IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) SERTA PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KOTA TANGERANG
HENDRI JOPANDA
NRP: A156080041SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengendalian Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) melalui Pendekatan Izin Mendirikan Bangunan(IMB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Tangerang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2012
permit and the property tax approaches in the city of Tangerang.Under direction of Khursatul Munibah and Laksmi Andriani Savitri
Tangerang is a city that is growing rapidly. These growth resulted in the number of green space is diminishing. The existence of urban green space area is needed in order to create a comfortable and healthy environment. This study aims to 1) Provide solutions to compliance and the availability of green space 2) Looking for a green space in the form of community wants 3) Looking for the institutions that responsible to managing green space. To fulfil the needs of the extent dan distribution of green space, use the Willingness To Pay analysis (WTP) that superimposed to the data of building permit and property tax. The result was recalculated using the optimization method by Linear Programming analysis. And to find forms and institutions that responsible to manage green space, using Analytical Hierarchy Process (AHP). Open space needs based on the total area of Tangerang City mandated that the Act is 4978.08 ha, while the area is currently an area of 7,492.5 ha, this means having excess 2,514.4 ha. There are two district from 13 district, that are very short, they are Cileduk and Larangan for a total area of 195.4 ha deficiency. Using WTP analysis, which are charged to the imposition of environmental improvements in this community to be included at the expense of building permit and at the time of payment of property tax, then there is acceptance of the community as much as Rp. 721 469 817 000,- while at the same time the burden of expenditures for compliance with green space area of Rp. 5,770,000,000,000,-. This means for the fulfillment of an area of green space in the two districts (Cileduk and Larangan) in need of eight years assuming other conditions remain. To the management body should be elected by the public green space managed by the local government and continued by the community. While the form of green space is selected with first priority is to form a sub-form of the selected area form the city parks and green lines as the second priority
HENDRI JOPANDA. Pengendalian Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) melalui Pendekatan Izin Mendirikan Bangunan(IMB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Tangerang. Dibimbing oleh: KHURSATUL MUNIBAH dan LAKSMI ANDRIANI SAVITRI.
Kota Tangerang sebagai penyangga Ibu Kota perkembangnya sangat pesat. Perkembangan tersebut berakibat pada jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin berkurang. Padahal keberadaan RTH sangat diperlukan di perkotaan agar tercipta lingkungan yang nyaman dan sehat. Penelitian ini bertujuan 1). Memberikan solusi terhadap pemenuhan dan ketersediaan RTH yang lebih merata 2). Mencari bentuk RTH yang dibutuhkan oleh masyarakat 3). Mencari lembaga pengelola dari RTH.
Untuk memenuhi kebutuhan luasan dan pendistribusiaan RTH digunakan alat analisis Willingness To Pay (WTP) yang di tumpang tindihkan dengan IMB dan PBB selanjutnya di hitung kembali mengunakan metode Optimasi dengan alat analisis Program Linier, sedangkan untuk mencari bentuk dan lembaga pengelola digunakan alat analisis AHP (Analytical Hierarchy Process)
Preferensi masyarakat terhadap bentuk dan fungsi RTH dianalisis menggunakan metode AHP terhadap 31 responden yang terdiri dari kalangan Pemerintah (Bappeda, Dinas KLH, Dinas Tata Kota), Swasta (Pengembang) dan Masyarakat (akademisi,tokoh masyarakat dan LSM pemerhati lingkungan).
Kebutuhan RTH Kota Tangerang berdasarkan luas wilayah yang di amanatkan UU No. 26 Thn. 2007 adalah 4.978,08 Ha, sedangkan luas wilayah yang ada sekarang seluas 7.492,5 Ha, ini berart memiliki kelebihan 2.514,4 Ha. Tetapi jika dilihat per kecamatan dari 13 (tiga belas) kecamatan, maka ada 2 (dua) kecamatan yang sangat kekurangan, yaitu kecamatan Cileduk dan Larangan dengan total kekurangan seluas 195,4 Ha.
Dengan menggunakan alat analisis WTP, dimana pembebanan perbaikan lingkungan dibebankan ke masyarakat dalam hal ini di ikut sertakan pada saat pengeluaran Izin Mendirikan Bangunan(IMB) dan pada saat pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),yang besar nilainya masing-masing 2,5% untuk IMB dan 1,1 % untuk PBB, maka ada penerimaan dari masyarakat sebanyak Rp. 721.469.817.000,- sedangkan pada waktu yang sama beban pengeluaran untuk pemenuhan luasan RTH sebesar Rp. 5.770.000.000.000,- ini berarti untuk pemenuhan luasan RTH di dua kecamatan (Cileduk dan Larangan) di butuhkan waktu 8 (delapan) Tahun dengan asumsi keadaan yang lain tetap.
Untuk lembaga pengelola terpilih oleh masyarakat sebaiknya RTH dikelola oleh PEMDA dengan bobot nilai 0,692, dengan sub pengelola Dinas Tata Kota dengan bobot total 0,5875, sedang prioritas kedua oleh masyarakat dengan sub pengelola Swasta dengan bobot total 0,2337
Bentuk RTH yang terpilih dengan prioritas utama adalah bentuk Kawasan dengan bobot nilai 0,405 dengan sub bentuk terpilih bentuk taman kota dengan bobot nilai 0,793 dan prioritas kedua bentuk jalur dengan sub bentuk jalur hijau dengan bobot nilai 0,760.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tampa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) SERTA PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KOTA TANGERANG
HENDRI JOPANDA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Pengendalian Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) melalui
Pendekatan Izin Mendirikan Bangunan(IMB) serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Tangerang
Nama : Hendri Jopanda NRP : A156080041
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Khursatul Munibah, MSc
Ketua Anggota
Dr.Laksmi Andriani Savitri,MSi
Diketahui:
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Ilmu Perencanaan wilayah Pascasarjana,
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah,MSc.Agr.
Untuk Kedua Orang TuaKu
Juga Untuk Istri dan Kedua AnakKU
F. Diana
Egen dan Hatta
Bukan ....
Karena hari ini Indah, Kita bahagia....
Tetapi karena kita Bahagia, hari ini menjadi Indah
Bukan....
Karena Semua BAIK, Kita Tersenyum
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Salawat dan Salam saya hanturkan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Karena perkenaanNya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul Strategi Pengendalian Luas Ruang Terbuka Hijau melalui pendekatan Izin Mendirikan Bangunan serta Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Tangerang. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam penyususnan penelitian ini penulis mendapat masukan, arahan, petunjuk dan bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Khursatul Munibah, Msc. Sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Laksmi Andriani Savitri, Msi. Sebagai Anggota Komisi Pembimbing, serta Ibu Dyah Panuju, Msi atas pengarahan, bimbingan dan saran yang diberikan. Lebih dari pada itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi. Bapak Dr. Ernan Rustiadi dan Bapak Dr. Baba Barus yang telah membantu dan memberikan inspirasi sehingga penulisan ini dapat dilakukan.
Ucapkan terikasih juga penulis sampaikan kepada Istri, dan anak-anak tercinta yang telah memberi semangat, doa, dan kasih sayangnya, tidak lupa teman-teman PWL 2008 Angkatan Wali Songo, terutama Juwarin , PWL 2009 terutama Zulian dan Yoga dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis sampaikan terima kasih atas segala bantuan dan kerja samanya yang terjalin selama ini. Akhirnya Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat.
Penulis lahir di Teluk Betung Bandar Lampung pada tanggal 24 April 1965, dari ayah Helmi Ali dan ibu Rosmanelly. Menikah dengan F. Diana HA dan dikaruniai anak Ahmad Reaggen Jopanda dan Ahmad Hatta Jopanda.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pahoman Bandar Lampung pada tahun 1984 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Lampung pada jurusan Akuntansi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Pada tahun 1985 Penulis lulus seleksi lagi untuk masuk Universitas Lampung pada Fakultas Ekonomi di jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Pada tahun 2008 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan mendapat Bantuan Pendidikan Pascasarjana (BPPS).
DAFTAR GAMBAR………... xv
DAFTAR LAMPIRAN………... xvii
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian... 1.4. Manfaat Penelitian ... 1.5. Kerangka Pemikiran...
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ……….. 5.2. Saran ……….…………
65
1
Kriteria Penilaian Alternatif ………. Rencana Konstribusi Penerimaan Pemerintah Daerah…. ………. Komposisi Penutupan lahan dan RTH Kota Tangerang………... Penerimaan IMB dan PBB Kota Tangerang tahun 2001-2007 ... Pola Konversi Lahan dan Perubahannya Thn 1991-2005 di Kota Tangerang ………. Data WTP Kota Tangerang……… Harga lahan /M2 di Tingkat kecamatan ………... Luas Penutupan lahan ssetelah Optimasi …….. …… ..……… Luas RTH Aktual, Hasil Optimasi dan berdasarkan RTRW ...…... Contoh arah perubahan luasan penutupan lahan sebelum dan sesudah Dilakukan optimasi di Kec. Cileduk ……… Contoh arah perubahan luasan penutupan lahan sebelum dan sesudah Dilakukan optimasi di Kec. Larangan ………... Pengeluaran Biaya untuk perbaikan RTH ……..…... …..……… Hasil AHP untuk Prioritas Bentuk RTH …..…….… .……….. Bentuk RTH dan Nilai Bobot total ……..………. ..………...……….. Pengelola RTH dan nilai bobot total….…………...………...
2 Diagram Bobot Prioritas Lembaga Pengelola RTH unsur Masyarakat
1 Bentuk RTH berdasarkan Jumlah Penduduk, Berdasarkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 005/PRT/M/2008 ……….. Bentuk Penutupan Lahan di Kota Tangerang ………... Bentuk-bentuk RTH di Kota Tangerang ……… Kuesioner WTP ……….. Kuesioner AHP-1 ………... Kuesioner AHP-2 ………... Pemanfaatan Ruang Kota Tangerang Berdasarkan RTRW 2006-2016
Kota Tangerangbagiandarikota di Jabodetabek yang
mengalamiperkembanganyang pesatdansebagaidaerahpeyanggaIbu
Kota,denganluaswilayah 16.593,6 ha, luaslahanterbangunseluas 8.888,2 ha.
Jumlahpenduduk 1.531.666 jiwa (Biro PusatStatistik.
2008).Danlajupertumbuhanpenduduk 1,7% pertahun (Juwarin. 2010),
implikasidarikeadaaninimakamakintingginyatekananterhadappemanfaatanruang,
yang
padaakhirnyaakanmeyebabkanmenurunnyakualitasdankuantitasruangterbukahijau
(RTH) yang ada.
Penutupanlahan di Kota Tangerangdapat di kategorikandalam 4 (empat)
klasifikasi, yaitu, klasifikasipenutupanlahanbervegetasipohondenganluas total
973,7ha, semak, rumput, tanamansemusimdantanamansejenisdenganluas 6.518,8
ha, klasifikasilahankosongseluas 212,9 ha
danklasifikasilahanterbangunseluas8.888,2 ha.
Luasan RTH secaraaktualmasihmelebihiluasan yang di amantkanoleh UU,
karenaluasan RTH yang diamantkanoleh UU No. 26 Tahun 2007
tentangPenataanRuangdalamPasal 29 ayat 2 berbunyi
‘Proporsiruangterbukahijaupadawilayahkabupaten/kota paling sedikit 30
(tigapuluh) persendariluaswilayah’, iniberartiseluas 4.978,1 hasedangkanluasan
yang adaseluas 7.492,5 ha. Akan
tetapijikadiperhatikansecararincidaripenutupanlahanterlihatjelasbahwa
diKecamatanCiledukdanKecamatanLarangankurangdari 30% luasan RTH
dariluaswilayahKecamatannya.Atasdasarkeduafaktainilahmakapengendalianharus
segeradilakukan, janganmenundasampaiterjadimasalah yang lebihrumit.Sebagai
Kota PenyanggaIbu Kota, Kota Tangerangjelasmemilikibeban yang sangatbesar,
terutamabebanpembangunanfisik.MenurutSitoruset.al (2011)
Perkembangansektor-sektorekonomidanjumlahpendudukmenyebabkankebutuhansumberdayalahanmeni
ngkatuntukmenyediakansaranapendukung, makasemakintinggi pula
(2003)dalamKustirani (2006) bahwa rata-rata lahan sawah di Kota Tangerang berkurang dalam 1(satu) tahunnya 93,89 ha, sedangkan Tegalan berkurang 130,36
ha per tahun, air berkurang 12,62 hapertahun dan hutan berkurang 7,14 ha
pertahun yang menambah pertahunnya adalah Lahan perkotaan (infrastruktur
Kota) yaitu rata-rata 282,39 ha pertahun.
Di tambahlagipencariansumberpenerimaanaslidaerah yang
sangatberkaitaneratdengankonversilahan, yang dilakukanolehPemerintah
DaerahyaituPenerimaandarirestribusiIzinMendirikanBangunan (IMB)
,danPajakBumidanBangunan (PBB).
IMB dan PBB sebagaisumberpenerimaan yang
terusmeningkatdariwaktukewaktudapat di
jadikanpencirimakintingginyakonversilahan di wilayahtersebut,
mengapademikian, karenamakintinggirestribusi yang diterimadari IMB,
inimenandakanmakinbanyakbangunan yang berdiridan PBB,
PajakBumicendrungtetap, terkecualiadapemekaranwilayahadministratip,
sedangkanBangunan, iniberubahtergantungjumlahdanjenisbangunannya.
Jikakedua instrument inimeningkatmakadapat di
katakanmakinhilangnyalahanhijauatauRuang Terbuka Hijau di
daerahtersebut.Menurut Kantor KPP Kota TangerangdanDinasPenanaman Modal
danPerizinan Kota Tangerangbahwa bahwa laju pertumbuhan penerimaan IMB
rata-rata pertahun adalah 16, 4 % dan Laju pertumbuhan penerimaan PBB
pertahun rata-rata 27,58 %. Kedua instrumen ini merupakan instrumen yang
diandalkan oleh hampir seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai sumber
utama penerimaan asli daerah, padahal kedua instrumen ini jika meningkat ini
bertendensi peningkatan pula konversi lahan, terutama lahan hijau menjadi lahan
terbangun.
Untukitulahmakadiperlukankebijakanstrategisuntuktetapmengendalikanjumlahlua
sanRuang Terbuka Hijaudengantetaptidakmengganggusumberpenerimaan yang
berasaldari IMB dan PBB.
Salah satupengendaliantataruangadalahberlakunya minimal 30 %
dariluaswilayahKabupaten/Kota harusberupaRuang Terbuka Hijau, denganrincian
% disediakanolehmasyarakat (Ruang Terbuka HijauPrivat). Adapunproporsi 30 %
merupakanukuran minimal untukmenjaminkeseimbanganekosistemkota,
baikkeseimbangan system hidrologidan system mikroklimatmaupun system
ekologislainnya, yang selanjutnyaakanmeningkatkanketersedianudarabersihyang
dibutuhkanmasyarakatsertasekaligusdapatmeningkatkannilaiestetikakota.
Walaupun UU No. 26 Thn 2007 tidakmengisyaratkanberlaku di tingkatkecamatan,
tetapinampaknyaPemerintahKabupaten/Kota
dapatmembuatusulanmengenaiaturan/ Peraturandaerah yang
khususmengaturluasan, bentuk, pendistribusiandanjenis RTH
berdasarkankondisiwilayahmasing-masingkabupaten/kota, sehingga RTH yang
dibuatbenar-benarbermanfaatdanberdayagunabagimasyarakatnyasecarakeseluruhan,
tidaklagiterjebakpadabentuk-bentuk RTH sepertiHutan Kota, Taman Kota
ataujalurhijau, yang menumpuk di pusatkota,
tetapiperlujugamembuat/membangun RTH-RTH dalambentuk lain seperti Taman
RW atau RTatau Taman Lingkungan yang ada di tengah-tengahmasyarakat,
sehinggaestetikadankenyamananlingkunganjugadapat di rasakanolehmasyarakat
di setiapsudutkota.
Jugaperludilihatbagaimanaperananlembagapengelola,menurutHasni (2009) ada 3
(tiga) lembaga yang dapatmengelola RTH, yaituPemerintah,
SwastadanMasyarakat,karenafaktadilapanganberdasarkanstudiempirik yang
sayalakukan, masihbanyak di temui RTH yang
telahberubahfungsimenjadipangkalanojek,
tempatparkirkendaraandantempatberdagangparapedagang kaki lima.
1.2. PerumusanMasalah
Kota TangerangjikamengacupadaUndang-Undang No. 26 Tahun 2007
tentang Tata Ruang,pasal 29 ayat 2, yangharusmenyediakan minimal 30%
dariwilayahadministrasinyamerupakanruangterbukahijau (RTH)
jelasinisudahterpenuhi, karenadenganluaswilayah 16.593,6 ha,
makaruangterbukahijau yang harusdisediakanadalahseluas 4.978,08 ha
Namun jika di lihat lebih detil maka ada 2 (dua) Kecamatan, yaitu
Kecamatan Cileduk dan Larangan masih kurang dari 30% luas wilayah
merupakan luasan RTH.Untukituperludiaturataudikendalikanagar luasan RTH
yang adadapatmemenuhiketentuan UU, yang luasannyaadalahminimal 30 % dari
total wilayahmerupakanruangterbukahijauatauseluas 265 ha,
untukKecamatanCiledukdan 244,1 ha, untukKecamatanLarangan,
haliniberartikekurangan 59 hauntukKecamatanCiledukdan 136,4
haKecamatanLarangan. Walaupun UU tidakmengamanatkanbahwaluasan RTH
Minimal 30% itu di tingkatKecamatan, melainkan di Tingkat Kabupaten/Kota
tetapiPemerintahKabupaten/Kota
dapatmengusulkan/membuatPeraturanuntukmengaturmengenailuasan, bentuk,
pendistribusian RTH, sertajugaLembaga yang mengelola RTH,
sehinggakonsepdasardarikeharusanmenyediakan RTH yang diaturoleh UU,
dalamhalini UU No. 26 Tahun 2007
benar-benarbermanfaatbagimasyarakatsecarakeseluruhan.
Berdasarkanhaltersebutdiatas,
makasecarakhususpenelitianiniakanmerumuskanpermasalahanpengendalian RTH
di kotaTangerangsebagaiberikut:
1. StrategiPengendaliansepertiApa yang
harusdilakukanuntuktetapmenjagaluasan RTHdanterdistribusilebihmerata
di setiapkecamatan.
2. Bentuk RTH sepertiapa, yang di inginkanolehMasyarakat.
3. Kelembagaanmana yang sebaiknyabertanggungjawabterhadappengelolaan
RTH
1.3. TujuanPenelitian
Secaraumumpenelitianinibertujuanuntukmemberikanrumusankonsepuntuk
memenuhikebutuhanRTH
demiuntukmenjagatercapainyakeseimbanganlingkungan di wilayah Kota
Tangerang. Adapunsecarakhusus, penelitianinibertujuanuntuk:
1. Untukmengetahuiseberapabesarkemauanmasyarakatuntukmembayardal
2. Menganalisisbentuk RTH yang perlu di kembangkan di Kota Tangerang
3. MenganalisisprefensimasyarakatterhadapLembaga yang akanmengelola
RTH
1.4. ManfaatPenelitian
Hasilpenelitianinidiharapkandapatmemberikaninformasitentangkebutuhan
RTH di Kota Tangerang,
sehinggadapatdijadikanbahanpertimbangandalampengambilankebijakandalamrang
kamengendalikanluas RTH sesuaidenganUU No. 26 Tahun 2007 demi
terwujudnyasalahsatutujuanpembangunanyaitu Pembangunan yang
RUANG TERBANGUN RUANG TERBUKA
RUANG TERBUKA MELALUI IMB & PBB
LUAS, BENTUK DAN LEMBAGA PENGELOLA RTH
STANDAR KEBUTUHAN RTH
2.1.1. Ruang Terbuka
Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud
dengan ruang yaitu wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya. Jayadinata (1999) dalam Hesty (2005) menjelaskan bahwa ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera
tempat hidup tetumbuhan, hewan, dan manusia.Ruang dapat merupakan suatu
wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik,
sosial, atau pemerintahan yang meliputi sebagian permukaan bumi, lapisan tanah
di bawahnya dan lapisan udara di atasnya. Rustiadi (1996) dalam Suryadi (2008) pemanfaatan ruang dalam pelaksanaanya tidak selalu sejalan dengan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan, hal ini disebabkan adanya tekanan perkembangan
pasar terhadap lahan sebagai akibat ketersediaan lahan yang terbatas dan belum
jelasnya mekanisme pengendalian dan lemahnya lembaga penegakan hukum.
Penggunaan tanah merupakan suatu bagian dari tata ruang, untuk tetap
menjaga keseimbangan, keserasian, kelestarian lingkungan, serta memperoleh
manfaat tata ruang kota, maka harus dilakukan penataan penggunaan tanah untuk
meningkatkan kualitas manusia dan lingkungan hidup.Berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau
wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk
area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang
pada dasarnya tanpa bangunan.
2.1.2. Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau digambarkan sebagai suatu kawasan atau areal
permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi
pengaman jaringan prasarana dan atau budidaya pertanian yang difungsikan
sebagai peresapan air dan menghasilkan oksigen, didominasi oleh tumbuhan
memberikan makna atas suatu hamparan yang penuh dengan tetumbuhan, tanpa
bangunan berarti, atau hamparan dengan koefisien lantai bangunan setara dengan
nilai (0). Menurut Hakim (2002) dalam Hesty (2005) Ruang Terbuka Hijau didefinisikan sebagai ruang-ruang yang terdapat di dalam kota, baik berupa
koridor/jalur ataupun area/kawasan sebagai tempat pergerakan/penghubung dan
tempat perhentian/tujuan, dimana unsur hijau (vegetasi) yang alami dan sifat
ruang terbuka lebih dominan, sedangkan menurut Yuliasari (2008) yang dimaksud
dengan Ruang Terbuka Hijau adalah ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih
bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh- tumbuhan secara alamiah ataupun
budidaya.
Menurut Anonim (2006) dalam Makalah Lokakarya Pengembangan system RTH Di Perkotaan dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke
60,yang dimaksud dengan Ruang Terbuka hijau adalah bagian dari ruang-ruang
terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi). RTH berguna mendukung manfaat langsung
dan/atau tidak langsung yang dihasilkan bagi kota tersebut yaitu keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan.
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang
Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau adalah
ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Berbeda
lagi dengan pengertian Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang
selanjutnya disingkat RTHKP yaitu bagian dari ruang terbuka suatu kawasan
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat
ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika seperti tertera pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
2.1.3. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau di kelompokan menjadi dua kelompok yaitu RTH
publik dan RTH privat. RTH publik adalah RTH yang penyediaan dan
pemeliharaanya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Contoh dari
RTH publik adalah taman kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau sepanjang
jalan sungai dan pantai. RTH privat adalah RTH yang penyediaan dan
pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan
dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Adapun jenis Ruang Terbuka Hijau terdiri dari :
1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki
karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan
habitat setempat maupun untuk perlindungan wilayah yang lebih luas.
Dalam kawasan ini, termasuk diantaranya :
a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk
ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi, baik di
daratan maupun perairan, yang perkembangannya berlangsung secara
alami.
b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat
alamnya diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi,
abrasi, dan intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah.
c. Hutan wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat
rekreasi dan kegiatan wisata alam.
2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan
hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman,
pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang
diperlukan dan didukung fasilitas yang diperlukan, baik untuk sarana
ekologis maupun sarana sosial kota. Kawasan hijau binaan ini meliputi
a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang
berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi
kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman
kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olahraga, dan
pemakaman umum.
b. Jalur Hijau Kota, merupakan bagian dan ruang terbuka hijau yang
berdiri sendiri atau terletak di antara badan jalan atau
bangunan/prasarana kota lain, dengan bentuk teratur/tidak teratur yang
di dalamnya ditanami atau dibiarkan tumbuh berbagai jenis vegetasi.
c. Taman kota, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri
sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain
dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetika dengan
menggunakan unsur-unsur buatan atau alami, baik berupa vegetasi
maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai
fasilitas pelayanan warga kota dalam berinteraksi sosial. Secara umum,
taman kota mempunyai dua unsur perpaduan, baik buatan maupun
alami dengan menggunakan material pelengkap, dan secara spesifik
terdiri dari unsur hijau, yaitu pepohonan yang ditata secara soliter
dengan menonjolkan nilai estetikanya, perhimpunan tanaman perdu,
dan hamparan rerumputan yang teratur, sehingga membentuk kesatuan
kesan pandang keindahan wajah kota terkecil.
d. Taman Rekreasi, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang
berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana
kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis
dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, baik berupa
vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi
sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota untuk melakukan kegiatan
rekreasi sehingga perlu adanya elemen-elemen yang bersifat rekreasi
umum.
e. Taman Hutan, merupakan bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau
terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan
menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, khususnya dengan
penanaman berbagai jenis pohon dengan kerapatan yang tinggi. Ciri
spesifik taman hutan dalam kaitannya dengan fasilitas umum, adalah
bahwa hamparan lantai tapaknya dilengkapi dengan fasilitas (sarana
umum), yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan
tertentu,yang berada di wilayah perkotaan. Jenis tumbuhannya (dalam
hal ini pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem
perakarannya dalam,dicirikan oleh karakter jarak tanam yang rapat,
sehingga membentuk satuan ekologi kecil karena terbentuknya
pelapisan (strata tajuk) dua sampai tiga tingkatan. Berdasarkan
fungsinya, kawasan hutan kota dapat dikembangkan sebagai penyangga
wilayah resapan air tanah, rekreasi alam, pelestarian plasma nutfah, dan
habitat satwa liar, serta meningkatkan kenyamanan lingkungan
perkotaan.
g. Taman Bangunan Umum, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau
yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas
bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang
berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi masyarakat umum dalam
melakukan interaksi yang berkaitan dengan kegiatan yang sesuai
dengan bangunan tersebut.
h. Tepian Air, bagian dari RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman
dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti
pantai,sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek
arsitektur lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan
sarana kelengkapan pertamanan.
i. Taman lingkungan/tempat bermain, merupakan suatu hamparan dengan
pepohonan yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan
pusat-pusat kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar
keindahan dan keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan
yang menikmatinya.
j. Lapangan olahraga, merupakan ruang terbuka yang ditanami pepohonan
dan rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani
melalui kegiatan olahraga. Jenis pepohonan pada hamparan ini
merupakan jenis jenis tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi
sebagai tempat peneduh.
k. Pemakaman, suatu fasilitas umum dalam kaitannya dengan peranan
fungsi sebagai RTH, karena hamparan lahannya cukup luas dapat
berfungsi sebagai wilayah resapan.
l. RTH fungsi Pengaman, merupakan suatu daerah penyangga alami,
dengan bentuk jalur penghijauan, yang dapat berupa taman dominan
rumput, dan/atau pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan
dan penyangga situ-situ, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api,
sumber-sumber mata air, pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan
pengaman tegangan tinggi.
m. Penghijauan pulau, merupakan suatu bentuk pemulihan nilai
produktivitas tanah melaui pembudidayaan tanaman agar fungsinya
semakin optimal.
n. RTH Budidaya Pertanian, merupakan area yang difungsikan untuk
budidaya pertanian milik perorangan, badan hukum atau pemerintah,
yang meliputi kebun pembibitan, sawah, dan pertanian daratan.
2.1.4. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan membutuhkan suatu
lingkungan yang sehat dan bebas polusi, untuk kenyamanan hidup. Tolok ukur
dari penataan ruang adalah mampu memberikan kenyamanan, keasrian, dan
kesehatan bagi penghuni kota dengan tersedianya alokasi RTH. RTH di perkotaan
diharapkan mencukupi kebutuhan lingkungan perkotaan dan berkelanjutan dari
waktu ke waktu, Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006), Ruang
terbuka hijau dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar, yang secara umum
1. Fungsi bio-ekologis (fisik), adalah fungsi yang memberi jaminan pengadaan
RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur
iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung
lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap (pengolah) polutan media
udara, air dan tanah, serta penahan angin.
2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif), dan budaya adalah fungsi yang mampu
menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi
warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.
3. Fungsi estetis, adalah fungsi untuk meningkatkan kenyamanan, ,memperindah
lingkungan kota baik dari skala mikro, halaman rumah, lingkungan
pemukiman, maupun makro, lansekap kota secara keseluruhan. Mampu
menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi
secara aktif maupun pasif, seperti : bermain, berolah raga, atau kegiatan sosiali
lainya, yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis.
Selain itu, dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai
bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman
kota, taman kota pertanian dan perhutanan, jalur hijau jalan, bantaran rel
kereta api, serta jalur biru bantaran kali.
4. Ekosistem perkotaan adalah fungsi untuk memproduksi oksigen, tanaman
berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha
pertanian, kehutanan, dan lain-lain.Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan, fungsi RTH adalah :
(a) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;
(b) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
(c) Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
(d) Pengendali tata air; dan
(e) Sarana estetika kota
Sementara itu dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, fungsi dari RTH adalah
a. Sebagai areal perlindungan untuk berlangsungnya fungsi ekosistem dan
penyangga kehidupan
b. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan
kehidupan lingkungan
c. Sebagai sarana rekreasi
d. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam
pencemaran, baik di darat, perairan maupun udara
e. Sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat
untuk membentuk kesadaran lingkungan
f. Sebagai tempat perlindungan plasma nuftah
g. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro
h. Sebagai pengatur tata air.
2.1.5. Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006), RTH memiliki
manfaat, antara lain :
1. Penyeimbang antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan, yaitu sebagai
penjaga fungsi kelestarian lingkungan pada media air, tanah, dan udara serta
konservasi sumberdaya hayati flora, dan fauna.
2. Bagi kesehatan, tanaman yang terdapat dalam RTH sebagai penghasil
oksigen(O2) terbesar dan penyerap karbon dioksida (CO2
3. Membentuk iklim yang sejuk dan nyaman.
) dan zat pencemar
udara lain.
4. Membantu sirkulasi udara.
5. Sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah.
6. Sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis dapat
menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat
alami flora, fauna, dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia.
7. Sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural.
8. Sebagai wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
2.2. Izin Mendirikan Bangunan
Izin Mendirikan Bangunan menurut definisi yang ada didalam Peraturan
Daerah Kota Tangerang, No.7 Tahun 2001, adalah izin yang diberikan oleh
Pemerintah Kota kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu
bangunan, yang dimaksud agar desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan
sesuai dengan rencana Tata Ruang yang berlaku, sesuai dengan Garis Sempadan
Bangunan (GSB), sesuai Garis Sempadan Sungai (GSS), sesuai Koefisien Dasar
Bangunan (KDB), sesuai Koefisien Luas Bangunan (KLB), sesuai dengan
syarat-syarat keselamatan yang ditetapkan bagi yang menempati bangunan tersebut.
Pemberian IMB dimaksudkan untuk ,Pembinaan,Pengaturan, Pengendalian dan
Pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oleh orang pribadi atau
badan.Tujuan Pemberian IMB adalah untuk melindungi kepentingan umum,
memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut retribusi
sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).Mendirikan Bangunan
adalah Pekerjaan mengadakan bangunan sebagian atau seluruhnya termasuk
pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang berhubungan dengan
pekerjaan mengadakan bangunan.
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Restribusi izin mendirikan Bangunan adalah Pembayaran atas pemberian
IMB termasuk mengubah/membongkar bangunan oleh Pemerintah kepada orang
pribadi atau badan.Secara singkat, yang perlu kita ketahui adalah IMB adalah izin
untuk mendirikan bangunan, diberikan oleh Pemerintah Kota.Jadi, IMB
merupakan produk dari pemerintah. Tak ada lembaga lain yang berhak untuk
menerbitkannya. Penerbitan oleh lembaga lain dianggap tidak sah.
IMB dapat diberikan kepada seseorang saja atau kepada badan seperti
perusahaan atau organisasi. Jadi, kita mendapatkan IMB agar kita bisa secara legal
memulai kegiatan pembangunan suatu bangunan.Agar desain, pelaksanaan
pembangunan dan bangunan sesuai dengan rencana Tata Ruang yang berlaku,
sesuai dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB), sesuai Garis Sempadan Sungai
Bangunan (KLB), sesuai dengan syarat-syarat keselamatan yang ditetapkan bagi
yang menempati bangunan tersebut.
IMB bertujuan agar segala desain, pelaksanaan pembangunan, dan
bangunan sesuai dengan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.Ini sangat penting untuk alasan keamanan dan keselamatan.
- Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah batas halaman terdepan atau batas
pemetakan atau batas penguasaan jalan.
- Garis Sempadan Sungai (GSS) adalah garis batas luar pengamanan sungai
- Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Luas Bangunan (KLB)
Sebelum memulai mendirikan bangunan, rumah sebaiknya memiliki
kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan
fungsinya.IMB tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru saja,
tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi, menambah, mengubah,
atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur bangunan.IMB sendiri
dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat (kelurahan hingga kabupaten).
Dalam pengurusan IMB diperlukan pengetahuan akan
peraturan-peraturannya sehingga dalam mengajukan IMB, informasi mengenai peraturan
tersebut sudah didapatkan sebelum pembuatan gambar kerja arsitektur.
b. Tujuan Pemberian IMB 1. Pembinaan
Pembangunan sebuah bangunan memerlukan pembinaan.IMB dimaksudkan
agar lembaga yang berwenang dapat membina orang atau badan yang
bermaksud membangun agar dapat membangun dengan benar dan menghasilkan
bangunan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
2. Pengaturan
Bangunan-bangunan perlu diatur.Pengaturan bertujuan agar menghasilkan
sesuatu yang teratur.Pembangunan perlu memperhatikan peraturan-peraturan
yang berlaku.Jarak dari jalan ke bangunan, luas ruang terbuka, dan lain-lain
perlu diatur. Tanpa pengaturan, bangunan-bangunan akan semakin semrawut
3. Pengendalian
Pembangunan perlu dikendalikan.Tanpa pengendalian, bangunan
bangunan bisa muncul dimana-mana seperti jamur tanpa memperhatikan
peraturan yang berlaku. Lahan yang dimaksudkan menjadi taman bisa saja
diubah menjadi rumah tanpa pengendalian. Selain itu laju pembangunan perlu
diperhatikan.Pembangunan yang begitu pesat juga bisa membawa dampak buruk
bagi lingkungan.
4.Melindungi Kepentingan umum
IMB bertujuan melindungi kepentingan umum.Kegiatan pembangunan
yang bisa merusak lingkungan bisa saja ditolak.Terjaganya lingkungan juga
merupakan kepentingan umum.Kantor tak bisa begitu saja dibangun di atas
lahan hijau.Tak boleh ada rumah yang dibangun di pinggir sungai.Semua itu
terjadi karena pembangunan yang dimaksud bertentangan dengan kepentingan
umum masyarakat.Tak ada orang yang ingin rumahnya kebanjiran. Tak ada
orang yang tak ingin menghirup udara segar.
2.3. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menurut definisi yang diberikan oleh
Mardiasmo (2008) adalah iuaran wajib bagi setiap warga negara atas kepemilikan
sah atas tanah dan bangunan yang besaranya ditentukan berdasarkan peraturan.
Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12
Tahun 1994 adalah “Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk
rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan
atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan”.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Objek PBB
Bumi Adalah Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di dalam serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah.
pekarangan, tambang,dll.
Bangunan Adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan
tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, Emplasemen , pagar
mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol,
kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.
a. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB, menurut Mardiasmo (2008)
adalah objek yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja,
rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengan itu.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah yang belum dibebani
suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal
balik.
5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
b. Dasar Pengenaan PBB
Ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan
mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan:
a. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
b. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya
berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya
c. Nilai perolehan baru
d. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti
2.4.Program Linier
Program Linier (Linear Programming) adalah suatu cara untuk menyelesaikan, menurut Permana (2008) persoalan pengalokasian
sumber-sumber yang terbatas diantara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan
cara yang terbaik yang mungkin dilakukan.Persoalan pengalokasian ini
akan muncul manakala seseorang harus memilih tingkat aktivitas-aktivitas
tertentu yang bersaing dalam hal penggunaan sumber daya langka yang
dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut.
Beberapa contoh situasi dari uraian diatas antara lain ialah persoalan
pengalokasian sumber daya nasional untuk kebutuhan domestik,
penjadwalan produksi, solusi permainan (game), dan pemilihan pola pengiriman (shipping). Satu hal yang menjadi ciri situasi diatas ialah adanya keharusan untuk mengalokasikan sumber terhadap aktivitas.
Program linier ini menggunakan model matematis untuk
menjelaskan persoalan yang dihadapi. Sifat“linier”disini member arti bahwa
seluruh fungsi matematis dalam model ini merupakan fungsi yang linier,
sedangkan kata “program” merupakan sinonim untuk perencanaan.Dengan
demikian,program linier adalah perencanaan aktivitas-aktivitas untuk
memperoleh suatu hasil yang optimum,yaitu suatu hasil yang mencapai
tujuan terbaik diantara seluruh aktivitas yang fisibel.Dalam membangun
model dari formulasi persoalan programa linier digunakan karakteristik-
karakteristik anatara lain, yaitu:
a. Variabel keputusan
Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara
lengkap keputusan-keputusan yang akan dibuat fungsi tujuan.
b. Fungsi tujuan
Fungsi tujuan merupakan fungsi dari dari variabel keputusan
atau diminimumkan (untuk ongkos).
c. Pembatas
Pembatas merupakan kendala yang dihadapi sehingga kita tidak
bias menentukan harga-harga variabel keputusan secara
sembarang.Koefisien dari variabel keputusan pada pembatas disebut
koefisien teknologis, sedangkan bilangan yang ada di sisi kanan
setiap pembatas disebut ruas kanan pembatas.
d. Pembatas tanda
Pembatas tanda adalah pembatas yang menjelaskan apakah variabel
keputusannya diasumsikan hanya berharga non negative atau
variabel keputusan tersebut boleh berharga positif, boleh juga
negatif (tidak terbatas dalam tanda).
Dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian persoalan program
linier (Linear Programming) adalah suatu persoalan optimasi dimana kita melakukan hal-hal berikut ini:
1. Berusaha memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linier
dari variabel-variabel keputusan yang disebut fungsi tujuan.
2. Harga/besaran dari variabel-variabel keputusan itu harus memenuhi
suatu set pembatas.Setiap pembatas harus merupakan persamaan
linier atau ketidaksamaan linier.
3. Suatu pembatas tanda dikaitkan dengan setiap variabel.
Model Program linier
Model merupakan suatu representasi atau formalisasi, dalam bahasa
tertentu (yang disepakati) dari suatu system nyata. Pengembangan model
adalah suatu usaha untuk memperoleh model baru yang memiliki
kemampuan lebih didalam beberapa aspek. Pengembangan model biasanya
menggunakan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
1. Elaborasi
Pengembangan model dimulai dengan yang sederhana dan
secara bertahap dielaborasi sehingga diperoleh model yang
system asumsi yang ketat yang tercermin pada jumlah, sifat dan
relasi variabel-variabelnya.Tetapi asumsi yang dibuat tetap harus
memenuhi persyaratannya yakni konsistensi, indefendensi,
ekuivalensi dan relevansi.
2. Sinektik
Adalah metode yang dibuat untuk mengembangkan
pengenalan masalah-masalah secara logis. Sinektik yang mengacu
pada penemuan kesamaan-kesamaan akan membantu analis
membuat penggunaan satuan analogi yang kreatif dalam
mengembangkan suatu model. Banyak studi menunjukkan bahwa
orang seringkali gagal mengenali bahwa apa yang tampak menjadi
masalah baru pada kenyataannya secara tersembunyi merupakan hal
yang sama dan dapat didekati melalui model yang sudah ada.Karena
itu, pengembangan model dapat dilakukan dengan menggunakan
prinsip-prinsip, hukum, teori, aksioma, dan dalil yang sudah dikenal
secara luas tetapi belum pernah digunakan untuk memecahkan
masalah yang sedang dihadapi.Sinektik didasarkan pada asumsi
bahwa kesadaran mengenai hubungan yang identik atau mirip
diantara masalah system nyata dalam skala besar akan
meningkatkan kapasitas pemecahan masalah dari seorang analis.
3. Iteratif
Pengembangan model bukanlah proses yang bersifat
mekanistik dan linier. Oleh karena itu dalam tahap
pengembangannya mungkin saja dilakukan pengulangan atau
penijauan-peninjauan kembali (iteratif).Ada tiga komponen utama
prinsip iteratif ini,yaitu, pengembangan model awal atau dugaan,
langkah-langkah atau aturan yang harus ditempuh supaya dapat
diperoleh model yang memadai, dan ukuran kompleksitas model
sebagai titik akhir dimana kita menghentikan proses iteratif.
Program linier merupakan salah satu metodologi, yang merupakan
suatu urutan proses dan prosedur yang disusun secara sistematik dan
model, dll) yang telah direncanakan untuk diperoleh.
Menurut klasifikasi fungsi model, program linier merupakan suatu
model normative yang memberikan jawaban terbaik dari alternatif yang
ada terhadap sebuah masalah. Model ini memberikan aturan dan
rekomendasi untuk langkah-langkah atau tindakan yang dapat diambil
untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa keuntungan (nilai).
Masalah model normatife biasanya berbentuk penemuan nilai-nilai dari
variabel-variabel yang dapat dikendalikan (variable keputusan) yang akan
menghasilkan manfaat (nilai) yang paling besar seperti yang diukur oleh
variabel hasil atau kriteria pencapaian tujuan. Kesulitan utama dari model
ini adalah menentukan kriteria yang tepat untuk memilih jawaban terbaik.
2.5. Analisis Kemauan Untuk Membayar (Willingness To Pay)
Pengertian nilai atau value, khusus yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan, memang bisa berbeda
jika dipandang dari berbagai sudut disiplin ilmu, Fauzi (2006).Dari sisi ekologi
misalnya nilai dari hutan mangrove bisa berarti pentingnya hutan mangrove
sebagai tempat reproduksi spesies ikan tertentu atau untuk fungsi ekologis
lainnya.Dari sisi tehnik, nilai hutan mangrove bisa sebagai pencegah abrasi atau
banjir dan sebagainya. Perbedaan berbagai konsepsi nilai tersebut tentu akan
menyulitkan pemahaman mengenai pentingnya suatu ekosistem. Karena itu
diperlukan suatu persepsi yang sama untuk menilai ekosistem tersebut. Salah satu
tolok ukur yang relative mudah dan dapat dijadikan persepsi bersama dari
berbagai disiplin ilmu tersebut adalah pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam. Dengan demikian, mengunakan apa
yang di sebut nilai ekonomi sumber daya alam.
Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah
maksimum seseorang inggin mengorbankan barang/jasa lainnya, secara formal
konsep ini disebut keinggin langsung membayar (willingness to pay) seseorang terhadap pengukuran nilai moneter barang dan jasa. Atau dalam bahasa yang
sederhana berapa besar nilai rupiah yang mau di bayarkan oleh masyarakat untuk
Untuk mengetahui nilai ekonomi sumber daya alam dan lingkungan secara
langsung dapat mengunakan metode Contingent Valuation Method (CVM).
Metode Valuasi Kontingensi
Metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method, CVM) menurut Anhar (2008) adalah cara perhitungan secara langsung, dalam hal ini
langsung menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness to pay, WTP) kepada masyarakat, dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik
yang penekanan pada standar nilai uang. Metoda ini memungkinkan semua
komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya.
Dengan demikian nilai ekonomi suatu benda publik dapat diukur melalui konsep
WTP.
Untuk mengukur WTP biasanya digunakan metode contingent valuation (CV). Menurut Husodo (2009 ) Metode CV telah banyak digunakan untuk
mengukur WTP konsumen, khususnya untuk barang-barang yang bersifat non market goods, seperti peningkatan kualitas lingkungan (Carson and Mitchell, 1981) atau pengendalian polusi udara (Loehman and De, 1982).Metode CV juga banyak digunakan untuk mengevaluasi WTP untuk keamanan pangan. Meski
terdapat beberapa metode ekonomi untuk melakukan valuasi non-market goods, CV dianggap sebagai metode yang paling tepat untuk mengukur nilai keamanan pangan (Buzby, et al., 1995). Para ekonom juga telah mengembangkan teknik CV untuk mengukur manfaat barang quasi public seperti udara dan peningkatan kualitas air, tempat rekreasi, ijin berburu, pengurangan resiko penyakit atau
bahkan label sertifikasi barang dan jasa. Manfaat-manfaat tersebut didefinisikan
sebagai penjumlahan willingness to pay (WTP) setiap individu terhadap adanya peningkatan kualitas lingkungan tertentu. Melalui teknik CVM seseorang akan ditanya kesanggupan dan berapa rupiah yang sanggup ia bayarkan terhadap
barang-barang non-market. Wan dan Wang (1996) menggunakan CVM untuk mengestimasi WTP konsumen terhadap sertifikasi keamanan pangan. Misra et al. (1991) dan Weaver et al. (1992) menggunakan harga premiun untuk melakukan survey WTP terhadap produk bebas residu. Prosedur paling penting dalam
tentang berapa banyak yang sanggup dia bayar jika ada perubahan kondisi dari
suatu sumberdaya lingkungan atau perbaikan jasa yang akan dirasakan
manfaatnya oleh responden dalam situasi hipotetis (Diamond, et. al., 1993; Haab and McConnell, 2001). Awalnya metode CV banyak menggunakan pertanyaan open ended questiorn seperti, "Berapa jumlah maksimum yang sanggup anda bayar?". Namun akhir-akhir ini, dalam metode CV banyak digunakan cara cara
lain semacam iterative bidding, payment cards, dan dichotomous choice questions (Boyle and Bishop,1988).
Kuesioner CVM meliputi empat bagian, yaitu :
1) Penulisan detail tentang benda yang dinilai, persepsi penilaian benda
publik,
2) Jenis kesanggupan dan alat pembayaran
3) Pertanyaan tentang WTP yang diteliti
4) Pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden seperti usia,
tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Sebelum menyusun
kuisioner, terlebih dahulu dibuat skenario-skenario yang diperlukan dalam
rangka membangun suatu pasar hipotetis, benda publik yang menjadi
obyek pengamatan. Selanjutnya dilakukan pembuktian pasar hipotetis
menyangkut pertanyaan perubahan kualitas lingkungan yang dijual atau
dibeli.
Tahap-tahap Studi CVM
Menurut Fauzi (2006), implementasi CVM dapat dipandang menjadi lima
tahap pekerjaan, yaitu :
1) membangun pasar hipotetis
2) memunculkan/menghasilkan nilai tawaran (bid) 3) menduga nilai rata-rata WTP
4) menduga kurva nilai tawaran (bid curve) 5) evaluasi penggunaan CVM.
Dari lima tahapan tersebut, hanya tiga tahap yang dilakukan dalam
Penelitian ini,yaitu, membangun pasar hipotetis,memunculkan Nilai tawaran,dan
menduga nilai rata-rata WTP.
Membangunan sebuah pasar hipotetis bagi jasa lingkungan yang
dipertanyakan adalah tahap pertama yang harus dilakukan dalam studi CVM.
Skenario kegiatan harus diuraikan secara jelas dalam instrumen survai
(kuesioner) sehingga responden dapat memahami benda lingkungan yang
dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. Kuesioner
yang digunakan juga harus menguraikan apakah semua konsumen akan membayar
sejumlah harga tertentu jika perubahan lingkungan jadi dilaksanakan, serta
bagaimanakah uang bayaran tersebut dikelola. Selain itu, kuesioner juga harus
menjelaskan bagaimanakah keputusan tentang dilanjutkan atau tidaknya rencana
kegiatan tersebut.
Tahap 2 (dua) : Penentuan nilai tawaran (bid)
Setelah kuesioner selesai dibuat, maka kegiatan survei dapat dilakukan dengan
wawancara secara langsung (tatap muka) dengan responden, melalui teplepon,
atau melalui e-mail. Wawancara melalui telepon sebaiknya merupakan alternative terakhir karena penyampaian informasi benda lingkungan melalui telepon dinilai
agak sulit, terutama karena keterbatasan waktu.Survei melalui surat sering
digunakan, tetapi seringkali mengalami bias dari jawaban yang
diterima.Wawancara menggunakan petugas yang terlatih akan menghasilkan
jawaban yang memadai,tetapi perlu juga diwaspadai bias yang mungkin terdapat
pada petugas yang melaksanakan wawancara.
Dalam kuesioner, setiap individu ditanya mengenai nilai uang yang bersedia
dibayarkan atau besaran prosentase yang mau dibayarkan berdasarkan nilai lahan
yang dimiliki (nilai WTP) agar peningkatan kualitas lingkungan jadi dilaksanakan
(atau nilai WTP untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas lingkungan).
Untuk mendapatkan nilai tersebut dapat dicapai melalui cara-cara sebagai
berikut:
a. Bidding game Nilai tawaran mulai dari nilai terkecil diberikan kepada b. Responden hingga mencapai nilai WTP maksimum yang bersedia
dibayarkan responden
c. Closed-ended referendum Sebuah nilai tawaran tunggal diberikan kepada responden, baik untuk responden yang setuju ataupun yang tidak setuju dengan nilai tersebut (jawaban ya atau tidak)
e. Open-ended question(pertanyaan terbuka). Setiap responden ditanya maksimum WTP yang bersedia dibayarkan dengan tidak adanya nilai tawaran yang diberikan. Namun dengan cara ini responden sering mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, khususnya jika tidak memiliki pengalaman mengenai nilai perdagangan komoditas yang dipertanyakan.
Tahap tiga : Perhitungan nilai rata-rata WTP
Setelah nilai tawaran WTP didapatkan maka rata-rata nilai WTP dapat
dihitung. Ukuran pemusatan yang digunakan adalah nilai tengah dan/atau
median. Nilai median tidak dipengaruhi oleh nilai tawaran ekstrim, namun hampir
selalu lebih rendah dibandingkan dengan nilai tengah. Pada tahap ini nilai
tawaran yang tidak lazim ( protest bid) diabaikan dari perhitungan. Keputusan harus diambil tentang bagaimana mengidentifikasi dan memperlakukan pencilan
(outlier), yaitu nilai tawaran yang ekstrim.
Rata-rata nilai tawaran WTP akan lebih mudah dihitung jika model pertanyaan
dilakukan melalui pendekatan kartu pembayaran (payment card), pertanyaan terbuka, atau bidding game. Namun jika pertanyaannya menggunakan pendekatan pertanyaan tertutup (closed-ended referendum), maka perhitungan logit yang berhubungan dengan kemungkinan jawaban “Ya” untuk setiap jumlah yang
diberikan harus diestimasi.
2.6. Proses Hierarki Analitik
Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Bussiness pada tahan 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir,
sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang
efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan
dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Prinsip kerja AHP adalah
penyerderhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan
dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian
tingkat kepentingan setiap variable diberi nilai numerik secara subjektif tentang
lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk
menetapkan variable yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk
mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP
dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal atau sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif.
AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu
kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif,
yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons).Dr. Thomas L. Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan atau pairwise, menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan
alternatif.
AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan
keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami
oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP,
proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih
kecil yang dapat ditangani dengan mudah. Selain itu, AHP juga menguji
konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai
konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu
diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang.
Ide dasar prinsip kerja AHP adalah sebagai berikut :
• Penyusunan Hierarki
Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu
kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki.Struktur
hierarki yang disusun memiliki suatu tujuan atau disebut juga dengan goal yang akan dicapai. Selain itu hierarki tersebut memiliki kriteria-kriteria yang akan
membandingkan alternatif-alternatif yang memang akan dibandingkan.
• Penilaian Kriteria dan Alternatif
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut
dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala
perbandingan Saaty dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel.1 Kriteria Penilaian Alternatif
NILAI KETERANGAN
1 Alternatif A sama penting dengan alternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 A mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai
perbandingan B dengan A.
Ada berbagai cara untuk menentukan tingkat kepentingan kriteria atau alternatif
tersebut, antara lain adalah :
- Menentukan bobot secara sembarang.
- Membuat skala interval untuk menentukan ranking setiap kriteria.
- Menggunakan prinsip kerja AHP, yaitu perbandingan berpasangan
(pairwise comparison), tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dapat dinyatakan dengan jelas.
• Penentuan Prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan
berpasangan (pairwise comparisons).Nilai-nilai perbandingan relative kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.Baik kriteria
kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan
judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian
• Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
Penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Tangerang, Propinsi
Banten.Proses penelitian dimulai dengan pengumpulan data, analisis dan diakhiri
dengan penyusunan tesis, pada bulan Januari 2011 hingga Juli 2012.
Kota Tangerang secara geografis terletak antara 6º6' Lintang Utara
sampai dengan 6º13’ Lintang Selatan dan 106º36' Bujur Timur sampai dengan
106º42' Bujur Timur. Batas-batas wilayah penelitian adalah:
Sebelah utara, berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang.
Sebelah selatan, berbatasan dengan Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang,
dan Kecamatan Serpong dan Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang
Selatan.
Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta.
Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
Secara rinci, posisi geografis wilayah Kota Tangerang disajikan pada Gambar 2.
3.2. Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU No.
26 Thn. 2007 tentang Tata Ruang, UU No. 12 Thn. 1994 tentang PBB, Peraturan
Mentri PU No. 05 Thn.2008 tentang Pedoman penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Peraturan Daerah Kota tangerang
No. 7 Thn. 2001 tentang IMB, kusioner,peta Penutupan Lahan Kota Tangerang,
sedangkan alat yang digunakan komputer dan kelengkapannya, software seperti Excel, Solver Parameter, Expert Choice.
3.3. Metode Penelitian
Tahapan penelitian dalam penelitian ini mengikuti seperti yang ada dalam
bagan alur penelitian seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Bagan Alur Penelitian
Pengendalian Melalui IMB dan PBB
-Harga Lahan -% kemauan
Membayar untuk masing- masing klasifikasi
lahan untuk IMB & PBB
Willingnes To Pay
3.3.1. Penutupan Lahan Aktual
Penutupan lahan aktual adalah penutupan lahan yang ada di Kota
Tangerang, yang di klasifikasikan dalam 4 (empat) klasifikasi, yaitu
Klasifikasi lahan bervegetasi pohon, bervegetasi semak tanaman
semusim, bervegetasi lahan kosong dan vegetasi lahan terbangun.
Berdasarkan penutupan lahan ini RTH terdiri dari Vegetasi pohon dan
vegetasi semak tanaman semusim. RTH berdasarkan luas wilayah sudah
memenuhi ketentuan UU, namun jika diperhatikan secara detail/rinci
maka bentuk penyebaran RTH yang ada belum mencerminkan
pemerataan secara adil dan seimbang, terutama di 2 (dua) kecamatan
yaitu Kecamatan Cileduk dan Larangan.
3.3.2. PengendalianLuasan RTH Melalui IMB dan PBB
Pengendalian luasan RTH melalui IMB dan PBB adalah suatu
cara yang dapat digunakan untuk tetap menjaga luasan RTH yang ada dan
mengatur penyebarannya di masing-masing kecamatan, dengan
menggunakan instrument Izin Mendirikan bangunan (IMB) dan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB).
IMB adalah instrument yang di gunakan oleh Pemerintah Daerah
dalam mengatur pendirian bangunan di wilayah tersebut yang
pengenaannya diatur oleh Peraturan Daerah (PERDA). Makin banyak
IMB yang dikeluarkan atau penerimaan dari instrument ini mennandai
makin banyak konversi lahan yang terkonversi menjadi lahan
terbangun.Hasni (2009) mengatakan salah satu media yang dapat
digunakan untuk mengendalikan Ruang Terbuka Hijau adalah Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dimana setiap izin yang dikeluarkan
benar-benar sesuai dengan keadaanya. Untuk itu perlu ada beban lain/biaya lain
yang menyertainya untuk tetap menjaga RTH.
PBB adalah iuran wajib yang dibayarkan atas kepemilikan luas
lahan dan bangunan, luas lahan cendrung tetap, sedangkan jumlah
bangunan selalu berubah, makin tinggi penerimaan PBB ini