• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Graha Widya Wisuda (GWW), Jalan Kamper Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Jalan Meranti, dan Jalan Tanjung, Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Februari hingga Agustus 2015.

Peralatan dan Bahan

Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan pengukuran seperti kompas, global positioning system (GPS), pita ukur, penggaris, dan mini disk infiltrometer. Peralatan lain untuk proses pengolahan data adalah kalkulator dan laptop yang dilengkapi dengan software Microsoft Word, Microsoft Excel, Google Earth, Surfer versi 10, ArcGIS versi 10, dan AutoCAD 2010.

Data primer berupa titik lokasi genangan, peta topografi, dimensi dan kondisi saluran drainase, serta permeabilitas tanah, digunakan sebagai bahan pengolahan data. Selain itu beberapa data sekunder juga diperlukan, antara lain peta kampus IPB Darmaga, site plan kampus IPB Darmaga, data curah hujan maksimum selama 10 tahun tahun 2004-2013 dari Stasiun Klimatologi BMKG Darmaga, Bogor, serta citra satelit Google Earth akuisisi 2 Januari 2015. Secara umum, tahapan penelitian ini mencakup analisis debit puncak limpasan dan kemampuan infiltrasi, rancangan sistem drainase mayor, dan rancangan sistem drainase minor.

Prosedur Pengumpulan Data

Tahapan penelitian secara umum disajikan berupa bagan alir pada Gambar 5. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (data sekunder) dan kegiatan di lapangan (data primer).

Studi pustaka dilakukan untuk menentukan metode pengumpulan data dan analisis data. Studi pustaka dilakukan dengan berbagai sumber, antara lain buku, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, internet, dan sumber lain.

Data yang dikumpulkan adalah data curah hujan, peta topografi, kondisi tata guna lahan, dan data kemampuan infiltrasi di beberapa lokasi. Penggunaan data curah hujan pada penelitian ini berupa data curah hujan harian maksimum selama 10 tahun dari stasiun cuaca BMKG Darmaga Bogor. Peta topografi dibuat berdasarkan hasil survei dengan menggunakan total station. Hasil pengukuran berupa koordinat x dan y serta data elevasi. Peta tata guna lahan dibuat berdasarkan citra satelit Google Earth akuisisi 2 Januari 2015. Kondisi tata guna lahan digunakan untuk menganalisis koefisien limpasan suatu DTA. Data permeabilitas tanah diperoleh dengan melakukan pengujian menggunakan mini disk infiltrometer. Pengukuran dilakukan di tiga lokasi, yaitu sekitar Gedung Graha Widya Wisuda (GWW), Jalan Kamper Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), dan Jalan Meranti, Kampus IPB Dramaga Bogor.

Prosedur Analisis

Analisis debit puncak limpasan dan kemampuan infiltrasi

Analisis frekuensi data hidrologi bertujuan mengetahui peristiwa-peristiwa ekstrim (R24) yang berkaitan dengan frekuensi kejadian hujan melalui penerapan distribusi kemungkinan (Suripin 2004). Distribusi frekuensi berfungsi untuk mengetahui hubungan kejadian hidrologis ekstrim, seperti banjir, dengan jumlah kejadian, sehingga peluang kejadian ekstrim terhadap waktu dapat diprediksi (Bhim et al. 2012). Jenis analisis distribusi frekuensi adalah distribusi normal,

Studi literatur Metode penelitian

Pengumpulan data -Curah hujan -Topografi -Citra satelit -Batas DTA - Permeabilitas -Sistem drainase Analisis data dan perancangan -Debit rencana -Volume andil banjir -Evaluasi sistem drainase -Spesifikasi sistem drainase mayor dan ZROS

Dimensi Water Pocket

Perancangan water pocket ZROS Pembangunan water

pocket skala lab

Simulasi dan pengamatan kapasitas water pocket

saat hujan Water Pocket Zero Runoff ? Tidak Ya Selesai Mulai

distribusi Log normal, distribusi Log-Person III, dan distribusi Gumbel untuk periode ulang 2 , 5, 10, 20, 25, dan 50 tahun. Data dalam analisis frekuensi berupa data curah hujan harian maksimum dalam tiap tahun.

a. Distribusi Normal

Persamaan dalam distribusi normal adalah :

̅ (1)

Keterangan :

XT = perkiraan nilai periode ulang T tahunan

̅ = nilai rata-rata data S = deviasi standar data

KT = faktor frekuensi (Lampiran 1) b. Distribusi Log-Normal

Persamaan dalam distribusi Log-Normal adalah :

̅ (2)

Keterangan :

YT = perkiraan nilai periode ulang T tahunan

̅ = nilai rata-rata bentuk logaritmik data S = deviasi standar bentuk logaritmik data KT = faktor frekuensi (Lampiran 1)

c. Distribusi Log-Person III

Langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Pearson Tipe III adalah sebagai berikut.

- Data curah hujan diubah ke dalam bentuk logaritmik, X = log X - Nilai rata-rata dihitung melalui persamaan (3).

log ̅ ni 1log i

n (3)

- Nilai simpangan baku dihitung melalui persamaan (4) s [n log i-log ̅ 2

i 1

n-1 ]

0.5

(4)

- Koefisien kemencengan dihitung melalui persamaan (5). nn log i-log ̅3

i 1

(n-1)(n-2) s3 (5)

- Logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T tahun dihitung melalui persamaan (6)

log log ̅ .s (6)

K adalah variabel standar untuk X. Nilai K tergantung koefisien kemencengan G, yang nilainya disajikan dalam Lampiran 2.

d. Distribusi Gumbel

Persamaan distribusi Gumbel disajikan pada persamaan (7) :

̅ . (7)

Keterangan :

̅ = harga rata-rata contoh uji. S = standar deviasi contoh uji.

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan (6).

r- n

n (8)

Keterangan :

Yn = reduce mean. Nilai ini tergantung jumlah contoh uji/data n (Lampiran 3) Sn = reduce standarddeviation. Nilai ini tergantung pada jumlah contoh uji/data n

(Lampiran 3)

YTr = reduce variate. Nilai ini dihitung melalui persamaan (9) : r -ln{-ln r- 1

r } (9)

Dengan mensubstitusikan persamaan (9), dihasilkan persamaan (10) :

r 1 r (10)

dengan n dan ̅- n n

Uji kecocokan jenis distribusi dilakukan pada keempat jenis distribusi tersebut. Uji ini bertujuan mengetahui tingkat kecocokan jenis distribusi untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. (Agus et al. 2013). Uji ini dilakukan dengan metode uji parameter statistik.

Pembuatan peta topografi

Data koordinat X dan Y serta elevasi Z hasil pengukuran dengan menggunakan total station diolah dengan menggunakan pogram Surfer versi 10, sert disimp n d l m form t “. ln”. D t terse ut kemudi n diol h d l m proses pembentukan grid dengan metode interpolasi Kriging. Menurut Saffet (2009) metode interpolasi inverse distance weighted (IDW) baik digunakan pada lokasi studi yang tidak terjal dan memiliki sebaran titik detail yang rata. Metode kriging lebih baik digunakan apabila sebaran titik detail yang dimiliki tidak rata. Data grid hasil pengolahan kemudian akan diinterpretasikan sistem koordinatnya dengan sistem koordinat UTM WGS 1984 dengan satuan meter. Peta topografi ditampilkan dengan menggunakan perintah new contour map, kemudian dipilih dokumen grid yang telah dibuat. Arah aliran air ditampilkan dengan menggunakan menu map add 1 grid-vector layer.

Digitasi peta landuse dan Deliniasi DTA

Digitasi peta tata guna lahan dan deliniasi DTA menggunakan citra satelit Google Earth, peta topografi, dan program ArcGIS versi 10. Citra satelit Google Earth dengan cakupan lokasi penelitian disimpan dan dibuka dengan menggunakan program ArcGIS 10. Citra satelit tersebut direktifikasi dengan memasukkan empat koordinat acuan, dan dilakukan digitasi sesuai jenis tutupan lahan. Kemudian poligon hasil digitasi ditambahkan informasi tutupan lahan dalam tabel atribut. Peta kontur dimasukkan ke ArcGIS 10, ditumpangtindihkan ke peta tata guna lahan, dan dilakukan interseksi antara keduanya. Batas-batas DTA ditentukan berdasarkan outlet dan arah aliran air dari kontur lahan. Kemudian, batas-batas sub DTA ditentukan berdasarkan inlet saluran. Dari penggabungan peta DTA dan tata guna lahan diperoleh informasi tata guna lahan untuk tiap-tiap DTA. Luas tiap-tiap poligon dihitung dengan menggunakan ArcGIS 10.

Perhitungan intensitas hujan.

Intensitas hujan menyatakan jumlah air hujan yang terjadi persatuan waktu. Perhitungan intensitas hujan menggunakan persamaan Mononobe (Sosrodarsono dan Takeda 1983) seperti pada persamaan (11)

24 24 24 t 2 3 (11) Keterangan :

I = intensitas hujan (mm/jam) tc = waktu konsentrasi (jam)

R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) Perhitungan waktu konsentrasi menggunakan rumus Kirpich.

t 0.87 x 1000 x 2 0.385 (12)

Keterangan :

L = jarak tempuh air atau panjang saluran (km) S = Kemiringan rata-rata saluran atau lintasan air.

Perhitungan koefisien limpasan

Koefisien limpasan untuk setiap DTA dihitung dengan menggunakan persamaan (13). D i. i n i 1 ni 1 i (13) Keterangan : C = koefisien limpasan

A = luas tutupan lahan (ha)

Nilai C yang digunakan adalah nilai C referensi dari McCuen (1981) pada Tabel 2.

Perhitungan debit puncak limpasan

Metode perhitungan debit puncak limpasan antara lain, metode rasional, Soil Conservation Service (SCS), dan modifikasi rasional (Needhidasan dan Manoj 2013). Asquith et al. (2011) menyatakan metode rasional biasa dapat digunakan untuk wilayah studi dengan cakupan kecil, sedangkan untuk cakupan wilayah besar perlu digunakan metode modifikasi rasional.

Perhitungan debit puncak limpasan menggunakan metode rasional engan persamaan :

p 0.002778. . . (14)

Keterangan :

Qp = laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/det) C koefisien lir n permuk n limp s n 0 ≤ ≤ 1 I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas daerah tangkapan air (ha)

Pengukuran infiltrasi kumulatif dan perhitungan laju infiltrasi

Pengukuran infiltrasi kumulatif dilakukan menggunakan mini disc infiltrometer dengan mengacu pada manual penggunaan mini disc infiltrometer (Decagon 2014). Tabung air mini disc infiltrometer diisi air hingga penuh, kemudian diletakkan di atas tanah yang datar. Pengukuran dilakukan hingga air di dalam tabung habis. Minimal pengukuran dilakukan selama 15 menit, apabila air di dalam tabung habis sebelum andakan suction rate yang digunakan pada alat perlu untuk ditingkatkan agar pengukuran memberikan hasil yang akurat. Data infiltrasi kumulatif dan waktu pengukuran kemudian diolah menggunakan model Philip (1969) untuk menghitung laju infiltrasi.

1t 2√t (15)

Tabel 3 Kategori permeabilitas tanah

Permeabilitas tanah (cm/jam) Tipe Kategori

< 0.5 P1 Lambat

0.5-2.0 P2 Agak lambat

2.0-6.25 P3 Sedang

6.25-12.5 P4 Agak cepat

>12.5 P5 Cepat

Evaluasi sistem drainase

Evaluasi saluran drainase dilakukan berdasarkan hasil observasi di lapangan. Kapasitas saluran terkini dihitung dengan mengukur dimensi saluran, kemudian menghitung debit maksimum yang mampu ditampung saluran menggunakan persamaan Manning (16), (17), dan (18).

1n. 2/3. 1/2 (16)

/ (18) Keterangan :

V = Kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/detik)

n = Koefisien manning

R = Radius Hidrolis (m)

S = Kemiringan rata-rata saluran (slope) A = Luas penampang basah saluran(m2) P = Keliling basah saluran (m)

Q = Debit aliran (m3/det)

Rancangan water pocket

Perencanaan desain water pocket mencakup perencanaan bangunan water pocket, saluran kolektor, dan struktur inlet. Perencanaan bangunan water pocket mencakup panjang, lebar, dan kedalaman galian, serta volume reservoir dan batu split untuk menampung air hujan. Perencanaan saluran kolektor mencakup perhitungan dimensi penampang saluran inlet dan outlet. Perencanaan struktur inlet mencakup penentuan dimensi pipa inlet yang akan digunakan untuk mengalirkan air limpasan ke reservoir.

Water pocket yang dirancang harus memiliki kapasitas debit (Qwp) yang sama atau lebih besar dengan debit limpasan (Q). Debit limpasan dihitung berdasarkan luas area kontribusi genangan, seperti luas atap dan genangan. Intensitas hujan dihitung menggunakan persamaan Mononobe dengan durasi hujan (T) deras yang umum terjadi dilokasi studi (1.5 jam). Qwp terdiri dari debit kapasitas pengisian (Qr) dan debit kapasitas infiltrasi (Qinf). Qr dihitung dari penjumlahan volume reservoir dan volume void kerikil atau batu split dibagi dengan T. Volume void batu split adalah 40% dari keseluruhan volume kerikil (Das 2008). Qwp, Qr, dan Qinf dihitung menggunakan persamaan (19), (20), dan (21).

...(19)

...(20)

...(21)

Bentuk persegi serta rasio panjang-lebar dengan kedalaman galian water pocket sebesar 1 : 1.5 ditentukan berdasarkan pertimbangan kemudahan dan keamanan konstruksi water pocket. Panjang dan lebar water pocket bervariasi antara 1-1.5 meter tergantung kondisi permeabilitas tanah. Kondisi permeabilitas tanah yang cepat (k > 12.5 mm/jam) menggunakan panjang 1 meter. Kondisi permeabilitas tanah yang sedang (2< k <12.5 mm/jam) menggunakan panjang 1.25 meter. Kondisi permeabilitas tanah yang lambat (k < 2 mm/jam) menggunakan panjang 1.5 meter. Tanah dengan permeabilitas lambat membutuhkan dimensi yang lebih besar karena Qinf rendah, sehingga Qr harus ditingkatkan agar efektif menanggulangi limpasan. Jarak antara dinding galian ke reservoir adalah 15 cm. Penentuan jumlah water pocket yang dibutuhkan ditentukan menggunakan solver pada MS. Excel.

Saluran kolektor harus memiliki kapasitas debit yang sama atau lebih besar dari debit limpasan. Saluran kolektor dirancang berbentuk kotak dengan perbandingan lebar (b) dan kedalaman (h) sesuai ketentuan pada Tabel 4 (DPU 2006). Kecepatan aliran minimum yang diizinkan adalah 0.6 m/detik dan kecepatan aliran maksimum yang diizinkan adalah 3 m/detik (DPU 2006). Selanjutnya, penentuan dimensi saluran dihitung menggunakan persamaan (16), (17), dan (18). Tinggi jagaan menurut United States Bureau of Reclamation (USBR) ditentukan berdasarkan grafik pada Gambar 6 (DPU 2006).

Tabel 4 Hubungan debit, ketinggian aliran dan rasio lebar-tinggi saluran

Q (m3/det) h (m) b/h

<0.5 < 0.50 1

0.5 – 1.1 0.50 < h < 0.75 2

1.1 – 3.5 0.75 < h < 1.00 2.5

> 3.5 > 1.00 3

Gambar 6 Tinggi jagaan pada saluran drainase (USBR)

Sebelum masuk ke struktur inlet, air limpasan di saluran pembawa harus masuk terlebih dahulu ke bak kontrol untuk menanggulangi sedimentasi yang mungkin terjadi dari air limpasan. Desain bak kontrol yang digunakan pada water pocket mengacu pada rancangan bak kontrol pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup no.12 tahun 2009 (KLH 2009). Berdasarkan peraturan tersebut bak kontrol yang dibangun dua unit yaitu bak pengendap dan bak penyaring. Ukuran bak penyaring adalah panjang 1 m, lebar 1.5 m, dan kedalaman 1 m, sedangkan ukuran bak pengendap adalah panjang 1 m, lebar 1.5 m, dan kedalaman 1.5 m. Bak penyaring diisi dengan pasir dengan ketebalan 25 cm, koral setebal 25 cm dan ijuk setebal 25 cm. Bak pengendap diisi dengan ijuk setebal 25 cm, arang aktif setebal 25 cm, koral setebal 25 cm, dan ijuk (lapisan ijuk ke-2) setebal 25 cm. Bak pengendapterletak minimal 50 cm dari water pocket.

Struktur inlet terdiri dari bangunan transisi, pipa inlet, dan dinding inlet. Bangunan transisi dibuat dengan tujuan untuk mencegah terjadinya hambatan aliran (bottleneck) akibat transisi aliran dari saluran ke pipa inlet. Bangunan transisi yang digunakan dalam struktur inlet adalah jenis warped transition yang memiliki nilai headloss lebih kecil. Perancangan dimensi bangunan transisi

menggunakan sudut transisi 12.5° dari sumbu saluran. Panjang bangunan transisi dihitung menggunakan persamaan (22) (Hinds 1928). Diameter pipa inlet ditentukan menggunakan persamaan Hazen-Williams yang disajikan pada persamaan (23) (Mays 1999). Pipa inlet yang digunakan adalah pipa PVC yang memiliki koefisien kehalusan C =150. Struktur dinding inlet memiliki konstruksi dari cor beton untuk menyangga pipa inlet agar kokoh.

0.5 ( s lur n-D)

t n ...(22)

D (3.59 . 10 . 0.546. )0.38...(23) Keterangan :

L = Panjang bangunan transisi (mm) Bsaluran = Lebar saluran (mm)

= Sudut transisi (°)

D = Diameter pipa dibutuhkan (mm) Q = Debit limpasan (liter/detik) C = Koefisien kehalusan pipa S = Kemiringan pipa (%)

Simulasi ZROS dan Analisis Neraca Air

Simulasi ZROS dilakukan di Laboratorium Wageningen IPB dengan membangun water pocket dan sekat ukur, kemudian dilakukan pengukuran debit limpasan di inlet dan outlet ketika hujan. Sekat ukur yang digunakan adalah sekat ukur segi empat dan lebar penuh dengan tinggi ambang 15 cm, dan lebar ambang 34 cm. Persamaan debit dalam menggunakan metode ini menurut Sosrodarsono dan Takeda (1983) disajikan pada persamaan (24) dan (25). Hasil pengukuran digunakan dalam analisis neraca air untuk mengetahui jumlah air yang tertampung dan terinfiltrasi ke dalam tanah. Analisis dibagi ke dalam dua sistem, yaitu penampungan air (sistem 1) dan peresapan air (sistem 2). Parameter yang dianalisis secara skematik disajikan pada Gambar 7. Persamaan neraca air pada sistem 1 dan 2 disajikan pada persamaan (26) dan (27)

. . h32...(24)

107.1 0.177h 14.2 Dh . 1 ...(25)

in r1 out1...(26)

out1 inf r2 out2...(27) Keterangan :

h = tinggi muka air di atas mercu (m) b = lebar mercu (m)

D = tinggi sekat mercu (m) Q = debit aliran dalam m3/menit K = Koefisien sekat ukur

Dokumen terkait