• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Metode Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian kita akan membutuhkan suatu metode untuk lebih mempertajam dan menjelaskan penelitian tersebut. Maka penelitian akan menggunakan metode sejarah untuk lebih memudahkan peneliti agar mencapai hasil yang maksimal. Dimana metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan jejak-jejak peniggalan dimasa lampau.7 Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah antara lain:

Heuristik yaitu tahap awal yang dilakukan untuk mencari data-data melalui berbagai sumber yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap ini, sumber data dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu studi lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library research). Data dari hasil studi lapangan dapat diperoleh melalui wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Pengumpulan data yang secara langsung terjun ke Kantor Camat Kecamatan Paranginan, Kantor Kepala Desa Pearung dan Dinas Pariwisata Kabupaten Humbang Hasundutan untuk memperoleh data dengan terlebih dahulu menerapkan kriteria informan. Studi kepustakaan dapat diperoleh dari berbagai buku, dokumen, dan arsip serta mengunjungi Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

Kritik sumber yaitu proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran data sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif. Dimana dalam tahap

7Louis Gottchalk, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985, hlm. 39.

ini sumber sejarah dapat digunakan untuk mendapatkan otentisifitas dan kredibilitas sumber. Upaya yang dilakukan dalam kritik sumber ada 2 yaitu, kritik internal adalah kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuaian data dengan permasalahan yang diteliti dan memperoleh dokumen yang asli dengan menganalisis beberapa sumber tertulis. Kritik eksternal adalah mencari kebenaran sumber pustaka yang diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan denagn informan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kredibilitas sumber atau kebenaran isi dari sumber tersebut.8

Interpretasi yaitu hasil pengamatan dan penganalisisan terhadap sumber-sumber yang telah diteliti. Dalam tahapan ini data yang diperoleh dianalisis sehingga sifatnya lebih objektif. Dengan perkataan lain, data-data yang diperoleh dianalisis sehingga data tersebut menjadi fakta. Interpretasi sangat dibutuhkan keakuratannya karena interpretasi mengarahkan peneliti kepada objek yang sesungguhnya.

Historiografi yaitu penyusunan fakta-fakta yang dapat dipercaya menjadi kajian yang menarik dan memperhatikan aspek kronologisnya. Historiografi ini merupakan klimaks dari sebuah metode penelitian sejarah.9 Penelitian tersebut akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang sifatnya deskripsi-analitis yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis, dan tentunya berpedoman pada outline yang telah dirancang sebelumnya.

8 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1995, hlm. 99.

9 Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Jakarta:Gramedia, hlm.58.

BAB II

WISATA SIPINSUR DI DESA PEARUNG KECAMATAN PARANGINAN TAHUN 1988

2.1 Letak Geografis

Sipinsur adalah salah satu kawasan wisata alam yang terdapat di Desa Pearung Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. Sipinsur sebagai salah satu tempat wisata yang diminati masyarakat memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri karena menyuguhkan keindahan alam dengan panorama Danau Toba.

Sipinsur menjadi daerah wisata yang dikembangkan masyarakat dan Pemerintah untuk menarik wisatawan datang.

Kecamatan Paranginan memiliki 10 desa dan masing-masing memiliki luas yang berbeda-beda. Adapun desa yang berada di Paranginan adalah sebagai berikut:

 Lobu Tolong

 Lobu Tolong Habinsaran

 Lumban Barat

 Lumban Sialaman

 Lumban Sianturi

 Paranginan Selatan

 Paranginan Utara

 Pearung

 Pearung Silali

 Siboru Torop

Secara geografis, Desa Pearung berada pada 2013’-2020’ Lintang Utara, dan 98047’-98057’ Bujur Timur. Daerah ini berada pada ketinggian 1.100-1250 mdpl, dengan luas wilayah 5 km2 atau 500 Ha. Desa Pearung ini adalah salah satu desa dari 10 desa di Kecamatan Paranginan, dengan batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Desa Sigumpar

 Sebelah Selatan : Desa Sigumpar 1

 Sebelah Timur : Desa Pearung Silali

 Sebelah Barat : Kecamatan Muara

Jarak antara Desa Pearung sebagai tempat wisata Sipinsur ke Doloksanggul ibukota Humbang Hasundutan sekitar 23 km ditempuh dengan menggunakan kendaraan.

Desa Pearung didiami oleh mayoritas suku Batak Toba yang bermarga Siregar. Sejarah desa ini dimulai dengan kedatangan Marga Siregar dari Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara untuk membuka perkampungan di dataran tinggi.

Marga Siregar ini terbagi menjadi 2 yaitu Siregar Silo dan Siregar Silali. Adapun marga yang lain seperti Sihombing, Hutasoit, Sianturi, Sinaga, Silaban, Simanjuntak

dan yang lain adalah perkawinan anak dan boru dengan marga yang lain, dan pendatang yang bukan penduduk asli.10

2.2 Keadaan Penduduk

Tingkat perkembangan dan potensi suatu daerah dapat diketahui dari jumlah dan kepadatan penduduk yang diketahui dari komposisi penduduk berdasarkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan serta umur. Di Desa Pearung terbagi menjadi 4 dusun dan terdiri dari jumlah kepala keluarga yang berbeda-beda.

Tabel I: Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin11

No. Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 514

2. Perempuan 456

Jumlah 970

Berdasarkan data dari Kantor Kepala Desa Pearung bahwa jumlah kepadatan penduduk desa Pearung adalah 970 orang dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 230 KK. Jumlah penduduk laki-laki 514 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 456 jiwa. Dari data di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan.

10 Wawancara, Hardi Siregar, Kepala Desa Pearung, 25 Februari 2019 11 Kantor Kepala Desa Pearung tahun 2005

Tabel II: Distribusi Penduduk menurut Kelompok Umur12

No. Kelompok umur Jumlah

1. 0-5 tahun 110

2. 6-16 tahun 317

3. 17-60 tahun keatas 543

Jumlah 970

Data di atas menunjukkan penduduk Desa Pearung yang berumur 0-5 tahun sebanyak 110 orang, berumur 6-16 tahun sebanyak 317 orang dan yang berumur 17-60 tahun ke atas sebanyak 543 orang. Ini menunjukkan bahwa pengelompokan penduduk berdasarkan kelompok umur dapat memberikan gambaran mengenai besarnya penduduk usia kerja dan produktif di Desa Pearung.

2.2.1 Mata Pencaharian

Setiap daerah mempunyai mata pencaharian yang berbeda-beda tergantung dari letak geografisnya. Pada umumnya untuk melangsungkan kehidupan masyarakat yang tinggal di desa memiliki mata pencaharian sebagai petani. Bertani sudah mendarah daging dan dilakukan secara turun-temurun. Pertanian sudah menjadi kegiatan sehari-hari terutama bagi masyarakat yang tinggal dekat pegunungan. Hal ini juga yang terjadi pada Desa Pearung yang menggantungkan perekonomiannya pada

12 Kantor Kepala Desa Pearung 2005

pertanian. Penduduk Desa Pearung mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani sedangkan lainnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), wiraswasta, pedagang dan buruh.

Tabel III: Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian13

No. Pekerjaan Persentase

1. Petani 90,00%

2. PNS 7,00%

3. Pedagang/pengusaha 3,00%

Berdasarkan data dari Kantor Kepala Desa Pearung maka dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian Desa Pearung adalah petani sebanyak 90,00%, PNS sebanyak 7,00 % dan pedagang/pengusaha sebanyak 3,00%.

Mata pencaharian di Desa Pearung lebih banyak petani hal tersebut didukung oleh kondisi geografis daerah ini sangat potensial sebagai lahan pertanian. Tanaman yang ditanam masyarakat adalah kopi, sayuran, buah-buahan dan padi. Hasil pertanian digunakan untuk keperluan sehari-hari dan sebagian dijual. Walaupun terdapat berbagai macam hasil pertanian masyarakat tetapi yang lebih dikembangkan adalah tanaman kopi. Desa Pearung dikenal sebagai penghasil kopi terbesar di Kecamatan Paranginan.

13 Kantor Kepala Desa Pearung tahun 2005

Adapun penduduk asli dan penduduk pendatang memiliki mata pencaharian sebagai petani, dimana penduduk asli memiliki lahan pertanian dari warisan keluarga.14 Sedangkan penduduk pendatang yang merupakan boru mendapat bagian tanah dari keluarga dengan sistem sewa atau meminjam. Sistem ini diberlakukan karena penduduk pendatang memiliki hubungan keluarga dengan masyarakat setempat. Pada tahun 1988 dalam mengelola lahan pertanian masyarakat masih menggunakan alat pertanian yang sederhana seperti cangkul, sabit dan sebagainya.

Untuk membanjak sawah masih menggunakan tenaga hewan yaitu tenaga kerbau.

Sebagai usaha sampingan, penduduk Desa Pearung juga memelihara jenis hewan peliharaan seperti kerbau, babi, ayam dan anjing. Penggunaan lahan pertanian di Desa Pearung masih relatif rendah dilihat dari lahan yang masih banyak ditumbuhi semak belukar dan ilalang. Selain itu karena lahan di daerah ini masih berbukit-bukit sehingga susah untuk dikelola penduduk setempat. Masyarakat di Desa Pearung yang usia produktif banyak yang memilih merantau daripada mengelola lahan untuk dijadikan pertanian. Sehingga dalam mengelola lahan pertanian itu hanya mengandalkan tenaga keluarga saja.

2.2.2 Pendidikan

Pendidikan sebagai suatu kebutuhan yang sangat penting berkembang juga pada masyarakat Desa Pearung. Menurut UU No.20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

14 Wawancara, Tobok Siregar, Penduduk Desa Pearung, 23 Februari 2019

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan memberikan kesempatan untuk mengubah anak-anak mereka untuk mengalami kehidupan yang lebih baik. Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal, informal dan nonformal.

Pendidikan di Desa Pearung sebelum tahun 1950 masih relatif rendah hal ini disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Pada tahun 1980-an di Desa Pearung hanya ada satu sekolah yaitu SD Inpres 173776 Pearung.

Sedangkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) belum ada. SMP dan SMA ada di Kecamatan Lintongnihuta dengan menempuh jarak sekitar 5-10 kilometer. Dari Desa Pearung ditempuh dengan berjalan kaki dan baru tahun 2003 menggunakan bus sekolah. Meskipun demikian mereka tetap bersemangat sekolah, karena bagi anak-anak bisa bersekolah adalah hal yang patut disyukuri.

Bagi masyarakat desa motivasi untuk menyekolahkan anak-anak mereka mulai dari SD sampai SMA bahkan ke Perguruan Tinggi merupakan kewajiban setiap keluarga. Namun karena kondisi sebagian ekonomi masyarakat yang minim menyebabkan banyak dari anak-anak desa Pearung akhirnya hanya mengecap pendidikan pada tingkat SMP dan SMA dan memilih untuk marjalang. 15 Setiap anak yang sudah diberangkatkan oleh orangtuanya dianggap mampu bertanggung jawab

15 Marjalang dalam Bahasa Indonesia adalah Merantau.

dan mandiri, bahkan diharapkan orangtuanya bisa membantu meringankan beban orangtuanya.

2.2.3 Fasilitas yang tersedia

Ada banyak fasilitas yang tersedia di desa Pearung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

a. Kesehatan

Di dalam setiap desa tentunya memiliki fasilitas kesehatan sebagai pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Di Desa Pearung terdapat fasilitas kesehatan seperti 1 unit Poskesdes dan 1 unit Puskesmas dengan jumlah tenaga kesehatan 5 orang bidan.

Secara umum fasilitas kesehatan ini berfungsi untuk pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam pengobatan yang bersifat pertolongan pertama. Fasilitas kesehatan ini berada dekat dengan Kantor Kepala Desa dan rumah-rumah masyarakat sehingga lokasinya mudah dijangkau bagi seluruh masyarakat desa.

Dengan adanya fasilitas kesehatan ini masyarakat lebih mudah untuk datang berobat. Dimana sebelum ada fasilitas kesehatan ini masyarakat harus ke Doloksanggul dengan menempuh jarak yang jauh. Masyarakat dilayani dengan baik dan ramah karena bidan yang ada di Desa Pearung berasal dari desa setempat.

b. Tempat ibadah

Di Kecamatan Paranginan yang berjumlah 11 desa masing-masing memiliki fasilitas tempat ibadah. Tempat ibadah ini berupa Gereja seperti HKBP, HKI, GPDI, Katolik dan masih banyak lagi. Di Desa Pearung memiliki tempat ibadah yaitu gereja HKBP yang dibangun pada tahun 1889 resort Paranginan.

Namun karena hanya gereja HKBP yang ada di Desa Pearung dan ada juga yang Katolik maka banyak masyarakat yang gereja di Kecamatan Lintongnihuta.

Acara kebaktian di Gereja dilakukan sekali seminggu dengan dua sesi. Adanya kebaktian pada pagi hari untuk Sekolah Minggu dan siangnya untuk ibadah dewasa.

c. Rumah

Penduduk Desa Pearung yang mayoritas menggantungkan perekonomian pada hasil pertanian selalu mengalami perubahan. Kehidupan ekonomi masyarakat petani tidak menentu setiap waktu. Perekonomian masyarakat masih tergolong rendah dan minim sehingga mempengaruhi bentuk rumah masyarakat. Pada tahun 1980-an sebagian besar rumah masyarakat terbuat dari papan ada yang berbentuk rumah panggung bahkan masih ada yang berlantai tanah.16 Sebagian kecil masyarakat semi beton dan beton adalah milik masyarakat yang bekerja sebagai PNS.

16 Wawancara, op. cit,. Hardi Siregar.

d. Transportasi

Transportasi merupakan sarana untuk pendukung dalam masyarakat dalam hal ini untuk pertanian. Transportasi memiliki peran penting dalam pemasaran dan pengangkutan hasil pertanian. Akan tetapi karena faktor ekonomi yang kurang mendukung mengakibatkan sebagian besar masyarakat petani di Desa Pearung mengurungkan niat untuk memiliki transportasi.

Pada tahun 1980 fasilitas jalan sebagai sarana penghubung desa dengan ibukota dalam kondisi yang memprihatinkan. Jalan yang rusak dan berlubang membuat masyarakat kesulitan untuk mengangkut hasil pertanian untuk dijual ke pasar. Untuk mengangkut hasil pertanian ke pasar masyarakat berjalan kaki, menggunakan pedati dan adapun angkutan umum sangat jarang. Dimana pada saat angkutan umum pun belum ada.17

e. Fasilitas lainnya

Fasilitas yang mendukung kegiatan sosial masyarakat sehari-hari seperti warung dan toko masih terbatas. Misalnya toko yang menjual kebutuhan pertanian seperti pupuk, pestisida dan bibit serta kebutuhan sehari-hari masih sulit dijangkau.

Sehingga masyarakat petani harus pergi ke desa lain atau ibukota untuk mendapatkannya.

17 Wawancara, op. cit., Tobok Siregar.

Warung dan toko yang ada di Desa Pearung yang dijual pun masih sedikit dan kurang memadai. Penduduk banyak yang kemudian harus pergi ke desa lain untuk mencari kebutuhan pertanian.

2.3 Wisata Sipinsur di Desa Pearung

Kabupaten Tapanuli Utara adalah salah satu wilayah yang memiliki perkembangan yang baik dilihat dari segi ekonomi. Potensi alam pun sangat baik sehingga dikelola dengan baik. Mulai tahun 1950 daerah Kabupaten Tapanuli Utara secara berkesinambungan telah dipimpin oleh Bupati yang sudah berganti-ganti.18 Kabupaten Tapanuli Utara memiliki banyak daerah yang cukup terkenal terutama karena hasil bumi seperti padi, kopi, sayuran dan buah-buahan. Peranan daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam pembangunan sangat menonjol. Melalui pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi diberbagai sektor di Kabupaten Tapanuli Utara. Dimana sektor pertanian dan perkebunan menjadi peranan utama dalam meningkatkan pendapatan petani.

Sejalan dengan lanjutnya pembangunan, maka pembangunan di bidang sektor pariwisata pun juga berkembang walaupun masih kurang diperhatikan di semua daerah. Salah satunya adalah wisata Sipinsur yang sudah ada sebelum tahun 1990-an.

Seiring dengan pergantian periode dari Bupati di Tapanuli Utara kemajuan diberbagai sektor makin meningkat dan dalam hal ini dalam sektor pariwisata.

18 Kabupaten Tapanuli Utara-https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tapanuli_Utara, diakses tanggal 03 Maret 2019

Dimana kemudian banyak tempat wisata yang dikelola Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara. Dari banyaknya tempat wisata yang dibangun dan dikelola, pada tahun 2001 barulah tempat wisata Sipinsur diperhatikan walaupun sebelumnya sudah dibuka masyarakat setempat menjadi tujuan wisata.

Setiap tempat memiliki cerita tersendiri, yaitu sebuah cerita tentang terbentuknya nama pengenalan wilayah sejalan dengan keberadaan tempat itu. Hal ini sangat tergantung pada keberadaan alam maupun konteks penemuannya. Berdasarkan sejarahnya wisata Sipinsur adalah daerah yang ditumbuhi oleh semak belukar dan masih seperti hutan belantara. Sebelum Sipinsur nama tempat itu adalah Tano Takko (tanah curian) disebutkan karena pada masa itu tempat tersebut sebagai persembunyian pahlawan yang bernama Melanthon Siregar dari kolonial Belanda.19 Setelah lama kemudian ketika masyarakat mulai memanfaatkan lahan digunakan untuk pertanian maka daerah Sipinsur dibuka dan dimanfaatkan masyarakat untuk menanam padi darat karena lahan tersebut cocok untuk pertumbuhan padi tersebut.

Untuk menjaga kelestarian alam karena daerah Sipinsur ini berada di dataran tinggi Pearung maka supaya menghindari longsor masyarakat menanam pohon pinus dipinggiran lahan pertanian mereka. Pohon pinus tersebut diperoleh dari bibit yang didapatkan dari hutan-hutan yang ada di Pearung.

Setelah beberapa tahun kemudian lahan Sipinsur tidak dikelola lagi karena daerah itu sudah hampir semua ditanami pohon pinus dan penduduk Pearung

19 Wawancara, Bosmen Siregar, Pearung, 23 Februari 2019

berpindah tempat mencari lahan pertanian dan lebih memilih untuk menanam tanaman kopi, dan sayur-sayuran. Pada tahun 1988 masyarakat di Desa Pearung membuka lahan Sipinsur menjadi tujuan wisata dan yang mengelola adalah masyarakat setempat sehingga kurang dirawat dengan baik. Para pengunjung yang datang pun hanya masyarakat di Kecamatan Paranginan dan Lintongnihuta.

Melihat kondisi itulah kemudian Pemerintah Tapanuli Utara mengambil peran untuk kembali mengelola lahan Sipinsur agar pengunjung yang datang semakin banyak dan tidak hanya berasal dari daerah itu.

2.4 Kepemilikan Lahan Wisata Sipinsur

Setiap lahan atau tempat yang akan dijadikan sebagai daerah yang berfungsi dan bermanfaat bagi masyarakat akan dikelola dan dilestarikan. Lahan akan dimanfaatkan oleh masyarakat apabila memberikan keuntungan bagi mereka.

Masyarakat yang telah menetap di Desa Pearung kemudian mengelola lahan dan dibagi berdasarkan wilayah yang ditempati. Menurut penuturan dari masyarakat bahwa pembagian lahan berdasarkan keturunan.

Masyarakat Desa Pearung dibagi atas 2 pomparan (keturunan) yaitu pomparan Siregar Silo dan Siregar Silali. Keturunan Siregar Silo yang menempati wilayah yang lebih luas karena keturunannya lebih banyak. Dengan pembagian

wilayah tersebut kemudian masyarakat mengelolanya menjadi lahan pertanian seperti ladang, kebun dan sawah.20

Namun tidak semua lahan itu dikelola masyarakat secara perorangan, ada juga yang dikelola bersama dengan satu keturunan itu. Dalam hal ini adalah dijadikannya satu lahan yang bisa dikerjakan oleh banyak orang, seperti lahan Sipinsur yang sebelumnya ditanami padi darat. Masyarakat saling membantu dan bergotong royong dalam mengelola lahan tersebut. Dalam hal ini sistem marsiadapari atau marsirimpa21 masih sangat kental dalam masyarakat Desa Pearung.

Setelah beberapa tahun kemudian lahan Sipinsur ini tidak dapat digunakan masyarakat menjadi lahan pertanian karena telah ditumbuhi oleh pohon pinus dan akhirnya keturunan Siregar Silo membiarkan lahan itu dan tidak dijamah lagi. Lahan Sipinsur lama dibiarkan masyarakat hingga kemudian banyak masyarakat yang berburu babi hutan membuka jalan dari Sipinsur sampai ke Muara di Kabupaten Tapanuli Utara. Dari situlah kemudian dibuka kembali jalan menuju Sipinsur dan jalan itu semakin lebar ketika penduduk Pearung ada yang membawa hasil pertaniannya untuk dijual ke Pasar Muara.

Pada tahun 1988, keturunan Siregar Silo membuka kembali lahan Sipinsur dan dijadikan tempat tujuan untuk wisata dengan keindahan alam banyak pohon

20 Wawancara, op. cit., Bosmen Siregar.

21 Marsiadapari atau Marsirimpa adalah sistem gotong royong dimana jasa dibalas dengan jasa dalam waktu yang lama dan berlangsung secara terus-menerus

pinus selain itu juga dapat melihat panorama Danau Toba, Pulau Sibandang dan masih banyak lagi. Setelah dibukanya wisata Sipinsur banyak pengunjung yang datang untuk sekedar melihat dan menikmati alamnya dan banyak yang kecewa karena belum ditata dengan baik oleh masyarakat selain itu fasilitas yang tersedia belum memadai. Pada tahun 2001 Pemerintah Tapanuli Utara melakukan pembangunan dan salah satunya perkembangan pariwisata disetiap daerah di Tapanuli Utara. Barulah setelah itu Wisata Sipinsur dikelola dan ditata.

Pada 23 Juli 2003 Kabupaten Tapanuli Utara melakukan pemekaran terhadap kabupaten Humbang Hasundutan yang terdiri dari 10 Kecamatan. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mempercepat laju pembangunan ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan hasil dari suatu daerah. Salah satu didalamnya adalah Kecamatan Paranginan yang merupakan lokasi tempat wisata Sipinsur. Pada saat itulah wisata Sipinsur resmi dikelola dan diserahkan oleh Keturunan Siregar Silo kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Humbang Hasundutan.

Akhirnya pada saat itu lokasi Sipinsur resmi dikelola oleh Pemerintah Daerah tanpa ada permasalahan dari masyarakat karena mereka ingin Sipinsur lebih dikembangkan lagi menjadi tempat wisata.

2.5 Kondisi Wisata Sipinsur

Tempat wisata memiliki daya tarik apabila pengembangan dan pengelolaannya baik dan diperhatikan. Daya tarik dari objek wisata adalah elemen

terpenting dalam pengembangan daerah tujuan wisata. Dikatakan demikian karena secara primer wisatawan yang bermaksud berkunjung ke daerah tujuan wisata karena termotivasi oleh objek dan daya tarik wisata yang berbeda dari yang biasa dilihat.

Selain daya tarik dari tempat wisata dilihat juga potensi-potensi objek wisata yang ada sangat mempengaruhi objek wisata.

Potensi adalah semua sumber yang terdapat di suatu daerah yang bersangkutan, baik dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk sosial yang perlu dikembangkan.22 Yang termasuk potensi dalam suatu wilayah atau tempat adalah sebagai berikut:

a. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta

b. Bentuk tanah dan pemandangan alam, misalnya: lahan yang datar, pegunungan, danau, pantai, dan air terjun

c. Hutan dengan didalammnya jenis flora dan fauna

d. Hasil ciptaan manusia seperti: benda-benda bersejarah, rumah ibadat dan berbagai alat kesenian tradisional

e. Sistem dan tata cara hidup masyarakat yang masih tradisional dari suatu masyarakat yang merupakan salah satu sumber penting untuk dibawakan kepada wisatawan bagaimana kebiasaan hidupnya, dan adat-istiadatnya.

22 Nyoman Pendit, op. cit., hlm.75.

Potensi objek wisata terdiri atas 2, yaitu:23

1. Potensi Internal Objek Wisata

Potensi internal adalah potensi wisata yang dimiliki objek itu sendiri yang meliputi kondisi fisik objek, kualitas objek dan dukungan bagi pengembangannya.

Potensi internal adalah potensi wisata yang dimiliki objek itu sendiri yang meliputi kondisi fisik objek, kualitas objek dan dukungan bagi pengembangannya.

Dokumen terkait