9 oC. Curah hujan rata - rata bulanan sangat fluktuatif dengan nilai tertinggi

21 pada bulan Februari dan terendah pada bulan Agustus. Total curah hujan selama tahun 2011 adalah 1381,3 mm. Kelembaban udara maksimum terjadi pada bulan Februari yang mencapai 82 % dan terendah pada bulan September sebesar 70 %. Kecepatan angin berkisar antara 0,4 knot hingga 8 knot dengan arah dominan menuju selatan pada bulan Juni dan menuju barat pada bulan November. Sementara itu, penyinaran matahari maksimum pada bulan September dengan persentase penyinaran 99 % dan minimum pada bulan Januari dengan persentase penyinaran 30 %.

Tabel 5 Data iklim wilayah Cawang tahun 2011 Bulan Suhu udara rata-rata (oC) Curah hujan (mm) Kelembaban udara (%) Kecepatan angin (knot) Penyinaran matahari (%) Arah angin Januari 26,9 130 80 4,7 30 - Februari 26,7 343,9 82 4,2 54,1 - Maret 27,5 97,3 77 5,8 43,4 - April 27,7 72,6 78 4,3 70 - Mei 27,5 226,9 81 2,7 53 - Juni 27,6 48,1 77 3,3 51 Selatan* Juli 27,3 12,3 76 3,7 69 - Agustus 27,5 0 79 0,4 98 - September 28 9,7 70 3,9 99 - Oktober 30,7 72,9 71 8 71 - November 27,9 257,7 77 4 61 Barat* Desember 28 109,9 78 4,4 39 -

Sumber: Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma *PT. Jasa Marga Cabang CTC

Sistem drainase

Sistem drainase jalan pada simpang susun Cawang terdiri dari dua jenis seperti sistem drainase jalan pada umumnya, yaitu sistem drainase permukaan jalan dan sistem drainase bawah permukaan. Sistem drainase permukaan jalan berupa saluran samping jalan, drainase lereng, dan gorong-gorong. Saluran samping jalan dibangun pada sisi-sisi pekerasan jalan dengan lebar antara 30 cm sampai 1 meter, sedangkan saluran drainase lereng dibangun di beberapa titik lokasi yang berlereng. Saluran samping dan saluran drainase lereng umumnya terbuat dari beton dengan penampang saluran yang berbentuk segi empat. Sementara itu, gorong-gorong terdapat pada beberapa titik lokasi yang berfungsi menghubungkan badan sungai Cipinang yang terpotong oleh jalan.

Sungai Cipinang mengalir dari selatan menuju utara dan merupakan badan air utama penerima aliran buangan dengan lebar ± 4 meter. Sungai ini berfungsi sebagai penerima air dari saluran samping jalan dan saluran drainase lereng. Penampang saluran sungai Cipinang berbentuk trapesium, terbuat dari susunan batu pekerasan dengan pola herringbone dan juga dari susunan batu kali. Beberapa saluran samping jalan yang mengalami penyumbatan menyebabkan tidak lancarnya aliran air menuju sungai Cipinang, sedangkan kondisi badan sungai telah mengalami pendangkalan dan tercemar (Gambar 15).

22

Gambar 15 Kondisi sistem drainase simpang susun Cawang: (a) saluran tepijalan, (b) saluran lereng, (c) saluran samping jalan yang tersumbat, dan (d) badan sungai Cipinang yang tercemar

Tutupan lahan

Penutupan lahan di kawasan simpang susun Cawang secara umum terbagi menjadi dua, yaitu lahan terbangun dan ruang terbuka. Lahan terbangun pada tapak didominasi oleh konstruksi pekerasan jalan yang luasnya mencapai 40 %. Sementara itu, ruang terbuka didominasi oleh jalur hijau dengan persentase luasan sekitar 60 % dari total luasan simpang susun Cawang. Jalur hijau tersebut tersebar hampir di seluruh kawasan, yaitu di sepanjang tepi jalan, median jalan, hingga bagian loop simpang susun. Tutupan lahan di lingkungan terdekat sekeliling simpang susun umumnya merupakan lahan terbangun seperti kompleks kampus, kompleks perumahan, pemukiman, dan kawasan perkantoran (Gambar 16).

Volume kendaraan

Berdasarkan data dari PT. Jasa Marga Cabang CTC dan PT. CMNP pada tahun 2011, total kendaraan yang memasuki simpang susunCawang selama bulan Januari hingga April dan bulan Juli hingga Oktober adalah 52.171.044 unit. Jumlah ini didapat dari hasil perhitungan kendaraan yang memasuki simpang susun Cawang melalui beberapa gerbang tol dari empat arah, yaitu gerbang tol Halim dari arah Cikampek, gerbang tol Cililitan dari arah Jagorawi, gerbang tol Tebet 2, Kuningan 2, Semanggi 1, dan Semanggi 2 dari arah Dalam Kota, dan gerbang tol Pedati, Rawamangun, Cempaka Putih, dan Podomoro dari arah Tanjung Priok. Total lintas harian rata-rata (LHR) kendaraan di simpang susun Cawang adalah 214.696 satuan mobil penumpang (smp). Kondisi lalu lintas pada siang hari di simapng susun Cawang ditampilkan pada Gambar 17 dengan volume kendaraan seperti yang disajikan pada Tabel 6.

Gambar 16. Petupan lahan

(a) (b)

24

Gambar 17 Kondisi lalu lintas pada siang hari

Tabel 6 Volume kendaraan di simpang susunCawang tahun 2011

Gerbang tol Golongan kendaraan Dinas Lolos

I II III IV V Cililtan 14.508.301 765.757 276.771 98.662 83.582 85.740 19.734 Halim 12.321.916 1.623.405 400.807 115.176 78.154 29.420 6.164 Tebet 2 1.959.876 17.921 2.219 1.291 482 19.495 3.601 Kuningan 2 3.118.445 17.916 5.351 1.466 1.285 18.012 6.042 Semanggi 1 2.657.975 10.196 1.141 412 441 22.253 17.184 Semanggi 2 1.426.709 3.012 302 106 56 5.267 2.668 Pedati 1.361.964 123.030 17.483 1.134 254 10.209 2.306 Rawamangun 3.832.289 96.414 13.161 1.959 2.640 17.560 1.851 Cempaka Putih 4.110.388 146.046 21.192 4.811 4.526 21.603 3.802 Podomoro 2.277.134 199.248 73.757 56.858 26.830 7.036 846 Total 47.574.997 3.002.945 812.184 281.875 198.250 236.595 64.198 LHR (smp) 195.782 12.358 3.342 1.160 816 974 264

Sumber: PT. Jasa Marga Cabang CTC dan PT. CMNP

Polusi

Berdasarkan data dari laporan terkait implementasi pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL) dalam kajian survey kualitas lingkungan oleh PT. Jasa Marga Cabang CTC tahun 2011, terdapat dua jenis polusi yang menjadi kajian utama di wilayah tol CTC, yaitu polusi udara dan polusi suara (kebisingan).

Polusi udara

Beberapa jenis emisi atau gas buang yang menjadi parameter kualitas udara yaitu partikel debu, karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), hidrokarbon (HC), timbal (Pb), dan oksidan (O3) yang merupakan agen risiko bagi kesehatan masyarakat. Pengukuran kualitas udara untuk wilayah Cawang dilakukan oleh PT. Jasa Marga Cabang CTC di tepi jalan tol Cawang KM 00+400 yang mewakili kawasan simpang susun (Tabel 7). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kualitas udara di kawasan simpang susun Cawang masih tergolong baik, dicirikan dengan rata-rata polusi yang masih di bawah baku mutu.

Polusi suara (kebisingan)

Polusi suara berupa intensitas kebisingan juga merupakan salah satu parameter yang diukur dalam kajian survey kualitas lingkungan yang dilakukan oleh PT Jasa Marga Cabang CTC. Tabel 8 memperlihatkan nilai kebisingan

rata-25 rata per tahun berada sedikit di atas baku mutu yang ditetapkan. Hal ini berarti bahwa kebisingan berada pada tingkat yang mulai membahayakan kesehatan.

Tabel 7 Kualitas udara rata-rata tahun 2011 pada KM 00+400 tol Cawang Parameter Baku mutu Semester I Semester II Rata-rata/tahun Satuan

SO2 900 82,52 259 170,76 μg/Nm3 /1 jam CO 30.000 3.435 3.218 3326,5 μg/Nm3 /1 jam NO2 400 64,27 129 96,635 μg/Nm3 /1 jam O3 235 21,54 79 50,27 μg/Nm3 /1 jam HC 160 11,55 122 66,775 μg/Nm3 /1 jam Debu 230 169,76 148 158,88 μg/Nm3 /24 jam Pb 2 0,00003 0,498 0,24902 μg/Nm3 /24 jam Sumber: PT. Jasa Marga Cabang CTC

Tabel 8. Intensitas kebisingan rata-rata tahun 2011 pada KM 00+400 tol Cawang Parameter Baku mutu Semester I Semester II Rata-rata/tahun Satuan

Kebisingan 70 74,2 68 71,1 dB

Sumber: PT. Jasa Marga Cabang CTC

Aspek Biofisik Vegetasi

Vegetasi yang ada di simpang susun Cawang terdiri dari berbagai jenis yang dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu rumput, semak/perdu, dan pohon. Vegetasi ini dikelola dan dipelihara oleh PT. Jasa Marga Cabang CTC yaitu pada ruas tol Cikampek, ruas tol Jagorawi, dan ruas tol Dalam Kota dan oleh PT. CMNP pada ruas tol Insinyur Wiyoto Wiyono. Vegetasi dari kelompok pohon ditanam sebagai tata hijau penyangga, pengarah, dan pereduksi polusi. Vegetasi dari kelompok semak/perdu yang banyak terdapat pada median jalan dan pot-pot tanaman ditanam sebagai pembatas, penahan silau lampu kendaraan, dan tata hijau estetik. Sementara itu jenis rumput digunakan sebagai penutup tanah yang dapat mencegah erosi oleh aliran permukaan. Peta vegetasi eksisting simpang susunCawang disajikan pada Gambar 18.

Vegetasi yang paling dominan ditemukan pada tapak adalah dari kelompok pohon, umumnya terdapat pada tepi jalan dan pada loop simpang susun. Beberapa jenis vegetasi pohon tersebut adalah akasia (Acacia longifolia), cemara angin (Casuarina equisatifolia), bintaro (Cerbera manghas), dadap merah (Erythrina cristagali), beringin (Ficus benjamina), tanjung (Mimusoph elengi), glodogan bulat (Polyallthia fragrans), angsana (Pterocarpus indicus), ki hujan (Samanea saman), dan ketapang (Terminalia catappa). Pada ruas tol Ir. Wiyoto Wiyono, palem putri (Veitchia merrillii) ditanam pada tepi jalan dan median jalan. Vegetasi dari jenis semak/perdu umumnya terdapat pada median jalan dan pot-pot tanaman, misalnya teh-tehan (Acalypha macrophilla), bogenvil (Bougainvillea sp.), hujan mas (Cassia glauca), dan nusa indah (Mussaenda erythrophylla). Sementara itu, jenis rumput yang terdapat pada tapak adalah rumput paetan (Axonopus compressus). Tabel 9 memperlihatkan jenis dan persebaran vegetasi pada simpang susun Cawang. Beberapa contoh vegetasi eksisting dapat dilihat pada Gambar 19.

27 Tabel 9. Jenis vegetasidan persebarannya di kawasan simpang susuncawang

CK

Cikampek; JG Jagorawi; DK Dalam Kota; WW Ir. Wiyoto Wiyono Gambar 18. Peta vegetasi eksisting

Kelompok Nama umum Nama ilmiah Ruas tol

CK JG DK WW Pohon Akasia Acacia auriculiformis

A. Cunn. Ex Benth.

Akasia mangium

Acacia mangium

Cemara norflok Araucaria heterophylla

(Salisb.) Franco

Galinggem Bixa orellana L.

Cemara angin Casuarina equisatifolia

J.R. Forster

Bintaro Cerbera manghas L.

Flamboyan Delonix regia Raf.

Dadap merah Erythrina cristagali L.

Beringin Ficus benjamina L.

Beringin karet Ficus elastica

Biola cantik Ficus lyrata

Jati mas Cordia sebastena

Waru Hibiscus tiliaceus L.

Tanjung Mimusoph elengi L.

Asam londo Pithecellobium dulce

Bth.

Glodogan bulat Polyalthia fragrans

Glodogan tiang Polyalthia longifolia

Angsana Pterocarpus indicus

Willd.

Ki hujan Samanea saman (Jacq.)

Merr.

Mahoni Swietenia mahagoni

Jacq.

Ketapang Terminalia catappa L.

Palem putri Veitchia merrillii

Semak/ perdu

Teh-tehan Acalypha macrophylla

Bambu jepang Arundinaria pumila

Bogenvil Bougainvillea sp.

Hujan mas Cassia glauca

Nusa indah Mussaenda

erythrophylla

Palem wregu Rhapis excelsa

Rumput Rumput paetan Axonopus compressus

28

Gambar 19 Vegetasi eksisting simpang susun Cawang

Kapasitas jerapan debu

Pengukuran kapasitas jerapan debu diukur melalui metode gravimetri yang dilakukan di laboratorium Spektrophotometry Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Pengamatan dilakukan selama empat kali dengan selang waktu 10 hari dan ulangan sebanyak tiga kali pada masing-masing spesies sampel. Pengamatan pertama (P1) dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2012, pengamatan kedua (P2) pada 23 Oktober 2012, dan pengamatan ketiga (P3) pada 2 November 2012, serta pengamatan keempat (P4) pada 12 November 2012.

Hasil yang diperoleh selama empat kali pengamatan tersebut menunjukkan bahwa spesies beringin (Ficus benjamina) mengalami peningkatan jumlah debu yang dijerap dari pengamatan pertama hingga pengamatan keempat. Spesies tanjung (Mimusoph elengi) dan glodogan bulat (Polyalthia fragrans) mengalami penurunan jerapan pada pengamatan keempat, sedangkan bintaro (Cerbera manghas) mengalami penurunan jerapan pada pengamatan ketiga dan pengamatan keempat (Tabel 10). Hal ini dipengaruhi oleh turunnya hujan dengan intensitas tiga sampai empat kali yang terjadi antara pengamatan ketiga dan pengamatan keempat.

Kapasitas jerapan debu per pengamatan diperoleh setelah melakukan pembagian antara rata-rata berat debu dengan rata-rata luas daun (Tabel 11). Selanjutnya, dari nilai tersebut dapat diketahui kapasitas jerapan debu harian setelah melakukan penjumlahan terhadap selisih antar pengamatan yang

29 kemudian dirata-ratakan dan dibagi selang hari pengambilan sampel. Pada pengamatan ini, didapat selisih antara pengamatan kedua dan pertama (10 hari pertama) lebih besar dari selisih antara pengamatan ketiga dan kedua (10 hari kedua). Sementara itu, selisih antara pengamatan keempat dan ketiga (10 hari ketiga) yang seharusnya bernilai positif justru bernilai negatif (tidak valid) karena pengaruh turunnya hujan yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, data yang selanjutnya digunakan untuk menghitung kapasitas jerapan debu per hari adalah data jerapan debu pada 10 hari pertama saja (Tabel 12). Secara keseluruhan, beringin adalah spesies yang memiliki kapasitas jerapan debu per hari paling tinggi yaitu 0,046 g/m2, sedangkan glodogan bulat adalah spesies dengan kapasitas jerapan debu per hari paling rendah yaitu 0,012g/m2.

Kapasitas jerapan debu per tanaman per hari dapat dihitung berdasarkan luas tajuk masing-masing spesies tanaman. Tanaman dengan kapasitas jerapan

Dokumen terkait