• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Performansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Performansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv)"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH DAN PENEPUNG

BIJI BURU HOTONG (

Setaria italica

(L)

Beauv

)

Oleh : SUTANTO

F14102021

2006

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

Sutanto. F14102021. Uji Performansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv). Di bawah bimbingan : Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi. 2006.

RINGKASAN

Pola konsumsi dan produksi nasional sampai sekarang sangat ditekankan pada beras. Ketergantungan kita pada beras akan merupakan suatu bahaya besar. Usaha-usaha diversivikasi pertanian serta usaha penganekaragaman bahan pangan sebagai sumber energi perlu segera dikembangkan, terutama penganekaragaman bahan pangan lokal yang ada di setiap daerah di Indonesia. Salah satu contohnya adalah tanaman hotong (Setaria italica (L) beauv.), sejenis tanaman sorgum dari pulau Buru (Maluku).

Beberapa permasalahan dalam penanganan pascapanen buru hotong adalah karakteristik biji/malai yang berbeda dengan padi baik ukuran maupun karakteristik fisik bahan lainnya seperti massa jenis dan kadar air bahan, sehingga pemilihan alat/mesin yang digunakan untuk perontokan maupun penggilingan hotong perlu pengkajian khusus. Penanganan pascapanen hotong meliputi kegiatan panen, pengeringan malai, perontokan, pembersihan, penyosohan, penepungan, dan penyimpanan.

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kadar air terhadap penyosohan dan penepungan buru hotong. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan mutu biji hotong, mengetahui kinerja mesin penyosoh dan penepung hotong.

Penelitian ini dilakukan dari Februari sampai Mei 2006. Penelitian ini dilakukan di AP4 (Agricultural Products Processing Pilot Plants), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah malai tanaman buru hotong, gas dan bahan-bahan kimia untuk uji proksimat (K2SO4, HgO, H2SO4, H3BO3 dan HCl). Peralatan yang

dipergunakan selama penelitian adalah mesin penyosoh, mesin penepung, pengering tipe rak, stop watch, timbangan dan meteran, fasilitas bengkel, oven, tabung erlenmeyer, desikator, cawan, labu soxhlet dan labu lemak, gelas ukur, kat dan timbangan analitik. Kegiatan penelitian meliputi penelitian pendahuluan diantaranya adalah untuk mengetahui karakteristik biji hotong dan kemudian dilakukan pengeringan sebagai perlakuan kadar air yakni 10.1%, 7.5%, dan 6.6%, penelitian utama yang bertujuan untuk mengetahui kinerja mesin penyosoh dan penepung biji hotong, pengolahan data, dan pembuatan laporan.

(3)

(11.83 ± 0.61)%. Kandungan energi yang terdapat dalam hotong adalah 359 kal/100 gr. Malai hotong pada bagian tengah memiliki massa jenis dan kandungan gizi paling tinggi dibandingkan dengan bagian ujung dan pangkal, sedangkan diameter biji pada bagian pangkal malai lebih besar dari pada bagian ujung dan tengah malai.

Biji hotong mempunyai sifat bahan liat. Bahan liat akan lebih mudah tersosoh jika bahan dalam keadaan kering, begitu juga sebaliknya jika kadar air terlalu tinggi akan sulit tersosoh, sedangkan untuk menghasilkan bahan tepung yang halus maka diperlukan kadar air yang tinggi namun akan mengakibatkan kapasitas yang rendah.

Kadar air berpengaruh terhadap penyosohan biji hotong dalam hal kapasitas, rendemen, susut tercecer, efektifitas kipas dan kualitas penyosohan. Semakin tinggi kadar air biji hotong maka kapasitas penyosohan menjadi meningkat, kapasitas penyosohan tertinggi diperoleh pada kadar air 11.1% sebesar 26.32 kg/jam. Kapasitas penyosohan terendah diperoleh pada kadar air 6.2% sebesar 13.25 kg/jam. Besarnya rendemen penyosohan pada kadar air 11.1%, 8.5% dan 6.2% berturut-turut sebesar 60.17%, 62.80% dan 68.97%. Besarnya susut tercecer penyosohan pada kadar air 11.1%, 8.5% dan 6.2% berturut-turut sebesar 6.58%, 3.51% dan 5.83%. Persentase biji tersosoh tertinggi dan persentase biji pecah terendah diperoleh pada saat penyosohan pada kadar air 6.2%yaitu berturut-turut sebesar 93.00% sebesar 3.97%.

Kadar air berpengaruh terhadap penepungan biji hotong dalam hal kapasitas, rendemen, susut tercecer, dan kualitas penepungan. Kapasitas penepungan tertinggi diperoleh pada kadar air 8.5% sebesar 7.282 kg/jam. Kapasitas penepungan terendah diperoleh pada kadar air 11.1% sebesar 6.618 kg/jam. Besarnya rendemen penepungan pada kadar air 11.1%, 8.5% dan 6.2% berturut-turut sebesar 88.52%, 86.60% dan 84.64%. Besarnya susut tercecer penepungan pada kadar air 11.1%, 8.5% dan 6.2% berturut-turut sebesar 11.48%, 13.40% dan 15.36%. Modulus kehalusan tertinggi pada proses penepungan buru hotong adalah pada kadar air 8.5% sebesar 1.63 dan terendah sebesar 1.25 pada kadar air 11.1%. Ukuran partikel yang dihasilkan dalam proses penepungan pada kadar air 11.1%, 8.5% dan 6.2% berturut-turut sebesar 0.014 inchi, 0.016 inchi dan 0.015 inchi.

(4)

UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH DAN PENEPUNG BIJI

BURU HOTONG (

Setaria italica

(L)

Beauv

)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : SUTANTO F14102021

2006

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH DAN PENEPUNG BIJI

BURU HOTONG (

Setaria italica

(L)

Beauv

)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : SUTANTO F14102021

Dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1984 Di Pekalongan

Tanggal Lulus : Bogor, Agustus 2006

Disetujui oleh :

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi Dosen Pembimbing

Mengetahui :

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, pada tanggal 15 Februari 1984. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Satimbul dan Ibu Chotijah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Bojong Wetan pada tahun 1996, kemudian penulis melanjutkan pendidikan lanjutan pada SLTPN 1 Bojong, dan lulus pada tahun 1999, pada tahun yang sama penulis melanjutkanpendidikan lanjutan tingkat atas di SMUN 1 Kajen kabupaten Pekalongan dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002, penulis masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima di Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005, penulis mengambil Sub Program Studi (SPS) Teknik Biosistem. Penulis melaksanakan Praktek Lapangan dengan judul “Mempelajari Teknik Pengolahan Pascapanen pada Pembuatan Gula di Pabrik Gula Madukismo Yogyakarta”, sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian dengan judul “Uji Performansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv)”.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan pada Allah SWT atas karunia-Nya yang begitu besar kepada penulis, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul “Kajian Teknik Penyosohan dan Penepungan Biji Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv)”.

Penyelesaian tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan, bantuan dana penelitian, arahan dan nasehatnya selama masa studi, penelitian dan penyelesaian tugas akhir.

2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi dan Dr. Ir. Dewa Made Subrata, MAgr selaku dosen penguji atas nasehat dan masukannya terhadap skripsi penulis.

3. Staf di AP4 (Agricultural Products Processing Pilot Plants), bapak Basri, bapak Hendra, bapak Ujang, bapak Tolib dan ibu Iin serta staf AP4.

4. Yang penulis sayangi bapak, mamak, dan adik-adikku atas segala kasih sayang, doa, nasehat, dan dukungan moril dan material yang tiada terhitung kepada penulis.

5. Ibu Reggy, Ibu Waysima, Pak Impron, dan Pak Dinarwan yang telah banyak membantu penulis selama masa studi.

6. Teman-teman TEP’39 yang selalu setia dengan penulis.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas bantuan dan dukungannya.

Mengingat keterbatasan penulis, kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan dari pembaca, semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Juni 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

RINGKASAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Tanaman Buru Hotong ... 4

B. Teknik Budidaya Buru Hotong ... 6

C. Penanganan Pascapanen Buru Hotong ... 8

D. Mesin Penyosoh Biji-Bijian ... 14

E. Mesin Penepung Biji-bijian ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

B. Bahan dan Alat ... 21

C. Metode Penelitian ... 22

IV. MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG ... 30

A. Prinsip Kerja Mesin ... 30

B. Mekanisme Kerja Mesin ... 31

C. Konstruksi Mesin ... 32

V. MESIN PENEPUNG BIJI BURU HOTONG ... 38

A. Prinsip Kerja Mesin ... 38

B. Mekanisme Kerja Mesin ... 39

(9)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Karakteristik Fisiko-Kimia Buru Hotong ... 45

1. Kandungan Gizi Biji Buru Hotong ... 45

2. Dimensi Butir Biji Hotong ... 46

3. Massa Jenis Biji Hotong ... 47

4. Perontokan secara manual ... 49

5. Pengeringan ... 50

B. Uji Performansi Mesin Penyosoh Buru Hotong ... 52

a. Kapasitas Penyosohan Buru Hotong ... 52

b. Rendemen Penyosohan Buru Hotong ... 53

c. Efektifitas Kipas Penyosohan Buru Hotong ... 55

d. Susut Tercecer Penyosohan Buru Hotong ... 57

e. Kualitas Penyosohan Penyosohan Buru Hotong . 58 C. Uji Performansi Mesin Penepung Buru Hotong ... 60

a. Kapasitas Penepungan Buru Hotong ... 60

b. Rendemen Penepungan Buru Hotong ... 62

c. Susut Tercecer Penepungan Buru Hotong ... 63

d. Derajat Kehalusan Penepungan Buru Hotong 64

e. Ukuran Partikel Tepung Buru Hotong ... 66

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. KESIMPULAN ... 68

B. SARAN ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman buru hotong ... 4

Gambar 2. Bagan alir kegiatan pascapanen buru hotong... 8

Gambar 3. Penyosoh tipe “vertikal abrasive whitening cone” ... 15

Gambar 4. Penyosoh tipe “horizontal abrasive whitening machine” ... 15

Gambar 5. Penyosoh tipe ” horizontal friction” atau “jet pearler”……. 16

Gambar 6. Mesin penyosoh buru hotong ... 30

Gambar 7. Skematik proses penyosohan ... 31

Gambar 8. Kipas penyosoh buru hotong ... 34

Gambar 9. Mesin penepung buru hotong ... 38

Gambar 10. Pisau penepung biji hotong ... 39

Gambar 11. Pisau penepung buru hotong yang berputar ... 41

Gambar 12. Pisau penepung buru hotong statis ... 41

Gambar 13. Saringan penepung buru hotong ukuran mesh 14 ... 42

Gambar 14. Pengering buatan tipe rak ... 51

Gambar 15. Hubungan antara kadar air dengan kapasitas penyosohan .... 53

Gambar 16. Hubungan rendemen penyosohan dengan kadar air ... 55

Gambar 17. Hubungan efektifitas kipas dengan kadar air ... 57

Gambar 18. Hubungan susut tercecer dengan kadar air ... 58

Gambar 19. Kualitas penyosohan buru hotong ... 58

Gambar 20. Hubungan kualitas penyosohan dengan kadar air ... 59

Gambar 21. Hubungan kadar air dengan kapasitas mesin penepung biji Hotong ... 61

Gambar 22. Hubungan kadar air dengan rendemen penepungan biji hotong ... 62

Gambar 23. Hubungan antara kadar air dengan susut tercecer pada proses penepungan ... 64

Gambar 24. Kualitas tepung buru hotong berdasarkan meshnya ... 65

(12)
(13)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling asasi, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin, untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri, dalam suasana tentram, serta sejahtera lahir dan batin, semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas, dan merata. Kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis sehingga negara menetapkan Sistem ketahanan pangan untuk kepentingan dalam negerinya. Perwujudan ketahanan pangan telah menjadi komitmen nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN. Dalam rangka memenuhi komitmen nasional tersebut, pemerintah melalui undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Propernas tahun 2000-2004, telah menetapkan program peningkatan ketahanan pangan. Program ini bertujuan untuk :

1. meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan bersumber pangan ternak, ikan, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, beserta produk-produk olahannya;

2. mengembangkan kelembagaan pangan yang menjamin

peningkatan produksi, serta konsumsi yang lebih beragam; 3. mengembangkan usaha bisnis pangan;

4. menjamin ketersediaan gizi dan pangan bagi masyarakat. Pola konsumsi dan produksi nasional sampai sekarang sangat ditekankan pada beras. Ketergantungan kita pada beras merupakan suatu bahaya besar. Usaha-usaha diversivikasi pertanian serta usaha penganekaragaman bahan pangan sebagai sumber energi perlu segera dikembangkan, terutama penganekaragaman bahan pangan lokal yang ada di setiap daerah di Indonesia. Salah satu contohnya adalah tanaman buru hotong (Setaria italica (L) Beauv.), sejenis tanaman sorgum dari pulau Buru (Maluku).

(14)

dikembangkan adalah buru hotong. Tanaman ini telah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat pedalaman di Kabupaten Buru. Biji hotong memiliki kandungan protein dan lemak yang jauh lebih tinggi dari beras, sedangkan kandungan karbohidratnya hampir sama dengan kandungan karbohidrat pada beras, dengan demikian biji hotong diharapkan dapat dijadikan alternatif makanan pokok sumber karbohidrat dengan tetap memperoleh lemak dan protein.

Masalah peningkatan produksi hotong tidak hanya terbatas pada masalah sebelum panen, tetapi juga pada masalah pascapanen. Masalah pascapanen pada penanganan hotong mencakup beberapa aspek diantaranya adalah pengeringan, penyimpanan dan pengolahan. Cara-cara pengolahan yang diterapkan pada biji-bijian adalah penggilingan (ground), pengulitan dengan penggilingan berbentuk silinder (dry roller), perendaman (soaked), pemeletan (pelleted), pengolahan dengan silinder berisi uap panas (steam rolled), dan penggilingan dengan batu giling gurinda (Albin dan Drake, 1971).

Penyosohan hotong adalah proses pelepasan kulit ari hotong. Penyosohan hotong menjadi beras hotong dapat dilakukan dengan cara tradisional, yaitu menggunakan alu atau lesung, dan dapat pula secara mekanis yaitu menggunakan alat penggilingan seperti mesin penyosoh hotong. Penyosohan hotong dengan cara tradisional dilakukan dengan penumbukan memakan waktu lama dan menghasilkan rendemen hotong sosoh yang rendah. Cara penyosohan hotong dengan mesin penyosoh agak berbeda dengan yang dilakukan pada penyosohan gabah menjadi beras, karena hotong tidak mempunyai sekam sebagaimana halnya dengan gabah, dan sifat kulit bijinya yang sukar dihilangkan.

(15)

Hasil penggilingan biji hotong dapat berupa dua produk, yaitu beras hotong giling dan tepung hotong. Beras hotong giling adalah beras hotong hasil penggilingan biji hotong dengan suatu alat penggiling untuk menguliti dan menyosoh biji hotong. Tepung hotong adalah beras hotong giling yang dihancurkan hingga menjadi halus.

Pengembangan alat dan mesin pertanian (alsintan) sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi sumber daya manusia, menekan kehilangan hasil dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Alsintan mempunyai arti penting pada pertanian pangan baik alat prapanen, alat panen maupun pascapanen. Faktor kapasitas dan ergonomika serta kualitas mesin merupakan alasan utama pembuatan alat.

Mesin penyosoh dan penepung buru hotong telah dirancang oleh Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, namun demikian masih perlu penyempurnaan agar dihasilkan kinerja yang lebih baik.

B. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kadar air terhadap penyosohan dan penepungan buru hotong. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

1. mengetahui karakteristik dan mutu biji buru hotong pada tiap bagian yaitu bagian ujung, tengah dan pangkal malai,

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN BURU HOTONG

Tanaman hotong merupakan sejenis alang-alang yang tumbuh di dataran rendah sampai dengan dataran tinggi pada semua jenis lahan. Tanaman ini termasuk dalam famili Gramineae (Poacceae), genus Setaria, dan spesies Setaria italica (L.) Beauv. Hotong mempunyai batang yang liat, semakin kering batang tanaman hotong setelah dikeringkan akan semakin berkurang sifat liatnya. Malai adalah lanjutan dari batang, hanya saja tumbuh cabang-cabang yang semakin ujung posisinya semakin kompak. Cabang terdiri dari koloni kulit ari yang berisi biji hotong. Panjang malai hotong rata-rata 15.2 cm dengan diameter 1.2 mm dan memiliki berat rata-rata 5.7 gram per malai. Biji buru hotong memiliki ukuran panjang 1.7 mm, lebar 1.3 mm dan ketebalan 1.1 mm (Kharisun, 2003). Umur panen tanaman buru hotong berkisar 80 – 90 hari. Gambar tanaman buru hotong dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Tanaman buru hotong

(17)

sehingga memungkinkan untuk dapat ditanam hampir pada semua tempat dengan cara menaburkan biji. Tepung biji rumput ini bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan dan bahan olahan.

Biji buru hotong memiliki kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi dibandingkan beras, sedangkan kandungan karbohidratnya hampir sama dengan kandungan karbohidrat pada beras maupun hermada (Sorghum bicolour (L.) Moench) seperti dilihatkan pada Tabel 1 dengan demikian biji Buru Hotong diharapkan dapat dijadikan alternatif makanan pokok sumber karbohidrat non-beras dengan tetap memperoleh protein dan lemak untuk mendukung upaya diversifikasi pangan. Di Kabupaten Buru, biji buru hotong selain dimanfaatkan sebagai pengganti beras, juga dapat diolah menjadi aneka macam makanan seperti wajik, bubur, kue, tumpeng dan lain-lain.

Tabel 1. Kandungan gizi biji buru hotong dibandingkan dengan biji hermada dan beras (Rokhani, et al., 2003)

Komponen Biji Hermada Hotongb) Berasa) Jepanga) ASa)

Karbohidrat Protein Lemak Serat kasar Abu

75 9.4 4.2 8.3 3.8

72 11.3

5.2 8.5 3.3

73 11.2

2.4 - 1.3

70 – 80 4.0 – 5.0 1.0– 2.0 8.0 – 15.0

2.0 – 5.0 a) http.//www. Republika. co. id/9810/11/341.htm

b) Hasil Analisa dari Laboratorium IPB

(18)

B. TEKNIK BUDIDAYA BURU HOTONG

Pengembangan buru hotong untuk menunjang ketahanan pangan harus didukung dengan ketersediaan :

1. teknologi unggul mulai dari teknik budidaya, pasca panen sampai pengolahan dan pemasarannya,

2. informasi teknologi unggul untuk penyuluhan,

3. jaringan lembaga penelitian, pengembangan, penyuluhan yang profesional dan tenaga ahli, fasilitas dan dana untuk penelitian dan pengembangan.

Suatu komoditas seperti halnya buru hotong dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan untuk meningkatkan nilai tambah dan memenuhi keinginan pasar/konsumen. Penerapan teknologi yang tepat akan membantu proses transformasi dari keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Keberhasilan penanaman maupun pengembangannya akan sangat memberikan manfaat bagi daerah maupun negara. Pengembangan buru hotong akan memberikan dampak yang positif, namun untuk pengembangannya diperlukan masukan teknologi agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimal, di dalam membudidayakan buru hotong memerlukan proses sebagai berikut :

1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan pada musim kemarau menjelang musim hujan. Tujuan dilakukannya pengolahan tanah pada tanaman buru hotong adalah untuk memperbaiki aerasi atau tata udara tanah, merangsang berkecambahnya biji dan sekaligus memberantas gulma yang masih hidup.

2. Perlakuan Benih

(19)

3. Penanaman

Penanaman dapat dilakukan dengan cara tugal, larikan, sebar dan

transplanting dengan jarak tanam 30 x 30 cm dan jumlah benih per lubang 3 – 5 biji (5 kg benih per ha). Penugalan dilakukan dengan menggunakan taji air agar jarak tanam sesuai dengan yang dikehendaki. Berdasarkan hasil kajian terdahulu dari segi ekonomis, cara tanam benih langsung (tanpa semai selama 21 hari) dengan menggunakan tugal lebih menguntungkan.

4. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dua sampai tiga kali yaitu pada waktu tanaman berumur tiga sampai empat minggu, jika tajuk tanaman buru hotong telah melebihi tinggi gulma maka peluang untuk tumbuhnya tanaman pengganggu semakin kecil.

5. Penyulaman

Penyulaman dilakukan jika tanaman berumur 7 sampai 14 hari setelah tanam (7 – 14 hst), bibit tanaman untuk sulam disemai bersamaan dengan waktu tanam benih di ladang.

6. Pemupukan

(20)

KCl (50 kg/ha) diberikan saat tanam, pemberian pupuk dilakukan dalam larikan tanaman.

7. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika tanaman menunjukkan adanya gejala serangan hama penyakit. Hama utama yang umumnya menyerang adalah ulat penggerek dan dapat dicegah dengan furadan 3G. Dosis furadan 3G 20 kg/ha dan diberikan dengan cara menyebar merata diatas lahan.

8. Panen

Panen hasil dilakukan pada saat malai mulai berwarna coklat dengan keseragaman warna mencapai 90%. Panen dilakukan dengan memotong tangkai malai, diikat dan dijemur. Rata-rata umur panen hotong 80 – 90 hari setelah tanam.

C. PENANGANAN PASCA PANEN BURU HOTONG

(21)

penepungan, dan penyimpanan. Bagan alir kegiatan pascapanen hotong dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini :

Gambar 2. Bagan alir kegiatan pascapanen buru hotong

Uraian kegiatan pascapanen telah tercantum di bawah ini :

1. Pemanenan

Pemanenan dilakukan ketika buru hotong sudah masak atau pada kadar air tertentu. Panen dilakukan pada saat malai mulai berwarna coklat dengan

keseragaman warna mencapai 90%. Panen dilakukan dengan memotong tangkai malai, diikat dan dijemur. Rata-rata umur panen hotong 80 – 90 hari setelah tanam.

Pemanenan di Indonesia umumnya masih menggunakan alat tradisional yaitu ani-ani dan sabit. Pemanenan dilakukan dengan memotong tangkai hotong

Panen Pengeringan

malai Perontokan Pengeringan

Pembersihan Penyosohan

Penepungan

Pengemasan Penyimpanan

(22)

yang ada malainya. Menurut panjang pemotongan, ada dua macam cara pemanenan yaitu : 1) pemanenan jerami pendek, dan 2) pemanenan jerami panjang. Pada pemanenan jerami pendek, panjang jerami adalah 15 cm dan total dengan malainya adalah 30 cm, sedangkan pada pemanenan jerami panjang, panjang jerami adalah 60 cm dan total dengan malainya adalah 75 cm.

Pemanenan jerami pendek umumnya dilakukan pada sawah yang

tergenang air sepanjang tahun, untuk pemanenan jerami pendek ini membutuhkan tenaga lagi untuk memotong jerami apabila akan mengolah tanah. Pemanenan jerami panjang dilakukan apabila waktu panen, sawah tidak ada genangan air. Keuntungan pemanenan jerami panjang adalah penyiapan lahan baru akan lebih cepat.

2. Perontokan

Perontokan adalah pemisahan biji hotong dari malainya. Perontokan biji hotong dapat dilakukan sesudah atau sebelum pengeringan, tetapi umumnya perontokan dilakukan sebelum pengeringan.

Perontokan dapat dilakukan dengan “diiles” (diinjak), dibanting, dipukul dan dapat pula menggunakan alat perontok.

Perontokan dengan cara diinjak dilakukan dengan meletakkan hotong yang telah dipanen pada lantai, kemudian hotong tadi diinjak-injak dengan

(23)

Alat perontok terdiri dari tiga bagian utama yaitu silinder perontok, tempat pemasukan hotong dan motor penggerak atau pedal. Sebagian alat perontok dilengkapi dengan ayakan atau saringan serta penghembus yang berfungsi sebagai alat pemisah butiran biji hotong yang berisi dengan kotoran, gabah hampa dan debu. Silinder perontok konvensional terdiri dari beberapa tipe yaitu silinder gigi paku, silinder pasak, dan silinder kawat bengkok.

Berdasarkan cara pengoperasiannya, ada dua tipe perontok yaitu : 1) Tipe “throw-in”, yaitu jerami biji-bijian yang akan dirontokan seluruhnya dimasukkan ke dalam alat. 2) Tipe “hold-on”, yaitu jerami biji-bijian yang akan dirontokkan dipegang ujung tangkainya, sedangkan ujung yang berbulir dimasukkan ke dalam alat.

3. Pembersihan

Biji-bijian yang sudah dirontokan biasanya masih tercampur dengan tangkai biji-bijian, jerami, gabah hampa maupun kotoran lain yang tercampur pada waktu dirontokan, oleh sebab itu perlu dibersihkan.

Pembersihan yang paling sederhana adalah dengan penampi (tampah). Penggunaan penampi ini secara manual dan memerlukan keahlian/ketrampilan sendiri. Gerakan apabila bahan berputar-putar diatas penampi disebut

“mengayak”, sedangkan apabila bahan meloncat-loncat disebut “menampi”.

(24)

4. Pengeringan

Proses pengeringan hasil pertanian dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan cara pemberian udara panas secara buatan.

Pengeringan dengan menjemur diatas suatu lamporan merupakan cara pengeringan alami yang memanfaatkan energi matahari. Pengeringan dengan cara ini memerlukan tempat yang luas, waktu yang lama, membutuhkan banyak tenaga manusia dan mutu hasil pengeringannya tergantung pada cuaca.

Pengeringan buatan menggunakan alat pengering mekanis dimana suhu, kelembaban nisbi udara, kecepatan pengeringan dapat diatur dan diawasi.

Pengeringan biji-bijian bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas kadar air yang aman untuk penyimpanan. Pengeringan merupakan kunci untuk menjamin mutu produk selama penyimpanan. Untuk skala kecil,

pengeringan umumnya dilakukan secara alami dengan penjemuran. Penjemuran dilakukan dengan menghamparkan biji hotong dengan ketebalan 10 cm dan dilakukan proses pembalikan secara berkala. Pengeringan dilakukan hingga kadar air mencapai 13% yang memerlukan waktu 3 – 4 hari tergantung kondisi cuaca. Sarana pokok yang diperlukan untuk penjemuran adalah lantai penjemuran atau lamporan.

(25)

terlatih, (c) infra merah yang dipancarkan matahari mempunyai daya penetrasi yang dapat menembus sel biji-bijian sehingga memungkinkan panas merata ke seluruh biji-bijian dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan kelemahannya adalah (a) memerlukan luasan lahan untuk lantai penjemuran, (b) tergantung kondisi cuaca, (c) suhu dan kelembaban pengeringan tidak terkontrol sehingga jika frekuensi pembalikan tidak optimum mengakibatkan kadar air biji-bijian tidak merata, dan (d) kemungkinan terjadinya susut lebih besar akibat tercecer atau adanya gangguan burung maupun ternak lainnya.

Pengeringan hotong secara mekanis dapat dilakukan dengan mesin pengering tipe bin dryer. Laju pengeringan dipengaruhi oleh suhu dan

kelembaban udara pengeringan, aliran udara pengering dan kadar air bahan yang dikeringkan. Suhu pengeringan yang dianjurkan adalah 43oC untuk tujuan benih, 60oC untuk penggilingan atau pengolahan pangan dan 82oC untuk pakan ternak.

5. Penyosohan

(26)

dalam proses ini. Pemutihan (whitening) kadang-kadang disebut penyosohan (polishing or milling). Penyosohan kadang-kadang disebut pembersihan akhir (refiring or grinding) (Araullo et. al., 1976). Jika diinginkan hasil yang bagus, biji-bijian dari pemutih diproses lagi sekali atau lebih didalam penyosoh.

Penyosoh sama dengan pemutih kecuali disamping sebuah batu penggosok, juga terdiri dari sebuah drum yang dibungkus dengan strip-strip dari kulit domba atau kulit kerbau liar (Grist, 1975). Proses pemutihan biji-bijian terjadi karena gesekan antara biji-bijian dengan permukaan kasar (abrasive) dan pengelupasan terjadi karena gesekan antara partikel biji-bijian pada tekanan tertentu.

Penyosohan bertujuan untuk memisahkan kulit (sekam) dari butir biji dengan tingkat kerusakan minimum atau menghasilkan biji pecah kulit yang maksimum. Pengertian penggilingan pada biji-bijian meliputi dua proses pokok, yaitu proses pengupasan kulit menjadi biji-bijian pecah kulit dan pengupasan kulit ari dari biji-bijian pecah kulit menjadi biji-bijian sosoh. Menurut esmay et al., (1979), penggilingan padi adalah proses penghilangan sekam dan dedak dari butir biji-bijian menghasilkan biji-bijian putih dan bersih. Kriteria operasi penggilingan biji-bijian yang baik adalah :

a. biji-bijian yang dihasilkan maksimum, b. mendapatkan kualitas terbaik,

c. meminimumkan kehilangan ,

d. minimum dalam ongkos pengolahan.

(27)

penggilingan padi yaitu memberikan gaya gesek pada biji sehingga kulit biji tersosoh dari dagingnya (Purwadaria, 1980).

Secara tradisional, penggilingan hotong dengan cara hotong dibersihkan dari sekamnya dengan cara penumbukan dan hasil yang diperoleh adalah biji pecah kulit dan dedak kasar. Biji pecah kulit tersebut kemudian ditumbuk lagi untuk memisahkan kulit arinya. Hasil yang diperoleh adalah beras hotong, dedak halus atau bekatul.

6. Penepungan

Penepungan merupakan proses pengecilan ukuran suatu bahan padat secara mekanis tanpa diikuti oleh perubahan sifat kimia dari bahan yang

ditepungkan. Proses penepungan dapat dilakukan beberapa kali sampai diperoleh hasil tepung dengan ukuran fraksi tertentu, namun tidak mudah untuk memperoleh hasil tepung dengan ukuran partikel tertentu. Ukuran partikel hasil gilingan tersebar dalam banyak fraksi (Handerson dan Perry, 1978).

Proses pengecilan ukuran butiran hasil pertanian, menurut Handerson dan Perry (1978), ada tiga cara yaitu pemotongan , penggerusan (peremukan) dan pengguntingan, baik dilakukan sendiri-sendiri atau kombinasi dari ketiganya.

(28)

baru yang dihasilkan oleh pisau tajam relatif tidak rusak. Cara ini akan menghasilkan potongan yang halus dengan kebutuhan energi yang lebih kecil (Handerson dan Perry, 1978).

Penggerusan adalah pengecilan ukuran dengan menggunakan gaya yang melebihi kekuatan bahan. Partikel yang dihasilkan mempunyai bentuk dan ukuran yang tidak beraturan. Sifat permukaan dan partikel tergantung dari jenis bahan dan cara penggunaan gaya. Gaya yang dipakai untuk penggerusan dapat digunakan secara statis dan dinamis. Gaya statis digunakan untuk alat yang memecah dengan rol, sedangkan hammer mill merupakan contoh penggunaan gaya dinamis (Handerson dan Perry, 1978).

Pengguntingan adalah gabungan dari memotong dan menggerus, jika mata pengguntingan tipis dan tajam, kemampuan kerja mendekati proses pemotongan, jika mata pengguntingan tebal dan tumpul maka kemampuan kerja lebih

menyerupai penggerusan. Bahan yang berserat liat sangat baik menggunakan alat dengan prinsip pengguntingan.

Suatu proses penepungan tergantung dari sifat bahan yang akan digiling, bila kadar air dari bahan memiliki sifat relatif keras dan rapuh, untuk menggiling bahan yang demikian akan sesuai bila diterapkan gaya putaran atau gaya gesek (Leniger, 1975).

D. MESIN PENYOSOH BIJI-BIJIAN

(29)

bersumber dari tenaga motor listrik maupun daya dari tenaga penggerak (engine) dengan bahan bakar minyak bensin atau solar (Departemen Pertanian, 1983).

Ruiten (1976) membagi mesin penyosoh menjadi tiga tipe yaitu :

1. Tipe “Vertical Abrasive Whitening Cone

Mesin tipe ini pada dasarnya terdiri dari besi cor yang dilapisi lapisan abrasive. Besi cor berbentuk kerucut yang memiliki dudukan pada sebuah bidang yang dihubungkan dengan sumbu vertikal (Araullo et. al., 1976). Bagian luar batu penyosoh terdapat kasa yang terbuat dari pelat baja, antara batu penyosoh dengan kasa terdapat sebuah ruang yang berjarak 11 – 17 mm (Hardjosentono et. al., 1978), pada kasa dipasang bantalan karet yang berfungsi sebagai penghambat perputaran biji. Jarak renggang antara bantalan dengan batu penyosoh adalah 3 – 5 mm. Lebar bantalan sekitar 30 – 50 mm tergantung ukuran mesin (Araullo et. al., 1976).

Biji-bijian pecah kulit yang masuk ke dalam ruang penyosoh akan disebar secara merata akibat gaya sentrifugal perputaran silinder kerucut, selain proses gesekan oleh silinder penyosoh, juga terjadi pergesekan antara biji-bijian yang satu dengan biji-bijian yang lain sehingga dedaknya mudah dihilangkan (Hardjosentono, 1978). Gambar skematik mesin penyosoh tipe ini dapat dilihat pada Gambar 3.

(30)
(31)

Gambar 3. Penyosoh tipe “vertikal abrasive whitening cone

Gambar 4. Penyosoh tipe “horizontal abrasive whitening machine

(32)

Mesin ini disebut jet pearler karena aliran udara ditekan selama proses penyosohan (Esmay et. al., 1979), mesin rol silinder penyosoh terbuat dari besi baja yang dicetak dengan buah alur memanjang. Lubang ini sebagai jalan udara yang dihembuskan ke sapanjang sumbu berlubang. Silinder penyosoh berputar di bagian dalam ruangan hexagonal yang dibatasi setangkup saringan yang terbuat dari besi baja (Araullo et. al., 1976).

(33)

Gambar 5. Penyosoh tipe ” horizontal friction” atau “jet pearler

E. MESIN PENEPUNG BIJI-BIJIAN

Menurut Leniger (1975), ada dua jenis alat penepungan bila dilihat dari keadaan bahan selama penepungan yaitu :

1. penepungan tipe ”batch” dimana selama penepungan bahan akan tetap ada dalam bak dan baru dikeluarkan bila penepungan telah selesai,

2. penepungan tipe terusan (continue) dimana selama penepungan akan melewati penepung selama sekali lintasan, dengan tipe alat ini hasil gilingan akan mempunyai ukuran yang tidak merata, karena itu alat harus diatur sedemikian rupa sehingga ukuran bahan sesuai yang diizinkan.

Ada beberapa tipe alat penepung menurut Perry dan Chilton, 1973 dan Leniger, 1975 yaitu :

a) Penepung tipe palu (hammer),

(34)

c) Penepung dengan pasak berputar, d) Penepung tipe piring.

Perry dan Green (1984) membagi alat pengecil ukuran bahan menjadi empat kelompok menurut gaya yang dikenakan terhadap bahan, yaitu : 1) bila gaya yang bekerja di antara dua permukaan bahan disebut penggerusan, 2) gaya yang bekerja pada satu permukaan bahan disebut proses pemukulan, 3) gaya yang bekerja tidak pada permukaan bahan tetapi melalui aksi medium sekeliling, 4) gaya yang bekerja bukan dengan energi mekanik tetapi dengan aksi lain seperti kejutan panas dan elektrohidraulik.

Hunt (1978) membagi alat penepung berdasarkan gaya yang bekerja terhadap bahan yaitu :

a. Penepung Tipe Palu (hammer)

Menurut Hunt (1977), penepung palu adalah suatu alat yang digunakan untuk memperkecil ukuran bahan berdasarkan gaya pukulan/impak. Hammer mill terdiri dari palu/pemukul yang berputar pada porosnya. Bahan yang akan digiling masuk ke dalam ruang pemukulan melalui corong pemasukan. Susunan palu yang terdapat pada porosnya akan bergerak bolak-balik memberikan pukulan pada bahan.

(35)

Modulus kehalusan dan indeks keseragaman hasil giling tergantung pada ukuran dari lubang saringan dan laju pengumpanan bahan (Handerson dan Perry, 1978). Kecepatan putar penepung dan bentuk dari pemukul juga merupakan faktor yang mempengaruhi (Pamudji, 1983). Kecepatan putar dari pemukul penepung palu adalah antara 1500 sampai 4000 rpm (Handerson dan Perry, 1978), secara umum dibutuhkan tenaga sebesar satu kilowatt (kw) untuk menggiling satu kilogram bahan permenit pada penepungan sedang (Ismayandi, 1985).

Menurut Handerson dan Perry (1978), beberapa keuntungan dalam menggunakan penepung palu sebagai alat penepung antara lain adalah : 1) bentuk konstruksinya yang sederhana, 2) dapat digunakan untuk menghasilkan hasil giling dengan bermacam-macam ukuran, 3) tidak mudah rusak dengan adanya benda asing dalam ruang penepung, dan 4) biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih murah bila dibandingkan dengan penepung bergerigi. Beberapa kerugian dalam menggunakan penggiling palu adalah : 1) kekurang-mampuan untuk menghasilkan hasil giling yang seragam, 2) kebutuhan tenaga yang tinggi, dan 3) biaya investasi awal yang lebih tinggi dibandingkan penggilingan bergerigi.

b. Penepung Tipe Bergerigi

(36)

bergerak berlawanan, untuk tiga buah piringan yang lain disisinya diam (Ismayandi,1985).

Menururt Handerson dan Perry (1978), laju pemasukan yang berlebihan akan memperkecil keefektifan dari alat dan akan menyebabkan panas yang berlebihan. Tenaga yang diperlukan untuk menggiling akan berkurang bila kecepatan penepungan bertambah (Ismayandi, 1985).

Hasil penepungan dipengaruhi oleh kecepatan putar, kadar air biji, jenis biji yang digiling, laju pemasukan bahan serta kondisi dan jenis piringan penepung (Ismayandi, 1985). Handerson dan Perry (1978) menyebutkan bahwa terdapat beberapa piringan yang dirancang untuk berbagai jenis bahan, umumnya terbuat dari ”Chilled cast iron” walaupun kadang-kadang ada yang terbuat dari ”alloy steel”.

Menurut Richey CB (1961), kecepatan putar gigi penepung bergerigi adalah 1800 rpm, sedangkan menurut Handerson dan Perry (1978) umumnya kecepatan putar penepung bergerigi adalah dibawah 1200 rpm.

(37)

beroperasi tanpa bahan yang digiling maka akan mempercepat kerusakan piringan.

c. Penepung Tipe Silinder

Menurut Hall dan Davis (1978), ukuran penepung silinder didasarkan pada ukuran diameter dan panjang silinder. Sebelum pemasukan bahan yang akan digiling, silinder harus dalam keadaan berputar dengan kecepatan tertentu, bila tidak, maka akan terjadi selip pada belt atau motor menjadi mati. Prinsip kerja dari alat ini adalah penggilasan bahan diantara celah-celah silinder.

Celah antara silinder dapat diatur jaraknya untuk memperoleh derajat kehalusan yang diinginkan, bila jarak antara silinder terlalu dekat maka tenaga yang diperlukan akan menjadi lebih besar, kapasitas penepungan berkurang serta debu banyak terjadi, pada beberapa jenis satu silinder berputar lebih cepat dibandingkan dengan yang lain untuk mendapatkan aksi gilingan yang lebih ringan ketika bahan melalui celah silinder bergerigi sejajar dengan as silinder. Kebutuhan tenaga penggiling silinder tergantung kepada bentuk dan kuantitas biji yang digiling, derajat kehalusan yang diinginkan, kadar air bahan, laju

(38)

d. Penepung Tipe Pisau

(39)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

1. Waktu

Penelitian ini dilakukan dari Februari sampai Mei 2006. Kegiatan penelitian meliputi penelitian pendahuluan, penelitian utama, pengolahan data, dan pembuatan laporan.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di AP4 (Agricultural Products Processing Pilot Plants), Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah malai tanaman buru hotong (Setaria italica (L.) Beauv.), gas dan bahan-bahan kimia untuk uji proksimat (K2SO4, HgO, H2SO4, H3BO3 dan HCl).

2. Alat

(40)

C. METODE PENELITIAN

1. Karakteristik Fisiko-Kimia Buru Hotong

Karakteristik fisiko-kimia buru hotong bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan mutu biji hotong pada setiap malai. Pengamatan meliputi pengukuran dimensi panjang dan berat malai buru hotong, pengukuran berat tiap bagian malai yakni pangkal, tengah dan ujung malai buru hotong, pengukuran dimensi biji hotong, dan mengukur kadar air, massa jenis dan prosentase perbandingan berat biji malai per berat malai serta analisis proksimat buru hotong.

Analisa proksimat meliputi :

a. Analisa Kadar Air

Sampel sebanyak 1.0 gram dihancurkan dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan dan ditimbang, lalu dipanaskan di dalam oven dengan suhu 105oC sampai berat konstan, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar air ditentukan dengan rumus :

% 100 x sampel

awal berat

sampel akhir

berat sampel

awal berat air

Kadar = − ... 1)

b. Analisa Kadar Abu

Sampel sebanyak 1.0 gram ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan dan ditimbang, kemudian dibakar dalam pembakar gas selama 30 menit. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu, setelah itu sampel dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus :

% 100

% x

sampel awal

berat

cawan berat cawan

dan abu berat

Abu = − ... 2)

(41)

Sampel sebanyak 0.1 - 0.2 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100ml, lalu ditambahkan 2 gram K2SO4 dan HgO (1 : 1) dan 2.5 ml H2SO4 pekat,

setelah itu didestruksi selama 30 menit sampai cairan mencapai warna hijau jernih, kemudian dibiarkan sampai dingin, lalu ditambah 35 ml air suling dan 10 ml NaOH pekat sampai warna coklat kehitaman kemudian didestilasi. Hasilnya ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 5 ml H3BO3 dan indikator merah

metil-metilen blue 1 : 4, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N. Kadar protein ditentukan dengan rumus :

Sampel

Sebanyak 1.0 gram sampel yang telah kering di bungkus dengan kertas saring, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Sementara itu, heksan dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya, selanjutnya diekstrak selama 5 jam. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, lalu labu dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC. Kadar lemak ditentukan dengan rumus :

%

e. Analisa Kadar Karbohidrat

Analisa kadar karbohidrat ditentukan secara by difference, yakni dengan rumus :

% Kh = 100% - (Ka + K abu + K protein + KL) ... 6) ` Kadar air bahan diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

(42)

bk = berat kering (gr).

Massa jenis (bulk density) dari biji hotong diperoleh dengan cara menimbang 1 liter biji hotong dalam wadah (perbandingan berat biji hotong dengan volume biji hotong itu sendiri), secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

v m

=

ρ ………...………... 8)

dimana : ρ = massa jenis (gr/ml), m = massa (gr),

v = volume (ml).

Pengukuran prosentase perbandingan berat biji malai per berat malai dapat diukur dengan rumus :

mm mb

R= ………. 9)

dimana : R = prosentase perbandingan berat biji malai per berat malai (%), mb = berat biji hotong (gr),

mm = berat malai hotong (gr).

Handerson dan Perry (1970), untuk biji-bijian berbentuk tidak beraturan dapat dianalisa dengan mengasumsikan diameter efektif biji-bijian sama dengan diameter bola yang volumenya sama. Mohsenin (1970) menyatakan bahwa rata-rata geometris dari tiga dimensi aksial adalah pendekatan yang baik untuk menentukan diameter sepadan bola (volumenya) dengan memasukkan faktor bentuk.

Penentuan panjang ketiga dimensi aksial adalah dengan memproyeksikan biji-bijian tersebut, setelah didapat proyeksi terbesar dan terkecil yang salah satu panjang proyeksi terkecil adalah panjang proyeksi terbesar, dapat ditentukan panjang a, b, dan c. Panjang a dan b berasal dari proyeksi terbesar dengan membuat empat persegi panjang terkecil pada sisi terluar. Panjang a adalah panjang terbesar sisi empat persegi panjang dan yang lebih pendek adalah b. Cara yang sama digunakan terhadap proyeksi terkecil untuk menentukan c (Mohsenin, 1970).

(43)

ketiga dimensi aksialnya. Secara sistematis, diameter biji dirumuskan sebagai berikut :

D = (a x b x c)1/3 ... 10) dimana : D = diameter geometris rata-rata biji hotong (mm), a, b, c = rata-rata proyeksi panjang, lebar, dan tebal biji

dengan pengambilan sampel sebanyak 25 biji (mm).

2. Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengkaji kinerja mesin penyosoh buru hotong yang meliputi kapasitas produksi, efisiensi kipas pada mesin penyosoh, rendemen dan susut tercecer serta mengetahui kualitas hasil penyosohan buru hotong. Penelitian utama juga bertujuan untuk mengkaji kinerja mesin penepung buru hotong yang meliputi kapasitas produksi, rendemen dan susut tercecer serta mengetahui kualitas tepung yang dihasilkan.

Tahap penelitian utama ini akan menggunakan perlakuan terhadap biji hotong pada tingkat kadar air berbeda-beda dengan cara mengeringkan kadar air biji hotong, yaitu kadar air 6.2%, kadar air 8.5% dan kadar air 11.1%. Metode ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar air yang berbeda-beda terhadap performansi alat pada waktu beroperasi.

Adapun dalam analisa data, parameter-parameter yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kapasitas Penyosohan

Kapasitas mesin penyosohan adalah jumlah bahan hotong yang dapat disalurkan selama 1 (satu) jam. Kapasitas penyosohan merupakan kapasitas yang diperoleh sampai biji benar-benar tersosoh (bersih). Kapasitas penyosohan dapat diperoleh dari rumus dibawah ini :

3600 × =

t Wpk

Kps ... .... 11) dimana : Kps = kapasitas penyosohan (kg/jam),

(44)

t = waktu penyosohan (detik).

b. Efektivitas Penyosohan (Rendemen)

Rendemen penyosohan dapat diperoleh dari rumus di bawah ini : %

100 × =

Wp Wpk p

η ... 12)

dimana : ηp = efektivitas penyosohan (%), Wpk = berat biji hotong pecah kulit (kg),

Wp = berat biji hotong yang dimasukan ke penyosohan (kg).

c. Efektifitas Kipas (Blower)

Efektifitas kipas dapat diperoleh dari rumus di bawah ini : %

100 × =

Wkin Wkout k

η ... 13)

dimana : ηk = efektifitas kipas (%),

Wkout = berat dedak yang Keluar menuju kipas (g), Wkin = berat dedak keseluruhan (g).

d. Susut Tercecer Penyosohan

Susut tercecer pada proses penyosohan dapat diperoleh dari rumus di bawah ini :

% 100 x WbTs WbTc

Sts= ... 14) dimana : Sts = susut tercecer penyosohan (%),

WbTc = berat biji tercecer (g),

WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).

e. Kualitas Penyosohan

(45)

% 100

% x

WbTs Wbtk

btk = ... 15) dimana : %btk = persentase biji tersosoh (%),

Wbtk = berat biji tersosoh (g),

WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g). %

100

% x

WbTs Wbttk

bttk = ... 16) dimana : %bttk = persentase biji tak tersosoh (%),

Wbttk = berat biji tak tersosoh (g),

WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).

% 100

% x

WbTs Wbp

bpk = ... 17) dimana : %bpk = persentase biji tersosoh (%),

Wbp = berat biji pecah (g),

WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).

f. Kapasitas Penepungan

Kapasitas mesin penepungan adalah jumlah bahan hotong yang dapat disalurkan selama 1 (satu) jam hingga menjadi tepung. Kapasitas mesin penepung merupakan nilai kapasitas yang diperoleh sampai biji benar-benar menjadi tepung yang halus. Rumus kapasitas penepungan diperoleh dengan rumus :

3600 × =

t Wpk

Kpt ... 18) dimana : Kpt = kapasitas penepungan (kg/jam),

Wpk = berat biji hotong yang ditepungkan (kg), t = waktu penepungan (detik).

g. Efektivitas Penepungan (Rendemen)

Rendemen penepungan dapat diperoleh dari rumus di bawah ini : %

100 × =

Wpk Wt t

η ... 19)

(46)

ηt = efektivitas penepungan (%),

Wt = berat tepung hasil penepungan (kg),

Wpk = berat biji hotong yang dimasukkan ke mesin penepung (kg).

h. Susut Tercecer Penepungan

Susut tercecer penepungan pada proses penepungan dapat diperoleh dari rumus di bawah ini :

% 100 x WtTs WtTc

Stp= ... 20) dimana : Stp = susut tercecer penepungan (%),

WtTc = berat tepung tercecer (g), WtTs = berat tepung keseluruhan (g).

i. Kualitas Penepungan

Mc Colly (1955) menyatakan bahwa setiap bahan berbeda kriteria kasar, sedang, halus berdasarkan derajat kehalusannya, dengan menggunakan test pengayakan tyler dapat ditentukan ukuran partikel dan penyebaran fraksi-fraksi ukuran dalam produk hasil penepungan (Handerson dan Perry, 1978). Test pengayakan ini menggunakan tujuh macam ukuran ayakan yaitu 3/8, 4, 8, 14, 28, 48, 100 mesh dan baki pada tingkat terbawah.

Hall dan Davis (1978) mengemukakan bahwa dalam penentuan mutu hasil giling digunakan dua macam kriteria, yaitu :

1. Derajat kehalusan yaitu merupakan bilangan yang mewakili ukuran rata-rata partikel bahan hasil penepungan. Derajat kehalusan dihitung berdasarkan jumlah fraksi bahan yang tertinggal pada setiap ayakan tyler dibagi dengan 100.

(47)

kategori kasar adalah jumlah fraksi berat yang tertahan pada tiga ayakan pertama dari satu set ayakan tyler, yaitu pada 3/8, 4, dan 8 mesh, sedangkan jumlah fraksi berat yang tertahan pada dua ayakan berikutnya, yaitu 14 dan 28 mesh termasuk dalam kategori sedang. Jumlah fraksi berat pada ayakan selanjutnya, yaitu 48, 100 mesh dan baki digolongkan dalam kategori halus. Perbandingan ketiga kategori bahan tersebut merupakan indeks keseragaman.

Menurut handerson dan Perry (1978), ukuran partikel bahan berdasarkan modulus kehalusan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

D = 0.0041 x (2)FM ... 21) Dimana :

(48)

IV. MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG

A. PRINSIP KERJA MESIN

Proses penyosohan biji hotong terjadi dalam rumah penyosohan yang di dalamnya terdapat roller penyosoh dan plat penyosoh. Kombinasi antara roller penyosoh dan plat penyosoh ini menghasilkan gesekan dan tekanan pada biji hotong. Roller penyosohan berfungsi untuk menggesek biji hotong, sedangkan plat penyosohan berfungsi untuk menekan biji hotong sehingga biji hotong dapat tersosoh dengan baik. Gambar mesin penyosoh buru hotong dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Mesin penyosoh buru hotong

Plat penyosoh terdiri dari 3 (tiga) buah plat di tiga titik sepanjang setengah lingkaran penutup roller. Jadi, proses penyosohan terjadi sebanyak 3 (tiga) kali penyosohan.

(49)

Selanjutnya, proses pemisahan biji tersosoh dengan kulit bijinya adalah dengan pemasangan blower di bawah rumah penyosoh. Blower yang digunakan adalah blower siput yang mempunyai 2 buah lubang. Kedua lubang ini akan digunakan sebagai blower penghembus.

B. MEKANISME KERJA MESIN

Biji hotong dari hopper turun melewati lubang pemasukan dan langsung digesek oleh roller penyosoh yang dikombinasikan dengan tiga buah plat besi di tiga titik sepanjang setengah lingkaran roller penyosoh. Proses penyosohan menggunakan metode gesekan antara roller penyosohan dengan plat penyosohan, yaitu sepanjang setengah lingkaran roller penyosoh, dengan pengaturan jarak renggang yang sebaik-baiknya antara roller penyosoh dengan plat besi maka kulit biji hotong yang kering tersebut akan disosoh dengan baik, dimana di dalam ruang penyosoh terjadi gesekan antara biji dengan roller, biji dengan plat dan antara biji dengan biji. Gambar skematik proses penyosohan dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.

(50)

Biji yang telah tersosoh dan kulit bijinya akan turun ke bawah, lalu disalurkan ke lubang pengeluaran. Sebelum bahan yang diproses keluar dari lubang pengeluaran, kulit biji yang massanya lebih ringan dari bijinya langsung dihisap oleh blower yang dihubungkan ke lubang pengeluaran.

Perputaran roller penyosohan diatur dengan motor listrik yang dihubungkan oleh puli dan sabuk. Cara pengisian biji hotong ke dalam hopper dilakukan secara manual, begitu juga biji yang telah tersosoh ditampung dan diambil dari tempatnya secara manual.

Kapasitas penyosohan yang optimum tercapai apabila biji yang tersosoh sebanyak mungkin atau biji yang tidak tersosoh seminimum mungkin. Kapasitas tinggi juga diperoleh apabila jumlah biji yang dapat disosoh persatuan waktu sebesar mungkin. Kapasitas penyosohan yang dihasilkan tergantung dari kecepatan mengumpan serta tenaga yang tersedia untuk penyosohan. Mesin penyosohan biji hotong dioperasikan oleh satu orang operator.

C. KONSTRUKSI MESIN

C. 1. Desain Fungsional

1. Hopper

Hopper berfungsi sebagai tempat penampung biji hotong yang dilengkapi dengan lubang pemasukan untuk mengatur jumlah biji yang akan masuk ke rumah penyosoh.

2. Rumah Penyosoh

Rumah penyosoh digunakan untuk menopang hopper, roller penyosoh, dan dua buah penutup roller dimana satu bagian merupakan penyosoh dan satu bagian lagi merupakan penutup roller saja. Bagian-bagiannya dapat diuraikan di bawah ini :

(51)

b. Roller Penyosoh : berfungsi sebagai unit penyosoh kulit biji hotong yang berputar bergesekan dengan tiga buah plat besi yang dipasang di sisi salah satu penutup roller.

c. Penutup roller penyosoh : berfungsi untuk menutup roller penyosoh dan sebagai penyosoh yang dikombinasikan dengan roller penyosoh, dimana dua buah penutup roller satu bagiannya merupakan penyosoh dan satu bagian lagi merupakan penutup roller saja.

d. Baut dengan panjang 19 cm dan 20 cm, pipa besi

pejal yang kedua ujung ditap, dan pipa besi bolong diameter 1.2 cm dengan panjang 15 cm sebagai penghubung dua buah plat besi 44 mm.

3. Sistem transmisi dan dudukannya

Sistem transmisi dan dudukan mesin penyosoh biji buru hotong terdiri dari bagian-bagian di bawah ini yaitu :

a. poros : berfungsi untuk meneruskan putaran dari

poros motor listrik ke poros roller penyosoh. Selain itu, poros juga berfungsi sebagai tempat memasang puli.

b. Puli : berfungsi untuk dudukan sabuk, selain itu ukuran diameter puli yang berbeda dapat memperbesar atau memperkecil kecepatan putaran mesin.

c. Sabuk V-belt : berfungsi untuk menyalurkan putaran dari puli pada motor listrik ke puli pada poros roller penyosoh dan ke puli pada poros blower. Panjangnya disesuaikan dengan jarak antar puli yang digunakan. Sabuk yang dipakai tipe A karena mudah didapatkan di pasaran dan disesuaikan dengan tipe puli yang digunakan.

d. Penutup sabuk V-belt dan puli : berfungsi untuk menutup sabuk V-belt dan puli, juga berfungsi sebagai pelindung.

e. Rangka dudukan bearing : berfungsi sebagai

dudukan bearing.

(52)

4. Saluran pengeluaran biji dan kulit hasil penyosohan

Saluran ini berada di bawah rumah penyosohan dan berfungsi sebagai saluran pengeluaran biji dan kulit hasil penyosohan yang belum terpisahkan.

5. Selang pemisahan kulit dengan biji

Saluran ini menghubungkan saluran pengeluaran biji dan kulit tersosoh yang belum terpisah dengan blower penghisap.

6. Kipas (blower)

Blower berfungsi untuk memisahkan partikel kecil dari biji hotong yang sudah tersosoh, seperti kulit biji dan kotoran yang terkandung di dalamnya. Biji yang lebih berat akan tetap jatuh ke bawah pada lubang pengeluaran, dan kulit serta kotoran yang dikandung akan dihisap dan dikeluarkan dari blower menuju siklon. Gambar kipas dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kipas penyosoh buru hotong

7. Motor Penggerak

(53)

8. Rangka penyangga

Rangka penyangga berfungsi sebagai dudukan rumah penyosoh, motor listrik, saluran pengeluaran biji dan kulit hasil penyosohan, dan blower penghisap.

C. 2. Desain Struktural

Mesin ini terdiri atas delapan bagian utama, yaitu : Hopper, rumah penyosoh, sistem transmisi dan dudukannya, saluran pengeluaran biji dan kulit hasil penyosohan, saluran pemisahan kulit dengan biji, kipas, motor listrik, dan rangka penyangga. Gambar teknik mesin penyosoh hotong dapat dilihat pada Lampiran 22.

9. Hopper

Hopper merupakan penampung biji yang terbuat dari plat besi dengan bentuk limas terbalik yang terpotong di bagian bawah. Ukuran Hopper ini adalah pada bagian atas memiliki ukuran (20 x 30) cm, dan pada bagian bawah mempunyai ukuran (13 x 7) cm, sedangkan tingginya 21 cm. Hopper ini menempel pada penutup rumah penyosoh berbentuk huruf U terbalik dan memiliki ukuran.

10. Rumah penyosohan

Rumah penyosoh terdiri dari dua buah plat besi tebal 4 mm dengan ukuran 26.5 cm x 26 cm, dan di bagian bawah diberi besi siku sebagai penyangga dengan ukuran 26.5 cm x 3.5 cm.

Bagian roller penyosoh merupakan silinder karet dengan diameter 22 cm, tebal 4 cm, dan panjang 15 cm, sedangkan bagian tengahnya terdapat dudukan poros 1 inchi.

(54)

dimanfaatkan sebagai penyosoh dengan metode gesekan antara bahan dengan plat dan roller. Di bagian atas penutup roller penyosoh terdapat pipa besi bolong sebagai dudukan baut penghubung antara dua buah plat besi tebal 4 mm, dan di bagian bawah penutup roller penyosoh terdapat besi siku 4.5 cm x 1 cm panjang 15 cm yang dihubungkan oleh baut dengan diameter 2 cm dan panjang 10 cm. Baut dengan diameter 2 cm ini berfungsi sebagai pengatur jarak renggang antara roller penyosoh dengan penutup roller penyosoh.

Untuk menghubungkan dua buah plat besi tebal 4 mm digunakan dua jenis baut, yaitu baut biasa ukuran 8 mm dengan panjang 20 cm sebanyak dua buah, dan besi pipa pejal diameter 6 mm yang kedua ujungnya ditap dan dijadikan baut dengan panjang 19 cm sebanyak 4 buah. Sebagai penutup besi pipa yang ditap dan dijadikan baut digunakan pipa besi bolong diameter 1.2 cm dan panjang 15 cm.

11.Sistem transmisi dan dudukannya

Sistem transmisi terdiri dari satu bauh poros yang ditempatkan pada roller penyosoh. Penghubung antara puli adalah sabuk V-belt tipe A, pada sistem transmisi dibuat juga penutup sabuk dan puli yang terbuat dari plat.

12.Saluran pengeluaran biji dan kulit hasil sosoh

Saluran ini berada di bawah rumah penyosoh yang dihubungkan dengan 4 buah baut 8 mm yang dibuat ke rangka penyangga. Bagian ini terbuat dari besi plat dan mempunyai bentuk balok dengan ukuran ( 10 x 9) cm.

13. Selang pemisahan kulit dengan biji

Bagian ini memiliki bentuk silinder dengan panjang selang 1 meter dan diameter 8 cm.

14.Kipas

(55)

menggunakan motor 1 phase, sedangkan tegangan yang digunakan 220 V dan mempunyai rpm sebesar 3000/3666 rpm.

15.Motor penggerak

Motor penggerak mesin penyosoh kulit biji hotong ini adalah motor listrik yang menggunakan arus AC tiga fasa, dengan daya 2.2 kw, sedangkan tegangan yang digunakan 500 V dan mempunyai rpm sebesar 1425 rpm.

16. Rangka penyangga

(56)

V. MESIN PENEPUNG BIJI BURU HOTONG

A. PRINSIP KERJA MESIN

Proses penepungan biji hotong terjadi dalam rumah penepungan yang di dalamnya terdapat pisau penepung yang berbentuk balok pejal yang berputar dan balok pejal statis. Kombinasi antara pisau penepung berbentuk balok pejal yang berputar dan balok pejal statis menghasilkan tumbukan dan tekanan pada biji hotong. Pisau penepung berbentuk balok yang berputar berfungsi untuk menumbuk biji hotong, sedangkan pisau balok yang diam berfungsi untuk menekan biji hotong sehingga biji hotong dapat menjadi tepung yang berkualitas baik (halus). Gambar mesin penepung buru hotong dapat dilihat pada Gambar 9.

(57)

Menurut Perry dan Chilton (1978), penggiling pisau digunakan untuk bahan yang liat atau berserat, dimana aksi pengguntingan lebih efektif

dibandingkan dengan tekanan maupun pukulan/impak. Laju pemasukan bahan pada ruang pemotong hendaknya tidak melebihi panjang dari pisau pemotong dengan ketebalan bahan pengumpan tidak lebih dari 1 inchi. Bentuk umum dari alat penggiling ini adalah rotor dengan pisau pemotong berputar pada ruang pemotongan dan memotong bahan dengan bantuan pisau tetap pada keliling luar bahan yang digiling akan keluar melalui saringan dengan ukuran maksimum tergantung pada jenis saringan yang digunakan.

Setelah terjadi penepungan di dalam rumah penepungan, tepung akan dilanjutkan menuju lubang pengeluaran mesin penepung. Tepung akan ditampung pada wadah mesin penepung yang berupa karung.

B. MEKANISME KERJA MESIN

(58)

Gambar 10. Pisau penepung biji hotong

Biji yang telah menjadi tepung akan turun ke bawah karena terdorong oleh pisau untuk keluar dari rumah penepungan melalui saringan, lalu disalurkan ke lubang pengeluaran. Partikel yang lebih kecil atau sama ukuran partikelnya dengan ukuran mesh saringan maka partikel tepung akan disalurkan ke lubang pengeluaran mesin penepung.

Perputaran pisau penepung diatur dengan motor listrik yang dihubungkan oleh puli dan sabuk. Cara pengisian biji hotong ke dalam hopper dilakukan secara manual, begitu juga biji yang telah menjadi tepung ditampung dan diambil dari tempatnya secara manual.

Kapasitas penepungan yang optimum tercapai apabila biji yang menjadi tepung dengan kualitas baik (halus) yang dihasilkan banyak atau biji yang tidak halus seminimum mungkin. Kapasitas tinggi juga diperoleh apabila jumlah biji yang dapat ditepungkan persatuan waktu sebesar mungkin. Kapasitas penepungan yang dihasilkan tergantung dari kecepatan mengumpan serta tenaga yang tersedia untuk penepungan. Mesin penyosohan biji hotong dioperasikan oleh satu orang operator.

C. KONSTRUKSI MESIN

C.1. Desain Fungsional

Bagian-bagian dari mesin penepungan buru hotong antara lain : 1. Hopper

Hopper berfungsi sebagai tempat penampung biji hotong yang dilengkapi dengan lubang pemasukan untuk mengatur jumlah biji yang akan masuk ke rumah penepungan.

(59)

Rumah penepung digunakan untuk menopang hopper, pisau penepung, dan saringan serta penutup pisau penepung. Bagian-bagiannya dapat diuraikan di bawah ini :

a. Pisau penepung

Pisau penepung berfungsi sebagai unit penepung biji hotong yang berputar bertumbukan dengan pisau penepung yang lain dimana pisau yang lain tersebut diam. Pisau penepung ini terdiri dari 4 pisau, di mana pisau ini akan bergesekan dengan pisau yang lainnya. Gambar pisau penepung buru hotong yang berputar dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Pisau penepung buru hotong yang berputar

b. Penutup pisau penepung

(60)

Gambar 12. Pisau penepung buru hotong statis

c. Saringan

Saringan berfungsi sebagai penentu ukuran partikel tepung yang diinginkan sehingga diperoleh hasil tepung yang halus sesuai ukuran meshnya. Saringan ini berbentuk lingkaran dimana ukurannya disesuaikan dengan lingkaran rumah penepung. Gambar saringan penepung buru hotong dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Saringan penepung buru hotong ukuran mesh 14

3. Sistem transmisi dan dudukannya

Sistem transmisi dan dudukan mesin penepung biji buru hotong terdiri dari bagian-bagian di bawah ini yaitu :

a. poros : berfungsi untuk meneruskan putaran dari

(61)

b. Puli : berfungsi untuk dudukan sabuk, selain itu ukuran diameter puli yang berbeda dapat memperbesar atau memperkecil kecepatan putaran mesin.

c. Sabuk V-belt : berfungsi untuk menyalurkan putaran dari puli pada motor listrik ke puli pada poros pisau penepung. Panjangnya disesuaikan dengan jarak antar puli yang digunakan. Sabuk yang dipakai tipe A karena mudah didapatkan di pasaran dan disesuaikan dengan tipe puli yang digunakan.

d. Penutup sabuk V-belt dan puli : berfungsi untuk menutup sabuk V-belt dan puli, juga berfungsi sebagai pelindung.

e. Rangka dudukan bearing : berfungsi sebagai

dudukan bearing.

f. Bearing : berfungsi sebagai dudukan poros atau as. Ukuran bearing yang dipakai sesuai dengan ukuran diameter as yang digunakan.

4. Saluran pengeluaran tepung hasil penepungan

Saluran ini berada di bawah rumah penepungan dan berfungsi sebagai saluran pengeluaran tepung yang dihasilkan dari proses penepungan yang ada di rumah penepung.

5. Motor Penggerak

Motor penggerak dari mesin penepungan biji hotong ini adalah motor listrik yang berfungsi untuk menghasilkan putaran sebagai sumber tenaga.

6. Rangka penyangga

(62)

C.2. Desain Struktural

Mesin ini terdiri atas enam bagian utama, yaitu : Hopper, rumah penepung, sistem transmisi dan dudukannya, saluran pengeluaran tepung, motor listrik, dan rangka penyangga. Gambar teknik mesin penepung hotong dapat dilihat pada Lampiran 23.

7. Hopper

Hopper merupakan penampung biji yang terbuat dari plat besi dengan bentuk limas terbalik yang terpotong di bagian bawah. Ukuran Hopper ini adalah (27 x 20 x 21) cm. Hopper ini menempel pada penutup rumah penyosoh berbentuk huruf U terbalik dan memiliki ukuran.

8. Rumah penepung

Rumah penepung terdiri dari pisau penepung baik yang berputar maupun statis dan terdapat saringan dengan ukuran 14 mesh. Pisau penepung yang berputar terdiri dari pisau balok sebanyak empat buah dengan ukuran (3 x 2 x 2) cm dan pisau silinder sebanyak delapan buah dengan diameter 1.5 cm dan panjangnya 2.5 cm. Pisau statis terdiri dari pisau balok sebanyak 24 buah dengan ukuran (2 x 2 x 1.5) cm.

9. Sistem transmisi dan dudukannya

Sistem transmisi terdiri dari satu bauh poros yang ditempatkan pada roller penyosoh. Penghubung antara puli adalah sabuk V-belt tipe A, pada sistem transmisi dibuat juga penutup sabuk dan puli yang terbuat dari plat.

10.Saluran pengeluaran tepung hasil penepungan

Saluran ini berada di bawah rumah penyosoh yang dihubungkan dengan 4 buah baut 8 mm yang dibuat ke rangka penyangga. Bagian ini terbuat dari besi plat dan mempunyai bentuk balok ukuran (15 x 6) cm.

(63)

Motor penggerak mesin penyosoh kulit biji hotong ini adalah motor listrik yang menggunakan arus AC tiga fasa, , dengan daya 2.2 kw, sedangkan tegangan yang digunakan 380 V dan mempunyai rpm sebesar 1425 rpm.

12. Rangka penyangga

Rangka penyangga merupakan meja persegi panjang yang terbuat dari besi plat dengan ukuran (37 x 13.5) cm dan tinggi kaki 29 cm (posisi kaki miring). Diatas meja besi plat akan diletakkan rumah penepung dan hopper, sedangkan di bawah besi plat diletakkan motor penggerak dan saluran pengeluaran tepung.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA BURU HOTONG 1. Kandungan Gizi Biji Buru Hotong

(64)

menunjukkan bahwa kandungan gizi tiap bagian malai tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05, kecuali pada kandungan abu tiap bagian malai berbeda nyata pada taraf nyata 0.05. Pengukuran analisis keragaman ini menggunakan anova single factor dengan taraf nyata 0.05, analisa ini dapat dilihat pada Lampiran 18.

Kandungan gizi pada bagian tengah malai buru hotong sangat bagus apabila dibandingkan dengan bagian ujung dan pangkal malai hotong, yakni terlihat bahwa kandungan protein dan karbohidrat yang cukup tinggi dibandingkan pada bagian yang lainnya. Kadar protein dan kadar karbohidrat pada bagian tengah yaitu (13.36 ± 0.28)% dan (67.91 ± 0.09)%, pada bagian pangkal memiliki kadar protein dan kadar karbohidrat sebesar (13.18 ± 0.14)% dan (67.59 ± 0.28)%, sedangkan kadar protein dan kadar karbohidrat pada bagian ujung buru hotong sebesar (13.36 ± 0.12)% dan (67.49 ± 0.21)%. Kandungan gizi tiap bagian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi buru hotong

Komponen Pangkal (%) Tengah (%) Ujung (%) Keseluruhan (%) Kadar Air

Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Karbohidrat Kadar Abu

11.85 ± 0.04 13.18 ± 0.14 3.72 ± 0.23 67.59 ± 0.28

3.68 ± 0.13

11.82 ± 0.05 13.36 ± 0.28 3.84 ± 4.04 67.91 ± 0.09

3.08 ± 0.07

11.84 ± 0.10 13.36 ± 0.12 4.04 ± 0.11 67.49 ± 0.21

3.28 ± 0.08

11.83 ± 0.61 13.30 ± 0.18 3.86 ± 0.22 67.66 ± 0.19

3.35 ± 0.10

Kadar lemak pada bagian ujung buru hotong merupakan kandungan terbesar bila dibandingkan dengan pada bagian pangkal dan tengah yaitu sebesar (4.04 ± 0.11)%, pada bagian pangkal mempunyai kadar lemak sebesar (3.72 ± 0.23)%, sedangkan pada bagian tengah mempunyai kadar lemak sebesar (3.84 ± 4.04)%.

Gambar

Tabel 1. Kandungan gizi  biji buru hotong dibandingkan dengan      biji
Gambar 1. Tanaman buru hotong
Tabel 1. Kandungan gizi  biji buru hotong dibandingkan dengan biji        hermada dan beras (Rokhani, et al., 2003)  b)a)
Gambar 2. Bagan alir kegiatan pascapanen buru hotong
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sebagai bahan pangan, hotong yang berbentuk biji dengan diameter hanya sekitar 1 mm, dikenal sangat khas dan digemari dan berpotensi dikembangkan menjadi berbagai produk pangan

penepungan pada jen;s pcnepung lainnya sampai di peroleh mesin yang tepat untuk menggiling biji bu'u hotong dcngsn rnetode kering nelalui perendaman. Bahan yang sulit

Dalam tolok ukur KCT ini, interaksi dengan perlakuan suhu 50ºC selama 48 jam pada periode afterripening 9 MSP yaitu 21,1% KN/etmal secara nyata efektif untuk mematahkan

Hasil uji performansi mesin penepung tipe disc me- nunjukkan bahwa penggunaan mesin yang optimal adalah pada kecepatan 5.700 rpm dengan menggunakan ukuran saringan 80 mesh yakni

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat jumlah kadar lemak pada biji hotong dari Desa Waelo berbeda pada kontrol maupun pada setiap perlakuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja mesin penyosoh biji juwawut (Setaria italica (L.) P. Beauvois) tipe abrasive roll pada berbagai tingkat kadar air

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan melakukan analisis kinerja mesin penepung tipe palu hammer mill menggunakan bahan baku hotong dengan berbagai tingkat kecepatan putar yang