• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Dalam dokumen T1 802009136 Full text (Halaman 24-37)

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif karena dianggap mampu untuk memahami fenomena yang ada dalam penelitian ini secara mendalam. Pengumpulan data menggunakan wawancara tak terstruktur dan observasi. Teknik analisis data kualitatif yang digunakan adalah pengumpulan data, reduksi data, klasifikasi data, penafsiran data dan kesimpulan. Pengujian keabsahan data digunakan untuk memastikan kebenaran dari data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik trianggulasi data dengan menggunakan informan, yang merupakan orang-orang terdekat para partisipan (Moleong, 2010).

Partisipan

Penelitian ini melibatkan 2 subjek remaja awal dengan kanker sebagai subjek penelitian. Pemilihan subjek dilakukan secara purposive sampling, yaitu informan diambil dengan maksud atau tujuan tertentu yakni peneliti menganggap bahwa subjek tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya (Mustafa, 2000). Subjek merupakan remaja usia 11-15 tahun yang memiliki penyakit kronis yaitu kanker. Pengambilan subjek berada di sebuah rumah sakit kanker yaitu Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jakarta Barat. Adapun gambaran umum subjek yang telah diperoleh sebagai berikut :

Subjek 1

Subjek 1 merupakan seorang remaja putri yang berinisial GN, berusia 12 tahun dengan leukemia (kanker darah) yang telah menjadi pasien rawat inap di

rumah sakit kanker Dharmais semenjak bulan November 2013. Subjek merupakan anak tunggal dari pasangan suami istri, HU dan SU. Subjek merupakan pribadi yang pemalu, ramah, pengertian, penurut, dan memiliki semangat untuk berobat. Saat mendapatkan kabar dari orang tuanya bahwa dirinya sakit, subjek kaget namun subjek dapat menerima hal tersebut.

Subjek telah memasuki tahap reinduksi atau tahap akhir dari pengobatan kanker. Sebagai seorang remaja awal, pertumbuhan fisik yang nampak pada subjek hanya terjadi pada perubahan berat dan tinggi badan, namun subjek belum memasuki tahap pubertas. Hal tersebut dikarenakan efek samping dari pengobatan yang ada.Efek samping yang dirasakan oleh subjek hanya kerontokan rambut yang tidak terlalu parah. Subjek juga tidak takut menghadapi kemoterapi dan efek samping dari pengobatan tersebut.

Subjek 2

Subjek yang kedua merupakan seorang remaja pria yang berinisial MK, berusia 15 tahun dengan limfoma (kanker kelenjar getah bening) yang telah menjadi pasien rawat inap di rumah sakit kanker Dharmais semenjak bulan Januari 2014. Subjek merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri TR dan RT. Subjek merupakan pribadi yang terbuka, ramah, penurut, dan bisa diandalkan. Subjek sedang dalam tahap pubertas karena subjek telah mengalami perubahan-perubahan fisik yang terlihat seperti tinggi badan serta terdapatnya jakun. Saat pertama kali mengetahui dirinya sakit, subjek merasa bingung, sedih, dan takut. Subjek bingung apa yang harus diperbuat, merasa sedih karena harus mengalami sakit dan melihat orang tua sedih pula, dan takut

apakah penyakitnya dapat disembuhkan atau tidak. Subjek baru memasuki tahap awal pengobatan dengan kemoterapi ketiga.Selama menjalani pengobatan, subjek mengalami efek samping yang berat yaitu panas tinggi, nyeri di bagian punggung dan mual hingga muntah. Subjek tidak merasa takut ketika menjalani proses pengobatan, hanya saja subjek merasa takut dan sedih ketika mengalami efek samping dari pengobatan tersebut. Namun hal tersebut tidak membuat subjek patah semangat untuk sembuh.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan wawancara tak terstruktur, observasi, dan kuesioner. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2008). Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalahobservasi non partisipan, yaitu peneliti tidak berperan serta hanya melakukan fungsi yaitu sebagai pengamat (Moleong, 2000). Kuesioner yang merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2008), juga digunakan dalam penelitian ini. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kepuasan hidup milik Diener dan skala PANAS milik Watson.

Prosedur

Agar pelaksanaan penelitian dapat berjalan dengan lancar, maka perlu dilakukan berbagai persiapan. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan antara lain membuat rancangan penelitian yang berisi tujuan penelitian, karakteristik subjek, serta hal lain yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan penelitian. Setelah melakukan berbagai persiapan tersebut, peneliti mulai mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik penelitian dengan mengunjungi Rumah Sakit yang memiliki pasien yang sesuai dengan topik penelitian.

Penulis diminta untuk mempresentasikan proposal penelitian dengan segala persiapannya kepada beberapa Dokter yang menangani pasien remaja awal dengan kanker dan berada di Rumah Sakit tersebut setelah mendapatkan persetujuan dan ijin untuk melakukan penelitian. Dan salah satu dari Dokter tersebut akan membantu dan membimbing jalannya penelitian. Dengan dibimbing dan dibantu oleh Dokter tersebut, serta melakukan beberapa observasi dengan menjalin rapport dengan pasien-pasien yang terdapat di Rumah Sakit tersebut, maka peneliti mendapatkan 2 subjek yang sesuai dengan karakteristik penelitian.

Setelah penulis mendapatkan subjek yang sesuai dengan kriteria, maka penulis mulai melakukan metode pengambilan data yaitu dengan observasi, wawancara, dan kuesioner. Wawancara dilakukan di Rumah Sakit tersebut pada tanggal 28 Februari 2014. Sebelum wawancara subjek dan penulis telah menentukan waktu wawancara. Sedangkan metode observasi dilakukan sebelum wawancara dilakukan, sewaktu wawancara berlangsung, dan setelah wawancara dilakuakan. Mengingat keterbatasan penulis dalam wawancara maka penulis

menggunakan alat bantu perekam untuk merekam hasil wawancara dengan meminta ijin terlebih dahulu dari kedua subjek untuk menggunakan alat bantu perekam, dan kedua subjek tidak keberatan jika penulis menggunakan alat bantu perekam. Wawancara yang dilakukan juga menggunakan kuesioner, dalam hal ini kuesioner digunakan sebagai alat bantu proses wawancara untuk dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada subjek. Kemudian peneliti juga melakukan observasi untuk melengkapi data subjek. Observasi yang dilakukan berlangsung setiap hari selama proses penelitian berlangsung sesuai dengan waktu yang diberikan oleh subjek.

HASIL

Langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah membuat catatan lapangan dalam bentuk verbatim wawancara, mereduksi data dengan jalan membuang data-data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian. Kemudian mengkategorisasikan dan mengklasifikasikan data berdasarkan bentuk-bentuk evaluasi kesejahteraan subjektif (evaluasi kognitif dan evaluasi afektif) dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif. Langkah yang terakhir adalah membuat penafsiran data, yaitu mencoba mencari dan menemukan pola dan hubungan tiap-tiap kategori data yang telah diperoleh. Hasil analisis yang telah diperoleh sebagai berikut :

Kepuasan Hidup Subjek

Adapun data yang diperoleh berdasarkan kepuasan hidup yang dimiliki subjek adalah dari 5 indikator kepuasan hidup subjek yaitu ideal, sempurna,

puas, sejahtera, dan bangga, subjek 1 dan subjek 2 memiliki 3 indikator yang sama yaitu puas, sejahtera, dan bangga.

Ideal memiliki pengertian sangat sesuai dengan yang dicita-citakan atau diangan-angankan atau dikehendaki (KBBI, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut, pada subjek 1 dan subjek 2tidak terdapatindikator “ideal”karena kondisi kesehatan kronik yang dimiliki subjek merupakan sesuatu hal yang tidak dicita-citakan atau diangan-angankan ataupun dikehendaki oleh kedua subjek. Begitu pula dengan indikator “sempurna” yang berarti utuh dan lengkap segalanya (tidak bercacat dan bercela) (KBBI, 2012), hal tersebut karena subjek 1 dan subjek 2 belum memiliki kehidupan yang utuh dan segalanya lengkap karena dengan adanya kondisi kesehatan kronik yaitu penyakit kanker yang dimiliki kedua subjek, membuat kedua subjek menjalani kehidupan yang berbeda dengan remaja normal lainnya.

Compton (2013) mengungkapkan bahwa sejahtera adalah adanya keadaan psikologis yang positif seperti kegembiraan, kebahagiaan, dan kedamaian. Hal tersebut membuat subjek 1 dan subjek 2 memiliki indikator “sejahtera” dengan kategori sedang karena adanya rasa sayang dari kedua orang tua; motivasi, nasihat, dan dukungan dari lingkungan sekitar seperti keluarga, teman-teman sekolah, pasien-pasien yang berada di ruang rawat inap Rumah Sakit, dokter, serta perawat; berada di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan yang baik dan nyaman; dan biaya pengobatan yang dibantu oleh sebuah yayasan.

Adanya dukungan sosial yang baik membuat subjek 1 dan subjek 2 memiliki indikator “bangga” yang masuk dalam kategori sedang, dengan pengertian bangga menurut Soebandono (2013) yaitu unsur motivasi, terutama

berkaitan dengan identitas diri dan kepercayaan diri, yang menumbuhkan rasa kebermaknaan individu. Dukungan sosial yang baik, yang dimiliki subjek 1 dan subjek 2, memotivasi mereka untuk mengerti dan menerima kondisi kesehatan yang dimiliki sehingga mau dan mampu melakukan proses pengobatan dengan semangat juang untuk sembuh.

Subjek 1 dan subjek 2 juga memiliki indikator “puas” (dalam KBBI berarti senang, lega, gembira, kenyang, karena sudah terpenuhi hasrat hatinya) yang sedang karena sekalipun kedua subjek memiliki kondisi kesehatan kronik yaitu kanker, kedua subjek tetap merasa senang dengan adanya keluarga yang penyayang, teman-teman yang mendukung, lingkungan sekitar yang baik.

Komponen Afektif

Reaksi afektif dalam kesejahteraan subjektif yang dimaksud adalah reaksi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan. Menurut Watson et al. (1988), afektif positif meliputi senang, bahagia, bangga, bersemangat,dan lain. Sedangkan afektif negatif meliputi takut, khawatir, cemas, dan lain-lain.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada kedua subjek maka diperoleh data sebagai berikut : subjek 1 dan subjek 2 memiliki afek positif senang dan bersemangat, sedangkan pada subjek 1 afek negatif terlihat adalah bosan, malu, dan gugup, serta pada subjek 2 afek negatif yang terlihat adalah bosan, malu, dan takut.

Afek positif senang dan bersemangat pada kedua subjek masuk dalam kategori sedang. Senang dan bersemangat yang terjadi pada subjek 1 dan subjek 2 karena adanya peran keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Kedua orang tua subjek selalu berusaha membuat kedua subjek merasa senang dengan berbicara atau bercerita seperti seorang teman, menemani subjek setiap saat, dan membawa subjek untuk berkunjung ke ruangan pasien lain. Adanya kegiatan atau aktivitas pada hari-hari tertentu seperti membuat prakarya, belajar bahasa Inggris, dan membaca bersama di perpustakan membuat subjek 1 bersemangat. Sedangkan kegiatan yang dilakukan subjek 2 yaitu berjalan-jalan di sekitar koridor, menonton TV, dan bercerita bersama ayah atau ibunya, membuat subjek 2 merasa senang. Sekalipun kedua subjek tidak memiliki teman yang seusianya di Rumah Sakit tersebut namun subjek dapat bermain dengan pasien yang lebih muda ataupun lebih tua darinya. Kedua subjek juga terkadang ingin bermain dengan teman-temannya (teman sekolah maupun teman rumah), namun hal tersebut dapat diterima oleh kedua subjek karena subjek harus menjalani pengobatan untuk sembuh dan teman-teman subjek juga pernah berkunjung untuk memberikan dukungan pada subjek. Pihak Rumah Sakit juga melakukan kegiatan konseling dengan adanya psikolog di Rumah Sakit tersebut yang membantu orang tua dan pasien dalam memberi dukungan dan motivasi, sehingga dapat mengarahkan orang tua dalam bertindak dan mengontrol kondisi fisik dan emosional pasien.

Kedua subjek juga mengalami afek negatif yaitu pada subjek 1 afek negatif yang muncul adalah bosan, malu, dan gugup. Sedangkan subjek 2 afek negatif yang muncul adalah bosan, malu, dan takut. Untuk afek bosan yang

muncul pada kedua subjek timbul karena kedua subjek harus menjalani hari-harinya di Rumah Sakit, namun kedua subjek dapat mengatasi rasa bosan tersebut dengan kegiatan masing-masing seperti subjek 1 yang mengikuti berbagai kegiatan yang terdapat di Rumah Sakit sedangkan subjek 2 lebih memilih menghabiskan waktunya untuk menonton TV dan terkadang berjalan-jalan di sekitar koridor Rumah Sakit ruang rawat inap anak.

Afek malu yang dimiliki oleh kedua subjek masuk dalam kategori lemah karena biasanya muncul hanya pada saat bertemu dengan orang asing, sehingga ketika bertemu dengan peneliti, afek malu tersebut muncul pada kedua subjek. Afek malu tersebut membuat subjek 1 merasakan afek gugup ketika menjawab pertanyaan yang diberikan.

Afek takut yang dirasakan oleh subjek 2 hanya terjadi ketika subjek mengalami dan menjalani efek samping dari kemoterapi pertama. Saat subjek 2 melakukan pengobatan untuk pertama kali, subjek merasa takut apakah pengobatan tersebut dapat menyembuhkannya atau justru sebaliknya dan setelah pengobatan tersebut, subjek mengalami efek samping yaitu sakit pada punggung dan sakit pada perut hingga muntah sehingga membuat subjek takut jika penyakitnya bertambah parah. Hal tersebut terjadi karena sedikitnya pengetahuan yang dimiliki oleh subjek 2 mengenai penyakitnya. Namun afek takut tersebut tidak lagi muncul ketika subjek menjalani kemoterapi kedua karena adanya hasil yang diberikan pada kemoterapi pertama yaitu dengan hilangnya pembengkakan yang terjadi pada leher subjek.

PEMBAHASAN

Untuk mengetahui kesejahteraan subjektif seseorang maka diperlukan evaluasi seseorang terhadap kepuasan hidup dan afektifnya. Seperti yang diungkapkan oleh Dienner (2000) bahwa kesejahteraan subjektif adalah sebuah bentuk evaluasi mengenai kehidupan individu baik secara kognitif, seperti kepuasan domain kehidupan dan kepuasan hidup keseluruhan; maupun secara afektif, seperti merasakan emosi yang positif atau negatif. Menurut Diener (2009), kepuasan hidup menggambarkan bagaimana seorang individu mengevaluasi dan memberi penilaian pada hidupnya secara keseluruhan sedangkan kepuasan domain merefleksikan evaluasi seseorang terhadap domain spesifik dari kehidupannya.

Ada dua pendekatan teori (Ariati, 2010) yang digunakan untuk seseorang dapat memberikan penilaian pada hidupnya dalam kesejahteraan subjektif yaitu bottom up theories dan top down theories. Bottom up theories memandang bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dirasakan dan dialami seseorang tergantung dari banyaknya kebahagiaan kecil serta kumpulan peristiwa-peristiwa bahagia. Secara khusus, kesejahteraan subjektif merupakan penjumlahan dari pengalaman-pengalaman positif yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Semakin banyaknya peristiwa menyenangkan yang terjadi, maka semakin bahagia dan puas individu tersebut. Untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif, teori ini beranggapan perlunya mengubah lingkungan dan situasi yang akan memengaruhi pengalaman individu, misalnya: hubungan atau relasi dengan orang lain, pekerjaan yang memadai, lingkungan rumah yang aman, pendapatan ataugaji yang layak. Untuk top down theories mengungkapkan bahwa

kesejahteraan subjektif yang dialami seseorang tergantung dari cara individu tersebut mengevaluasi dan menginterpretasi suatu peristiwa atau kejadian dalam sudut pandang yang positif. Perspektif teori ini menganggap bahwa individulah yang menentukan atau memegang peranan apakah peristiwa yang dialaminya akan menciptakan kesejahteraan psikologis bagi dirinya (Ariati, 2010).

Ditinjau dari pendekatan teori bottom up diperoleh hasil bahwa kedua subjek memiliki kepuasan terhadap kehidupannya. Kepuasan terhadap kehidupan kedua subjek itu terbentuk karena kedua subjek memiliki hal-hal yang positif dalam kehidupannya yang membuat subjek merasa bahagia seperti memiliki keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, teman-teman yang selalu memberikan semangat, lingkungan sekitar seperti pelayanan Rumah Sakit yang baik, dan biaya pengobatan Rumah Sakit yang dibantu oleh sebuah yayasan yang peduli. Bila ditinjau dari pendekatan teori top down, kepuasan hidup yang dimiliki kedua subjek yang diakibatkan oleh adanya hubungan dengan orang lain yang baik dan lingkungan tempat dimana subjek menjalani pengobatan yang baik pula. Adanya dukungan sosial yang baik terhadap kedua subjek, membuat kedua subjek merasa puas, sejahtera, dan bangga. Cutrona (Huda, 2012) mengemukakan bahwa orang yang memperoleh dukungan sosial memperlihatkan kesejahteraan (well being) yang lebih baik dalam berbagai tingkat stres dibandingkan dengan orang yang kurang memperoleh dukungan sosial.

Seperti yang diungkapkan oleh Wolchik, dkk (Huda, 2012) yang mengemukakan bahwa sejumlahbesar penelitian memperlihatkan dukungan sosial mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan fisik dan

psikologis. Dukungan sosial yang memberikan pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan fisik dapat terlihat dari motivasi untuk sembuh yang dimiliki kedua subjek, sehingga kedua subjek mampu menjalankan proses pengobatan dengan baik yaitu melakukannya secara berkala, sesuai dengan waktu yang ditentukan. Proses pengobatan yang dilakukan dengan baik dan secara berkala akan memberikan hasil positif terhadap tubuh subjek, hal tersebut dapat terlihat dari kedua subjek yang memiliki perkembangan terhadap kondisi kesehatannya seperti subjek 1 yang mulai memasuki tahap reinduksi atau tahap akhir dari pengobatan kanker, sedangkan subjek 2 yang awalnya mengalami pembengkakan pada leher, ketika menjalani kemoterapi pertama pembengkakan tersebut mulai menghilang.

Selain evaluasi kepuasan hidup, Diener (2000) juga mengungkapkan bahwa evaluasi afektif juga diperlukan untuk mengetahui kesejahteraan subjektif seseorang. Evaluasi afektif yang dimaksud dalam kesejahteraan subjektif yang dimaksud adalah evaluasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan.

Berdasarkan data yang telah diperoleh, afek yang terdapat pada subjek 1 adalah senang, bersemangat, bosan, malu, dan gugup, sedangkan pada subjek 2 adalah senang, bersemangat, bosan, malu dan takut. Seperti yang diungkapkan oleh Diener (2009) yang mengungkapkan bahwa afek yang menyenangkan atau positif maupun yang tidak menyenangkan atau negatif pada dasarnya merefleksikan pengalaman-pengalaman yang terus-menerus terjadi dalam kehidupan seseorang. Afek yang diperoleh subjek 1 dan subjek 2 adalah afek

yang dimiliki oleh kedua subjek selama menjalani hari-harinya dalam melakukan proses pengobatan di Rumah Sakit tersebut.

Menurut Huda (2012), salah satuciri-ciri individu yang lebih mungkin untuk merasakan kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan yang tinggi adalah individu yang mendapatkan atau tidak mendapatkan dukungan sosial. Dengan kata lain, adanya dukungan sosial dapat memunculkan afek positif pada kedua subjek. Hal tersebut terlihat dari kedua subjek yang memiliki afek positif yaitu senang dan bersemangat dalam menjalani hari-harinya di Rumah Sakit. Sekalipun ada afek negatif yang muncul pada kedua subjek namun afek negatif tersebut hanya muncul pada saat-saat tertentu dan dapat diatasi oleh kedua subjek.

Seseorang dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif apabila memiliki kebahagiaan (afek yang positif) dan adanya kepuasan hidup (Compton, 2013). Berdasarkan hal tersebut dan berdasarkan evaluasi kepuasan hidup serta evaluasi afektif kedua subjek, yang menghasilkan kedua subjek memiliki kepuasan terhadap kehidupannya dan afek postif yang lebih sering muncul dibanding afek negatif, maka dapat disimpulkan bahwa kedua subjek memiliki kesejahteraan subjektif.

Dalam dokumen T1 802009136 Full text (Halaman 24-37)

Dokumen terkait