• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 9

Penelitian ini dilakukan di Propinsi Sulawesi Tenggara, dengan jangka waktu penelitian selama 6 bulan

4.2. Jenis Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan periode pengamatan selama enam tahun dimulai tahun 2007 hingga tahun 2011.

10 Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari berbagai sumber tidak langsung. Data sekunder penelitian ini meliputi;

(a). Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan mulai tahun 2007 hingga tahun 2011 serta

(b). Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan propinsi Sulawesi Tenggara mulai tahun 2007 hingga tahun 2011.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data penelitiaan, tahapan pengumpulan yang dilakukan meliputi dokumentasi, yakni dengan menelaah dokumen dan literatur dan publikasi dari berbagai sumber yang relevan.

4.4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Shift-Share Analysis. Model ini mengasumsikan bahwa perubahan atau pergeseran pendapatan sektor ke i di wilayah ke j antara tahun dasar dan tahun akhir (tahun terminal) adalah ditentukan oleh tiga komponen pertumbuhan (Archelo, 1984) yaitu :

(a) National Growth Component(NGC)

(b) Industrial Mix Growth Component(IGC) dan (c) Regional Share Growth Componet(RGC).

Untuk menjelaskan metode estimasi secara matematik diperlukan notasi-notasi sebagai berikut :

i = indeks dari sektor-sektor n (i = 1, 2, 3, … n) dalam perekonomian

j = indeks dari wilayah m ( j = 1, 2, 3, …, m) dalam suatu wilayah

Dimisalkan terdapat n sektor ( i = 1, 2, 3, …n) dan terdapat m wilayah ( j = 1, 2, 3, …m). dimisalkan pula Gijdan G’ ijadalah PDRB dari sektor ke i dalam wilayah ke j antara tahun dasar dan tahun akhir. Dari notasi-notasi di atas dapat dibuat persamaan perhitungannya uyang dihitung, sebagai berikut :

m

Gi = ∑ Gij = PDRB sektor untuk semua wilayah pada tahun dasar J=1

11 m

Gi =∑G’ij = PDRB sektor i untuk semua wilayah pada tahun akhir J=1

Dengan merumuskan kembali wilayah j = 1, 2, …m, sebagai wilayah nasional ;

n m

G.. = ∑ Gij ∑ Gij = PDB pada tahun dasar i=1 j=1

n m

G’.. = ∑ Gij ∑ G’ij = PDB pada tahun akhir i=1 j=1

ri = G’ij / Gij = Rasio antara PDRB sektor ke i wilayah ke j pada tahun akhir dan tahun dasar

Ri = G’ij / Gij = Rasio antara PDB sektor ke I wilayah ke j pada tahun akhir dan tahun dasar.

Ra = G’../ G.. = Rasio antara PDB tahun akhir dan tahun dasar

Dengan menggunakan notasi-notasi dan asumsi di atas, maka pertumbuhan pendapatan sektor ke i wilayah ke j dapat dipisahkan dalam tiga komponen, yaitu :

(a) National Growth Component (b) Industial Mix Growth Component (c) Regional Share Growth Component Hal ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

Gij’ – Gij = Gij = Gij (Ra -1) + Gij(Ri –Ra) + Gij (ri –Ra) Di mana :

Gij’ = PDRB sektor ke i, wilayah ke j tahun akhir, Gij = PDRB sektor ke I, wilayah ke j tahun dasar,

∆Gij = Perubahan dalam PDRB sektor ke I, wilayah ke j

Gij(Ra-1) = Perubahan dalam PDRB yang disebabkan oleh National Growth Component

Gij(Ri-Ra) = Perubahan dalam PDRB yang disebabkan oleh Industial Mix Growth Component

Gij(ri-Ra) = Perubahan dalam PDRB yang disebabkan oleh Regional Share Growth

12 Untuk melihat besarnya presentase pergeseran atau perubahan PDRB sektor ke i di wilayah ke j, persamaan (1) tersebut dibagi dengan Gij dan hasilnya dikali dengan 100, sehingga diperoleh presentasi perubahan PDRB sebagai berikut :

di mana : (ri -1) = (Ra -1) + (Ri –Ra) + (ri –Ri)

= Persentase perubahan dalam PDRB sektor ke I wilayah ke j

(R – 1) = Persentase perubahan dalam PDRB yang disebabkan oleh National Growth Component

(Ri – Ra) = Persentase perubahan dalam PDRB yang disebabkan oleh Industrial Mix Growth

(ri - Ri ) = Persentase perubahan dalam PDRB yang disebabkan oleh Regional Share Growth Component

Dari ketiga persamaan masing-masing komponen diatas terdapat ketentuan yang perlu diperhatikan, yaitu :

(a) Bila suatu sektor mempunyai (Ri – Ra) < 0, sektor tersebut lamban pertumbuhannya dan berpengaruh negative terhadap PDRB.

Sebaliknya bila sektor memiliki (ri – Ra) > 0, sektor tersebut cepat pertumbuhannya dan berpengaruh positif terhadap PDRB.

(b) Bila suatu sektor memiliki (ri – Ra) < 0, sektor tersebut memiliki Regional Share Gorwth kuat di Sulawesi Tenggara.

Sebaliknya bila sektor memiliki (ri – Ra) > 0 sektor tersebut memiliki regional share growth lemah di Sulawesi tenggara.

(c) Jika wilayah Sulawesi Tenggara memiliki (Ri- Ra) + (ri – Ri) > 0 berarti tingkat pertumbuhan Sulawesi Tenggara lebih besar dari pada tingkat National Growth Component.

Sebaliknya bila wilaya Sulawesi Tenggara memiliki (Ri- Ra) + (ri – Ri) < 0 berarti tingkat pertumbuhan regional share growth component Sulawesi Tenggara lebih kecil dari tingkat pertumbuhan pendapatan nasional.

(d). Bila (Ri – Ra) dan (ri – Ri) > 0, sektor tersebut diklasifikasikan unggul. Sebaliknya bila (Ri- Ra) < 0 dan (ri – Ri) > 0, sektor tersebut diklasifikasikan agak unggul.

(e). Bila (Ri-Ra)>0, dan (ri-Ri)<0, sektor tersebut diklasifikasikan agak menurun. Sebaliknya bila (Ri-Ra) dan (ri-Ri)<0, sektor tersebut diklasifikasikn mundur.

13 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. 1. Profil Sulawesi Tenggara 5.1.1. Letak Geografis

Propinsi Sulawesi Tenggara disebelah utara berbatasan dengan propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan propinsi Nusa Tenggara Timur di Flores, sebelah timur berbatasan dengan dengan Maluku, dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Bone. Sebagian besar wilayah Sulawesi Tenggara, 75 persen, merupakan wilayah perairan. Sedangkan wilayah daratan mencakup jazirah tenggara Pulau Sulawesi dan beberapa pulau kecil yang memiliki wilayah 25 persen. Pada tahun 2011 Propinsi Sulawesi Tenggara terdirir atas 10 Kabupaten. Dari semua luas wilayah Kabupaten, Kabupaten Kolaka merupakan wilayah terluas yaitu mengambil sebesar 18,14 persen.

5.1.2. Kinerja Perekonomian

Melihat kecendrungan perekonomian Sulawesi Tenggara, sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran besar terhadap PDRB. Peranan sektor pertanian tahun 2011 menurun dibanding tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan hampir seluruh sub sektor pertanian mengalami penurunan. Selain sektor pertanian, sektor yang mengalami penurunan tahun 2011 adalah sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa. Sementara sektor yang mengalami peningkatan adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan dan sektor keuangan.

14 Tabel 1. Peran Sektor Ekonomi Dalam PDRB Sulawesi Tenggara 2007-2011

No Sektor 2007 2008 2009 2010 2011 1 Pertanian 38,12 36,44 35,02 33,20 31,71 2 Pertambangan dan penggalian 4,81 4,60 4,28 4,90 6,08 3 Industri Pengolahan 7,90 7,62 6,43 7,14 6,93

4 Listrik, Gas dan Air 0,94 0,87 0,93 0,92 0,93

5 Konstruksi Bangunan 6,92 7,40 7,72 8,26 8,56

6 Perdagangan Hotel dan Restoran

15,22 16,62 17,45 18,14 18,62

7 Pengangkutan dan Komunikasi

8,17 8,46 9,26 9,30 9,21

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

5,04 5,38 5,30 5,49 5,93

9 Jasa-Jasa 12,88 12,97 13,61 13,65 12,03

Sumber : BPS 2012

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara yang diukur berdasarkan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan peningkatan menggembirakan dari tahun ke tahun. Mulai tahun 2007 sampai 2011 pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara selalu diatas 7 persen. Bahkan pada tahun 2011 mencapai angka diatas 8 persen.

Pertumbuhan ekonomi 2011 terjadi pada semua sektor ekonomi, memungkinkan output mencapai Rp.14.020.350 juta angka sementara berdasarkan harga konstan. Hal ini menyebabkan pula terjadi perubahan dalam pendapatan perkapita, meningkat setiap tahun rata-rata mencapai diatas 5 persen.

Menurut laporan Bank Indonesia dalam Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Tenggara, KER (2013) perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara menunjukkan pertumbuhan yang masih tinggi pada triwulan ke II-2013 pada level 7,14 persen. Namun angka tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2012 yang sebesar 11,21 persen. Dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan

15 ekonomi Sulawesi Tenggara melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,81 persen, meski pangsa sumbangan Sulawesi Tenggara masih relatif kecil yaitu sebesar 0,54 persen.

Lebih lanjut Bank Indonesia (2013) melaporkan bahwa dari sisi sektoral, pertanian masih menjadi sektor yang memiliki pangsa terbesar, yang diikuti oleh sektor perdagangan, jasa-jasa dan pengangkutan. Kemudian dari sisi penggunaan, pengeluaran konsumsi dan investasi memegang peran terbesar dalam pembentukan perekonomian sulawesi tenggara. Dibandingkan dengan periode triwulan I-2013 yang tumbuh sebesar 9,72 persen, pertumbuhan berkutnya lebih rendah. Berdasarkan harga berlaku, nominal PDRB triwulan II-2013 sebesar Rp.9,93 Triliun, sementara atas dasar harga konstan nominal PDRB tercatat sebesar 3,72 Triliun.

Dibandingkan dengan propinsi lainnya jumlah penduduk di Sulawesi Tenggara relatif lebih sedikit. Pada tahun 2011 jumlah penduduk sebanyak 2.357.334 Jiwa, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan 2 persen pertahun dengan kepadatan 61.81 km per penduduk. Ini menunjukkan luas wilayah dan daya dukung alam masih belum terancam dengan meningkatnya jumlah penduduk tersebut.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Sulawesi Tenggara bukannya tanpa masalah, karena jumlah pengangguran juga meningkat. Pada tahun 2012 jumlah penganggur di Sulawesi Tenggara mencapai 41.078 jiwa (BPS, 2012). Tingkat Partisipasi angkatan kerja mencapai 67, 35 persen. Masalah lain yang dihadapai oleh Sulawesi Tenggara adalah tingkat kemiskinan, meskipun menurun sepanjang tahun, tetapi masih memperlihatkan tingkatan yang tinggi, yakni diatas 10 persen, masih dibawah tingkat nasional. Penurunan kemiskinan di Sulawesi Tenggara sejalan dengan naiknya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara sepanjang tahun. BPS Sulawesi Tenggara melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin tahun sebesar 316.30 jiwa.

Keberhasilan atas pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara ditandai dengan naiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2007 sebesar 67,52 persen meningkat menjadi 70.55 persen, menyebabkan Sulawesi Tenggara mencapai peringkat 25, masih tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya. Angka melek hidup di Sulawesi Tenggara cukup tinggi, data BPS menampilkan untuk tahun 2007

16 sebesar 91,30 persen dengan lama rata-rata sekolah untuk tahun 2012 sebesar 8,21 tahun.

Sebagaimana lasimnya dalam persoalan ekonomi pertumbuhan ekonomi yang tingggi ditandai pula dengan angka inflasi yang tinggi, tahun 2007 mencapai 7,53 persen kemudian naik menjadi 15, 28 persen tahun 2008 dan ditahun 2012 mencapai sebesar 10,41 persen. Dalam keadaan inflasi masih tergolong tinggi, angka gini rasio juga masih diatas 40 persen. Menujukkan pertumbuhan ekonomi yang dikelola dengan tidak merata.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daud(2013) memperlihatkan bahwa pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara 5 tahun di picu oleh pertumbuhan sektor pertambangan yang ditandai dengan jumlah eksploitasi yang meningkat pula. Peningkatan eksploitasi meningkatkan pula kesenjangan pendapatan masyarakat sepanjang tahun. Oleh karena perbaikan pengelolaan eksploitasi sektor pertambangan (nikel) di Sulawesi Tenggara di perkirakan dapat menimbulkan pemerataan pembangunan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Namun menurut laporan Bank Indonesia KER (2013) penetapan Peraturan Menteri ESDM No.7 Tahun 2012, memberikan dampak yang cukup significan, tercermin dari pertumbuhan rendah sektor pertambangan sebesar 3,89 persen, yang melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 40,79 persen.

5.2. Kinerja Sektor-Sektor Ekonomi Sulawesi Tenggara

Kinerja ekonomi Sulawesi Tenggara selama kurun waktu 2007 – 2011 dapat dilihat dengan membandingkan sumbangan sektor-sektor ekonomi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Tenggara dan sumbangan sektor ekonomi terhadap produk Domestik Bruto Indonesia (PDB). Komposisi PDRB Sulawesi Tenggara dengan PDB Indonesia seperti tampak pada tabel 2 berikut ;

17 Tabel 2. PDRB Sulawesi Tenggara dan PDB Indonesia 2007 -2011 atas

dasar harga konstan 2000.

NO SEKTOR PDRB PDB 2007 jutaan 2011 jutaan 2007 jutaan 2011 Jutaan 1 Pertanian 3.303.470,98 3.667.889,44 271. 509.300,00 315. 036.800,00 2 Pertambangan Dan Penggalian 536.667,15 914.990,55 171. 278.400,00 189. 761.400,00 3 Industri Pengolahan 835.499,92 1.093.467,72 538 .084.600,00 633 .781,900,00 4 Listrik, Gas Dan Air

Bersih

64.491,61 97.217,90 13 .517.000,00 18. 921.000,00

5 Kontruksi Bangunan 732.814,84 1.195.882,84 121. 808.900,00 159 .993.400,00 6 Perdagangan, Hotel Dan

Restoran 1.427.412,11 2,249.444,67 340 .437. 100,00 437 .199.700,00 7 Pengangkutan Dan Transportasi 694.483,10 1.128.516,51 142. 326.700,00 241 .298.000,00 8 Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan

516.842,90 882.096,16 183.659.300,00 236. 146.600,00

9 Jasa-Jasa 1.220.037,34 1.492.426,92 181.706.000,00 232 .537.700,00

Jumlah 9.331.719,95 12.650.187,12 1. 964.427,300,00 2 .464 .676.500,00

Sumber BPS Sulawesi Tenggara, 2012

Kekuatan masing-masing sektor dalam memberikan andil pada pertumbuhan PDRB sangat ditentukan oleh komponen pertumbuhan nasional(NGC), komponen petumbuhan proporsional (PGC) dan komponen pertumbuhan daya saing wilayah (RGC).

Dari hasil analisis dengan menggunakan analisis shift-share selama kurun waktu 2007 – 2011 diperoleh hasil seperti yang tampak pada tabel 3 berikut ;

18 Tabel 3. Komponen-komponen pertumbuhan dalam PDRB Sulawesi Tenggara tahun

2007 - 2011 (dalam persen) No Sektor NGC PGC DGC Rate of growth Net Shift 1 Pertanian 0,2546 -0,0943 -0,05 0,1103 -0,1440 2 Pertambangan dan penggalian 0,2546 -0,1467 0,597 0,7049 0,4503 3 Industri pengolahan 0,2546 -0,0768 0,1309 0,3087 0,0541

4 Listrik, gas dan air bersih 0,2546 0,1452 0,1076 0,5074 0,2528 5 Kontruksi bangunan 0,2546 0,0589 0,3184 0,6319 0,3773 6 Perdagangan, hotel dan restoran 0,2546 0,0290 0,2917 0,5759 0,3207 7 Pengangkutan dan transportasi 0,2546 0,4408 -0,0705 0,6249 0,3703 8 Keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan

0,2546 0,3120 0,4209 0,7067 0,7329

9 Jasa-jasa 0,2546 0,0251 -0,0565 0,2232 -0,0314

0,2546 0,000 0,1010 0,3556 0,1010 Sumber : Hasil olahan, 2013

NGC = National Growth Component PGC = Proportional growth component DGC = Differencial Growth Component

Hasil perhitungan pada tabel 3 memperlihatkan sektor pertanian dan sektor jasa di Sulawesi Tenggara megalami penurunan dalam pertumbuhan ekonomi dibanding dengan pertumbuhan sektor lainnya, tetapi masih memiliki pertumbuhan riil yang lebih besar dari beberapa sektor lainnya, yakni sebesar Rp. 364.372,849 juta untuk sektor pertanian, dan Rp. 272 312,334 juta untuk sektor jasa. Namun sektor yang memiliki pertumbuhan riil paling tinggi selama tahun 2007 hingga 2011 adalah sektor konstruksi dengan nilai sebesar Rp. 463 065,69 juta , kemudian disusul oleh

19 sektor pertambangan yang mencapi pertumbuhan riil sebesar Rp. 378.296,674. Pertumbuhan yang besar ini disebabkan kemajuan pertumbuhan yang dicapai Sulawesi Tenggara yang mencapai rata-rata pertumbuhan sebesar 9,27 persen .Naiknya pertumbuhan sektor kontruksi dan sektor pertambangan karena sejak tahun 2008 telah ditemukan ladang-ladang pertambangan yang mendorong majunya sektor konstruksi karena naiknya tingkat pendapatan masyarakat. Beberapa sektor ekonomi di Sulawesi Tenggara masih tumbuh dibawah pertumbuhan nasionalnya, seperti yang terlihat dalam tabel 3, dan memiliki pertumbuhan riil seperti terlihat pada tabel4.

Pertumbuhan sektor pertanian dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional sebesar 0,2546 persen, komponen pertumbuhan proporsional -0,0943 persen, dan koponen pertumbuhan daya saing wilayah sebesar -0,05 persen. Besarnya pertumbuhan rill sektor pertanian karena pengaruh pertumbuhan nasional sebesaar Rp. 841.063,712 juta, pengaruh pertumbuhan proporsional riil sebesar Rp. 311.517,313 dan pengaruh komponen pertumbuhan daya saing wilayah sebesar Rp. -165.173,549. Turunnya pertumbuhan proporsional dan komponen daya saing wilayah ini karena masyarakat banyak yang beralih kegiatan dan menjai bagian dari kegiatan sektor lainnya ; seperti kegiatan pertambangan, bangunan dan pertanian perkebunan. Sejak tahun 2007 perananan sektor pertanian terutama disumbang oleh penurunan kegiatan subsektor tanaman pangan, 2,45 persen dan penurunan produksi kakao, serta tanaman produksi lainnya seperti nilam dan cengkeh. Selain karena teknologi pengolahan, penurunannya juga karena pengaruh panen hasil yang menurun. Pada kasus tertentu usaha pengolahan nilam yang selama ini menjadi harapan masyarakat, ternyata mengalami banyak kesulitan di dalam pengembangannya.

Peningkatan usaha tanaman kakao masyarakat selama ini sebagian kecil yang memanfaatkan resi gudang sebagai sarana untuk menjaga mutu dan harga. Masyarakat lebih senang menyimpan kakao di rumahnya. Selain karena belum dikenal oleh masyarakat, masyarakat lebih senang mengelolanya sendiri.

20 Tabel 4. Pertumbuhan riil masing-masing komponen terhadap PDRB Sulawesi

Tenggara tahun 2007 – 2011 (jutaan rupiah).

No Sektor Riil NGC PGC DGC Rate of Growth 1 Pertanian 841.063,712 -311517,313 -165173,549 364.372,849 2 Pertambangan dan penggalian 136.635,456 78.729,071 316.633,619 378.296,674 3 Industri pengolahan 212.718,28 -64.166,394 109.366,94 257.918,825 4 Listrik, gas dan air bersih 16419,564 9364,182 6.939,297 32.723,043 5 Kontruksi bangunan 186574,658 43162,794 233328,245 463 065,69 6 Perdagangan, hotel dan

restoran 363419,123 41394,951 416376,112 822046,634 7 Pengangkutan dan transportasi 176815,397 306128,15 -48961,058 433982,489 8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

131588,202 161254,985 217539,177 365252,877

9 Jasa-jasa 310621,507 30622,937 -68932,109 272312,334 Jumlah 237585,9 0,000 942503,715 3318359,61

Sumber : Hasil olahan, 2013

NGC = National Growth Component PGC = Proportional growth component DGC = Differencial Growth Component

Sektor pertanian di Sulawesi Tenggara meliputi ; tanaman bahan pangan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasilnya, kehutanan, dan perikanan. kegiatan sektor pertanian menyebar di Sulawesi Tenggara. Tetapi untuk tanaman pangan (padi) umumnya berada di wilayah daratan Sulawesi Tenggara. Sub sektor ini menyumbang terhadap PDRB Sulawesi Tenggara berturut-turut sebesar ;8,13 persen (2007), 7,61 persen (2008), 7,11 persen (2009), 6,77 persen(2010) dan 6,51 persen (2011) , meskipun pada sisi yang lain Sulawesi Tenggara masih mengimpor komoditi pangan, tetapi juga sebagian komoditi beras (gabah) diekspor ke luar Sulawesi Tenggara melalui Pelabuhan Kolaka. Produksi perikanan Sulawesi Tenggara juga selain untuk kebutuhan Sulawesi Tenggara, juga diekspor ke luar

21 wialayah Sulawesi Tenggara melalui pelabuhan perikanan, dan ada juga yang dikirim kewilayah Sulawesi Selatan melalui jalur darat via Kolaka Utara, atau jalur ferry.

Tabel 5. Pertumbuhan Sektor Pertanian Sulawesi Tenggara 2007-2011

No Sub Sektor

Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 Tanaman bahan pangan 7,65 0,83 -1,81 2,33 6,09 2 Tanaman perkebunan 4,56 3,21 -3,71 -3,91 -5,57 3 Peternakan dan hasilnya 3,14 7,49 8,76 3,62 5,83

4 Kehutanan 3,94 6,16 7,18 3,51 5,04

5 Perikanan 6,95 8,96 9,85 4,63 3,32

Sumber : BPS, 2012

Pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalain dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional sebesar 0,2546 persen, komponen pertumbuhan proporsional -0,1467 persen, dan koponen pertumbuhan daya saing wilayah sebesar 0,597 persen.Sektor pertambangan dan penggalian komponen pertumbuhan riilnya mencapai Rp. 136.635,456 juta dan komponen pertumbuhan proporsionalnya riil mencapai Rp. 78.729,071 juta, dan pertumbuhan daya saing wilayah riilnya mencapai Rp. 316.633,619 juta.

Pertumbuhan kegiatan sektor pertambangan di Sulawesi Tenggara karena meningkatnya permintaan produksi sektor pertambangan, disebakan pula karena telah ditemukan lahan-lahan baru pertambangan yang menyebar hampir di semua kabupaten wilayah Sulawesi Tenggara, utamanya wilayah daratan. Disamping itu peningkatan produksi yang dilakukan oleh perusaahaan tambang besar sepertti PT Antam. Peningkatan ini akibat naiknya permintaan nikel di luar negeri, karena naiknya pertumbuhan kegiatan ekonomi luar negeri, khusnya Cina dan Korea. Sebagai akibat pertumbuhan yang mencengangkan ekonomi Cina, maka kebutuhan bahan mentah sangat tinggi diantaranya nikel dari Sulawesi Tengaggra, dan bahan mentah lainnya. Survey yang dilakukan oleh Bank Indonesia, laju kenaikan sektor pertambangan mencapai angka lebih dari 50 persen. Kenaikan sektor pertambangan ini mendorng naiknya kegiatan ekonomi masyarakat Sulawesi Tenggara. Hal ini ditandai naiknya pendapatan perkapita masyarakat Sulawesi tenggara dari tahun

22 2007 sebesar Rp 4.432.491,51 menjadi Rp 5.560.751,64 tahun 2011. Pada akhir tahun 2011 telah terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 8,67 persen (BPS, 2012).

Sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Daud (2013) di Kabupaten Kolaka Utara (Sulawesi Tenggara) menyebutkan salah satu faktor yang mengakibatkan berkembangnya sektor pertambangan akibat naiknya permintaan dunia akan komoditas sektor pertambangan nikel yang membuat pertambangan nikel di Indonesia Khususnya Sulawesi Tenggara menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan selama kurun waktu 2007 hingga 2011 di pengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional sebesar 0,2546 persen, komponen pertumbuhan proporsional sebesar -0,0768 persen dan komponen pertumbuhan daya saing wilayah sebesar 0,1309 persen. Atau memiliki pertumbuhan nasional riil sebesar Rp 257.918,825juta. Pertumbuhan riil ini disebabkan karena pengaruh pertumbuhan nasional riil sebesar sebesar Rp. 212.718,28 juta, komponen pertumbuhan proporsional sebesar Rp. -64.166,394 juta, dan pertumbuhan daya saing wilayah sebesar Rp. 109.366,94.

Pertumbuhan sektor industri pengolahan diakibatkan oleh naiknya kegiatan kegiatan ekonomi masyarakat di Sulawesi Tenggara. Berbagai bahan baku untuk industri rumahan dapat diperoleh di Sulawesi Tenggara, misalnya untu produk-produk pengolahan hasil pertanian, jambu mete. Tanaman ini banyak di hasilkan di wilayah Sulawesi Tenggara bagian kepulauan utamanya Pulau Muna dan Pulau Buton, dan sebagian berada di wilayah daratan Sulawesi Tenggara. Pertumbuhan sektor ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena industri pengelohan banyak menyebar ditiap kabupaten di Sulaweis Tengagra. Selain meningkatkan nilai tambah juga menyerap banyak tenaga kerja.

Pertumbuhan sektor Listrik, gas dan air bersih dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional sebesar 0,2546 persen, komponen pertumbuhan proporsional sebesar 0,1452 persen, komponen pertumbuhan daya saing wilayah sebesar 0,1076 persen. Atau memiliki pertumbuhan riil sebesar Rp. 32.727,034 juta. Besarnya pertumbuhan riil ini karena pengaruh pertumbuhan nasional riil sebesar Rp. 16.419,564 juta, komponen pertumbuhan proporsional riil sebesar Rp. 9.364,182 juta dan pertumbuhan daya saing wilayah riil sebesar Rp. 6.939,297juta. Ini menunjukkan

23 pertumbuhan sektor listrik sangat tinggi di Sulawesi Tenggara, akibat naiknya tingkat pendapatan masyarakat, perbaikan infrastuktur listik dan air bersih.

Jumlah penduduk yang meningkat di kota-kota di Sulawesi Tenggara, meningkatakan pula permintaan akan listrik dan air minum. Selain itu peningkatan permintaan listrik karena naiknya permintaan masyarakat untuk industri pengolahan, serta tumbuhnya sektor pertambangan di Sulawesi Tenggara.Dalam kurun waktu 4 tahun permintaan listrik di Sulawesi Tenggara meningkat sebesar 11,10 persen.

Pertumbuhan sektor konstruksi dan bangunan dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional sebesar 0,2546 persen, komponen pertumbuhan proporsional sebesar 0,0589 persen, komponen pertumbuhan daya saing wilayah sebesar 0,3184 persen. Atau memiliki pertumbuhan riil sebesar Rp.463.065,69 juta. Besarnya pertumbuhan riil ini karena pengaruh pertumbuhan nasional riil sebesar Rp.186. 574,658 juta, komponen pertumbuhan proporsional riil sebesar Rp.43.162,794 juta dan pertumbuhan daya saing wilayah riil sebesar Rp.233.328,245 juta. Ini menunjukkan besarnya pertumbuhan sektor bangunan ditandai dengan naiknya permintaan masyarakat terhadap perumahan. Di Kota Kendari permintaan perumahan sangat tinggi, selain disebabkan oleh naiknya jumlah penduduk juga karena banyak masyarakat yang mukim dan mencari pekerjaan di Kota Kendari (migrasi) serta naiknya tingkat pendapatan masyarakat.

Tingginya permintaaan sektor bangunan ini memicu naiknnya permintaan atas produk perbankan dan jasa, naiknya pendapatan masyarakat dari jasa serta naik pula kegiatan transportasi masyarakat. Menurut hasil laporan yang di rilis oleh BPS 2012 penjulan motor dan mobil meningkat tajam karena jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan tingkat pendapatan yang memadai.

Pertumbuhan sektor perdagangan hotel dan restoran dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional sebesar 0,2546 persen, komponen pertumbuhan proporsional sebesar 0,0290 persen, komponen pertumbuhan daya saing wilayah sebesar 0,2917 persen. Atau memiliki pertumbuhan riil sebesar Rp.822.046,634 juta. Besarnya pertumbuhan riil ini karena pengaruh pertumbuhan nasional riil sebesar Rp.363.419,123 juta, komponen pertumbuhan proporsional riil sebesar Rp.41.394,951 juta dan pertumbuhan daya saing wilayah riil sebesar Rp.416.376,112 juta. Ini menunjukkan pertumbuhan sektor perdagangan hotel dan resotoran

24 meningkat tajam, dapat ditandai dengan meningkatnya jumlah hotel dan hunian kamar, baik hotel melati maupun hotel berbintang. Pertumbuhan hotel berbintang untuk memenuhi permintaan pasar, juga karena naiknya kegiatan sektor pertambangan nikel. Pertumbuhan sektor perdagangan juga meningkat dalam 4 tahun terakhir.

Tabel 6. Pertumbuhan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di Sulawesi Tenggara 2007-2011

No. Sub Sektor

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 1 Perdagangan 9,40 10,36 14,42 12,10 10,99 2 Hotel 9,49 19,22 11,24 9,28 24,67 3 Restoran 5,70 15,38 23,61 7,54 15,19 Sumber : BPS,2012

Barang-barang yang diperdagangkan di Sulawesi Tenggara umumnya didatangkan dari Surabaya dan Makassar. Baik barang-barang industri maupun barang pertanian. Pada saat yang sama Sulawesi Tenggara juga melakukan perdagangan dengan kedua kota tersebut. Selama ini Sulawesi Tenggara mengekpor kakao dan mete ke Surabaya, sebaliknya Surabaya mngirim gula dan beras. Demikian pula Sulawesi Tenggara mengirim kakao dan beras ke Makassar, dan Makassar mengirimkan produk-produk olahan, serta produk pertanian misalnya ayam potong dan telur ayam. Akibtanya Sulawesi Tenggra sangat tergantung pada kedua daerah tersebut dalam memenuhi kebutan primer masyarakat.

Pertumbuhan sektor pengangkutan dan transportasi dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional sebesar 0,2546 persen, komponen pertumbuhan proporsional sebesar 0,4408 persen, komponen pertumbuhan daya saing wilayah sebesar -0,0705 persen. Atau memiliki pertumbuhan riil sebesar Rp.433.982,489 juta. Besarnya pertumbuhan riil ini karena pengaruh pertumbuhan nasional riil sebesar Rp.176.815,397 juta, komponen pertumbuhan proporsional riil sebesar Rp. 306.128,15 juta dan pertumbuhan daya saing wilayah riil sebesar Rp. -48961,058 juta. Ini menunjukkan menurunnya komponen daya saing wilayah karena semakin menurunnya peranan Pelabuhan Ferry Kolaka mengangkut barang dan jasa

Dokumen terkait