• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009136 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009136 Full text"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

LILIS SURYANI SIPAYUNG 802009136

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

PENYAKIT KANKER DI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS” JAKARTA BARAT

Oleh:

Lilis Suryani Sipayung

802009136

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 29 Agustus 2014

oleh,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Ratriana Y.E.Kusumiati, M.Si., Psi K.D. Ambarwati, M.Psi

Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjinigsih, MS Prof. Ferdy S. Rondonuwu, Ph.D

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(6)

Sebagai civitas akdemika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lilis Suryani Sipayung

NIM : 802009136

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas royalty non-ekskusif (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA REMAJA AWAL DENGAN

PENYAKIT KANKER DI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”

JAKARTA BARAT

Dengan Hak Bebas Royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih media atau mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada tanggal : 8 September 2014

Yang Menyatakan,

Lilis Suryani Sipayung

Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(7)

Lilis Suryani Sipayung Ratriana Y.E.Kusumiati

K.D. Ambarwati

Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

(8)

i Abstrak

Para peneliti pada bidang kesejahteraan subjektif cenderung

menghubungkan kesejahteraan subjektif dengan kebahagiaan dan kepuasan hidup. Hal

tersebut memberikan pertanyaan tersendiri mengenai kesejahteraan subjektif pada

remaja awal dengan kanker. Remaja awal dengan kanker berbeda dengan remaja

normal lainnya. Remaja dengan kanker akan mengalami gangguan pada tugas

perkembangannya karena proses pengobatan yang dijalani dapat membuat perubahan

pada kondisi fisik, penampilan, reaksi perilaku terhadap penyakitnya, perubahan

emosi dan kognitif sehingga hal tersebut dapat memengaruhi kesejahteraan

subjektifnya. Berdasarkan fenomena tersebut maka tujuan pada penelitian ini adalah

untuk mengetahui kesejahteraan subjektif pada remaja awal dengan kanker. Partisipan

dalam penelitian adalah dua remaja usia 11 sampai 15 tahun dengan kanker yang

dirawat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jakarta Barat. Metode pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara tak terstruktur, observasi non partisipan, skala kepuasan

hidup milik Diener dan skala PANAS milik Watson. Hasil penelitian ini menunjukkan

adanya kesejahteraan subjektif pada remaja awal dengan kanker yaitu terlihat dari

kedua subjek yang memiliki kepuasan terhadap hidupnya dan munculnya afek positif

(senang dan bersemangat) yang lebih kuat daripada afek negatif (malu, takut, bosan,

gugup) pada kedua subjek karena adanya dukungan sosial yang baik membuat kedua

subjek merasa puas, sejahtera, dan bangga.

(9)

ii

Abstract

The researchers in the field of subjective well-being tend to connect the subjective well-being with happiness and life satisfaction. It provides its own questions about subjective well-being in early adolescents with cancer. Early adolescents with cancer are different from other normal adolescents. The duration of treatment can make cancer patients depressed because they make changes in physical condition, appearance, behavioral reactions to illness, emotional and cognitive changes. Problems and distractions experienced by early adolescents with cancer in the task of development can influence subjective well-being. Based on this phenomenon, the purpose of this research was to determine the subjective well-being in early adolescents with cancer. Participants in the study were two adolescents, aged 11 to 15 years old with cancer who were treated at the Cancer Hospital "Dharmais" West Jakarta. Method of data collection with unstructured interviews, non-participant

observation, Diener’s life satisfaction scale and the scale of PANAS belonged to

Watson. The results of this research show that the existence of the subjective well-being in early adolescents with cancer. It is seen from the two subjects that had the satisfaction of his life that is by having good social support make the two subjects are satisfied, prosperous, and proud. Subjective well-being in both subjects can also be seen from the emergence of positive affect (happy and excited) are stronger than negative affect (ashamed, afraid, bored, and nervous) in the two subjects.

(10)

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan dan proses

kematangan manusia. Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang

kehidupan manusia, yang menghubungkan masa kanak-kanak dan manusia

dewasa. Dalam pertumbuhan dan proses kematangan remaja, banyak

perubahan-perubahan yang terjadi dan perubahan-perubahan tersebut merupakan tugas perkembangan

yang harus dihadapi oleh setiap manusia ketika memasuki masa remaja.

Perubahan-perubahan yang terjadi padamasa remaja mencakup perubahan

biologis, kognitif, dan sosial emosional (Santrock, 2003).

Adapun perubahan biologis ditandai dengan adanya perubahan fisik yang

seringkali dikenal dengan pubertas. Perubahan fisik yang paling tampak nyata

semasa pubertas adalah mengalami peningkatan tinggi, berat badan, dan

kekuatan; berkembang secara seksual; dan mengalami perubahan pada

penampilannya (Geldard, 2011).

Dalam perkembangannya, remaja membangun segala macam gagasan

mengenai hal yang terjadi pada mereka dan dunia mereka sehingga hal tersebut

membuat mereka mengalami perubahan dan perkembangan kognitif. Dengan

perkembangan kognitif, remaja memperhalus cara berpikir mereka dan bergerak

melalui sejumlah tahap perkembangan kognitif. Menurut Piaget (Santrock,

2003), masa remaja awal (usia 11 sampai 15 tahun) berada dalam tahap

operasional formal, secara lebih nyata pemikiran operasional formal bersifat

lebih abstrak, idealistis dan logis. Dalam pandangan Piaget, remaja membangun

dunia kognitifnya sendiri; informasi tidak hanya tercurah ke dalam benak

(11)

pengalaman mereka. Mereka memisahkan gagasan yang penting dari yang

kurang penting dan mengaitkan satu gagasan dengan yang lainnya. Mereka

bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman, namun juga

menyesuaikan cara pikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena

informasi tambahan membuat pengalaman lebih dalam (Santrock, 2003).

Remaja memiliki pemikiran tentang siapakah diri mereka dan apa yang

membuat mereka berbeda dari orang lain. Mereka memegang erat identitas

dirinya dan berpikir bahwa identitas dirinya ini bisa menjadi lebih stabil.

Menurut Elkin (Geldard, 2011), remaja juga memiliki pemikiran bahwa mereka

adalah unik dan kuat. Bersamaan dengan perasaan bahwa dirinya unik,

berkembang pula kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang orang lain dan

masalah interpersonal. Hal tersebut membuat remaja mengalami perubahan

sosial emosional, dalam hubungannya dengan orang tua (melepaskan

hubungannya dengan orang tua dan mencapai kemandirian), teman sebaya

(memperluas hubungannnya dengan teman sebaya), serta masyarakat sekitar

(menemukan tempat yang sesuai untuk mereka dalam masyarakat) (Geldard,

2011).

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam tugas perkembangan masa

remaja, harus dapat dihadapi dan diselesaikan oleh remaja, sekalipun hal

tersebut dapat menakutkan karena proses perkembangan remaja tersebut, kerap

kali membuat remaja mendapatkan berbagai masalah psikologis. Masalah

psikologis yang sering terjadi biasanya karena seorang remaja mengalami

pubertas yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Hal tersebut tentu saja terasa

(12)

perkembangan masa remaja harus dapat dihadapi dan diselesaikan oleh remaja

supaya menghasilkan seorang dewasa yang memiliki kematangan dan mampu

menyesuaikan diri serta memiliki kualitas hidup yang tinggi. Namun, dalam

kenyataannya, patut disayangkan bahwa banyak remaja yang mengalami

perjalanan tugas perkembangan dengan kesulitan dan banyak masalah

(Soetjiningsih, 2004).

Adapun masalah dan gangguan yang kerap kali dihadapi dan dialami

oleh remaja dipengaruhi oleh faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor sosial.

Beberapa faktor psikologis yang dianggap sebagai penyebab timbulnya masalah

remaja adalah gangguan berpikir, gejolak emosional, proses belajar yang keliru,

dan relasi yang bermasalah (seperti pengaruh orang tua dan pengaruh teman

sebaya yang tidak baik). Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perkembangan

masalah-masalah remaja dapat meliputi status sosio-ekonomi dan kualitas

lingkungan tempat tinggal. Hal tersebut yang membuat berbagai masalah dan

gangguan remaja yang kerap kali dihadapi dan dialami oleh remaja mencakup

penyalahgunaan obat dan alkohol, kenakalan remaja, masalah-masalah yang

berkaitan dengan sekolah, perilaku seksual berisiko tinggi, depresi, dan bunuh

diri (Santrok, 2007).

Namun yang menjadi fokus dan daya tarik bagi penulis adalah masalah

dan gangguan pada remaja yang dipengaruhi oleh faktor biologis. Faktor

biologis yang mempengaruhi tugas perkembangan remaja adalah kondisi

kesehatan kronik atau penyakit kronis yang dialami remaja. Dengan kemajuan

teknologi kedokteran beberapa dekade terakhir, prevalensi remaja dengan

(13)

Menurut AmericanAcademy of Pediatrics (Soetjiningsih, 2004), kondisi kesehatan kronik adalah penyakit atau cacat yang diderita dalam waktu lama dan

memerlukan perhatian dalam bidang kesehatan dan perawatan khusus

dibandingkan dengan anak normal seusianya, baik dalam perawatan di rumah

sakit, maupun perawatan kesehatan di rumah. Ada beberapa penyebab kondisi

kesehatan kronik diantaranya genetik, penyakit infeksi, lingkungan, nutrisi,

cedera, dan penyebab lain seperti autisme, ADHD, serta kanker (Soetjiningsih,

2004). Dalam hal ini, penulis tertarik untuk membahas lebih lagi mengenai

kanker.

Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh terganggunya

kontrol regulasi pertumbuhan sel-sel normal atau perbanyakan sel yang tidak

terkontrol. Kanker digolongkan menjadi dua jenis berdasarkan bentuknya yaitu

cair dan padat.Kanker yang berbentuk cair dikenal dengan kanker darah

(leukemia) sedangkan kanker yang berbentuk padat dikenal dengan tumor

(biasanya terjadi pada mata, leher, paru, perut, alat kelamin, tangan atau kaki,

dan otak). Kanker menduduki peringkat tertinggi yang menyebabkan kematian

pada anak dan dapat menyerang anak-anak sejak lahir hingga usia 18 tahun

(Tehuteru, 2010).

Remaja dengan kanker akan menghadapi pengobatan secara berkala

supaya pengobatan dapat efektif sehingga remaja tersebut akan sering

berkunjung ke bangsal rumah sakit, terutama ketika pengobatan berdurasi

panjang atau ketika terjadi komplikasi. Biasanya pengobatan tersebut memiliki

dampak untuk pasien antara lain mual, muntah hebat, diare, sariawan, rambut

(14)

besar. Lamanya pengobatan bisa membuat penderita kanker tertekan karena

pengobatan tersebut membuat perubahan pada kondisi fisik, penampilan, reaksi

perilaku terhadap penyakitnya, perubahan emosi dan kognitif (Nawawi, 2013).

Pengobatan yang diberikan pada penderita kanker biasanya memiliki

efek samping pada tubuh karena obat tersebut diberikan melalu sirkulasi darah

sehingga semua jaringan, semua organ, dan semua sel tubuh terkena obat

tersebut. Pengobatan tersebut memiliki dampak positif yaitu sel-sel kanker tidak

dapat menghindar, namun juga dapat berdampak negatif karena setiap sel sehat

yang peka akan menerima racun sel dalam konsentrasi yang sama sehingga

membuat jaringan, organ, dan sel tubuh yang berfungsi baik mengalami

gangguan (Jong, 2004). Hal tersebut berdampak pada perkembangan fisik dan

perkembangan intelektual remaja dengan kanker.Remaja dengan kanker yang

menjalani pengobatan akan mengalami pubertas yang terlambat pada

perkembangan fisiknya. Remaja yang mengalami pubertas terlambat seringkali

sulit membentuk citra diri yang positif, karena kebanyakan teman sebayanya

sudah mulai berkembang jauh lebih dulu daripadanya, sehingga membuat remaja

merasa rendah diri (Santrock, 2003). Sedangkan pada perkembangan

intelektualnya, remaja dengan kondisi kesehatan kronik mengalami fungsi

kognitif yang berkurang karena proses pengobatan tersebut (Soetjiningsih,

2004).

Bila dibandingkan dengan remaja normal, maka banyak masalah

psikososial yang dihadapi remaja dengan kanker. Remaja dengan kanker

memiliki aktifitas yang sering terhambat akibat dari faktor fisik, mental, atau

(15)

penyakitnya seperti lelah, sering ke dokter, atau sering dirawat karena menjalani

proses pengobatan di Rumah Sakit sehingga membuat remaja tersebut dijauhi

teman sebayanya, atau khayalannya sendiri bahwa teman-temannya tidak mau

bergaul dengannya. Hal tersebut membuat remaja dengan kanker memiliki

perkembangan psikososial yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja

normal lainnya (Soetjiningsih, 2004).

Permasalahan dan gangguan yang dialami remaja awal dengan

kankerpada tugas perkembangannya dapat mempengaruhi kesejahteraan hidup

remaja tersebut. Kesejahteraan erat kaitannya dengan kesehatan. Istilah

kesejahteraan sering digunakan secara sinonim dengan “kesehatan yang baik”.

Menurut Compton (2013), seseorang dikatakan memiliki kesejahteraan apabila

memiliki kesehatan fisik (tidak terdapatnya suatu penyakit), kesehatan mental

(mampu mengaktualisasikan dirinya dan mencapai kebahagiaan), dan kesehatan

emosional (apabila merasakan kebahagiaan maupun emosi positif lainnya).

Kesehatan fisik memengaruhi kesehatan mental dan kesehatan emosional

seseorang. Tingkat tertinggi seseorang yang memiliki kesehatan fisik, kesehatan

mental, dan kesehatan emosional adalah untuk mencapai dan menemukan

kebahagiaan. Seseorang yang memiliki kebahagiaan dapat dikatakan orang

tersebut memiliki kesejahteraan subjektif (Compton, 2013).Hal tersebut yang

memberikan pertanyaan tersendiri tentang kesejahteraan subjektif yang dimiliki

oleh remaja dengan kanker.

Apa artinya bahagia? Apakah penting bagi seseorang untuk menjadi

bahagia?, hal tersebut yang menjadi pertanyaan bagi peneliti pada bidang

(16)

dengan dua variabel yaitu kebahagiaan dan kepuasan hidup (Compton, 2013).

Kesejahteraan subjektif merupakan suatu bentuk evaluasi mengenai kehidupan

individu yang bersangkutan.Bentuk evaluasi dapat dilakukan melalui dua cara

yaitu: penilaian secara kognitif, seperti kepuasan hidup; dan respons emosional

terhadap kejadian, seperti merasakan emosi yang positif. Dengan kata lain

kesejahteraan subjektif mencakup evaluasi kognitif dan afektif. Evaluasi kognitif

dilakukan saat seseorang memberikan evaluasi secara sadar dan menilai

kepuasan mereka terhadap kehidupan secara keseluruhan atau penilaian evaluatif

mengenai aspek-aspek khusus dalam kehidupan, seperti kepuasan, minat, dan

hubungan. Reaksi afektif dalam kesejahteraan subjektif yang dimaksud adalah

reaksi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi

yang menyenangkan danemosi yang tidak menyenangkan (Diener,2000).

Banyaknya dampak yang terjadi pada perkembangan yang dialami oleh

remaja dengan kanker sehingga terkadang membuat mereka mengalami

gangguan pada setiap sektor tumbuh kembangnya. Namun, bukan hal yang

mustahil bila remaja dengan kanker dapat menjalani proses perkembangannya

dengan baik dan dapat memiliki kesejahteraan subjektif dengan kepuasan hidup

yang baik dan afek yang positif. Hal tersebut mungkin, apabila adanya dukungan

dari orang tua dan lingkungan seperti guru, pengelola sekolah, kelompok sebaya,

kelompok pendukung keluarga, serta lainnya sehingga membuat remaja dengan

kanker memiliki dasar kejiwaan yang kuat yaitu dengan penerimaan diri akan

penyakitnya dan mampu melakukan mekanisme yang positif dalam mengatasi

kondisinya. Cutrona (Huda, 2012) mengemukakan bahwa orang yang

(17)

lebih baik dalam berbagai tingkat stres dibandingkan dengan orang yang kurang

memperoleh dukungan sosial. Seperti yang diungkapkan juga oleh Wolchik, dkk

(Huda, 2012) yang mengemukakan bahwa sejumlah besar penelitian

memperlihatkan dukungan sosial mempunyai pengaruh yang menguntungkan

terhadap kesehatan fisik dan psikologis.

Melalui dinamika berpikir dan fenomena yang ada, maka tujuan yang

ingin dicapai dari penelitian ini yaitu mendeskripsikan kesejahteraan subjektif

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Kesejahteraan Subjektif

Awal mula perkembangannya pada tahun 1984, Diener mengungkapkan

bahwa kesejahteraan subjektif dipandang sebagai hasil dari penilaian

keseluruhan kehidupan dengan menyeimbangkan yang baik dan yang buruk

(Diener, 1984).

Pada tahun 1999, Diener mengembangkan pengertian kesejahteraan

subjektif menjadi kategori luas dari suatu fenomena yang mencakup tanggapan

emosional seseorang, kepuasan domain, dan penilaian secara keseluruhan

mengenai kepuasan hidup, sedangkan pada tahun 2000, Diener menyatakan

bahwa kesejahteraan subjektif merupakan suatu bentuk evaluasi mengenai

kehidupan individu yang bersangkutan. Bentuk evaluasi dapat dilakukan

melalui dua cara yaitu: penilaian secara kognitif, seperti kepuasan hidup, dan

respons emosional terhadap kejadian, seperti merasakan emosi yang positif ataupun negatif (Diener, 1999).

Tahun 2002, Diener mengungkapkan pengertian kesejahteraan subjektif

yang tidak jauh berbeda dengan tahun 2000, yaitu evaluasi seseorang terhadap

kehidupan mereka sendiri yang meliputi evaluasi kognitif seperti kepuasan

hidup dan tanggapan emosional seseorang terhadap suatu kejadian seperti

perasaan yang positif (Diener, 2002).

Pada tahun 2009, Diener memberikan pengertian sederhana mengenai

kesejahteraan subjektif yaitu kebahagiaan. Dalam hal ini, kesejahteraan subjektif

merujuk pada reaksi positif terhadap pengalaman hidup seseorang, kepuasan

(19)

Berdasarkan perkembangannya dari tahun ke tahun, maka pengertian

kesejahteraan subjektif adalah sebuah bentuk evaluasi mengenai kehidupan

individu baik secara kognitif, seperti kepuasan domain kehidupan dan kepuasan

hidup keseluruhan; maupun secara afektif, seperti merasakan emosi yang positif

atau negatif.

Komponen Kesejahteraan Subjektif

Diener (2000) membagi kesejahteraan subjektif secara umum menjadi

dua, yaitu:

a. Evaluasi Kognitif

Cempbell, Converse, dan Rodgers (Diener, 2009) mendefinisikan

kepuasan yang merupakan bagian dari komponen kognitif sebagai

perbedaan yang dirasakan antara aspirasi dan prestasi, mulai dari persepsi

pemenuhan sampai kekurangan.

1). Kepuasan Hidup

Kepuasan hidup menggambarkan bagaimana seorang

individu mengevaluasi dan memberi penilaian pada hidupnya secara

keseluruhan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan sebuah

penilaian secara luas yang dibuat orang tersebut dalam hidupnya.

Menurut Hayborn (Eid & Larsen, 2008), kepuasan hidup juga dilihat

sebagai suatu hal yang holistik. Holistik yang dimaksud dalam hal

ini adalah keseluruhan dari hidup seseorang atau sebuah totalitas

dari kehidupan seseorang setelah periode waktu tertentu dalam

(20)

2). Kepuasan Domain Kehidupan

Menurut Diener (2009), kepuasan domain merefleksikan

evaluasi seseorang terhadap domain spesifik dari kehidupannya.

Kepuasan domain tertentu dalam kehidupan juga merupakan

penilaian yang dibuat seseorang dalam mengevaluasi domain

penting dalam hidup, seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan,

hubungan sosial, dan keluarga. Biasanya orang mengindikasikan

seberapa puas mereka dalam berbagai domain, tetapi mereka juga

dapat menunjukkan seberapa banyak mereka menyukai kehidupan

mereka di bagian-bagian tertentu kehidupan.

b. Evaluasi Afektif

Aspek afek (Diener, 2009) adalah pengalaman menyenangkan

maupun tidak menyenangkan dari perasaan, emosi, dan mood. Afek yang menyenangkan atau positif maupun yang tidak menyenangkan atau negatif

pada dasarnya merefleksikan pengalaman-pengalaman yang terus-menerus

terjadi dalam kehidupan seseorang.

1). Afek Positif

Afek positif mengarah pada emosi yang menyenangkan,

seperti kebahagiaan dan kasih sayang. Diener (2009) memaparkan

beberapa pola penting dalam afek positif atau afek menyenangkan,

yaitu seperti good (baik), positive (positif), dan pleasant (menyenangkan). Ketiga kata sifat ini masing-masing menjadi

alternatif untuk mendeskripsikan perasaan yang penuh kebahagiaan

(21)

2). Afek Negatif

Afek negatif seperti emosi yang tidak menyenangkan yang

mewakili respon negatif terhadap pengalaman-pengalaman yang

dialami dalam kehidupan seseorang. Seperti halnya afek positif,

digunakan juga beberapa kata yang menggambarkan afek negatif

seperti, bad (buruk), negative (negatif), dan unpleasant (tidak menyenangkan). Beberapa item ini menjadi refleksi dari

perasaan-perasaan dari afek negatif (Diener, 2009).

Faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif a. Harga diri positif

Campbell (Compton, 2005) menyatakan bahwa harga diri merupakan

prediktor yang menentukan kesejahteraan subjektif. Harga diri yang tinggi

akan menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa

marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain. Hal

ini akan menolong individu untuk mengembangkan kemampuan hubungan

interpersonal yang baik dan menciptakan kepribadian yang sehat.

b. Kontrol diri

Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu

berperilaku dalam cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa.

Kontrol diri ini akan mengaktifkan proses emosi, motivasi, perilaku dan

aktifitas fisik. Dengan kata lain, kontrol diri akan melibatkan proses

(22)

konsekuensi dari keputusan yang telah diambil serta mencari pemaknaan

atas peristiwa tersebut.

c. Tipe Kepribadian

Individu dengan kepribadian ekstravert akan tertarik pada hal-hal yang

terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian

Diener, dkk (1999) mendapatkan bahwa kepribadian ekstravert secara

signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan individual.

Orang-orang dengan kepribadian ekstravert biasanya memiliki teman dan relasi

sosial yang lebih banyak, merekapun memiliki sensitivitas yang lebih besar

mengenai penghargaan positif pada orang lain (Compton,2005).

d. Optimis

Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih

bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi

dirinya dalam cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap

hidupnya, sehingga memiiki impian dan harapan yang positif tentang masa

depan. Scheneider (Compton,2005) menyatakan bahwa kesejahteraan

psikologis akan tercipta bila sikap optimis yang dimiliki oleh individu

bersifat realistis.

e. Relasi sosial yang positif

Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan

keintiman emosional. Hubungan yang didalamnya ada dukungan dan

keintiman akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri,

meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan pemecahan

(23)

f. Memiliki arti dan tujuan dalam hidup

Dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan

konsep religiusitas. Penelitian melaporkan bahwa individu yang memiliki

kepercayaan religi yang besar, memiliki kesejahteraan psikologis yang

(24)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif karena dianggap mampu untuk memahami fenomena yang

ada dalam penelitian ini secara mendalam. Pengumpulan data menggunakan

wawancara tak terstruktur dan observasi. Teknik analisis data kualitatif yang

digunakan adalah pengumpulan data, reduksi data, klasifikasi data, penafsiran

data dan kesimpulan. Pengujian keabsahan data digunakan untuk memastikan

kebenaran dari data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan teknik trianggulasi data dengan menggunakan informan, yang

merupakan orang-orang terdekat para partisipan (Moleong, 2010).

Partisipan

Penelitian ini melibatkan 2 subjek remaja awal dengan kanker sebagai subjek penelitian. Pemilihan subjek dilakukan secara purposive sampling, yaitu

informan diambil dengan maksud atau tujuan tertentu yakni peneliti

menganggap bahwa subjek tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi

penelitiannya (Mustafa, 2000). Subjek merupakan remaja usia 11-15 tahun yang

memiliki penyakit kronis yaitu kanker. Pengambilan subjek berada di sebuah

rumah sakit kanker yaitu Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jakarta Barat.

Adapun gambaran umum subjek yang telah diperoleh sebagai berikut :

Subjek 1

Subjek 1 merupakan seorang remaja putri yang berinisial GN, berusia 12

(25)

rumah sakit kanker Dharmais semenjak bulan November 2013. Subjek

merupakan anak tunggal dari pasangan suami istri, HU dan SU. Subjek

merupakan pribadi yang pemalu, ramah, pengertian, penurut, dan memiliki

semangat untuk berobat. Saat mendapatkan kabar dari orang tuanya bahwa

dirinya sakit, subjek kaget namun subjek dapat menerima hal tersebut.

Subjek telah memasuki tahap reinduksi atau tahap akhir dari pengobatan

kanker. Sebagai seorang remaja awal, pertumbuhan fisik yang nampak pada

subjek hanya terjadi pada perubahan berat dan tinggi badan, namun subjek

belum memasuki tahap pubertas. Hal tersebut dikarenakan efek samping dari

pengobatan yang ada.Efek samping yang dirasakan oleh subjek hanya

kerontokan rambut yang tidak terlalu parah. Subjek juga tidak takut menghadapi

kemoterapi dan efek samping dari pengobatan tersebut.

Subjek 2

Subjek yang kedua merupakan seorang remaja pria yang berinisial MK,

berusia 15 tahun dengan limfoma (kanker kelenjar getah bening) yang telah

menjadi pasien rawat inap di rumah sakit kanker Dharmais semenjak bulan

Januari 2014. Subjek merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan

suami istri TR dan RT. Subjek merupakan pribadi yang terbuka, ramah, penurut,

dan bisa diandalkan. Subjek sedang dalam tahap pubertas karena subjek telah

mengalami perubahan-perubahan fisik yang terlihat seperti tinggi badan serta

terdapatnya jakun. Saat pertama kali mengetahui dirinya sakit, subjek merasa

bingung, sedih, dan takut. Subjek bingung apa yang harus diperbuat, merasa

(26)

apakah penyakitnya dapat disembuhkan atau tidak. Subjek baru memasuki tahap

awal pengobatan dengan kemoterapi ketiga.Selama menjalani pengobatan,

subjek mengalami efek samping yang berat yaitu panas tinggi, nyeri di bagian

punggung dan mual hingga muntah. Subjek tidak merasa takut ketika menjalani

proses pengobatan, hanya saja subjek merasa takut dan sedih ketika mengalami

efek samping dari pengobatan tersebut. Namun hal tersebut tidak membuat

subjek patah semangat untuk sembuh.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan wawancara tak terstruktur, observasi, dan kuesioner. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

wawancara tak terstruktur yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan

lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman wawancara yang digunakan hanya

berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2008).

Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalahobservasi non partisipan, yaitu peneliti tidak berperan serta hanya melakukan fungsi yaitu sebagai pengamat (Moleong, 2000). Kuesioner yang merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2008), juga

digunakan dalam penelitian ini. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini

(27)

Prosedur

Agar pelaksanaan penelitian dapat berjalan dengan lancar, maka perlu dilakukan berbagai persiapan. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan antara lain

membuat rancangan penelitian yang berisi tujuan penelitian, karakteristik

subjek, serta hal lain yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan penelitian.

Setelah melakukan berbagai persiapan tersebut, peneliti mulai mencari subjek

yang sesuai dengan karakteristik penelitian dengan mengunjungi Rumah Sakit

yang memiliki pasien yang sesuai dengan topik penelitian.

Penulis diminta untuk mempresentasikan proposal penelitian dengan

segala persiapannya kepada beberapa Dokter yang menangani pasien remaja

awal dengan kanker dan berada di Rumah Sakit tersebut setelah mendapatkan

persetujuan dan ijin untuk melakukan penelitian. Dan salah satu dari Dokter

tersebut akan membantu dan membimbing jalannya penelitian. Dengan

dibimbing dan dibantu oleh Dokter tersebut, serta melakukan beberapa observasi

dengan menjalin rapport dengan pasien-pasien yang terdapat di Rumah Sakit

tersebut, maka peneliti mendapatkan 2 subjek yang sesuai dengan karakteristik

penelitian.

Setelah penulis mendapatkan subjek yang sesuai dengan kriteria, maka

penulis mulai melakukan metode pengambilan data yaitu dengan observasi,

wawancara, dan kuesioner. Wawancara dilakukan di Rumah Sakit tersebut pada

tanggal 28 Februari 2014. Sebelum wawancara subjek dan penulis telah

menentukan waktu wawancara. Sedangkan metode observasi dilakukan sebelum

wawancara dilakukan, sewaktu wawancara berlangsung, dan setelah wawancara

(28)

menggunakan alat bantu perekam untuk merekam hasil wawancara dengan

meminta ijin terlebih dahulu dari kedua subjek untuk menggunakan alat bantu

perekam, dan kedua subjek tidak keberatan jika penulis menggunakan alat bantu

perekam. Wawancara yang dilakukan juga menggunakan kuesioner, dalam hal

ini kuesioner digunakan sebagai alat bantu proses wawancara untuk dapat

memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada subjek. Kemudian peneliti juga

melakukan observasi untuk melengkapi data subjek. Observasi yang dilakukan

berlangsung setiap hari selama proses penelitian berlangsung sesuai dengan

waktu yang diberikan oleh subjek.

HASIL

Langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah membuat catatan lapangan dalam bentuk verbatim wawancara, mereduksi data

dengan jalan membuang data-data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian.

Kemudian mengkategorisasikan dan mengklasifikasikan data berdasarkan

bentuk-bentuk evaluasi kesejahteraan subjektif (evaluasi kognitif dan evaluasi

afektif) dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif. Langkah

yang terakhir adalah membuat penafsiran data, yaitu mencoba mencari dan

menemukan pola dan hubungan tiap-tiap kategori data yang telah diperoleh.

Hasil analisis yang telah diperoleh sebagai berikut :

Kepuasan Hidup Subjek

Adapun data yang diperoleh berdasarkan kepuasan hidup yang dimiliki

(29)

puas, sejahtera, dan bangga, subjek 1 dan subjek 2 memiliki 3 indikator yang

sama yaitu puas, sejahtera, dan bangga.

Ideal memiliki pengertian sangat sesuai dengan yang dicita-citakan atau

diangan-angankan atau dikehendaki (KBBI, 2012). Berdasarkan pengertian

tersebut, pada subjek 1 dan subjek 2tidak terdapatindikator “ideal”karena

kondisi kesehatan kronik yang dimiliki subjek merupakan sesuatu hal yang tidak

dicita-citakan atau diangan-angankan ataupun dikehendaki oleh kedua subjek.

Begitu pula dengan indikator “sempurna” yang berarti utuh dan lengkap

segalanya (tidak bercacat dan bercela) (KBBI, 2012), hal tersebut karena subjek

1 dan subjek 2 belum memiliki kehidupan yang utuh dan segalanya lengkap

karena dengan adanya kondisi kesehatan kronik yaitu penyakit kanker yang

dimiliki kedua subjek, membuat kedua subjek menjalani kehidupan yang

berbeda dengan remaja normal lainnya.

Compton (2013) mengungkapkan bahwa sejahtera adalah adanya

keadaan psikologis yang positif seperti kegembiraan, kebahagiaan, dan

kedamaian. Hal tersebut membuat subjek 1 dan subjek 2 memiliki indikator

“sejahtera” dengan kategori sedang karena adanya rasa sayang dari kedua orang

tua; motivasi, nasihat, dan dukungan dari lingkungan sekitar seperti keluarga,

teman-teman sekolah, pasien-pasien yang berada di ruang rawat inap Rumah

Sakit, dokter, serta perawat; berada di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan

yang baik dan nyaman; dan biaya pengobatan yang dibantu oleh sebuah yayasan.

Adanya dukungan sosial yang baik membuat subjek 1 dan subjek 2

memiliki indikator “bangga” yang masuk dalam kategori sedang, dengan

(30)

berkaitan dengan identitas diri dan kepercayaan diri, yang menumbuhkan rasa

kebermaknaan individu. Dukungan sosial yang baik, yang dimiliki subjek 1 dan

subjek 2, memotivasi mereka untuk mengerti dan menerima kondisi kesehatan

yang dimiliki sehingga mau dan mampu melakukan proses pengobatan dengan

semangat juang untuk sembuh.

Subjek 1 dan subjek 2 juga memiliki indikator “puas” (dalam KBBI

berarti senang, lega, gembira, kenyang, karena sudah terpenuhi hasrat hatinya)

yang sedang karena sekalipun kedua subjek memiliki kondisi kesehatan kronik

yaitu kanker, kedua subjek tetap merasa senang dengan adanya keluarga yang

penyayang, teman-teman yang mendukung, lingkungan sekitar yang baik.

Komponen Afektif

Reaksi afektif dalam kesejahteraan subjektif yang dimaksud adalah reaksi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi

yang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan. Menurut Watson et

al. (1988), afektif positif meliputi senang, bahagia, bangga, bersemangat,dan

lain. Sedangkan afektif negatif meliputi takut, khawatir, cemas, dan

lain-lain.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada kedua subjek maka diperoleh

data sebagai berikut : subjek 1 dan subjek 2 memiliki afek positif senang dan

bersemangat, sedangkan pada subjek 1 afek negatif terlihat adalah bosan, malu,

dan gugup, serta pada subjek 2 afek negatif yang terlihat adalah bosan, malu,

(31)

Afek positif senang dan bersemangat pada kedua subjek masuk dalam

kategori sedang. Senang dan bersemangat yang terjadi pada subjek 1 dan subjek

2 karena adanya peran keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Kedua

orang tua subjek selalu berusaha membuat kedua subjek merasa senang dengan

berbicara atau bercerita seperti seorang teman, menemani subjek setiap saat, dan

membawa subjek untuk berkunjung ke ruangan pasien lain. Adanya kegiatan

atau aktivitas pada hari-hari tertentu seperti membuat prakarya, belajar bahasa

Inggris, dan membaca bersama di perpustakan membuat subjek 1 bersemangat.

Sedangkan kegiatan yang dilakukan subjek 2 yaitu berjalan-jalan di sekitar

koridor, menonton TV, dan bercerita bersama ayah atau ibunya, membuat subjek

2 merasa senang. Sekalipun kedua subjek tidak memiliki teman yang seusianya

di Rumah Sakit tersebut namun subjek dapat bermain dengan pasien yang lebih

muda ataupun lebih tua darinya. Kedua subjek juga terkadang ingin bermain

dengan teman-temannya (teman sekolah maupun teman rumah), namun hal

tersebut dapat diterima oleh kedua subjek karena subjek harus menjalani

pengobatan untuk sembuh dan teman-teman subjek juga pernah berkunjung

untuk memberikan dukungan pada subjek. Pihak Rumah Sakit juga melakukan

kegiatan konseling dengan adanya psikolog di Rumah Sakit tersebut yang

membantu orang tua dan pasien dalam memberi dukungan dan motivasi,

sehingga dapat mengarahkan orang tua dalam bertindak dan mengontrol kondisi

fisik dan emosional pasien.

Kedua subjek juga mengalami afek negatif yaitu pada subjek 1 afek

negatif yang muncul adalah bosan, malu, dan gugup. Sedangkan subjek 2 afek

(32)

muncul pada kedua subjek timbul karena kedua subjek harus menjalani

hari-harinya di Rumah Sakit, namun kedua subjek dapat mengatasi rasa bosan

tersebut dengan kegiatan masing-masing seperti subjek 1 yang mengikuti

berbagai kegiatan yang terdapat di Rumah Sakit sedangkan subjek 2 lebih

memilih menghabiskan waktunya untuk menonton TV dan terkadang

berjalan-jalan di sekitar koridor Rumah Sakit ruang rawat inap anak.

Afek malu yang dimiliki oleh kedua subjek masuk dalam kategori lemah

karena biasanya muncul hanya pada saat bertemu dengan orang asing, sehingga

ketika bertemu dengan peneliti, afek malu tersebut muncul pada kedua subjek.

Afek malu tersebut membuat subjek 1 merasakan afek gugup ketika menjawab

pertanyaan yang diberikan.

Afek takut yang dirasakan oleh subjek 2 hanya terjadi ketika subjek

mengalami dan menjalani efek samping dari kemoterapi pertama. Saat subjek 2

melakukan pengobatan untuk pertama kali, subjek merasa takut apakah

pengobatan tersebut dapat menyembuhkannya atau justru sebaliknya dan setelah

pengobatan tersebut, subjek mengalami efek samping yaitu sakit pada punggung

dan sakit pada perut hingga muntah sehingga membuat subjek takut jika

penyakitnya bertambah parah. Hal tersebut terjadi karena sedikitnya

pengetahuan yang dimiliki oleh subjek 2 mengenai penyakitnya. Namun afek

takut tersebut tidak lagi muncul ketika subjek menjalani kemoterapi kedua

karena adanya hasil yang diberikan pada kemoterapi pertama yaitu dengan

(33)

PEMBAHASAN

Untuk mengetahui kesejahteraan subjektif seseorang maka diperlukan

evaluasi seseorang terhadap kepuasan hidup dan afektifnya. Seperti yang

diungkapkan oleh Dienner (2000) bahwa kesejahteraan subjektif adalah sebuah

bentuk evaluasi mengenai kehidupan individu baik secara kognitif, seperti

kepuasan domain kehidupan dan kepuasan hidup keseluruhan; maupun secara

afektif, seperti merasakan emosi yang positif atau negatif. Menurut Diener

(2009), kepuasan hidup menggambarkan bagaimana seorang individu

mengevaluasi dan memberi penilaian pada hidupnya secara keseluruhan

sedangkan kepuasan domain merefleksikan evaluasi seseorang terhadap domain

spesifik dari kehidupannya.

Ada dua pendekatan teori (Ariati, 2010) yang digunakan untuk seseorang

dapat memberikan penilaian pada hidupnya dalam kesejahteraan subjektif yaitu

bottom up theories dan top down theories. Bottom up theories memandang bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dirasakan dan dialami seseorang

tergantung dari banyaknya kebahagiaan kecil serta kumpulan peristiwa-peristiwa

bahagia. Secara khusus, kesejahteraan subjektif merupakan penjumlahan dari

pengalaman-pengalaman positif yang terjadi dalam kehidupan seseorang.

Semakin banyaknya peristiwa menyenangkan yang terjadi, maka semakin

bahagia dan puas individu tersebut. Untuk meningkatkan kesejahteraan

subjektif, teori ini beranggapan perlunya mengubah lingkungan dan situasi yang

akan memengaruhi pengalaman individu, misalnya: hubungan atau relasi dengan

orang lain, pekerjaan yang memadai, lingkungan rumah yang aman, pendapatan

(34)

kesejahteraan subjektif yang dialami seseorang tergantung dari cara individu

tersebut mengevaluasi dan menginterpretasi suatu peristiwa atau kejadian dalam

sudut pandang yang positif. Perspektif teori ini menganggap bahwa individulah

yang menentukan atau memegang peranan apakah peristiwa yang dialaminya

akan menciptakan kesejahteraan psikologis bagi dirinya (Ariati, 2010).

Ditinjau dari pendekatan teori bottom up diperoleh hasil bahwa kedua subjek memiliki kepuasan terhadap kehidupannya. Kepuasan terhadap

kehidupan kedua subjek itu terbentuk karena kedua subjek memiliki hal-hal

yang positif dalam kehidupannya yang membuat subjek merasa bahagia seperti

memiliki keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, teman-teman yang

selalu memberikan semangat, lingkungan sekitar seperti pelayanan Rumah Sakit

yang baik, dan biaya pengobatan Rumah Sakit yang dibantu oleh sebuah

yayasan yang peduli. Bila ditinjau dari pendekatan teori top down, kepuasan hidup yang dimiliki kedua subjek yang diakibatkan oleh adanya hubungan

dengan orang lain yang baik dan lingkungan tempat dimana subjek menjalani

pengobatan yang baik pula. Adanya dukungan sosial yang baik terhadap kedua

subjek, membuat kedua subjek merasa puas, sejahtera, dan bangga. Cutrona

(Huda, 2012) mengemukakan bahwa orang yang memperoleh dukungan sosial

memperlihatkan kesejahteraan (well being) yang lebih baik dalam berbagai

tingkat stres dibandingkan dengan orang yang kurang memperoleh dukungan

sosial.

Seperti yang diungkapkan oleh Wolchik, dkk (Huda, 2012) yang

mengemukakan bahwa sejumlahbesar penelitian memperlihatkan dukungan

(35)

psikologis. Dukungan sosial yang memberikan pengaruh menguntungkan

terhadap kesehatan fisik dapat terlihat dari motivasi untuk sembuh yang dimiliki

kedua subjek, sehingga kedua subjek mampu menjalankan proses pengobatan

dengan baik yaitu melakukannya secara berkala, sesuai dengan waktu yang

ditentukan. Proses pengobatan yang dilakukan dengan baik dan secara berkala

akan memberikan hasil positif terhadap tubuh subjek, hal tersebut dapat terlihat

dari kedua subjek yang memiliki perkembangan terhadap kondisi kesehatannya

seperti subjek 1 yang mulai memasuki tahap reinduksi atau tahap akhir dari

pengobatan kanker, sedangkan subjek 2 yang awalnya mengalami

pembengkakan pada leher, ketika menjalani kemoterapi pertama pembengkakan

tersebut mulai menghilang.

Selain evaluasi kepuasan hidup, Diener (2000) juga mengungkapkan

bahwa evaluasi afektif juga diperlukan untuk mengetahui kesejahteraan subjektif

seseorang. Evaluasi afektif yang dimaksud dalam kesejahteraan subjektif yang

dimaksud adalah evaluasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang

meliputi emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan.

Berdasarkan data yang telah diperoleh, afek yang terdapat pada subjek 1

adalah senang, bersemangat, bosan, malu, dan gugup, sedangkan pada subjek 2

adalah senang, bersemangat, bosan, malu dan takut. Seperti yang diungkapkan

oleh Diener (2009) yang mengungkapkan bahwa afek yang menyenangkan atau

positif maupun yang tidak menyenangkan atau negatif pada dasarnya

merefleksikan pengalaman-pengalaman yang terus-menerus terjadi dalam

(36)

yang dimiliki oleh kedua subjek selama menjalani hari-harinya dalam

melakukan proses pengobatan di Rumah Sakit tersebut.

Menurut Huda (2012), salah satuciri-ciri individu yang lebih mungkin

untuk merasakan kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek tidak

menyenangkan yang tinggi adalah individu yang mendapatkan atau tidak

mendapatkan dukungan sosial. Dengan kata lain, adanya dukungan sosial dapat

memunculkan afek positif pada kedua subjek. Hal tersebut terlihat dari kedua

subjek yang memiliki afek positif yaitu senang dan bersemangat dalam

menjalani hari-harinya di Rumah Sakit. Sekalipun ada afek negatif yang muncul

pada kedua subjek namun afek negatif tersebut hanya muncul pada saat-saat

tertentu dan dapat diatasi oleh kedua subjek.

Seseorang dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif apabila memiliki

kebahagiaan (afek yang positif) dan adanya kepuasan hidup (Compton, 2013).

Berdasarkan hal tersebut dan berdasarkan evaluasi kepuasan hidup serta evaluasi

afektif kedua subjek, yang menghasilkan kedua subjek memiliki kepuasan

terhadap kehidupannya dan afek postif yang lebih sering muncul dibanding afek

negatif, maka dapat disimpulkan bahwa kedua subjek memiliki kesejahteraan

(37)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan kanker memiliki

kesejahteraan subjektif. Kesejahteraan subjektif pada kedua subjek terlihat dari

evaluasi kepuasan hidup dan evaluasi afektif subjek. Subjek 1 dan subjek 2

memiliki kepuasan terhadap kehidupannya, hal tersebut dapat dilihat dari

kehidupan subjek yang sekalipun memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik

karena adanya penyakit tersebut namun subjek memiliki keluarga yang

penyayang dan lingkungan sekitar yang mendukung kedua subjek untuk terus

berjuang hingga sembuh. Kedua subjek juga dirawat di sebuah Rumah Sakit

ternama dengan fasilitas yang lengkap yang nyaman dan memiliki pelayanan

yang baik. Serta biaya pengobatan yang dibantu oleh sebuah yayasan yang

peduli.

Selain kepuasan hidup, terdapat pula afek positif yang muncul pada

kedua subjek yaitu senang dan bersemangat yang lebih sering muncul

dibandingkan afek negatif lainnya seperti malu, takut, dan gugup. Meskipun

afek bosan juga sering muncul namun kedua subjek dapat mengatasi afek

tersebut dengan biak.

Kepuasan hidup dan afek positif yang muncul tersebut dipengaruhi oleh

dukungan sosial yang baik yang dimiliki oleh kedua subjek sehingga

memunculkan kesejahteraan pada kedua subjek. Adanya dukungan sosial,

kepuasan hidup dan afek positif yang sering muncul dibandingkan dengan afek

negatif, maka disimpulkan bahwa remaja awal dengan kanker memiliki

(38)

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran

yang dapat diberikan untuk:

1. Bagi Remaja dengan kondisi kesehatan kronik

Merasakan kepuasan hidup dan afek positif atau afek menyenangkan

merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan

subjektif. Karena dengan kedua hal tersebut remaja awal dengan kanker

dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, sehingga afek negatif atau afek

tidak menyenangkan dapat berkurang.

2. Bagi Keluarga remaja dengan kondisi kesehatan kronik

Disarankan agar dapat memberikan dukungan pada remaja awal dengan

kanker. Karena hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan hidup dan afek

positif atau afek menyenangkan yang dirasakan pada remaja awal dengan

kanker, selain itu juga dapat mengurangi afek negatif atau afek tidak

menyenangkan yang dirasakan pada remaja awal dengan kanker sehingga

remaja awal dengan kanker memiliki kesejahteraan subjektif.

3. Bagi Pihak Rumah Sakit

Disarankan agar dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif pada remaja

dengan kanker yaitu dengan diadakannya kegiatan yang sesuai dengan

kelompok usia pasien-pasien yang ada, seperti adanya kelompok kecil

remaja normal dengan remaja dengan kanker yang melakukan aktivitas

(39)

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan melakukan penelitian-penelitian yang dapat menyumbangkan

teori-teori yang lebih baik dari teori-teori yang sudah ada sebelumnya.

Peneliti juga menyarankan pada subjek yang berbeda, misalnya pada remaja

akhir dan dewasa awal dengan kanker atau penyakit lainnya dengan Rumah

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Ariati, J. (2010). Subjective well-being (kesejahteraan subjektif) dan kepuasan kerja pada staf pengajar (dosen) di lingkungan fakultas psikologi universitas diponegoro. Jurnal Psikologi Undip,. 8 (2), 117-123.

Casier, A. (2011). Acceptance and well-being in adolescents and young adults with cystic fibrosis:a prospective study. Journal of Pediatric Psychology, 36(4), 476-487.

Compton, W. C. (2005). Introduction to positive psychology. New York: Thomson Wodsworth.

______. (2013). Positive psychology: the science of happiness and flourishing. America: Wadsworth Cengage Learnig.

Diener, E.,& Emmons, R. A. (1984). The independence of positive and negative affect. Journal of Personality and Social Psychology, 47, 1015–1117.

______. (1999). Subjective well being : three decades of progress. Psychological Bulletin, 2, 276-302.

______. (2000). Culture and subjective well being. MIT Press.

______. (2002). Findings on subjective well-being and their implications for empowerment. USA: University of Illinois and the Gallup Organization

______. (2009). Assesing well-being, the collected work of ed diener. New York: Springer.

Eid, M. & Larsen, R. J. (2008). The science of subjective well-being: atribute to Ed, Diener, pp. 44-61.

Geldard, K. & Geldard, D. (2011). Konseling remaja pendekatan proaktif untuk anak muda. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Huda, N. (2012). Kontribusi dukungan sosial terhadap kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan pada dewasa muda yang menikah. Skripsi. Universitas Gunadarma. Depok.

Jong, W. (2004). Kanker, apakah itu? Pengobatan, harapan hidup, dan dukungan keluarga. Jakarta: Arcan.

(41)

______. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Q. (2013). Inilah efek samping pengobatan kanker. Diunduh pada 10 Maret 2014 dari health.okezone.com.

Rusmil. (2013). Kualitas hidup remaja dengan kondisi penyakit kronis. Jakarta: IDAI (Indonesian Pediatric Society). Diunduh pada 27 Agustus 2014 dari http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/kualitas-hidup-remaja-dengan-kondisi-penyakit-kronis.html.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.

______. (2007). Remaja edisi 11 jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Tehuteru, E. S. (2010). Kanker pada anak. Diunduh pada 10 Maret 2014 dari www.dharmais.co.id.

Referensi

Dokumen terkait

Firewall atau packet filtering yang digunakan untuk melindungi jaringan lokal dari serangan atau gangguan yang berasal dari jaringan internet bekerja pada layer

Diskursus pendidikan tidak dapat dilepaskan dari metode pengajaran, karena metode pengajaran dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik,

Pemeriksaan radiologis pada penderita didapat- kan gambaran sesuai dengan PMM yakni in- fark serebri akut di subkortical fronto-parietal kiri akibat stenosis ICA

Kitab itu dikarang oleh Mpu Dharmaja pada masa Sri Kameswara yang dalam Smaradahana dianggap sebagai titisan Dewa Kama.. istriSri kameswara yang bernama Sri Kirana yang sangat

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah hubungan perilaku penjamah makanan dengan penerapan higiene sanitasi makanan pada tahap pengolahan di rumah makan di

Dengan adanya Wiki tentang legenda Indonesia ini diharapkan cerita rakyat dapat terjaga terkait mitos dan legenda suatu daerah dan sejarah di Indonesia sehingga menjadi menarik

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh model problem based learning terhadap kemampuan berfikir kritis siswa kelas VIII pada mata pelajaran IPS, kemudian

Keladi dan Alokasia yang masih satu family Araceae merupakan jenis tamanan hias yang sudah lama dikenal di masyarakat karena mempunyai bentuk dan corak yang bervariasi sehingga