Tahapan penelitian dalam penelitian ini mengikuti seperti yang ada dalam bagan alur penelitian seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Bagan Alur Penelitian
Pengendalian Melalui IMB dan PBB -Harga Lahan
-% kemauan
Membayar untuk masing- masing klasifikasi
lahan untuk IMB & PBB
Willingnes To Pay (WTP) α 1 β 1 α 2 β 2 α 3 β 3 α 4 β 4 RTH 30 % Terdistribusi Merata Bentuk dan Lembaga Pengelola RTH Pengelola RTH Bentuk RTH AHP Optimasi Program Linear RTH Terdistribusi Tidak Merata Penutupan Lahan Aktual Penerimaan PEMDA
3.3.1. Penutupan Lahan Aktual
Penutupan lahan aktual adalah penutupan lahan yang ada di Kota Tangerang, yang di klasifikasikan dalam 4 (empat) klasifikasi, yaitu Klasifikasi lahan bervegetasi pohon, bervegetasi semak tanaman semusim, bervegetasi lahan kosong dan vegetasi lahan terbangun. Berdasarkan penutupan lahan ini RTH terdiri dari Vegetasi pohon dan vegetasi semak tanaman semusim. RTH berdasarkan luas wilayah sudah memenuhi ketentuan UU, namun jika diperhatikan secara detail/rinci maka bentuk penyebaran RTH yang ada belum mencerminkan pemerataan secara adil dan seimbang, terutama di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Cileduk dan Larangan.
3.3.2. PengendalianLuasan RTH Melalui IMB dan PBB
Pengendalian luasan RTH melalui IMB dan PBB adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk tetap menjaga luasan RTH yang ada dan mengatur penyebarannya di masing-masing kecamatan, dengan menggunakan instrument Izin Mendirikan bangunan (IMB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
IMB adalah instrument yang di gunakan oleh Pemerintah Daerah dalam mengatur pendirian bangunan di wilayah tersebut yang pengenaannya diatur oleh Peraturan Daerah (PERDA). Makin banyak IMB yang dikeluarkan atau penerimaan dari instrument ini mennandai makin banyak konversi lahan yang terkonversi menjadi lahan terbangun.Hasni (2009) mengatakan salah satu media yang dapat digunakan untuk mengendalikan Ruang Terbuka Hijau adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dimana setiap izin yang dikeluarkan benar- benar sesuai dengan keadaanya. Untuk itu perlu ada beban lain/biaya lain yang menyertainya untuk tetap menjaga RTH.
PBB adalah iuran wajib yang dibayarkan atas kepemilikan luas lahan dan bangunan, luas lahan cendrung tetap, sedangkan jumlah bangunan selalu berubah, makin tinggi penerimaan PBB ini mencerminkan makin banyak bangunan berdiri di wilayah tersebut. Yang
berarti pula makin banyak lahan yang terkonversi menjadi lahan terbangun. Untuk itu perlu ada beban lain/biaya lain yang menyertainya untuk tetap menjaga luasan RTH
3.3.3. Willingness To Pay (WTP)
Willingness to pay adalah salah satu alat analisa untuk mengetahui berapa besar yang mau dibayarkan oleh masyarakatuntuk perbaikan lingkungan yang ada, dan harga lahan /M2
3.3.4. Kontribusi Pemasukan Pemerintah Daerah
dari masing-masing klasifikasi di masing-masing kecamatan, data yang digunakan adalah data primer yang di dapat dari kusioner, kuesioner yang disebar sebanyak 130, dengan rincian 10 kuesioner untuk setiap kecamatan, sampel yang dipilih adalah sampel yang berciri khusus (purposive sampling) diolah mengunakan Excel untuk mengetahui besaran secara rata-rata yang mau di bayarkan oleh masyarakat untuk perbaikan lingkungan (RTH), dan ini menjadi sumber penerimaan Pemerinta Daerah yang nantinya di alokasikan untuk perbaikan lingkungan.
Konstribusi pemasukan adalah angka konstanta persentase yang akan menyertai setiap penerimaan Pemerintah Daerah dari IMB dan PBB yang di bebankan kepada masyarakat yang disesuaikan berdasarkan klasifikasi lahan yang ada.
Tabel 2. Rencana Konstribusi Pemasukan Pemda Bervegetasi Pohon Semak Rumput Tanaman Semusim Lahan Kosong Lahan Terbangun IMB α1 α2 α3 α4 PBB β1 β2 β3 β4
Persentase Konstribusi pemasukan dari α1 s/d α4 adalah besarnya persentase yang diterima berasal dari IMB yang mengkonversi masing-masing klasifikasi lahan, dan β1 s/d β4adalah besarnya persentase yang diterima berasal dari PBB berdasarkan klasifikasi lahan, yang besarnya akan sangat tergantung pada
besarnya kesediaan masyarakat untuk mau membayar terhadap perbaikan lingkungan, yaitu jumlah maksimum seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas terhadap lingkungan/willingness to pay (WTP).
Dalam tahap operasional penerapan pendekatan Willingnes To Pay (WTP), metode yang digunakan adalah Contingent Valuation Methode (CVM), untuk itu terdapat 3(tiga) tahapan kegiatan/proses dalam penelitian ini, yaitu:
1. Membuat Hipotesis Pasar
Terlebih dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumber daya yang akan di evaluasi, adapun hipotesa pasar yang disusun adalah sebagai berikut:
2. Mendapatkan Nilai Lelang (Bids)
Mendapatkan nilai ini berdasarkan survey langsung dengan kuesioner
Kartu 1
Yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau selain Taman Kota, Lapangan Olah Raga, Taman dengan kurang dari 100 pohon, taman yang mengikuti sepanjang jalan, sepadan sungai dan jalur hijau adalah juga temasuk semak rumput,tanaman semusim, tanaman sejenisnya, juga seluruh yang bervegetasi pohon. Ini amat penting bagi kualitas lingkungan yang baik sesuai dengan fungsinya. Sementara konsisi saat ini, apakah lingkungan tempat tinggal anda sudah cukup baik, karena kondisi ini akan sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat secara langsung terutam tempat tinggal.
Kartu 2
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk terciptanya kondisi lingkungan yang baik, dalam hal ini ada dan tesedianya RTH. RTH yang ada akan sangat mudah rusak dan hilang karena adanya pembangunan, baik untuk rumah/perumahan atau bangunan yang lainnya. Untuk itu setiap bangunan selain membayar IMB dan PBB juga akan dikenakan biaya kerusakan lingkungan, dimana penerimaan ini akan digunakan untuk membuat/membangun RTH yang dibutuhkan
3. Menghitung Rataan
Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lelang (Bid) yang diperoleh pada tahap kedua. Perhitungan didasarkan nilai mean (rataan) dan nilai median (tengah) di kalikan dengan harga lahan M
3.3.5. Linear Programming (LP)
2
Linear Programming adalah metode matematik yang digunakan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan di masing-masing kecamatan, serta sekaligus melihat pendapatan maksimum yang di dapat Pemerintah Daerah dari proses optimasi tersebut, dengan bantuan Sofware Solver Parameter
Skenario Optimasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Tangerang: Asumsi:
1. Luas lahan adalah tetap, tidak ada penambahan area.
2. Lahan yang dialih-fungsikan merupakan lahan pada kecamatan yang sama.
3. Luas RTH adalah penjumlahan dari luas lahan berkategori pohon atau tanaman.
4. Nilai jual lahan/ bangunan merupakan rataan nilai jual lahan/bangunan dalam suatu wilayah.
5. Pemasukan PEMDA hanya dari IMB dan PBB.
6. Tiap kecamatan memberikan kontribusi yang berbeda pada pemasukkan PEMDA. Kontribusi ini bergantung pada struktur penggunaan lahan.
Variabel Keputusan
Variabel-variabel yang dikenalkan dalam pembuatan model optimasi guna mencerminkan permasalahan secara lebih mudah. Variabel keputusan didefinisikan sebagai berikut:
,
i j
A = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi jsebelum optimasi (ha)
,
i j
optimasi (ha) ,
i j
C = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi j yang dialih fungsikan (ha)
,
i j
p = nilai jual lahan pada kecamatan idengan klasifikasi j (Rp/ha)
i
q = kontribusi kecamatan iuntuk nilai jual lahan total
j
s = kontribusi IMB klasifikasi juntuk pemasukan PEMDA
j
t = kontribusi PBB klasifikasi juntuk pemasukan PEMDA Dimana:
i = {1,2,…,13} = {Ciledug, Larangan, … , Benda}
j = {1,2,3,4} = {Pohon, Semak/tanaman musiman, Lahan kosong, Lahan terbangun}
Fungsi Tujuan
Optimasi penggunaan lahan di kawasan kota Tangerang menggunakan pemrograman linear. Fungsi tujuan dinyatakan sebagai fungsi dari berbagai variabel sasaran optimasi yang dirumuskan sebagai berikut: Max
(
)
4 13 4 , , 1 1 1 * * j j i i j i j j i j z s t q B p = = = = + ∑
∑
∑
Di mana:Max z= Maksimum Penerimaan PEMDA
j
s = kontribusi IMB lahan dengan klasifikasi j untuk pemasukan PEMDA
{1, 2,...., 4}
j∈ set klasifikasi penggunaan lahan
j
t = kontribusi PBB lahan dengan klasifikasi j untuk pemasukan PEMDA
i
q = kontribusi kecamatan i untuk nilai jual lahan total {1, 2,...,13}
i∈ set kecamatan
,
i j
B = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi j setelah optimasi (ha)
,
i j
p = nilai jual lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi j (Rp/ha)
Suatu tipe penggunaan lahan memiliki implikasi terhadap penggunaan lahan yang lain, sehingga perlu mengalokasikan lahan dengan mempertimbangkan kendala-kendala penggunaannya. Berdasarkan fungsi tujuan ditentukan fungsi kendala sasaran optimasi yang meliputi:
Fungsi Kendala Penggunaan Lahan
a. Fungsi kendala konversi lahan bervegetasi pohon
,1 ,1 ,1 ,3
i i i i
B = A −C +C Artinya:
Luas Lahan pd Kec. i dengan vegetasi pohon setelah optimasi = Luas lahan pd Kec. i dg vegetasi pohon sebelum optimasi - luas lahan pd Kec.i dg vegetasi pohon yg dialih fungsikan + Luas lahan pd Kec.i dg lahan kosong yg dialih fungsikan
Di mana: ,1
i
A = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi bervegetasi pohon sebelum optimasi (ha), i∈{1, 2,...,13}set kecamatan
,1
i
B = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi bervegetasi pohon setelah optimasi (ha)
,1
i
C = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi bervegetasi pohon yang dialih-fungsikan (ha)
Ci,3= luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi lahan kosong yang dialih fungsikan (ha)
b. Fungsi kendala konversi lahan semak/tanaman semusim
,2 ,2 ,2 ,4 i i i i B =A −C +C Di mana: ,2 i
A = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi semak/tanaman musiman sebelum optimasi (ha), i∈{1, 2,...,13}set kecamatan
,2
i
B = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi semak/tanaman musim setelah optimasi (ha) Ci,2 = luas lahan pada kecamatan i
dengan klasifikasi semak/tanaman musiman yang dialih fungsikan (ha)
,4
i
C = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi lahan terbangun yang dialih-fungsikan (ha)
c. Fungsi kendala konversi lahan kosong ,3 ,3 ,3 ,1 i i i i B =A −C +C Di mana: ,3 i
A = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi lahan kosong sebelum optimasi (ha), i∈{1, 2,...,13}set kecamatan
,3
i
B = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi lahan kosong setelah optimasi (ha)
,3
i
C = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi lahan kosong yang dialih fungsikan (ha)
,1
i
C = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi bervegetasi pohon yang dialih-fungsikan (ha)
d. Fungsi kendala konversi lahan terbangun
,4 ,4 ,4 ,2 i i i i B = A −C +C Di mana: ,4 i
A = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi lahan terbangun sebelum optimasi (ha), i∈{1, 2,...,13}set kecamatan
,4
i
B = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi lahan terbangun setelah optimasi (ha)
,4
i
C = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi lahan terbangun yang dialih-fungsikan (ha)
,2
i
C = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi semak/tanaman musiman yang dilaih-fungsikan (ha)
Fungsi Kendala Kebutuhan RTH Minimal 30% Total Luas Lahan 4 ,1 ,2 , 1 0.3* i i i j j B B B = + ≥
∑
Di mana: ,1 iB = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi bervegetasi pohon setelah optimasi (ha), i∈{1, 2,...,13}set kecamatan
,2
i
B = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi semak/tanaman musiman setelah optimasi (ha)
,
i j
B = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi j setelah optimasi (ha), j∈{1, 2,..., 4}set klasifikasi penggunaan lahan
Fungsi Kendala Kekonsistenan Penggunaan Lahan a. Fungsi kendala total luasan lahan
13 4 13 4 , , 1 1 1 1 i j i j i j i j A B = = = = =
∑∑
∑∑
Di mana: , i jA = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi j sebelum optimasi (ha),
i∈{1, 2,...,13}set kecamatan, j∈{1, 2,..., 4}set klasifikasi penggunaan lahan
,
i j
B = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi j setelah optimasi (ha)
b. Fungsi kendala pengalih fungsian lahan
, , i j i j C ≤ A Di mana: , i j
A = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi j sebelum optimasi (ha),
i∈{1, 2,...,13}set kecamatan, j∈{1, 2,..., 4}set klasifikasi penggunaan lahan
,
i j
C = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi j yang dialih fungsikan (ha)
Fungsi Kendala Ketidaknegatifan
, 0 i j C ≥ Di mana: , i j
C = luas lahan pada kecamatan i dengan klasifikasi j yang dialih fungsikan (ha), i∈{1, 2,...,13}set kecamatan,
3.3.6. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Preferensi Masyarakat Terhadap Bentuk dan Lembaga Pengelola RTH
Penelitian ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (Saaty, 1993), untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap prioritas bentuk dan lembaga pengelola RTH. Penilaian preferensi masyarakat dilakukan melalui kuisioner yang diisi oleh responden dengan penilaian skala perbandingan berpasangan. Responden berjumlah 31 orang terdiri dari empat para-pihak (stakeholder), yaitu:
Bappeda (2 orang)
Dinas lingkungan Hidup (2 orang) Dinas Tata Kota (2 Orang)
Pengembang perumahan, sebagai perwakilan dari swasta (3 orang) Tokoh Masyarakat (13 orang), LSM pemerhati Lingkungan(4 orang)
dan akademisi (5 orang)
Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah aktor atau pengguna lahan yang dianggap mempunyai kemampuan berperanserta dan mengerti permasalahan terkait dengan RTH di Kota Tangerang.
Langkah-langkah Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan hierarki.
Persoalan yang ada didekomposisikan menjadi unsur-unsur, yaitu kriteria dan alternatifnya. Unsur-unsur tersebut kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Hal yang ingin diketahui adalah bentuk dan lembaga pengelola yang sesuai dengan preferensi masyarakat. Bentuk dan lembaga pengelola ruang terbuka hijau yang menjadi preferensi tertinggi akan menjadi prioritas dalam pengembangan RTH di Kota Tangerang.
Kriteria untuk mengambil keputusan adalah berdasarkan fungsi ruang terbuka hijau (ekologis, sosial, ekonomi dan estetika). Fungsi-fungsi tersebut selanjutnya dinyatakan dalam tiga bentuk fisik RTH yang terkait dengan kesesuaian fungsionalnya dan merupakan bentuk umum yang banyak dijumpai di Kota Tangerang, yaitu kawasan, simpul dan jalur.
a). Kawasan berbentuk non-linier, zonal atau areal, dengan luas minimal satu hektar, seperti taman kota, hutan kota, kawasan konservasi, lapangan bola, alun-alun kota, dan sebagainya.
b). Simpul berbentuk non-linier, zonal atau areal dengan luas kurang dari satu hektar, seperti pekarangan, taman RT, Taman RW, traffic islands, pocket park, dan sebagainya
c). Jalur berbentuk koridor, linier, memanjang. Termasuk dalam RTH ini adalah jalur hijau jalan raya, jalur hijau lintas kereta, jalur hijau sempadan sungai, jalur pengaman listrik tegangan tinggi.
Adapun struktur hierarki digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4. Struktur Hierarki Bentuk dan Pengelola RTH TAMAN KOTA LAPANGAN OLAHRAGA TAMAN <100 BENTUK JALAN SEPADAN SUNGAI JALUR HIJAU
KAWASAN SIMPUL JALUR
PEMDA MASYARAKAT
LEMBAGA PENGELOLA RTH
1) Penilaian Kriteria dan Alternatif
Penilaian kriteria dan alternatif dilakukan dengan penilaian skala perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan adalah 1-9 dengan nilai dan definisi pendapat kualitatif dari Saaty, seperti yang dikemukakan (Marimin, 2004)
2) Penentuan Kriteria.
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriteria-kriteria kualitatif yang ada dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik
3) Konsistensi Logis
Semua elemen kemudian dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.Analisis ini dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000. Adapun rumusan dasarnya adalah sebagai berikut:
A. Menentukan Vektor Eigen (EV)
Nilai EV bisa diperoleh dengan rumus (Saaty, 1980:87) ) .... 3 2 1 (n i i i i vj N N N N n E = × × × Dengan i = 1,2,3,...,n
B. Menentukan Vektor Prioritas
Vektor prioritas pada dasarnya merupakan EV yang telah disesuaikan, dimana VP tiap baris merupakan rasio EV tiap baris terhadap jumlah toatal EV. Nilai VP merupakan prosentase dari EV sehingga jumlah seluruh VP adalah 1 (100%). VP tiap baris diperoleh dengan rumus berikut : (Saaty, 1980:88)
Keterangan : makin tinggi VP makin tinggi prioritasnya
C. Menentukan konsistensi maksimum (λ maks) dan indeks konsistensi. Nilai Eigen (Eigen Value = λ maks) pada AHP bertujuan untuk melihat penyimpangan konsistensi suatu matriks.
Secara praktis λ maks diperoleh dari hasil perkalian jumlah kolom
1 dengan vektor prioritas baris 1, jumlah kolom kedua dikalikan dengan vektor prioritas baris 2 dan seterusnya, kemudian dijumlahkan atau dengan rumus : (Saaty, 1980:88)
λ maks selalu lebih beasr daripada ukuran matriks (n)I, makin dekat λ maks dengan n maka nilai observasi dalam matriks makin
konsisten. Nilai tingkat konsistensi/indeks konsistensi (IK) bisa dirumuskan dengan :
walaupun AHP memberikan peluang untuk ada inkostensi namum toleransi IK yang dapat diterima maskimal adalah 0,1. dengan demikian dapat diketahui seberapa jauhkan sesesorang konsisten dengan persepsi/penilainnya sendiri. Semakin nilai IK mendekati nilai 0, maka semakin konsistensi suatu observasi.
3.4. Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data skunder, adapun rincian data yang diperlukan adalah sebagai berikut;
λ maks = Σ (jumlah kolom ke j x Vpi untuk i = j)
3.4.1. Data Sekunder
Adalah data-data yang di dapat dari lembaga atau instansi yang ada, adapun data yang di perlukan antara lain adalah
Jenis Data Kegunaan
-Peta Administrasi Kota Tangerang
-Dokumen RTRW
-Peraturan Yang Terkait RTH
-Peraturan mengenai IMB dan PBB
-Data Penerimaan IMB dan PBB
-Untuk mengetahui Posisi dan Letak wilayah
-Untuk mengetahui arah rencana pembangunan secara keseluruhan dari Kota tangerang
-Untuk mengetahui aturan-aturan berkenaan dengan Bentuk dan Lembaga pengelola
-Untuk mengetahui bagaimana IMB dan PBB tersebut dikutip dari masyarakat
-Untuk mengetahui berapa besar yang di terima PEMDA dari IMB dan PBB
3.4.2. Data Primer
Adalah data-data yang di dapat dari masyarakat, cara mendapatkannya adalah dengan menyebar kuesioner, adapun data yang di dapat antara lain:
Jenis Data Kegunaan
-Harga Lahan /M2 di tingkat kecamatan
-Besaran prosentase dari Kemauan membayar Masyarakat
-Untuk mendapatkan besaran yang dapat diterima oleh Pemerintah Daerah jika terjadi konversi lahan -Untuk mendapatkan besaran uang
yang dapat diterima oleh Pemerintah Daerah
Dalam penelitian ini, responden dipilih berdasarkan penciri khusus, yaitu responden yang memiliki rumah dan tanaman /asri, Responden ditanyakan dan diberikan pilihan antara mau membayar atau tidak mau membayar konpensasi perbaikan lingkungan agar menjadi baik. Pada penelitian ini kusioner yang disebar sebanyak 150, dan yang kembali serta layak untuk di proses sebanyak 130 atau 86,7 % .
Ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Tangerang adalah ruang yang ditutupi vegetasi baik tumbuh secara alami maupun binaan, termasuk didalamnya adalah vegetasi berpohon dan semak, tanaman semusim, dengan luas keseluruhan 7.492,5 ha. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau mengamanatkan luas RTH suatu wilayah adalah 30% dari luas wilayah atau seluas 4.978,1 ha. Berdasarkan amanat UU no 26 tersebut maka keseluruhan RTH Kota Tangerang (7.492,5 ha) telah terpenuhi bahkan melebihi, namun berdasarkan penyebaran RTH pada setiap kecamatan di Kota Tangerang terdapat dua kecamatan yang memiliki RTH terbatas yaitu Kecamatan Cileduk dan Larangan.
Berdasarkan penutupan lahan, di kota Tangerang diklasifikasikan dalam 4 (empat) klasifikasi vegetasi, yaitu klasifikasi bervegetasi pohon, bervegetasi semak, rumput dan tanaman semusim, klasifikasi bervegetasi tanah kosong dan bervegetasi lahan terbangun. Gambar 5 di bawah ini memperlihatkan penutupan lahan di Kota Tangerang.
Gambar.5 Peta Penutupan Lahan di Kota Tangerang (dalamPancawati J (2010))
Berdasarkan Gambar 5, luasan dari masing-masing klasifikasi penutupan lahan adalah, penutupan lahan bervegetasi pohon dengan luas total 973,7 ha,
semak, rumput, tanaman semusim dan tanaman sejenis dengan luas 6.518,8 ha, lahan kosong seluas 212,9 ha dan lahan terbangun seluas 7.492,5 ha. Yang termasuk RTH adalah lahan bervegetasi pohon seluas 973,7 ha dan bervegetasi semak, rumput, tanaman semusim dan tanaman sejenis seluas 6.518,8 ha.
Bentuk RTH bervegetasi semak,rumput dan tanaman sejenis yang dominan bahkan keberadaan luasanya diatas 20% dari luas setiap kecamatan,hanya di kecamatan Larangan yang keberadaan luasnya di bawah 20%.Gambar 6 dibawah ini memperlihatkan beberapa photo bentuk-bentuk penutupan lahan di Kota Tangerang
Tanaman Semusim Kec. Pinang Semak Rumput Kec. Cipondoh
Tanaman Pohon Kec. Karawaci Tanaman Pohon Kec. Neglasari
Lahan Kosong Kec. Cileduk Semak Rumput Kec. Benda
Pemukiman Penduduk Kec. Larangan Pemukiman Penduduk Kec. Cileduk Gambar 6. Bentuk-bentuk Penutupan Lahan di Kota Tangerang
Data penutupan lahan dan RTH di Kota Tangerang secara lengkap tersaji pada Tabel 3
Tabel 3. Komposisi penutupan lahan dan RTH di Kota Tangerang
Kecamatan Luas (ha)
Penutupan Lahan(ha) Ruang Terbuka Hijau (RTH) (ha)
Lhn kosong Lhn Terbangun Pohon Semak Jumlah
Ha % ha % ha % ha % ha % Cileduk 883,3 0,6 0,1 205,4 23,3 206,0 23,3 22,6 2,6 654,7 74,1 Larangan 813,8 5,9 0,7 101,8 12,5 107,7 13,2 37,8 4,6 668,3 82,1 K. Tengah 1.000,9 67,5 6,7 259,6 25,9 327,1 32,7 42,2 4,2 640,3 64,0 Cipondoh 1.693,5 310,1 18,3 541,9 32,0 852,0 50,3 10,9 0,6 830,6 49,0 Pinang 2.159,0 222,1 9,3 1.321,9 61,2 1.544,0 71,5 17,9 0,8 818,7 34,4 Tangerang 1.557,5 188,4 12,1 510,0 32,7 698,4 44,8 0 0,0 859,1 55,2 Karawaci 1.223,8 39,4 3,2 465,6 38,0 505,0 41,3 2,5 0,2 716,3 58,5 Cibodas 882,6 0 0,0 367,6 41,6 367,6 41,6 0 0,0 515,0 58,4 Jatiuwung 1.485,8 7 0,5 701,9 47,2 708,9 47,7 0 0,0 776,9 52,3 Periuk 1.124,9 5,2 0,5 452,9 40,3 458,1 40,7 0 0,0 666,8 59,3 Neglasari 1.570,5 30,8 2,0 631,8 40,2 662,6 42,2 18,3 1,2 889,6 56,6 Batu ceper 904,1 44,7 4,9 374,0 41,4 418,7 46,3 15,6 1,7 468,9 51,9 Benda 1.063,6 52 4,9 584,4 54,9 636,4 59,8 45,1 4,2 382,1 35,9 TOTAL 16.593,6 973,7 5,9 6,518,8 39,3 7.492,5 45,2 212,9 1,3 8,888,2 53,6
Sumber: Pancawati J.(2010), data diolah (2012)
Komposisi ruang terbuka hijau Tabel 3, menunjukkan sebagian besar RTH di Kota Tangerang diatas 30%, kecuali kecamatan Cileduk dan Larangan. Jumlah RTH aktual pada kecamatan Cileduk hanya sebesar 206 ha (23,3%) dan Larangan sebesar 107,7 ha (13,2%). Terbatasnya RTH pada 2 (dua) kecamatan tersebut disebabkan karena sebagian besar wilayah telah dijadikan sebagai areal terbangun sementara ruang yang tersedia untuk vegetasi relatif kecil. Luas areal terbagun pada kecamatan Cileduk mencapai 654.7 ha atau 74,1% dan Larangan mencapai 668.3 ha atau 82,1% dari jumlah keseluruhan wilayah. Kekurangan RTH tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa arah pembangunan yang mengkonversi lahan terbuka/tidak terbangun ke lahan terbangunsebaiknya tidak di prioritaskan pada ke dua wilayah kecamatan tersebut.
Walaupun UU tidak mengamanatkan luasan RTH 30% di tingkat kecamatan akan tetapi pihak Pemerintah Daerah dapat membuat peraturan/ketentuan untuk diberlakukan ditingkat Kecamatan, dengan tetap mengacu pada UU yang ada, karena hal ini harus dilakukan mengingat pentingnya RTH tersebut bagi setiap orang, sehingga nantinya RTH tidak lagi terpusat di pusat-pusat kota/Kabupaten
sebagai sarana memperindah kota, karena studi empiris yang saya lakukan tidak di jumpai RTH binaan yang sengaja di bangun di tempat lain terkecuali Lapangan olah raga dan Taman Pemakaman Umum, yang penyebaranya cukup merata di setiap wilayah, tetapi bentuk lainnya tidak di jumpai, untuk itu RTH binaan harus ada di setiap sudut kota berperan dan berfungsi sebagaimana mestinya untukkepentingan seluruh masyarakat, sehingga masyarakat juga dapat merasakan secara langsung dampak dari RTH binaan, sehingga keindahan, kenyaman juga dapat dinikmati seluruh masyarakat, hal ini sesuai dengan amanat UUD 45 pasal 28 (h) ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”, dan masyarakat tidak hanya mengandalkan/menikmati RTH alami saja. Gambar 7 memperlihatkan bentuk- bentuk RTH binaan yang ada di Kota Tangerang.
RTH Bentuk Taman Kota RTH Bentuk Jalan
RTH Sepadan Sungai RTH Taman< 100 Pohon
RTH Jalur Hijau Jl.Veteran RTH Lapangan Olah Raga
RTH Taman Pemakaman Umum RTH Taman Pemakaman Umum Gambar 7. Bentuk-bentuk RTH Binaan di Kota Tangerang
Upaya mencapai ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas wilayahnya, maka minimal luas ruang terbuka hijau di kecamatan Cileduk seluas 265 ha, dan kecamatan larangan seluas 244,1 ha. Dengan demikian maka masih terdapat kekurangan luas ruang terbuka hijau pada kecamatan Cileduk seluas 59 ha dan Larangan seluas 136,4 ha.