• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Karakteristik Fisiko-Kimia Buru Hotong

Karakteristik fisiko-kimia buru hotong bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan mutu biji hotong pada setiap malai. Pengamatan meliputi pengukuran dimensi panjang dan berat malai buru hotong, pengukuran berat tiap bagian malai yakni pangkal, tengah dan ujung malai buru hotong, pengukuran dimensi biji hotong, dan mengukur kadar air, massa jenis dan prosentase perbandingan berat biji malai per berat malai serta analisis proksimat buru hotong.

Analisa proksimat meliputi :

a. Analisa Kadar Air

Sampel sebanyak 1.0 gram dihancurkan dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan dan ditimbang, lalu dipanaskan di dalam oven dengan suhu 105oC sampai berat konstan, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar air ditentukan dengan rumus :

% 100 x sampel awal berat sampel akhir berat sampel awal berat air Kadar = − ... 1)

b. Analisa Kadar Abu

Sampel sebanyak 1.0 gram ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan dan ditimbang, kemudian dibakar dalam pembakar gas selama 30 menit. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu, setelah itu sampel dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus :

% 100 % x sampel awal berat cawan berat cawan dan abu berat Abu = − ... 2)

Sampel sebanyak 0.1 - 0.2 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100ml, lalu ditambahkan 2 gram K2SO4 dan HgO (1 : 1) dan 2.5 ml H2SO4 pekat,

setelah itu didestruksi selama 30 menit sampai cairan mencapai warna hijau jernih, kemudian dibiarkan sampai dingin, lalu ditambah 35 ml air suling dan 10 ml NaOH pekat sampai warna coklat kehitaman kemudian didestilasi. Hasilnya ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 5 ml H3BO3 dan indikator merah metil-

metilen blue 1 : 4, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N. Kadar protein ditentukan dengan rumus :

Sampel mg x x x Blangko ml HCl ml N ( ) 0.02 14.007 100 % = − ... 3)

% Protein = % N x faktor konversi ... 4)

d. Analisa Kadar Lemak

Sebanyak 1.0 gram sampel yang telah kering di bungkus dengan kertas saring, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Sementara itu, heksan dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya, selanjutnya diekstrak selama 5 jam. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, lalu labu dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC. Kadar lemak ditentukan dengan rumus :

% 100 x sampel berat awal labu berat akhir labu berat KL= − ... 5)

e. Analisa Kadar Karbohidrat

Analisa kadar karbohidrat ditentukan secara by difference, yakni dengan rumus :

% Kh = 100% - (Ka + K abu + K protein + KL) ... 6) ` Kadar air bahan diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

% 100 x bk bb bb Ka + = ………...……….. 7)

dimana : Ka = kadar air (%), bb = berat basah (gr),

bk = berat kering (gr).

Massa jenis (bulk density) dari biji hotong diperoleh dengan cara menimbang 1 liter biji hotong dalam wadah (perbandingan berat biji hotong dengan volume biji hotong itu sendiri), secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

v m

=

ρ ………...………... 8)

dimana : ρ = massa jenis (gr/ml), m = massa (gr),

v = volume (ml).

Pengukuran prosentase perbandingan berat biji malai per berat malai dapat diukur dengan rumus :

mm mb

R= ………. 9)

dimana : R = prosentase perbandingan berat biji malai per berat malai (%), mb = berat biji hotong (gr),

mm = berat malai hotong (gr).

Handerson dan Perry (1970), untuk biji-bijian berbentuk tidak beraturan dapat dianalisa dengan mengasumsikan diameter efektif biji-bijian sama dengan diameter bola yang volumenya sama. Mohsenin (1970) menyatakan bahwa rata- rata geometris dari tiga dimensi aksial adalah pendekatan yang baik untuk menentukan diameter sepadan bola (volumenya) dengan memasukkan faktor bentuk.

Penentuan panjang ketiga dimensi aksial adalah dengan memproyeksikan biji-bijian tersebut, setelah didapat proyeksi terbesar dan terkecil yang salah satu panjang proyeksi terkecil adalah panjang proyeksi terbesar, dapat ditentukan panjang a, b, dan c. Panjang a dan b berasal dari proyeksi terbesar dengan membuat empat persegi panjang terkecil pada sisi terluar. Panjang a adalah panjang terbesar sisi empat persegi panjang dan yang lebih pendek adalah b. Cara yang sama digunakan terhadap proyeksi terkecil untuk menentukan c (Mohsenin, 1970).

Curay (1951) menyatakan bahwa bentuk biji-bijian yang tidak beraturan dapat ditentukan dimensi partikel rata-ratanya yaitu dengan menggunakan panjang

ketiga dimensi aksialnya. Secara sistematis, diameter biji dirumuskan sebagai berikut :

D = (a x b x c)1/3 ... 10) dimana : D = diameter geometris rata-rata biji hotong (mm), a, b, c = rata-rata proyeksi panjang, lebar, dan tebal biji

dengan pengambilan sampel sebanyak 25 biji (mm).

2. Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengkaji kinerja mesin penyosoh buru hotong yang meliputi kapasitas produksi, efisiensi kipas pada mesin penyosoh, rendemen dan susut tercecer serta mengetahui kualitas hasil penyosohan buru hotong. Penelitian utama juga bertujuan untuk mengkaji kinerja mesin penepung buru hotong yang meliputi kapasitas produksi, rendemen dan susut tercecer serta mengetahui kualitas tepung yang dihasilkan.

Tahap penelitian utama ini akan menggunakan perlakuan terhadap biji hotong pada tingkat kadar air berbeda-beda dengan cara mengeringkan kadar air biji hotong, yaitu kadar air 6.2%, kadar air 8.5% dan kadar air 11.1%. Metode ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar air yang berbeda-beda terhadap performansi alat pada waktu beroperasi.

Adapun dalam analisa data, parameter-parameter yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kapasitas Penyosohan

Kapasitas mesin penyosohan adalah jumlah bahan hotong yang dapat disalurkan selama 1 (satu) jam. Kapasitas penyosohan merupakan kapasitas yang diperoleh sampai biji benar-benar tersosoh (bersih). Kapasitas penyosohan dapat diperoleh dari rumus dibawah ini :

3600 × = t Wpk Kps ... .... 11) dimana : Kps = kapasitas penyosohan (kg/jam),

t = waktu penyosohan (detik).

b. Efektivitas Penyosohan (Rendemen)

Rendemen penyosohan dapat diperoleh dari rumus di bawah ini : % 100 × = Wp Wpk p η ... 12) dimana : ηp = efektivitas penyosohan (%),

Wpk = berat biji hotong pecah kulit (kg),

Wp = berat biji hotong yang dimasukan ke penyosohan (kg).

c. Efektifitas Kipas (Blower)

Efektifitas kipas dapat diperoleh dari rumus di bawah ini : % 100 × = Wkin Wkout k η ... 13) dimana : ηk = efektifitas kipas (%),

Wkout = berat dedak yang Keluar menuju kipas (g), Wkin = berat dedak keseluruhan (g).

d. Susut Tercecer Penyosohan

Susut tercecer pada proses penyosohan dapat diperoleh dari rumus di bawah ini : % 100 x WbTs WbTc Sts= ... 14) dimana : Sts = susut tercecer penyosohan (%),

WbTc = berat biji tercecer (g),

WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).

e. Kualitas Penyosohan

Pengukuran kualitas penyosohan dari biji hotong dengan cara menghitung persentase biji tersosoh, persentase biji tak tersosoh, dan berat biji pecah. Persentase tersebut dapat diperoleh dengan cara :

% 100 % x WbTs Wbtk btk = ... 15) dimana : %btk = persentase biji tersosoh (%),

Wbtk = berat biji tersosoh (g),

WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g). % 100 % x WbTs Wbttk bttk = ... 16) dimana : %bttk = persentase biji tak tersosoh (%),

Wbttk = berat biji tak tersosoh (g),

WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).

% 100 % x WbTs Wbp bpk = ... 17) dimana : %bpk = persentase biji tersosoh (%),

Wbp = berat biji pecah (g),

WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).

f. Kapasitas Penepungan

Kapasitas mesin penepungan adalah jumlah bahan hotong yang dapat disalurkan selama 1 (satu) jam hingga menjadi tepung. Kapasitas mesin penepung merupakan nilai kapasitas yang diperoleh sampai biji benar-benar menjadi tepung yang halus. Rumus kapasitas penepungan diperoleh dengan rumus :

3600 × = t Wpk Kpt ... 18) dimana : Kpt = kapasitas penepungan (kg/jam),

Wpk = berat biji hotong yang ditepungkan (kg), t = waktu penepungan (detik).

g. Efektivitas Penepungan (Rendemen)

Rendemen penepungan dapat diperoleh dari rumus di bawah ini : % 100 × = Wpk Wt t η ... 19) dimana :

ηt = efektivitas penepungan (%),

Wt = berat tepung hasil penepungan (kg),

Wpk = berat biji hotong yang dimasukkan ke mesin penepung (kg).

h. Susut Tercecer Penepungan

Susut tercecer penepungan pada proses penepungan dapat diperoleh dari rumus di bawah ini :

% 100 x WtTs WtTc Stp= ... 20) dimana : Stp = susut tercecer penepungan (%),

WtTc = berat tepung tercecer (g), WtTs = berat tepung keseluruhan (g).

i. Kualitas Penepungan

Mc Colly (1955) menyatakan bahwa setiap bahan berbeda kriteria kasar, sedang, halus berdasarkan derajat kehalusannya, dengan menggunakan test pengayakan tyler dapat ditentukan ukuran partikel dan penyebaran fraksi-fraksi ukuran dalam produk hasil penepungan (Handerson dan Perry, 1978). Test pengayakan ini menggunakan tujuh macam ukuran ayakan yaitu 3/8, 4, 8, 14, 28, 48, 100 mesh dan baki pada tingkat terbawah.

Hall dan Davis (1978) mengemukakan bahwa dalam penentuan mutu hasil giling digunakan dua macam kriteria, yaitu :

1. Derajat kehalusan yaitu merupakan bilangan yang mewakili ukuran rata-rata partikel bahan hasil penepungan. Derajat kehalusan dihitung berdasarkan jumlah fraksi bahan yang tertinggal pada setiap ayakan tyler dibagi dengan 100.

2. Indeks keseragaman yaitu merupakan perbandingan angka yang menyatakan fraksi-fraksi kasar, sedang, halus dari partikel bahan hasil penepungan, untuk penentuan indeks keseragaman, bahan hasil penepungan dibagi menjadi tiga kategori yaitu kasar, sedang dan halus, yang termasuk

kategori kasar adalah jumlah fraksi berat yang tertahan pada tiga ayakan pertama dari satu set ayakan tyler, yaitu pada 3/8, 4, dan 8 mesh, sedangkan jumlah fraksi berat yang tertahan pada dua ayakan berikutnya, yaitu 14 dan 28 mesh termasuk dalam kategori sedang. Jumlah fraksi berat pada ayakan selanjutnya, yaitu 48, 100 mesh dan baki digolongkan dalam kategori halus. Perbandingan ketiga kategori bahan tersebut merupakan indeks keseragaman.

Menurut handerson dan Perry (1978), ukuran partikel bahan berdasarkan modulus kehalusan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

D = 0.0041 x (2)FM ... 21) Dimana :

D = ukuran rata-rata partikel bahan (inchi), FM = modulus kehalusan (tanpa satuan).

IV. MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG

Dokumen terkait