• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder

yang berbentuk data deret waktu dengan observasi sebanyak 38 buah dari tahun

1969 sampai dengan tahun 2006. Penentuan jangka waktu ini didasarkan atas

keterbatasan data yang dapat diakses oleh penulis. Data yang digunakan dalam

penelitian ini mencakup data luas areal tanaman tebu, data produktivitas tanaman

tebu, data harga gula domestik, data perkembangan harga domestik komoditas

alternatif seperti padi, jagung, dan kacang tanah, data harga input-input produksi

seperti pupuk, pestisida, dan biaya upah tenaga kerja dan data rata-rata curah

hujan Indonesia.

Semua data yang digunakan diperoleh dari instansi-instansi terkait dengan

tema penulisan skripsi ini seperti Departemen Pertanian Republik Indonesia

(Deptan RI), Dewan Gula Indonesia Departemen Pertanian Republik Indonesia

(DGI), Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS), Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian (PSE), lembaga-lembaga penelitian terkait, dan berbagai

sumber pustaka lainnya.

3.2. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan

deskriptif kuantitatif. Penggunaan analisis deskriptif kualitatif didasarkan untuk

produksi tanaman tebu dan memprediksi jumlah penawaran atau produksi tebu

pada tahun 2025. Analisis tersebut digunakan dengan pendekatan teori produksi,

teori penawaran produk pertanian, dan hasil empiris pengolahan data.

Sedangkan untuk analisis kuantitif, berdasarkan penelitian-penelitian

sebelumnya penulis menggunakan model analisis ekonometrika, yaitu model

analisis penyesuaian Nerlovian. Hal ini digunakan untuk menjelaskan seberapa

besar pengaruh variabel-variabel bebas dalam penelitian terhadap variabel tak

bebas. Penelitian ini menggunakan metode estimasi kuadarat terkecil biasa

(Ordinary Least Square atau OLS) yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian

secara statistik.

Hasil dari analisis kuantitatif pada akhirnya digunakan untuk menarik

kesimpulan secara deskriptif berdasarkan tinjauan pustaka, teori ekonomi, dan

hasil empiris penelitian. Selain itu digunakan pula untuk merumuskan strategi

pengembangan produksi tebu yang dapat mendukung terjadinya program

swasembada gula nasional.

3.3. Metode Pendugaan Model 3.3.1. Model Respon Areal

Model respon areal yang diinginkan adalah sebagai berikut :

A Hrglx , Hrgbx , Hrjgx , Hrktx , Ch (3.1)

jika dijabarkan maka hasilnya adalah :

Model tersebut tidak dapat digunakan karena adanya permasalahan pada A yang tidak dapat diamati dan ketidaktersediaan data sehingga harus disesuaikan dengan menggunakan model penyesuaian parsial :

A A d A A (3.3)

dimana :

A A = perubahan areal yang terjadi,

A A = perubahan areal yang diinginkan, dan

d = koefisien penyesuaian (adjustment coefficient).

Jika d berarti tidak ada perubahan dalam areal panen.

Jika d berarti perubahan areal panen yang terjadi sama dengan perubahan yang diinginkan.

subsitusikan persamaan (3.2) ke (3.3). A da da Hrglx da Hrgbx da Hrjgx da Hrktx da Ch d A (3.4) sederhanakan persamaan (3.4). A b b Hrglx b Hrgbx b Hrjgx b Hrktx b Ch b A (3.5) dimana:

A = luas areal pada tingkat yang diinginkan, A = luas areal tahun berjalan,

A = luas areal tahun sebelumnya,

Hrglx = harga riil gula domestik tahun sebelumnya,

Hrgbx = harga riil gabah tahun sebelumnya

Hrktx = harga riil kacang tanah tahun sebelumnya a = parameter ; n = 1,2,3, dan 5,

b = da ; n = 1,2,3,4 dan 5, b = 1 – d, dan

d = koefisien penyesuaian.

3.3.2. Model Respon Produktivitas

Tidak berbeda dengan model respon areal, model respon produktivitas

juga diperoleh dengan menurunkan persamaan awal yaitu:

Y Hrgl , Hrur , Hrpes , Hrub , Ch (3.6)

jika dijabarkan adalah sebagai berikut :

Y p p Hrgl p Hrur p Hrpes p Hrub p Ch (3.7)

Model tersebut tidak dapat digunakan karena adanya permasalahan pada Y yang tidak dapat diamati dan ketidaktersediaan data sehingga harus disesuaikan menggunakan model penyesuaian parsial menjadi :

Y Y d  Y Y (3.8)

dimana :

Y Y = perubahan produktivitas yang terjadi,

Y Y = perubahan produktivitas yang diinginkan, dan d = koefisien penyesuaian (adjustment coefficient).

Jika d berarti tidak ada perubahan dalam produktivitas

Jika d berarti perubahan produktivitas yang terjadi sama dengan perubahan yang diinginkan.

subsitusikan persamaan (3.8).

Y dp dp Hrgl dp Hrur dp Hrpes dp Hrub dp Ch

d Y (3.9)

sederhanakan persamaan (3.9).

Y q q Hrgl q Hrur q Hrpes q Hrub q Ch q Y (3.10)

dimana :

Y = produktivitas pada tingkat yang diinginkan, Y = produktivitas tahun berjalan,

Y = produktivitas tahun sebelumnya, Hrgl = harga riil gula tahun berjalan, Hrur = harga riil pupuk urea tahun berjalan,

Hrpes = harga riil pestisida tahun berjalan,

Hrub = upah buruh tahun berjalan, p = parameter ; n = 1,2,3,4, dan 5, q = dp ; n = 1,2,3,4 dan 5,

q = 1 – d, dan

d = koefisien penyesuaian.

Spesifikasi Harga.

Berdasarkan hipotesis dugaan rasional, seseorang (dalam hal ini petani)

akan menggunakan seluruh data dan informasi yang relevan terhadap hipotesis

yang tersedia untuk menduga penawaran yang diinginkan pada tahun berjalan dan

Dengan menggunakan nilai harga nominal, maka hasil analisis akan sukar

untuk diinterpretasikan secara ekonomi jika terjadi inflasi yang sangat tinggi

sehingga perlu dilakukan spesifikasi nilai harga. Salah satu faktor yang paling

berpengaruh dalam menspesifikasikan nilai harga adalah dengan cara

menggunakan deflator yang relevan. Nilai harga yang ada dapat saja dideflasikan

dengan indeks harga konsumen, indeks harga produsen, atau dengan

menggunakan harga relatif terhadap harga komoditi pesaing.

Pemilihan jenis deflator seharusnya bertumpu pada keputusan petani,

tetapi saat menganalisis respon penawaran di negara berkembang seperti

Indonesia, pilihan deflator akan menjadi keterbatasan tersendiri karena kurangnya

ketersediaan data, sehingga dalam penelitian ini penulis menggunakan harga riil

terhadap indeks harga konsumen dan indeks harga pedagang besar. Penggunaan

harga riil menjadikan model yang dibentuk akan mudah untuk diinterpretasikan

secara ekonomi dengan dasar asumsi bahwa petani secara rasional akan memilih

untuk menanam komoditas yang lebih menguntungkan.

Spesifikasi Output.

Askari dan Cummings (1977) menyatakan bahwa hubungan antara harga

yang diinginkan dengan keputusan petani dalam meningkatkan produksi adalah

pada luas areal. Penggunaan luas areal sebagai output yang diinginkan didasari

dengan asumsi bahwa petani hanya dapat meningkatkan produksinya dengan cara

menambah luas areal tanam atau ekstensifikasi.

penggunaan produksi per luas lahan atau yang disebut dengan produktivitas.

Penggunaan produktivitas didasari asumsi bahwa petani hanya akan merespon

peningkatan harga dengan cara intensifikasi sehingga produktivitas tanaman

meningkat dan akhirnya akan memperbanyak jumlah produksi.

Spesifikasi Observasi Lainnya.

Variabel-variabel bebas lainnya (Z) disertakan dalam model estimasi guna

menerangkan efek dari faktor-faktor non-market yang relevan pada respon output

terhadap perubahan harga. Dalam penelitian ini, variabel bebas lainnya yang

digunakan adalah rata-rata curah hujan nasional Indonesia.

3.4. Estimasi Model

3.4.1. Persamaan Model Respon Areal dan Produktivitas untuk Data Empiris

Berdasarkan hasil penurunan pendugaan model respon areal dan respon

produktivitas sebelumnya, maka dapat ditentukan model respon areal dan respon

produktivitas komoditas tanaman tebu sebagai berikut :

1. Persamaan respon areal tanaman tebu Indonesia.

lnA a a lnHrglx a lnHrgbx a lnHrjgx

a lnHrkt a lnCh a lnA u (3.11)

2. Persamaan respon produktivitas tanaman tebu Indonesia.

lnY b b lnHrgl b lnHrur b lnHrpes b lnHrub

dimana :

A = luas areal tanaman tebu (ha),

Y = produktivitas tanaman tebu (ton/ha), Hrglx = harga riil gula (Rp/ton),

Hrgbx = harga riil gabah (Rp/ton),

Hrjgx = harga riil jagung (Rp/ton),

Hrktx = harga riil kacang tanah (Rp/ton),

Hrur = harga riil pupuk urea (Rp/kg),

Hrpes = harga riil pestisida (Rp/kg),

Hrub = upah buruh (Rupiah),

Ch = rata-rata curah hujan nasional (mm/tahun), dan

3.5. Respon Penawaran

Berdasarkan respon areal dan produktivitas, elastisitas penawaran jangka

pendek dan jangka panjang terhadap harga output tebu dapat diduga. Elastisitas

penawaran tebu terhadap harga sendiri E , dapat diduga secara tidak langsung dengan menduga terlebih dahulu elastisitas areal tebu terhadap harga

sendiri E A, , dan elastisitas produktivitas tebu terhadap harga sendiri E , . Elastisitas penawaran tebu dapat dihitung dengan menjumlahkan elastisitas luas

areal dan elastisitas produktivitas sesuai dengan persamaan :

E , E A, E , (3.13)

Nilai elastisitas jangka pendek respon areal dan produktivitas dapat

Sedangkan nilai elastisitas jangka panjangnya dapat diduga melalui nilai

elastisitas jangka pendek pada model beda kala (Koutsoyiannis, 1977).

Dengan demikian elastisitas penawaran terhadap harga komoditi adalah

sebagai berikut :

Elastisitas areal terhadap harga

EA a (3.14)

EA E P (3.15)

Elastisitas produktivitas terhadap harga output

E b (3.16)

E E P (3.17)

dimana :

EA = elastisitas jangka pendek luas areal tebu terhadap harga gula, EA = elastisitas jangka panjang luas areal tebu terhadap harga gula, E = elastisitas jangka pendek produktivitas tebu terhadap harga gula, E = elastisitas jangka panjang produktivitas tebu terhadap harga gula, dan

a , b = koefisien hasil regresi untuk a pada respon luas areal, b pada respon

produktivitas, dan n = 1 dan 6.

3.6. Evaluasi Model

Setelah dilakukan pendugaan terhadap suatu model ekonometrika, maka

tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi model untuk menentukan apakah

3.6.1. Kriteria Statistik (Uji Derajat Pertama)

Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Model diuji terlebih dahulu dengan melihat koefisien determinasi R untuk mengetahui kemampuan variabel peubah bebas secara simultan dalam

menjelaskan keragaman peubah tak bebasnya. Bila nilai koefisien determinasi

tinggi maka model yang digunakan adalah baik. Sebaliknya bila nilai koefisien

determinasi rendah maka model yang digunakan kurang baik. Koefisien

determinasi dari suatu model dirumuskan sebagai berikut :

R       (3.18)

Adapun koefisien determinasi alternatif atau yang disesuaikan R adj digunakan untuk membandingkan 2 model regresi dengan peubah tak bebas yang

sama namun berbeda dalam banyaknya peubah bebas. Rumusnya adalah sebagai

berikut :

R adj       ⁄ (3.19)

dimana :

n = jumlah pengamatan, dan k = jumlah parameter yang diduga

b. Pengujian terhadap koefisien regresi, baik secara keseluruhan maupun secara

tersendiri. Uji secara keseluruhan dilakukan dengan uji-F, yaitu untuk mengetahui

apakah sekurang-kurangnya satu peubah bebas yang digunakan dalam model

berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas (Gujarati, 1991). Prosedur ujinya

Statistik uji

F       ⁄ (3.20)

dimana :

n = Jumlah pengamatan,

k = Jumlah parameter yang diduga Kriteria uji :

Bila F F maka terima H , artinya peubah bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas pada tingkat

kepercayaan tertentu. Bila F F maka tolak H , artinya peubah bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas pada tingkat

kepercayaan tertentu sehingga model tersebut tepat untuk dijadikan model

pendugaan parameter dari persamaan.

Sedangkan untuk mengetahui apakah peubah-peubah bebas yang

digunakan dalam model secara sendiri-sendiri mempengaruhi peubah tak bebas

maka digunakan uji t-statistik sebagai berikut :

Statistik uji :

t γ (3.21)

dimana :

b = koefisien regresi atau parameter yang diduga, S b = standar erorr dari parameter yang diduga, i = parameter ke–i (i , , … ,

Kriteria uji :

Bila t t maka terima H , artinya peubah bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya pada tingkat kepercayaan

tertentu. Bila t t maka tolak H , artinya peubah bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya pada tingkat kepercayaan

tertentu.

3.6.2. Kriteria Ekonomi (Uji Derajat Kedua)

Kriteria ini untuk menentukan apakah pendugaan model telah sesuai

dengan tiga syarat pendugaan melalui metode OLS (untuk jumlah observasi yang

cukup besar).

Tidak Bias atau Nyata (Unbiasedness)

Hal ini terjadi jika suatu model dengan jumlah contoh n memiliki nilai tengah

dari parameter dugaan sama dengan nilai parameter populasi sebenarnya.

Konsisten (Consistency)

Hal ini terjadi jika syarat pada kondisi tidak bias atau nyata (unbiasedness)

terpenuhi dan variasi parameter dugaan harus mendekati nol.

Efisien (Efficiency)

Suatu parameter dugaan dikatakan sebagai penduga yang efisien dari

parameter dengan populasi sebenarnya, jika parameter itu konsisten dan memliki

variasi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan penduga lain yang konsisten.

Langkah selanjutnya dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi yang terdapat

Uji Kolinieritas Ganda atau Multikolinieritas (Multicollinearity).

Multikolinieritas merupakan suatu kondisi adanya hubungan linier

diantara peubah bebas. Multikolinieritas sempurna memiliki nilai 1 dimana

peubah penjelasnya berkorelasi sempurna. Adapun konsekuensi dari adanya

multikolinieritas yang sempurna (r ), yaitu standar erorr menjadi sangat besar dan nilai t menjadi rendah sehingga parameter dugaan menjadi tidak nyata walaupun secara keseluruhan tetap nyata, konsisten, dan efisien.

Menurut Koutsoyiannis (1977), ada dua alasan mengapa terjadi

multikolinieritas. Pertama, terdapat kecenderungan peubah ekonomi untuk

bergerak bersama-sama sepanjang waktu. Kedua, adanya penggunaan nilai beda

kala (lag) pada peubah penjelas dalam model.

Salah satu cara untuk mendeteksi multikolinieritas dikemukakan oleh L.R

Klein dalam Koutsoyiannis (1977) yang mengatakan bahwa multikolinieritas

bukanlah masalah penting kecuali koefisien determinasi partialnya r lebih besar koefisien determinasinya R , sehingga dapat dituliskan :

r R , , ,…, (3.22)

Untuk itu perlu dibuat suatu matriks koefisien determinasi parsial antar peubah

bebas.

Uji Korelasi Diri atau Autokorelasi (Autocorrelation).

Asumsi lain dari OLS adalah nilai galat u antar suatu pengamatan bersifat

bebas (tidak tergantung) pada nilai galat u pengamatan sebelumnya. Hal ini

berimplikasi pada kovarian galat dua pengamatan sama dengan nol, atau dapat

cov E untuk i ≠ j serta asumsi E dan E

Jika asumsi diatas tidak terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa terjadi

pelanggaran asumsi autokorelasi.

Masalah autokorelasi sering terjadi pada data time series. Dampak dari

adanya hal tersebut yaitu pendugaan dan peramalan menjadi tidak efisien

walaupun tetap nyata dan konsisten. Dampak lainnya yaitu penduga variasi dan

koefisien regresi akan menjadi bias dan tidak konsisten, sehingga tes terhadap

hipotesis menjadi tidak valid.

Menurut Pindyck dan Rubensfeld dalam Nurdiana (2001), statistik

Durbin-Watson (DW) dapat menunjukan ada tidaknya korelasi diri antara galat

yang satu dengan galat yang lainnya. Apabila statistik DW = 2.0 maka tidak

terdapat korelasi diri dalam persamaan tersebut. Namun pengujian korelasi diri

dengan statistik DW pada model yang mengandung peubah beda kala tidak bisa

dilakukan. Hal ini disebabkan pada model yang mengandung peubah beda kala,

modelnya akan menjadi autoregresif, sehingga nilai statistik DW akan menuju

nilai 2,0 dan cenderung terjadi masalah korelasi berangkai. Untuk itu Durbin

menyarankan uji statistik Durbin-h sebagai berikut :

h ,  DW   N⁄ n · Var γ , (3.23)

dimana :

h = nilai statistik Durbin – h, DW = nilai statistik Durbin – Watson,

Var γ = ragam koefisien regresi dari peubah bebas beda kala, dan n = jumlah observasi.

Masih menurut Pindyck dan Rubinfeld dalam Nurdiana (2001), uji statistik

Durbin-h tersebut hanya sahih untuk pengamatan dengan contoh yang besar,

karena dengan contoh yang besar maka nilai h akan mendekati sebaran normal

sehingga pengujiannya dapat menggunakan tabel sebaran normal. Bagi

pengamatan dengan contoh kecil uji Durbin-h akan menjadi kurang sahih.

Uji durbin-h tidak berlaku jika n · Var γ , yang menyebabkan nilai dalam persamaan menjadi tidak terdefinisikan (jika sama dengan satu) atau

menjadi negatif (jika lebih besar dari satu) sehingga nilai dalam akarnya menjadi

imajiner. Oleh karena itu untuk melihat adanya korelasi diri derajat pertama

dilakukan dengan uji alternatif (Koutsoyiannis, 1977) yaitu membuat persamaan

regresi galat periode t dengan galat periode sebelumnya dengan bentuk :

e ϕ e v (3.24)

dimana :

e = galat pada periode ke – t,

e = galat pada periode sebelumnya, dan

ϕ = koefisien regresi peubah galat.

Metode pengujiannya sama dengan pengujian terhadap koefisien regresi

lainnya dengan menggunakan statistik uji-t. Jika ϕ berbeda nyata dengan nol maka terdapat masalah korelasi diri dalam model. Namun jika ϕ tidak berbeda nyata dengan nol maka tidak terdapat masalah korelasi diri dalam model.

Uji Heteroskedastisitas (Heteroscedasticity).

Asumsi yang menyatakan bahwa variasi nilai galat setiap pengamatan

variasi yang konstan. Jika asumsi ini tidak terpenuhi maka model bersifat

heteroskedastisitas Dengan kata lain adalah peubah acak dengan E dan var  E σ , untuk t , , , … , n.

Implikasi dari heteroskedastisitas dalam sebuah model regresi dengan

menggunakan prosedur OLS adalah bahwa penduga OLS tidak lagi efisien

walaupun penduga tersebut dan peramalannya masih bersifat nyata dan konsisten.

Selain itu varian dan kovarian dugaan dari koefisien regresi akan bias dan tidak

konsisten sehingga tes hipotesis menjadi tidak nyata.

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas maka dilakukan pengujian

rank korelasi dari Spearman (Gujarati, 1991). Setiap peubah bebas X diurutkan

bersama galat dari model, dengan mengabaikan tanda dari galat tersebut.

Pengurutan sesuai dengan urutan yang meningkat atau menurun. Jika nilai t dengan derajat kebebasan n-2 (n adalah jumlah observasi) lebih besar dari t

maka dapat disimpulkan bahwa model tidak mengalami heteroskedastisitas.

Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

r σ  ∑ (3.25)

t √ (3.26)

3.6.3. Kriteria Ekonomi (Apriori)

Kriteria ini didasarkan pada kesesuaian tanda dan nilai dari parameter

dengan teori ekonomi. Jika nilai koefisien bertanda positif, artinya terjadi

nilai koefisien bertanda negatif, artinya terjadi hubungan terbalik antara variabel

bebas dan variabel tak bebasnya.

3.7. Model Proyeksi Penawaran Tebu Tahun 2025

Dalam estimasi fungsi penawaran komoditi tebu digunakan pendekatan

tidak langsung atau pendekatan dua tahap, yaitu mengestimasi fungsi areal dan

fungsi produktivitas, dan menggunakan hasil elastisitas masing-masing fungsi

dalam menentukan nilai elastisitas penawaran tebu di Indonesia. Bentuk

persamaan proyeksi jumlah penawaran tebu di Indonesia pada tahun 2025 adalah

sebagai berikut :

(3.27)

dimana :

= proyeksi produksi/penawaran tahun t setelah tahun dasar (tahun 2025),

= produksi/penawaran komoditas tahun dasar (tahun 2006),

= nilai elastisitas jangka panjang penawaran tebu terhadap harga gula, dan

= laju pertumbuhan harga riil komoditi gula per tahun.

3.8. Pengukuran Peubah

1. Luas Areal (A). Luas areal adalah jumlah luas tanam tebu di seluruh

wilayah di Indonesia, dan diukur dalam satuan Hektar (ha).

2. Produktivitas (Y). Produktivitas dihitung berdasarkan jumlah produksi tebu

nasional per satuan luas areal. Produktivitas diukur dalam satuan ton/ha.

ditingkat produsen. Dalam penelitian ini digunakan harga provenue, yaitu

harga jual gula pasir ditingkat produsen yang ditetapkan oleh pemerintah.

Data yang digunakan merupakan data harga riil. Harga gula domestik diukur

dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

4. Harga Padi (Hpd). Penggunaan data harga padi diproksikan dengan data

harga gabah karena keterbatasan data, penggunaan harga padi dikarenakan

komoditi padi sebagai komoditi alternatif dalam pemanfaatan lahan tanam

di lahan sawah. Data yang digunakan adalah data harga gabah ditingkat

nasional yang diukur dalam satuan (Rp/Kg). Seperti halnya variabel-

variabel harga sebelumnya, data yang digunakan adalah data harga riil.

5. Harga Jagung (Hjg). Harga jagung yang digunakan adalah harga jagung

ditingkat nasional yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data harga riil jagung.

Penggunaan harga jagung sebagai variabel bebas dikarenakan komoditi

jagung merupakan komoditi alternatif dalam hal penggunaan lahan di lahan

sawah.

6. Harga Kacang Tanah (Hkt). Harga kacang tanah yang digunakan adalah

data harga nominal kacang tanah yang dideflasikan terhadap indeks harga

konsumen. Komoditas ini sebagai komoditas alternatif tanaman tebu dalam

hal penggunaan lahan di lahan sawah. Data harga riil kacang tanah ini

diukur dalam satuan (Rp/Kg).

7. Harga pupuk urea (Hur). Diukur dengan satuan (Rp/Kg), data pupuk urea

keterbatasan dalam memperoleh data jumlah penggunaan pupuk, maka

penulis memproksikannya dengan data harga pupuk urea. Data yang

digunakan adalah data harga riil pupuk urea.

8. Harga pestisida (Hpes). Digunakan karena seperti halnya harga pupuk urea,

pestisida juga merupakan salah satu input dalam proses produksi. Variabel

ini digunakan dengan satuan (Rp/Kg). Data harga pestisida yang digunakan

merupakan data harga pestisida riil.

9. Tingkat upah buruh pertanian (Hub). Digunakan karena tingkat upah

merupakan biaya bagi petani dalam proses produksi tebu di Indonesia. Data

yang digunakan dengan satuan (Rp/HOK).

10. Curah Hujan (Ch). Digunakan sebagai variabel non-market yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan luas areal maupun produktivitas tanaman tebu

di Indonesia, data yang digunakan merupakan data rata-rata tingkat nasioanl

setiap tahunnya, hal ini dikarenakan keterbatasan dalam mendapatkan data

curah hujan per daerah. Variabel curah hujan diukur dalam satuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini meliputi beberapa permasalahan yang akan diuraikan satu

per satu. Sistematika pembahasan diawali dengan analisa hasil perhitungan regresi

pada masing-masing hasil empiris respon areal, respon produktivitas, dan respon

penawaran tebu Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan memproyeksikan

kebutuhan tebu Indonesia dan jumlah penawaran tebu domestik Indonesia pada

tahun 2025.

Bentuk logaritma persamaan estimasi model Nerlovian, diolah

menggunakan bantuan software Eviews 5.1 sebagai alat dengan menggunakan

metode regresi linier berganda. Hasil regresi untuk periode 1996 sampai 2006

akan ditampilkan dalam bentuk tabel sehingga memudahkan untuk membaca hasil

regresi tersebut.

4.1. Hasil Estimasi Persamaan Respon Areal Tebu Indonesia 4.1.1. Uji Ekonometrika

Hasil regresi persamaan respon areal tebu Indonesia menunjukan bahwa

tanda koefisien varibel bebas dalam model estimasi sesuai dengan dugaan yang

ada pada hipotesis penelitian. Hasil pendugaan terhadap persamaan respon areal

Tabel. 4.1. Hasil Regresi Respon Areal Tebu di Indonesia

Variabel Bebas

Variabel Tak bebas: Luas Areal Koefisien Standar Erorr Prob. Koefisien -0,048 1,273 0,970 Harga Gula 0,029 0,099 0,773 Harga Gabah -0,004 0,075 0,953 Harga Jagung -0,126 0,116 0,285

Harga Kacang Tanah 0,208 ** 0,095 0,036

Curah Hujan 0,040 0,091 0,662

Luas Lahan Periode Sebelumnya 0,930 * 0,042 0,000

F-statistic 385,702 R2 0,987

Prob(F-statistic) 0,000 DW 2,190

Autokorelasi Tidak Ada

Kolinieritas Ganda Tidak Ada

Heterokedastisitas Tidak Ada

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2009. Catatan : *signifikan pada taraf nyata 1%

** signifikan pada taraf nyata 5%

Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui bahwa variasi dari variabel tak bebas

(luas areal) dapat dijelaskan secara linier oleh varibel-variabel bebas dalam model

sebesar 98,7 persen dan sisanya sebesar 1,3 persen dijelaskan oleh faktor-faktor di

luar model. Hal ini terlihat dari nilai koefisien determinasi yang ditunjukan oleh

nilai R-squared sebesar0,987.

Dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test,

didapatkan nilai probability chi-square sebesar 0,26 (Lampiran 2.). Hal ini berarti

dengan hipotesis yang diberikan, model yang digunakan tidak mengandung serial

korelasi atau yang biasa disebut autocorrelations. Untuk menguji pelanggaran

asumsi multikolinoieritas, maka dibuat matriks korelasi. Berdasarkan matriks

Dokumen terkait