• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada Gambar 1 dijelaskan mengenai tahapan penelitian yang telah dilakukan meliputi 3 tahap, tahap pertama adalah mikroenkapsulasi isolat probiotik, tahap kedua adalah aplikasi probiotik pada pengolahan buah salah menjadi selai salak dan tahap terakhir adalah penyimpanan selai salak pada suhu ruang.

Gambar 1. Skema Kegiatan Penelitian Tahap Pertama Tahap Kedua Tahap Ketiga Aplikasi probiotik pada pengolahan buah salak menjadi selai salak Mikroenkapsulasi isolat probiotik Lb. plantarum 2C12 dan Lb. plantarum BSL Penyimpanan selai salak -Uji Sintasan Probiotik -Uji ketahanan panas

-Uji Sel Cedera -Uji Aktivitas Antimikroba - Uji ketahanan garam empedu dan pH rendah -Ukuran dan bentuk -Uji Viabilitas Probiotik -Uji Kapang Khamir -Uji pH dan aw

-

Pembuatan Biomassa (Harmayani 2001) -Mikroenkapsulasi Kultur Bakteri Probiotik dengan teknik emulsi (Mandal 2005) -Uji Viabilitas Probiotik -Uji Kapang Khamir -Uji pH dan aw

-Uji Kadar Gula dan Kadar Air

Penyimpanan produk selai salak pada suhu ruang selama 30 hari - Pembuatan selai salak -Penambahan probiotik terenkapsulasi pada suhu terbaik Prosedur

Kegiatan Analisis Luaran

Isolat probiotik terenkapsulasi dengan karakteristik yang sudah diketahui Suhu optimum penambahan probiotik pada produk selai salak Stabilitas strain probiotik pada selai salak selama penyimpanan suhu ruang

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB); Pilot Plant SEAFAST (Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology) Center, IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga Oktober 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Na-alginat (Sigma-Aldrich,UK), minyak kedelai, sodium sitrat (Merck, Jerman), kalsium klorida (Merck, Jerman), Tween 80 (Merck, Jerman). Medium yang digunakan adalah MRSA (Oxoid, Inggris), MRSB (Oxoid, Inggris), PDA (Oxoid, Inggris), garam empedu (Merck, Jerman), HCl (Merck, Jerman) dan NaCl (Oxoid, Inggris). Varietas salak yang digunakan adalah salak pondoh yang diperoleh dari pasar di daerah Dramaga. Salak yang dipilih adalah buah yang segar yang sudah matang dan dikupas atau dibuang bagian yang tidak dapat dimakan.

Alat-alat yang digunakan adalah sentrifus suhu rendah (refrigerated), refrigerator, autoklaf, waterbath, laminar air flow, inkubator, neraca digital, pH-meter, pengaduk magnetik, vortex, mikropipet, alat gelas, ose, bunsen, wajan, kompor dan blender.

Preparasi Kultur Mikroorganisme (Harmayani et al. 2001)

Kultur bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus plantarum BSL diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB sedangkan Lactobacillus plantarum 2C12 diperoleh dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB. Pembuatan biomassa bakteri asam laktat mengacu pada Harmayani et al. (2001), kultur bakteri ditumbuhkan pada agar miring MRSA (De Man, Rogosa, Sharpe agar), kemudian diambil sebanyak satu ose untuk ditumbuhkan pada media MRSB, dan diinkubasi selama 24 jam (37oC). Selanjutnya diambil sebanyak 1 mL dan ditumbuhkan kembali pada MRSB 1000 mL. Biomassa yang dihasilkan kemudian dipanen dengan cara mensentrifugasi pada 5000g selama 10 menit dan dicuci dua kali dengan PBS (Phospat Buffer Saline) 0.1 M.

Mikroenkapsulasi (Mandal et al. 2005)

Larutan natrium alginat 3% disterilkan dengan autoklaf (suhu 121oC selama 15 menit) kemudian didinginkan hingga suhu mencapai 38-40oC. Sebanyak 20 mL larutan dan 4 mL suspensi sel masing-masing Lb. plantarum BSL dan Lb. plantarum 2C12 dimasukkan ke dalam tabung sentrifus (40mL) untuk kemudian divortex (Vortex Genie 2) hingga homogen. Minyak kedelai (100 mL) ditambah Tween 80 0.2% steril dimasukkan ke dalam gelas piala 500 mL. Campuran alginat dan sel ditambahkan dengan cara diteteskan menggunakan mikropipet 1 mL ke dalam larutan minyak yang diputar konstan dengan pengaduk magnet (200 rpm). Setelah 5 menit, 100 mL kalsium klorida 1M ditambahkan secara cepat untuk mengeraskan mikrokapsul dan memecah emulsi. Mikrokapsul dipanen dengan

cara sentrifugasi (350 rpm, 10 menit) pada suhu 4oC kemudian dicuci dua kali dengan menggunakan akuades steril. Mikrokapsul dipisahkan dengan menggunakan kertas Whatman filter (no. 1), kemudian dipindahkan ke dalam cawan steril dan disimpan dalam lemari pendingin (7±1oC). Ukuran mikrokapsul diukur dengan menggunakan mikrometer. Analisis dilakukan terhadap jumlah sel, ketahanan panas, kerusakan sel setelah pemanasan serta ketahanan terhadap garam empedu dan pH dan dibandingkan antara sel bebas dengan sel terenkapsulasi. Ketahanan sel dilihat dari penurunan jumlah sel yang diperoleh dari jumlah sel awal sebelum perlakuan dikurangi jumlah sel akhir setelah perlakuan (log cfu mL-1).

Aplikasi Probiotik pada Pengolahan Buah Salak menjadi Selai Salak

Pembuatan Produk Selai Salak (Noerhartati et al. 2001)

Pembuatan selai salak dilakukan dengan menggunakan metode Noerhartati (2001) dengan perbandingan gula dan buah salak adalah 3:4. Kultur probiotik yang sudah dimikroenkapsulasi ditambahkan pada saat pemasakan dengan suhu untuk penambahan probiotik adalah 50o C (berdasarkan uji ketahanan panas). Skema pembuatan selai salak dijelaskan pada Gambar 2.

Penambahan kultur probiotik dilakukan pada saat selai salak sudah sempurna matang, ditandai dengan warna yang kecoklatan dan tekstur yang kental. Jumlah bakteri probiotik yang ada di dalam produk minimal 7 log cfu g-1, sehingga penambahan kultur didasarkan pada berat selai salak. Pada penelitian ini masing-masing 10 mL bakteri probiotik bebas dan 10 g bakteri probiotik terenkapsulasi (11 log cfu mL-1) ditambahkan ke dalam 100 g selai salak (10 log cfu g selai salak-1). Proses pengadukan harus dilakukan secara sempurna agar probiotik bisa menyebar rata di semua bagian selai.

Selai Salak

Gambar 2. Skema Pembuatan Selai Salak Buah Salak

Sortasi, Pengupasan dan Pemisahan Daging Buah

Pemasakan awal selama 25 menit Penghancuran

Pemasakan akhir selama 25 menit

Biji, Kulit

Gula

Kultur probiotik

Pengemasan Pencucian dan sterilisasi kering (170-180oC)

Proses pembuatan selai salak diawali dengan sortasi dan pengupasan serta pemisahan daging buah salak dari biji serta kulit. Proses pemasakan awal dilakukan selama 25 menit dimana suhu pemasakan berkisar pada suhu 85oC. Proses penghancuran dilakukan dengan menggunakan blender dan pada proses ini dilakukan penambahan gula dengan perbandingan gula dan buah salak 3:4. Pemasakan selai dilakukan selama 25 menit, parameter berakhirnya proses ditandai dengan nilai aw berkisar antara 0.7-0.8.

Penyimpanan Produk Selai Salak

Selai salak yang sudah ditambah probiotik terenkapsulasi disimpan pada suhu ruang selama 30 hari. Pengemasan selai salak menggunakan botol selai yang sudah disterilkan terlebih dahulu dengan sterilisasi kering. Selai salak yang disimpan adalah selai salak dengan mutu terbaik dilihat dari sintasan probiotiknya. Hal ini didasarkan pada suhu penambahan probiotik pada saat pembuatan selai salak. Selain itu disimpan juga selai salak kontrol tanpa pernambahan probiotik, serta salak dengan penambahan probiotik bebas sebagai pembanding.

Prosedur Analisis

Uji sintasan probiotik bebas dan terenkapsulasi (Gebara et al. 2013)

Sintasan probiotik ditentukan dengan menghitung sel yang hidup di dalam media tumbuh dan juga di dalam mikrokapsul. Mikrokapsul probiotik didisintegrasikan yakni dengan menambahkan sebanyak 1g ke dalam 9 mL (b/v) larutan sodium sitrat 2 % steril (pH 7.0) kemudian dihomogenisasi selama 5 menit (Krasaekoopt et al. 2004). Setelah didisintegrasi, mikroba dalam hal ini adalah probiotik, akan keluar dari enkapsulan lalu dihitung. Perhitungan dilakukan dengan membuat serial larutan dari natrium chloride (0.85 % b/v) kemudian dilakukan pour plate pada MRSA menggunakan cawan petri lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 72 jam.

Sel Cedera (Injured cell) Setelah Pemanasan (Golowczyc et al. 2010)

Lb. plantarum yang telah mengalami pemanasan (50-70oC) selama 20 menit diambil 1 mL dan ditumbuhkan pada media MRSA yang ditambah NaCl (5% b/v, Merck) dan MRSA sebagai kontrol. Inkubasi dilakukan selama 48 jam dengan suhu inkubasi 37oC. Sel sehat dihitung berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh pada media MRSA yang ditambah NaCl 5% (log cfu mL-1) sedangkan sel cedera tidak mampu tumbuh. Jumlah sel cedera dihitung berdasarkan selisih antara koloni pada cawan MRSA kontrol (log cfu mL-1) dengan koloni pada cawan MRSA yang ditambahkan dengan NaCl 5% (log cfu mL-1).

Ketahanan Terhadap Panas (Mandal et al. 2005)

Sebanyak 1 g mikrokapsul atau 1 mL suspensi sel bebas dimasukkan ke dalam 10 mL akuades dan dipanaskan pada suhu 50, 60 dan 70oC selama 20 menit. Selanjutnya campuran didinginkan pada suhu ruang dan sel hidup dihitung setelah ditumbuhkan pada MRSA selama 48 jam pada suhu 37oC.

Ketahanan Terhadap Garam Empedu (0.5%) dan pH rendah (pH 2)

(Nuraida et al. 2012)

Pengujian ketahanan terhadap garam empedu dilakukan dengan mengambil kultur bakteri probiotik sebanyak 1 mL berumur 24 jam dan 1 g mikrokapsul dimasukkan masing-masing ke dalam 10 mL MRSB kontrol dan MRSB dengan penambahan 0.5% garam empedu. Campuran selanjutnya dihomogenisasi dengan vortex dan diinkubasipada suhu 37oC selama 5 jam. Ketahanan bakteri dinyatakan dari perbedaan koloni (log cfu mL-1) antara media kontrol dengan media yang mengandung garam empedu.

Pengujian ketahanan terhadap pH rendah dilakukan dengan memasukkan 1 mL kultur bakteri probiotik berumur 24 jam dan 1 g mikrokapsul masing-masing ke dalam 10 mL MRSB kontrol dan MRSB dengan penambahan HCl hingga pH 2. Campuran kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan vortex dan kemudian diinkubasi selama 5 jam (37oC). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan media MRSA dan metode tuang. Probiotik yang toleran terhadap asam dihitung dengan melihat perbedaan koloni (log cfu mL-1) antara media kontrol dengan media asam.

Uji Sifat Antimikroba dari Probiotik Bebas dan Probiotik Terenkapsulasi (Sahputra 2012)

Isolat probiotik yang telah ditumbuhkan pada MRS B 10 mL selama 18 jam pada suhu 37o C kemudian disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit sehingga diperoleh sel basah. Kemudian diencerkan dengan pengencer NaCl 0.85% sehingga diperoleh jumlah probiotik sekitar 1010 cfu/mL. Mikrokapsul probiotik didisintegrasikan yakni dengan menambahkan sebanyak 1 g ke dalam 9 mL (b/v) larutan sodium sitrat 2 % steril dengan pH 7.0 kemudian dihomogenisasi selama 5 menit (Krasaekoopt et al. 2004). Jumlah sel probiotik setelah disintegrasi ini sekitar 1010 cfu mL-1. Selanjutnya terhadap bakteri probiotik dilakukan kembali pengenceran dengan media pengencer NaCl sehingga diperoleh jumlah bakteri sekitar 109 log cfu mL. Hal yang sama dilakukan pada E. coli, bakteri ini ditumbuhkan pada media TSB 10 mL, selanjutnya diinkubasi sampai akhir fase log yaitu selama 18 jam pada suhu 37o C. Pengenceran dengan media pengencer NaCl 0.85% 9 mL dilakukan sehingga diperoleh hasil perhitungan E. coli setelah 18 jam inkubasi. Selanjutnya terhadap bakteri E. coli dilakukan kembali pengenceran dengan media pengencer NaCl sehingga diperoleh jumlah bakteri sekitar 105 cfu mL-1 (agar jumlah E. coli pada susu sebesar 103 cfu mL-1).

Sebanyak 2 mL suspensi probiotik dan 2 mL suspensi E. coli diinokulasikan ke dalam 20 mL susu (2.88 gram sampel susu skim). Jumlah masing-masing bakteri pada susu skim diperkirakan 108 cfu mL-1 BAL dan 103 cfu mL-1 untuk E. coli. Selanjutnya susu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kemudian dilakukan perhitungan pertumbuhan relatif yang dinyatakan sebagai Nt/N0 dimana Nt adalah log dari jumlah koloni setelah kontak 24 jam dan N0 adalah log dari jumlah koloni pada waktu kontak 0 jam. Setelah itu dilakukan perhitungan jumlah koloni sesuai dengan perhitungan SPC (Standard Plate Count).

Metode sumur mengacu pada Nuraida (2012). Kultur masing-masing bakteri patogen diinokulasi sebanyak 0.2 mL diinokulasi kedalam Natrium Agar (NA)

100 mL. 20 mL NA yang sudah ditambah patogen kemudian dituang ke dalam cawan petri steril dan didiamkan hingga mengeras. Lubang sumur dibuat dengan diameter 6mm. 30µL kultur bakteri probiotik berumur 24 jam dituang ke dalam sumur dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari. Zona penghambatan ditunjukkan dengan adanya area bening di sekeliling sumur.

Uji Ukuran dan Bentuk Mikrokapsul

Bentuk dan ukuran mikrokapsul dihitung dengan menggunakan mikrometer okuler. Preparat berisi mikrokapsul tunggal diamati dibawah mikrometer okuler dengan perbesaran 20x. Skala 100 unit = 1 cm maka tiap unit setara dengan 0.01 cm atau 100 μm. Jumlah sampel yang diukur adalah 30 mikrokapsul dengan 3x pengamatan untuk masing-masing sampel.

Uji kapang dan khamir (Fardiaz 1992)

Analisis kontaminasi kapang khamir dilakukan pada media PDA dengan penambahan asam tartarat 14%. Sebanyak 10 g selai salak dimasukkan ke dalam 90 mL NaCl 0.85% steril dan divortek, selanjutnya dibuat pengenceran berseri. Jumlah kontaminan dihitung dengan metode hitungan cawan dengan beberapa seri pengeceran setelah diinkubasi (37oC, 48 jam). Kemudian dihitung total kapang dan khamir berdasarkan standard plate count.

Metode Analisis Analisis Rendemen Enkapsulasi

Rendemen enkapsulasi (encapsulation yield/EY) dapat dihitung berdasarkan Annan et al. (2008). Rendemen enkapsulasi merupakan pengukuran terhadap efektivitas proses enkapsulasi dan sintasan sel selama proses mikroenkapsulasi, yang dihitung dengan rumus berikut:

EY = (N/N0) x 100 % Keterangan :

EY : encapsulation yield atau rendemen enkapsulasi

N : jumlah sel yang terperangkap dalam mikropartikel atau mikrokapsul (log cfu g-1)

N0 : jumlah sel bebas atau jumlah sel probiotik yang ditambahkan ke dalam emulsi selama proses mikroenkapsulasi

Perhitungan Koloni (BAM 2001)

Koloni bakteri dapat dihitung dengan rumus Standar Plate Count (SPC). Jumlah koloni bakteri probiotik dan bakteri uji dihitung setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Adapun rumus SPC adalah sebagai berikut

N= ΣC{[(1*n1)+(0.1*n2)+...]*(d)} Keterangan

N : Jumlah koloni bakteri mL-1 atau g-1 produk ΣC : Jumlah semua koloni yang dihitung dari 2 cawan n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama

n2 : jumlah cawan pada pengenceran kedua d : pengenceran pada cawan pertama

Deteksi koloni metode SPC berkisar antara 25-250. Apabila di dalam cawan terdapat koloni kurang dari 25 maka dalam pelaporannya dinyatakan bahwa jumlahnya < 2.5x101cfu mL-1, dan apabila tidak ditemukan koloni di dalam cawan hingga pengenceran terendah maka pelaporannya sebanyak 1.0x101 cfu mL-1. Koloni yang jumlahnya melebihi 250 maka dianggap TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung).

Pengukuran aw dan pH selai salak probiotik (BSN 1992)

Pengukuran aw dilakukan dengan menggunakan aw meter. Sebelum digunakan, alat aw-meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan NaCl jenuh pada kertas saring dan diletakkan pada cawan, kemudian nilai aw diset sampai dengan 0,750. Sampel ditimbang seberat 5 g dan diletakkan dalam cawan pengukur. Setelah ditutup dan dikunci nilai aw dapat dibaca jika aw-meter sudah menunjukkan tanda completed.

Untuk pengukuran pH selai salak dilakukan dengan menggunakan alat pH-meter. Sebelum digunakan, alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Sekitar 5 g sampel selai salak dimasukkan ke dalam gelas piala kecil. Elektroda pH-meter ditancapkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan pembacaan pH sampel hingga mencapai nilai yang tetap.

Analisis Kadar Gula dengan metode Anthrone (Apriyantono, 1988) Pembuatan kurva standar

Larutan gula standar (104.1 µg/mL) dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0.0 (blanko); 0.2; 0.4; 0.6; 0.8 dan 1 mL. Aquades ditambahkan pada masing-masing tabung hingga volume masing-masing tabung reaksi 1 mL. Pereaksi athrone sebanyak 5 mL ditambahkan secara cepat ke dalam masing-masing tabung reaksi, kemudian divortex hingga homogen. Selanjutnya tabung reaksi berisi larutan dipanaskan dalam waterbath 100oC selama 12 menit. Pendinginan dilakukan dengan cepat dengan menggunakan air mengalir. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam kuvet dan ditera dengan absorbansi pada 630 nm dan selanjutnya dibuat kurva hubungan antara nilai absorbansi dengan konsentrasi gula.

Penetapan sampel

Sampel sebanyak 1 mL (dari persiapan sampel) ke dalam tabung reaksi, selanjutnya dimasukan secara cepat peraksi anthrone sebanyak 5 mL. Tahapan selanjutnya mengikuti tahap pembuatan kurva standar.

Analisis Kadar Air (AOAC 1995)

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven, adapun prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada di dalam sampel. Sampel ditimbang hingga didapat bobot konstan yang diasumsikan bahwa semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Banyaknya air yang diuapkan diketahui dari selisih bobot sebelum dan sesudah pengeringan. Prosedur analisis kadar air sebagai berikut: cawan yang akan digunakan dioven terlebih

dahulu pada suhu 100-105oC selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air kemudian ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan kemudian di oven pada suhu 100-105oC selama 6 jam untuk selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:

% kadar air (bb) = x 100% Keterangan :

A : berat sampel awal dinyatakan dalam gram

B : berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram C : berat cawan kosong dinyatakan dalam gram

Analisis Data

Data rata-rata diperoleh dari 2 ulangan. Analisis varian menggunakan ANOVA (faktor tunggal) dengan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait