• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Sistem Zero Runoff Di Kampus Ipb Darmaga, Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Sistem Zero Runoff Di Kampus Ipb Darmaga, Bogor, Jawa Barat"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN SISTEM ZERO RUNOFF

DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR, JAWA BARAT

MUHAMMAD IHSAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perancangan Sistem Zero Runoff Di Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD IHSAN. Perancangan Sistem Zero Runoff Di Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh BUDI INDRA SETIAWAN dan NORA H. PANDJAITAN.

Kampus IPB Darmaga mempunyai permasalahan sistem drainase yang menyebabkan terjadinya genangan sesaat akibat adanya hujan walau hanya dengan intensitas sedang. Beberapa daerah genangan berada di sekitar Graha Widya Wisuda (GWW), Jalan Kamper, Jalan Meranti, dan Jalan Tanjung. Salah satu cara untuk menanggulangi genangan adalah memodifikasi sistem drainase menggunakan sistem zero runoff (ZROS). Penelitian ini bertujuan menghasilkan rancangan water pocket ZROS yang mampu mencegah genangan melalui sistem penampungan dan penyerapan air hujan. Tahapan penelitian ini mencakup pemetaan, analisis debit puncak limpasan, evaluasi sistem drainase, perancangan ZROS dan simulasi ZROS. Pemetaan dilakukan dengan menggunakan total station, dan pengukuran infiltrasi dilakukan dengan menggunakan mini disk infiltrometer. Analisis debit puncak limpasan dilakukan menggunakan metode rasional. Evaluasi sistem drainase dilakukan di lapangan melalui observasi langsung, dan perhitungan kapasitas sistem drainase menggunakan persamaan Manning. Simulasi ZROS dilakukan dengan membangun water pocket ZROS untuk menguji kemampuan ZROS dan analisis persamaan neraca air berdasarkan kejadian hujan harian. Perancangan ZROS mencakup analisis dimensi dan spesifikasi water pocket. Perhitungan dimensi dan spesifikasi water pocket dilakukan berdasarkan prinsip debit kapasitas water pocket (Qwp) harus lebih

besar dari debit limpasan (Q) .

Dari hasil analisis curah hujan harian ekstrim adalah 125.68 mm. Lokasi genangan secara lebih spesifik terjadi di sub-sub-DTA 1-1B, 1-1C, 1B, dan 2-2A dengan volume andil berturut-turut 200.55 m3, 47.85 m3, 42.30 m3, dan 34.93 m3. Genangan di sub-sub-DTA 1-1B terjadi akibat kapasitas saluran drainase yang tidak cukup dalam menanggulangi limpasan. Genangan di sub-sub-DTA 1-1C terjadi akibat laju infiltrasi tanah yang sangat lambat dan kontur lahan yang tidak teratur. Genangan di sub-sub-DTA 2-2A dan 2-1B terjadi akibat tidak adanya sistem drainase dan kontur lahan yang tidak teratur. Berdasarkan hasil analisis rancangan, total water pocket yang dibutuhkan sebanyak 26 unit. Sub-sub-DTA 1-1C membutuhkan 14 unit water pocket dengan dimensi panjang 1.50 m, lebar 1.50 m, dan kedalaman 2.25 m. Sub-sub-DTA 1-1B membutuhkan 4 unit water pocket dengan dimensi panjang 1.25 m, lebar 1.25 m, dan kedalaman 1.9 m. Sub-sub-DTA 2-2A dan 2-1B membutuhkan 4 unit water pocket dengan dimensi panjang 1.00 m, lebar 1.00 m, dan kedalaman 1.50 m. Setelah 4 hari pengamatan kejadian hujan, simulasi ZROS menunjukkan bahwa water pocket dapat menampung dan menyerap limpasan yang terjadi. Sumur resapan ZROS mampu mencegah limpasan saat curah hujan 17.4 mm, 18.0 mm, dan 63.1 mm. Sumur resapan ZROS mampu mengurangi 89.64 % limpasan ketika curah hujan mencapai 65.4 mm dan intensitas hujan 43.60 mm/jam.

(5)

SUMMARY

drainage system using zero runoff system (ZROS). This research aimed to design ZROS water pocket that capable to prevent flood using storage and infiltration system. This research activities consisted of surveying, peak runoff analysis, drainage system evaluation, design and simulation of ZROS. Surveying was conducted using total station and infiltration rate was measured using mini disc infiltrometer. Peak runoff was predicted using rational method. Drainage system evaluation were conducted by field observation and drainage channel capacity were calculated using Manning equation. Simulation of ZROS was conducted by building a ZROS water pocket to test its performance and the water balance equation was analyzed based on daily rain events. ZROS design consisted of water pocket specification and dimension analysis. Water pocket specification and dimension were calculated using principle of water pocket capacity (Qwp) should

be greater than runoff volume (Q) .

Extreme daily rainfall was 125.68 mm. The study area divided into eight water catchment area (WCA) with 13 sub-WCA, and 22 sub-sub-WCA based on WCA outlet. Flooding more specifically occurred in sub-sub-WCA 1-1B, 1-1C, 2-1B, and 2-2A with volume of 200.55 m3, 47.85 m3, 42.30 m3, and 34.93 m3 respectively. Flooding in sub-sub-WCA 1-1B occurred because of drainage channel capacity was less than runoff volume. Flooding in sub-sub-WCA 1-1C happened because of soil infiltration rate was too low (less than runoff volume), and irregular land contour. Flooding in sub-sub-WCA 2-2A and 2-1B happened because there are no drainage channel and irregular land contour. Based on water pocket design analysis results, total water pockets required were 26 units. Sub-sub-WCA 1-1C required 14 water pocket units with dimension of 1.50 m length, 1.50 m width, and 2.25 m depth. Sub-sub-WCA 1-1B required 4 water pocket units with dimension of 1.25 m length, 1.25 m width, and 1.9 m depth. Sub-sub-WCA 2-2A and 2-1B respectively required 4 water pocket units with dimension of 1.00 m length, 1.00 m width, and 1.50 m depth. After 4 daily rainfall events observation, ZROS simulation showed that ZROS water pocket could conserve and infiltrate all runoff. The ZROS water pocket could prevent runoff of 17.4 mm, 18.0 mm, and 63.1 mm precipitation. The ZROS water pocket could reduce 89.64% runoff of 65.4 mm rainfall with intensity of 43.60 mm/hour.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PERANCANGAN SISTEM ZERO RUNOFF

DI KAMPUS IPB DARMAGA, BOGOR, JAWA BARAT

MUHAMMAD IHSAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015 ini adalah Perancangan Sistem Zero Runoff Di Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan M.Agr dan Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

2. Dr. Ir. Yuli Suharnoto M.Eng selaku penguji sidang tesis yang telah memberikan masukan pada perbaikan tesis ini.

3. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan, baik dukungan moral hingga dukungan material, sehingga kegiatan penelitian dapat dilaksanakan dengan baik.

4. BMKG Darmaga atas bantuannya dalam menyediakan data curah hujan harian maksimum 10 tahun.

Disadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini. Saran dan kritik demi perbaikan penulisan di masa yang akan datang sangat diharapkan.

Bogor, Maret 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Sistem Drainase Perkotaan 3

Sistem Zero Runoff (ZROS) 5

Debit Puncak Limpasan 6

METODE PENELITIAN 9

Waktu dan Tempat 9

Peralatan dan Bahan 9

Prosedur Pengumpulan Data 9

Prosedur Analisis 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Analisis Curah Hujan Rencana, Batas Daerah Tangkapan Air, dan Debit

Puncak Limpasan 19

Evaluasi Sistem Drainase Kampus IPB Darmaga 22

Pengukuran Laju Infiltrasi 23

Perancangan Zero Runoff System (ZROS) 24

Pengujian ZROS dan Analisis Neraca Air 29

KESIMPULAN DAN SARAN 32

Kesimpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 36

(12)

DAFTAR TABEL

1 Penentuan periode ulang curah hujan rencana 6

2 Koefisien limpasan untuk metode Rasional 7

3 Kategori permeabilitas tanah 14

4 Hubungan debit, ketinggian aliran dan rasio lebar-tinggi saluran 16 5 Data curah hujan harian maksimum Stasiun Cuaca Dramaga tahun

2004-2013 19

6 Hasil analisis frekuensi curah hujan 19

7 Kesesuaian Cs dan Ck hasil perhitungan terhadap persyaratan 20

8 Luas DTA, sub-DTA, dan sub-sub-DTA lokasi studi 20

9 Kondisi tata guna lahan secara keseluruhan pada lokasi studi 21 10 Hasil analisis nilai I dan Qpeak pada lokasi genangan (DTA I dan II) 21

11 Hasil evaluasi kapasitas saluran drainase di lokasi genangan 22 12 Efektivitas water pocket dalam mengurangi limpasan 31

DAFTAR GAMBAR

1 Perbandingan biaya konstruksi saluran dengan b/y 3

2 Sistem sumur resapan 4

3 Gambar tipikal water pocket ZROS 5

4 Hubungan intensitas hujan-laju infiltrasi dengan limpasan permukaan 6

5 Tahapan penelitian 10

6 Tinggi jagaan pada saluran drainase (USBR) 16

7 Model neraca air ZROS 18

8 Dokumentasi kejadian genangan di sub-sub-DTA 1-1B, 1-1C, 2-1B,

dan 2-2A 22

9 Hasil perhitungan laju infiltrasi 23

10 Gambar denah dan potongan melintang water pocket 25

11 Peta area genangan sub-sub-DTA 1-1B 26

12 Peta area genangan sub-sub-DTA 1-1C 27

13 Peta area genangan sub-sub-DTA 2-1B 27

14 Peta area genangan sub-sub-DTA 2-2A 28

15 Simulasi water pocket (R=17.4 mm) 29

16 Simulasi water pocket (R=18 mm) 29

17 Simulasi water pocket (R=65.4 mm) 30

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis R24 dengan distribusi Normal 37

2 Hasil analisis R24 dengan distribusi Log-Normal 38

3 Hasil analisis R24 dengan distribusi Log-Person III 39

4 Hasil analisis R24 dengan distribusi Gumbel 40

5 Peta Topografi dan Jaringan Saluran Drainase Kampus IPB Darmaga

Bogor 41

6 Peta batas DTA, sub-DTA, dan sub-sub-DTA 42

7 Peta tata guna lahan lokasi studi 43

8 Koefisien limpasan (C) pada DTA I 44

9 Koefisien limpasan (C) pada DTA II 45

10 Koefisien limpasan (C) pada DTA III, IV, V, VI, VIII, dan VIII 46 11 Hasil analisis I dan Qpeak setiap DTA, sub-DTA, dan sub-sub-DTA 47

12 Hasil pengukuran infiltrasi kumulatif area parkir Gedung GWW 48 13 Hasil pengukuran infiltrasi kumulatif area Jalan Kamper, FEMA 49 14 Hasil pengukuran infiltrasi kumulatif halaman Gedung Tanoto,

FAHUTAN 50

15 Kalkulasi rancangan water pocket 51

16 Hasil pengukuran simulasi ZROS (R=17.4 mm) dan perubahan

volume air dalam system 57

17 Hasil pengukuran simulasi ZROS (R=18 mm) dan perubahan volume

air dalam sistem 58

18 Hasil pengukuran simulasi ZROS (R=65.4 mm) 59

19 Perubahan volume air dalam sistem ZROS(R=65.4 mm) 60

20 Hasil pengukuran simulasi ZROS (R=63.1 mm) 61

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kampus IPB Darmaga sedang berbenah menuju kampus hijau diantaranya dewasa ini dengan secara bertahap membatasi lalu lintas kendaraan yang berbahan bakar minyak digantikan oleh yang digerakkan listrik dan gas. Gerakan ini juga dilatarbelakangi dengan semakin tak terkendalinya lalu-lalang kendaraan umum yang semakin mengurangi keamanan, kenyaman dan suasana akademis.

Kampus IPB Darmaga pun ternyata mempunyai permasalahan lain yang cukup akut, yaitu sistem drainasenya yang buruk sehingga sering timbul genangan air sesaat dan setelah kejadian hujan walau hanya dengan intensitas sedang. Hal ini dipicu pula oleh perubahan tutupan lahan seiring pembangunan gedung-gedung dan infrastruktur baru yang cukup pesat. Proporsi tata guna lahan berupa vegetasi semakin sedikit dan digantikan atap, aspal dan beton. Beberapa daerah yang sering digenangi air adalah di sekitar Gedung Graha Widya Wisuda (GWW), Jalan Kamper Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Jalan Meranti, dan Jalan Tanjung (Ihsan 2014; Hapsari 2014; Yuwana 2014; Wijaya 2014; Rajasa 2014; Nugraha 2014).

Dengan semakin mengecilnya daerah resapan air, pola limpasan aliran permukaan pun berubah menjadi semakin tidak terkendali. Tidak jarang saluran drainase yang ada tidak mampu lagi menampungnya bahkan pada saat tertentu air dari saluran drainase malah meluap ke lahan dan jalan yang dilaluinya. Sistem drainase yang ada pun masih konvensional yang lebih mengutamakan mengalirkan air secepatnya ke badan air yang ada di dalam atau ke kedua sungai yang berada di luar kampus.

Dalam mengantisipasi perubahan iklim dimana musim kemarau semakin panjang tindakan konservasi air melalui berbagai metode termasuk pemanenan hujan semakin mendapat perhatian luas. Krebs dan Larsen (1997) memperkenalkan sistem ekodrainase dalam rancangan struktur drainase yang juga mampu menyerapkan air limpasan permukaan ke dalam lapisan tanah. Selain itu, sistem ekodrainase dirancang juga untuk mengurangi erosi (Contreras et al. 2013), mengisi akuifer dan mencegah kerusakan fasilitas umum (Papafotiou dan Katsifarakis 2015). Lebih lanjut, Kumar et al. (2011), Afolayan et al. (2012), serta Otti dan Ezenwaji (2013) menyatakan bahwa konservasi air hujan bermanfaat untuk menyediakan air di musim kemarau.

(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menghasilkan rancangan ZROS berupa bangunan water pocket guna mengatasi masalah genangan air dan mengetahui persentase tampungannya. Rancangan ZROS ini mencakup lokasi, dimensi dan spesifikasi struktur water pocket yang didasarkan pada hasil analisis hidrologi, topografi, sistem drainase yang ada, dan infiltrasi tanah.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian berupa dokumen perencanaan detail ZROS dapat dijadikan acuan bagi stakeholder Kampus IPB Darmaga dalam mengatasi permasalahan genangan di Kampus IPB Darmaga.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Drainase Perkotaan

Filosofi dari sistem drainase perkotaan adalah adanya perbedaan antara sistem drainase minor dan mayor. Menurut Hans dan Brian (2006) sistem drainase minor didesain untuk mengatasi limpasan dari hujan dengan frekuensi tinggi (curah hujan kecil) yang biasa digunakan pada taman, lapangan parkir dan lainnya, sedangkan sistem drainase mayor didesain untuk mengatasi limpasan dari hujan dengan frekuensi rendah (curah hujan tinggi) dan ketika kapasitas sistem drainase minor terlampaui.

Sistem Drainase Mayor

Sistem drainase mayor dijumpai dalam bentuk saluran terbuka, kali, sungai, dan parit di pinggir jalan, serta kolam resapan. Contoh sistem drainase mayor antara lain saluran drainase, reservoir, tanggul banjir, bangunan pencegah erosi, bangunan pelengkap saluran (rorak), dan kolam detensi (Needhidasan et al. 2013)

Saluran banjir merupakan komponen vital pada sistem drainase. Suatu saluran drainase didesain dengan mempertimbangkan efisiensi hidraulik, biaya konstruksi, estetika, keamanan dan pemeliharaan.

Menurut Guo (2004) saluran drainase yang paling efisien dapat diperoleh dengan meminimalisir penampang saluran sehingga sesuai dengan debit rencana atau mendesain jaringan drainase sehingga diperoleh debit rencana yang sesuai dengan kemampuan konstruksi saluran dengan dimensi penampang tertentu. Meskipun begitu, biaya konstruksi saluran lebih mahal dibandingkan biaya pengerukan volume tanah. Penampang saluran yang murah berbeda dengan saluran paling efisien karena keduanya memiliki objek tujuan yang berbeda dalam proses optimasi (Guo 2004). Hubungan antara biaya saluran dan rasio antara lebar (b) dan kedalaman (y) saluran disajikan pada Gambar 1 (Gerald dan Guo 2009) .

(18)

Sistem Drainase Minor

Sistem drainase minor biasa dijumpai dalam bentuk pemanenan air hujan atau rain water harvesting yang merupakan konsep ekodrainase berupa sistem resapan seperti biopori, sumur resapan, dan green roof. Kapasitas sistem drainase minor dibatasi untuk desain dengan periode ulang 5 – 10 tahun agar perencanaan lebih ekonomis. Sistem ekodrainase yang berkelanjutan (sustain) merupakan suatu upaya pengelolaan dan pengontrolan struktur yang didesain untuk menyerapkan limpasan di permukaan ke dalam tanah (Krebs dan Larsen 1997).

a. Sumur resapan

Bangunan sumur resapan meningkatkan kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah hingga mencapai sistem air tanah. Air yang dapat dimasukkan ke tanah melalui sumur resapan ini mampu untuk dimanfaatkan pada musim kemarau atau ketika suplai air mengalami defisit. Tabung-tabung pemasukan air memegang peranan penting dalam desain sumur resapan. Tabung-tabung pemasukan air harus berujung di bawah tinggi muka air statis dan harus didesain sehingga tekanan positif berada disepanjang tabung tersebut (Tjahjanto et al. 2008). Faktor jenis tanah memiliki faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas sumur resapan. Johnson et al (1986) menyatakan bahwa jenis tanah liat kurang potensial dan memiliki konduktivitas hidraulik vertikal yang rendah. Salah satu pedoman desain sumur resapan yang digunakan di Indonesia adalah SNI 03-2453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan (BSN 2002). Pada SNI 03-2453-2002 dijelaskan bahwa perancangan sumur resapan mencakup sistem penyaluran air hujan, rancangan boks kontrol, dan tipe-tipe sumur resapan.

b. Parit Berorak

Parit berorak merupakan salah satu teknologi yang dapat diterapkan untuk menanggulangi permasalahan banjir akibat tidak mencukupinya kapasitas saluran drainase. Parit berorak merupakan model sumur resapan yang meresapkan air melalui parit-parit dengan sumur atau rorak penampung air (Ridhoatmaji 2013). Sistem ini dibangun dengan membuat lubang-lubang pada saluran dengan dimensi dan jarak tertentu. Sistem ini dapat diterapkan pada lokasi yang tidak memiliki lahan untuk dibangun sumur resapan.

(19)

c. Tipe Perkerasan Jalan

Jenis perkerasan jalan yang digunakan pada suatu wilayah sudah tentu mempengaruhi kemampuan wilayah dalam menginfiltrasikan air ke dalam tanah. Salah satu jenis perkerasan jalan yang dapat digunakan untuk meningkatkan resapan air ke tanah adalah penggunaan beton permeabel. Beton permeabel merupakan beton dengan slump nol, bergradasi semen, agregat kasar, admikstur, dan air (Darshan et al. 2013). Beton ini tidak mengandung agregat halus seperti pasir. Keuntungan dari penggunaan beton ini antara lain: mengurangi limpasan, mengurangi kebutuhan pembuatan kolam retensi atau bangunan mahal lainnya, mengisi akuifer, memungkinkan pengembangan lahan yang lebih efisien, dan mencegah air masuk ke saluran dan terkontaminasi (Sneha dan Pataskar 2011).

Sistem Zero Runoff (ZROS)

Konsep ZROS dirancang dengan tujuan untuk menanggulangi limpasan yang terjadi dengan membuat suatu sistem penampungan dan penyerapan air hujan (water pocket). Hasil penelitian sebelumnya oleh Wirasembada (2014), penerapan ZROS di DAS Cidanau mampu menekan laju runoff tahunan rata-rata dari 35.26% menjadi 2.81% atau laju runoff bulanan rata-rata dari 33.6% menjadi 2.43%. Hasil penelitian oleh Fachruddin (2014) penerapan ZROS di kebun pala yang terletak di Aceh menunjukkan pembangunan rorak mampu menampung sebagian besar aliran permukaan sebesar 0.03 – 1.63 liter/detik. Sistem penampungan air bertujuan untuk memanfaatkan air limpasan untuk keperluan lain seperti penyiraman tanaman. Sistem peresapan bertujuan untuk meresapkan kelebihan air yang tidak dapat ditampung sistem penampungan ke dalam tanah.

Water pocket dibuat dengan sistem mengutamakan air limpasan masuk terlebih dahulu ke sistem penampungan, kemudian kelebihan limpasan diteruskan ke sistem penyerapan dengan jumlah unit tergantung kebutuhan air atau kebutuhan kapasitas penampungan dan penyerapan air hujan. Contoh gambar tipikal dari sistem penampungan dan penyerapan ZROS disajikan pada Gambar 3.

Penyerapan Penampungan Air hujan

(20)

Debit Puncak Limpasan

Metode yang digunakan untuk menghitung debit puncak limpasan antara lain metode rasional, SCS, dan metode rasional yang dimodifikasi (Needhidasan dan Manoj 2013). Asquith et al. (2011) menyatakan bahwa metode rasional biasa dapat digunakan untuk wilayah studi dengan cakupan yang kecil, sedangkan untuk cakupan wilayah yang besar perlu digunakan metode rasional yang dimodifikasi. Faktor yang mempengaruhi debit puncak limpasan berdasarkan metode rasional adalah intensitas hujan, koefisien limpasan, dan luas daerah tangkapan air.

Intensitas Hujan

Intensitas hujan merupakan jumlah curah hujan tiap satuan waktu. Intensitas hujan berbanding lurus dengan debit puncak limpasan. Limpasan permukaan akan terjadi apabila intensitas hujan lebih besar dibandingkan laju infiltrasi lahan. Grafik yang menunjukkan hubungan intensitas hujan-laju infiltrasi dengan limpasan permukaan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hubungan intensitas hujan-laju infiltrasi dengan limpasan permukaan

Intensitas hujan dapat dihitung berdasarkan curah hujan harian maksimum pada periode ulang tertentu. Curah hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu dapat diprediksi menggunakan analisis frekuensi. Penentuan periode ulang mengacu pada tabel materi drainase dari Kementerian Pekerjaan Umum dalam Suripin (2004) seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Penentuan periode ulang curah hujan rencana

Tipologi Kota Daerah Tangkapan Air

<10 10-100 101-500 >500

Kota Metropolitan 2 tahun 2-5 tahun 5-10 tahun 10-25 tahun

Kota Besar 2 tahun 2-5 tahun 2-5 tahun 5-20 tahun

Kota Sedang 2 tahun 2-5 tahun 2-5 tahun 5-10 tahun

Kota Kecil 2 tahun 2 tahun 2 tahun 2-5 tahun

Berdasarkan analisis frekuensi dilakukan untuk mengetahui nilai curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu dengan menggunakan beberapa jenis distribusi frekuensi atau analisis probabilitas. Distribusi frekuensi membantu untuk mengetahui hubungan besarnya kejadian hidrologis ekstrim seperti banjir dengan jumlah kejadian yang telah terjadi, sehingga peluang kejadian ekstrim

I I

(21)

terhadap waktu dapat diprediksi (Bhim et al. 2012). Jenis distribusi yang umum digunakan adalah distribusi normal, log normal, log pearson III, dan Gumbel.

Intensitas hujan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Mononobe. Parameter yang digunakan dalam persamaan Mononobe adalah curah hujan rencana hasil analisis frekuensi, dan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan Kirpich.

Koefisien limpasan

Tata guna lahan memegang peranan penting terhadap kondisi drainase suatu wilayah. Wilayah dengan tata guna yang dipenuhi permukaan kedap air, akan sering mengalami banjir karena air yang terinfiltrasi ke dalam tanah sedikit. Tata guna lahan yang buruk akan menyebabkan limpasan permukaan menjadi cepat, dan meningkatkan jumlah air yang masuk ke dalam saluran, sedangkan untuk aliran di bawah tanah, jumlah air yang hilang sebelum masuk ke saluran akan berkurang. Hal ini disebabkan evapotranspirasi mengalami penurunan karena tanaman tidak mampu mengambil air limpasan yang masuk ke tanah.

Tata guna lahan beserta topografi pada akhirnya akan mempengaruhi koefisien limpasan. Menurut Rajil et al. (2011) koefisien limpasan (C) merupakan perbandingan antara limpasan dan curah hujan. Menurut McCueen (1981) nilai koefisien limpasan untuk metode rasional disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Koefisien limpasan untuk metode Rasional Deskripsi lahan/ karakter permukaan Koefisien limpasan, (C)

Bisnis

Perkotaaan 0.70 - 0.90

Pinggiran 0.50 - 0.70

Perumahan

Rumah tungga 0.30 - 0.50

Multiunit, terpisah 0.40 - 0.60

Multiunit, tergabung 0.60 - 0.75

Perkampungan 0.25 - 0.40

Taman tempat bermain 0.20 - 0.35

Taman, perkuburan 0.10 - 0.25

Hutan

Datar, 0-5 % 0.10 - 0.40

Bergelombang, 5-10 % 0.25 - 0.50

(22)

Daerah tangkapan air

Deliniasi batas Daerah Tangkapan Air (DTA) diperlukan untuk mengetahui batas-batas dan luas cakupan wilayah yang akan dianalisis sistem drainasenya. Batas-batas DTA dapat ditentukan dengan mengetahui outlet dari aliran air yang terjadi di suatu wilayah, dan mengetahui inlet dari air yang jatuh ke suatu lahan sehingga diketahui sub DTA nya. Kemudian dilakukan survei untuk mengetahui koordinat beserta elevasi sehingga dapat dihasilkan peta kontur.

(23)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Graha Widya Wisuda (GWW), Jalan Kamper Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Jalan Meranti, dan Jalan Tanjung, Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Februari hingga Agustus 2015.

Peralatan dan Bahan

Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan pengukuran seperti kompas, global positioning system (GPS), pita ukur, penggaris, dan mini disk infiltrometer. Peralatan lain untuk proses pengolahan data adalah kalkulator dan laptop yang dilengkapi dengan software Microsoft Word, Microsoft Excel, Google Earth, Surfer versi 10, ArcGIS versi 10, dan AutoCAD 2010.

Data primer berupa titik lokasi genangan, peta topografi, dimensi dan kondisi saluran drainase, serta permeabilitas tanah, digunakan sebagai bahan pengolahan data. Selain itu beberapa data sekunder juga diperlukan, antara lain peta kampus IPB Darmaga, site plan kampus IPB Darmaga, data curah hujan maksimum selama 10 tahun tahun 2004-2013 dari Stasiun Klimatologi BMKG Darmaga, Bogor, serta citra satelit Google Earth akuisisi 2 Januari 2015. Secara umum, tahapan penelitian ini mencakup analisis debit puncak limpasan dan kemampuan infiltrasi, rancangan sistem drainase mayor, dan rancangan sistem drainase minor.

Prosedur Pengumpulan Data

Tahapan penelitian secara umum disajikan berupa bagan alir pada Gambar 5. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (data sekunder) dan kegiatan di lapangan (data primer).

Studi pustaka dilakukan untuk menentukan metode pengumpulan data dan analisis data. Studi pustaka dilakukan dengan berbagai sumber, antara lain buku, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, internet, dan sumber lain.

(24)

Prosedur Analisis

Analisis debit puncak limpasan dan kemampuan infiltrasi

(25)

distribusi Log normal, distribusi Log-Person III, dan distribusi Gumbel untuk periode ulang 2 , 5, 10, 20, 25, dan 50 tahun. Data dalam analisis frekuensi berupa data curah hujan harian maksimum dalam tiap tahun.

a. Distribusi Normal

Persamaan dalam distribusi normal adalah :

̅ (1)

Keterangan :

XT = perkiraan nilai periode ulang T tahunan

̅ = nilai rata-rata data S = deviasi standar data

KT = faktor frekuensi (Lampiran 1)

b. Distribusi Log-Normal

Persamaan dalam distribusi Log-Normal adalah :

̅ (2)

Keterangan :

YT = perkiraan nilai periode ulang T tahunan

̅ = nilai rata-rata bentuk logaritmik data S = deviasi standar bentuk logaritmik data KT = faktor frekuensi (Lampiran 1)

c. Distribusi Log-Person III

Langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Pearson Tipe III adalah sebagai berikut.

- Data curah hujan diubah ke dalam bentuk logaritmik, X = log X - Nilai rata-rata dihitung melalui persamaan (3).

log ̅ ∑ni 1log i

n (3)

- Nilai simpangan baku dihitung melalui persamaan (4)

s [∑ni 1 log i-log ̅ 2

n-1 ]

0.5

(4)

- Koefisien kemencengan dihitung melalui persamaan (5). n∑ni 1 log i-log ̅3

(n-1)(n-2) s3 (5)

- Logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T tahun dihitung melalui persamaan (6)

log log ̅ .s (6)

K adalah variabel standar untuk X. Nilai K tergantung koefisien kemencengan G, yang nilainya disajikan dalam Lampiran 2.

(26)

d. Distribusi Gumbel

Persamaan distribusi Gumbel disajikan pada persamaan (7) :

̅ . (7)

Keterangan :

̅ = harga rata-rata contoh uji. S = standar deviasi contoh uji.

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan (6).

r- n

n (8)

Keterangan :

Yn = reduce mean. Nilai ini tergantung jumlah contoh uji/data n (Lampiran 3)

Sn = reduce standarddeviation. Nilai ini tergantung pada jumlah contoh uji/data n

(Lampiran 3)

YTr = reduce variate. Nilai ini dihitung melalui persamaan (9) :

r -ln{-ln r- 1

r } (9)

Dengan mensubstitusikan persamaan (9), dihasilkan persamaan (10) :

r

1

r (10)

dengan n dan ̅- n n

Uji kecocokan jenis distribusi dilakukan pada keempat jenis distribusi tersebut. Uji ini bertujuan mengetahui tingkat kecocokan jenis distribusi untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. (Agus et al. 2013). Uji ini dilakukan dengan metode uji parameter statistik.

Pembuatan peta topografi

(27)

Digitasi peta landuse dan Deliniasi DTA

Digitasi peta tata guna lahan dan deliniasi DTA menggunakan citra satelit Google Earth, peta topografi, dan program ArcGIS versi 10. Citra satelit Google Earth dengan cakupan lokasi penelitian disimpan dan dibuka dengan menggunakan program ArcGIS 10. Citra satelit tersebut direktifikasi dengan memasukkan empat koordinat acuan, dan dilakukan digitasi sesuai jenis tutupan lahan. Kemudian poligon hasil digitasi ditambahkan informasi tutupan lahan dalam tabel atribut. Peta kontur dimasukkan ke ArcGIS 10, ditumpangtindihkan ke peta tata guna lahan, dan dilakukan interseksi antara keduanya. Batas-batas DTA ditentukan berdasarkan outlet dan arah aliran air dari kontur lahan. Kemudian, batas-batas sub DTA ditentukan berdasarkan inlet saluran. Dari penggabungan peta DTA dan tata guna lahan diperoleh informasi tata guna lahan untuk tiap-tiap DTA. Luas tiap-tiap poligon dihitung dengan menggunakan ArcGIS 10.

Perhitungan intensitas hujan.

Intensitas hujan menyatakan jumlah air hujan yang terjadi persatuan waktu. Perhitungan intensitas hujan menggunakan persamaan Mononobe (Sosrodarsono dan Takeda 1983) seperti pada persamaan (11)

24

I = intensitas hujan (mm/jam) tc = waktu konsentrasi (jam)

R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)

Perhitungan waktu konsentrasi menggunakan rumus Kirpich.

t 0.87 x 1000 x 2 0.385 (12)

Keterangan :

L = jarak tempuh air atau panjang saluran (km) S = Kemiringan rata-rata saluran atau lintasan air.

Perhitungan koefisien limpasan

Koefisien limpasan untuk setiap DTA dihitung dengan menggunakan persamaan (13).

(28)

Perhitungan debit puncak limpasan

Metode perhitungan debit puncak limpasan antara lain, metode rasional, Soil Conservation Service (SCS), dan modifikasi rasional (Needhidasan dan Manoj 2013). Asquith et al. (2011) menyatakan metode rasional biasa dapat digunakan untuk wilayah studi dengan cakupan kecil, sedangkan untuk cakupan wilayah besar perlu digunakan metode modifikasi rasional.

Perhitungan debit puncak limpasan menggunakan metode rasional engan persamaan :

p 0.002778. . . (14)

Keterangan :

Qp = laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/det)

C koefisien lir n permuk n limp s n 0 ≤ ≤ 1 I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas daerah tangkapan air (ha)

Pengukuran infiltrasi kumulatif dan perhitungan laju infiltrasi

Pengukuran infiltrasi kumulatif dilakukan menggunakan mini disc infiltrometer dengan mengacu pada manual penggunaan mini disc infiltrometer (Decagon 2014). Tabung air mini disc infiltrometer diisi air hingga penuh, kemudian diletakkan di atas tanah yang datar. Pengukuran dilakukan hingga air di dalam tabung habis. Minimal pengukuran dilakukan selama 15 menit, apabila air di dalam tabung habis sebelum andakan suction rate yang digunakan pada alat perlu untuk ditingkatkan agar pengukuran memberikan hasil yang akurat. Data infiltrasi kumulatif dan waktu pengukuran kemudian diolah menggunakan model Philip (1969) untuk menghitung laju infiltrasi.

1t 2√t (15)

Tabel 3 Kategori permeabilitas tanah

Permeabilitas tanah (cm/jam) Tipe Kategori

< 0.5 P1 Lambat

Evaluasi saluran drainase dilakukan berdasarkan hasil observasi di lapangan. Kapasitas saluran terkini dihitung dengan mengukur dimensi saluran, kemudian menghitung debit maksimum yang mampu ditampung saluran menggunakan persamaan Manning (16), (17), dan (18).

1n. 2/3. 1/2 (16)

(29)

/ (18) Keterangan :

V = Kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/detik)

n = Koefisien manning

R = Radius Hidrolis (m)

S = Kemiringan rata-rata saluran (slope) A = Luas penampang basah saluran(m2) P = Keliling basah saluran (m)

Q = Debit aliran (m3/det)

Rancangan water pocket

Perencanaan desain water pocket mencakup perencanaan bangunan water pocket, saluran kolektor, dan struktur inlet. Perencanaan bangunan water pocket mencakup panjang, lebar, dan kedalaman galian, serta volume reservoir dan batu split untuk menampung air hujan. Perencanaan saluran kolektor mencakup perhitungan dimensi penampang saluran inlet dan outlet. Perencanaan struktur inlet mencakup penentuan dimensi pipa inlet yang akan digunakan untuk mengalirkan air limpasan ke reservoir.

Water pocket yang dirancang harus memiliki kapasitas debit (Qwp) yang

sama atau lebih besar dengan debit limpasan (Q). Debit limpasan dihitung berdasarkan luas area kontribusi genangan, seperti luas atap dan genangan. Intensitas hujan dihitung menggunakan persamaan Mononobe dengan durasi hujan (T) deras yang umum terjadi dilokasi studi (1.5 jam). Qwp terdiri dari debit

kapasitas pengisian (Qr) dan debit kapasitas infiltrasi (Qinf). Qr dihitung dari

Bentuk persegi serta rasio panjang-lebar dengan kedalaman galian water pocket sebesar 1 : 1.5 ditentukan berdasarkan pertimbangan kemudahan dan keamanan konstruksi water pocket. Panjang dan lebar water pocket bervariasi antara 1-1.5 meter tergantung kondisi permeabilitas tanah. Kondisi permeabilitas tanah yang cepat (k > 12.5 mm/jam) menggunakan panjang 1 meter. Kondisi permeabilitas tanah yang sedang (2< k <12.5 mm/jam) menggunakan panjang 1.25 meter. Kondisi permeabilitas tanah yang lambat (k < 2 mm/jam) menggunakan panjang 1.5 meter. Tanah dengan permeabilitas lambat membutuhkan dimensi yang lebih besar karena Qinf rendah, sehingga Qr harus

(30)

Saluran kolektor harus memiliki kapasitas debit yang sama atau lebih besar dari debit limpasan. Saluran kolektor dirancang berbentuk kotak dengan perbandingan lebar (b) dan kedalaman (h) sesuai ketentuan pada Tabel 4 (DPU 2006). Kecepatan aliran minimum yang diizinkan adalah 0.6 m/detik dan kecepatan aliran maksimum yang diizinkan adalah 3 m/detik (DPU 2006). Selanjutnya, penentuan dimensi saluran dihitung menggunakan persamaan (16), (17), dan (18). Tinggi jagaan menurut United States Bureau of Reclamation (USBR) ditentukan berdasarkan grafik pada Gambar 6 (DPU 2006).

Tabel 4 Hubungan debit, ketinggian aliran dan rasio lebar-tinggi saluran

Q (m3/det) h (m) b/h

<0.5 < 0.50 1

0.5 – 1.1 0.50 < h < 0.75 2

1.1 – 3.5 0.75 < h < 1.00 2.5

> 3.5 > 1.00 3

Gambar 6 Tinggi jagaan pada saluran drainase (USBR)

Sebelum masuk ke struktur inlet, air limpasan di saluran pembawa harus masuk terlebih dahulu ke bak kontrol untuk menanggulangi sedimentasi yang mungkin terjadi dari air limpasan. Desain bak kontrol yang digunakan pada water pocket mengacu pada rancangan bak kontrol pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup no.12 tahun 2009 (KLH 2009). Berdasarkan peraturan tersebut bak kontrol yang dibangun dua unit yaitu bak pengendap dan bak penyaring. Ukuran bak penyaring adalah panjang 1 m, lebar 1.5 m, dan kedalaman 1 m, sedangkan ukuran bak pengendap adalah panjang 1 m, lebar 1.5 m, dan kedalaman 1.5 m. Bak penyaring diisi dengan pasir dengan ketebalan 25 cm, koral setebal 25 cm dan ijuk setebal 25 cm. Bak pengendap diisi dengan ijuk setebal 25 cm, arang aktif setebal 25 cm, koral setebal 25 cm, dan ijuk (lapisan ijuk ke-2) setebal 25 cm. Bak pengendapterletak minimal 50 cm dari water pocket.

(31)

menggunakan sudut transisi 12.5° dari sumbu saluran. Panjang bangunan transisi dihitung menggunakan persamaan (22) (Hinds 1928). Diameter pipa inlet ditentukan menggunakan persamaan Hazen-Williams yang disajikan pada persamaan (23) (Mays 1999). Pipa inlet yang digunakan adalah pipa PVC yang memiliki koefisien kehalusan C =150. Struktur dinding inlet memiliki konstruksi dari cor beton untuk menyangga pipa inlet agar kokoh.

0.5 ( s lur n-D) Q = Debit limpasan (liter/detik) C = Koefisien kehalusan pipa S = Kemiringan pipa (%)

Simulasi ZROS dan Analisis Neraca Air

Simulasi ZROS dilakukan di Laboratorium Wageningen IPB dengan membangun water pocket dan sekat ukur, kemudian dilakukan pengukuran debit limpasan di inlet dan outlet ketika hujan. Sekat ukur yang digunakan adalah sekat ukur segi empat dan lebar penuh dengan tinggi ambang 15 cm, dan lebar ambang 34 cm. Persamaan debit dalam menggunakan metode ini menurut Sosrodarsono dan Takeda (1983) disajikan pada persamaan (24) dan (25). Hasil pengukuran digunakan dalam analisis neraca air untuk mengetahui jumlah air yang tertampung dan terinfiltrasi ke dalam tanah. Analisis dibagi ke dalam dua sistem, yaitu penampungan air (sistem 1) dan peresapan air (sistem 2). Parameter yang dianalisis secara skematik disajikan pada Gambar 7. Persamaan neraca air pada sistem 1 dan 2 disajikan pada persamaan (26) dan (27)

(32)
(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Curah Hujan Rencana, Batas Daerah Tangkapan Air, dan Debit Puncak Limpasan

Analisis curah hujan dilakukan menggunakan data curah hujan harian maksimum tahun 2004-2013 dari Stasiun Cuaca BMKG Darmaga Bogor. Data curah hujan tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Data curah hujan harian maksimum Stasiun Cuaca Dramaga tahun 2004-2013

Data pada Tabel 5 digunakan untuk menentukan curah hujan rencana (R24).

R24 merupakan curah hujan yang diestimasi menggunakan analisis frekuensi

dengan beberapa jenis model distribusi. Model distribusi yang digunakan adalah distribusi Normal, Log-Normal, Log-Person III, dan Gumbel. Perhitungan keempat jenis distribusi tersebut disajikan pada Lampiran 1, 2, 3, dan 4.

Rekapitulasi analisis frekuensi dengan empat jenis distribusi frekuensi disajikan pada Tabel 6. Jenis distribusi terbaik dapat diketahui dengan menghitung koefisien kemencengan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Bhim et al. (2012) menyatakan setiap jenis distribusi memiliki persyaratan parameter statistik. Perbandingan nilai Cs dan Ck hasil perhitungan dan persyaratan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6 Hasil analisis curah hujan

T(tahun) Analisis Probabilitas Hujan Rencana (mm/hari)

Normal Log Normal Log Person III Gumbel

2 128.16 126.93 128.76 125.68

5 143.57 143.78 144.13 147.58

10 151.65 153.47 151.71 162.09

25 159.54 163.59 159.35 180.41

50 165.78 172.05 164.01 194.01

Berdasarkan Tabel 7, jenis distribusi yang terbaik adalah distribusi Gumbel. Suripin (2004) menyatakan DTA dengan luas 10 – 100 ha dapat menggunakan R24

(34)

sub-sub-DTA yang memiliki luas area kecil yaitu kurang dari 10 ha, sehingga digunakan periode ulang 2 tahun. Nilai R24 yang digunakan adalah 125.68 mm.

Tabel 7 Kesesuaian Cs dan Ck hasil perhitungan terhadap persyaratan

Jenis Distribusi Syarat Perbandingan Keterangan

Gumbel Cs≤ 1.1396 Cs = 0.156 Memenuhi

Batas Daerah Tangkapan Air (DTA) ditentukan berdasarkan kondisi topografi lahan dan sistem saluran drainase. Suatu DTA, sub-DTA, dan sub-sub-DTA memiliki satu saluran outlet dan satu atau lebih saluran inlet. Peta topografi dan jaringan saluran drainase Kampus IPB Darmaga disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa Kampus IPB Darmaga memiliki kondisi topografi yang tidak rata, sehingga mempengaruhi kecepatan aliran limpasan pada beberapa DTA. Lokasi studi dibagi menjadi 8 DTA, 13 sub-DTA, dan 22 sub-sub-DTA. Luas masing-masing DTA disajikan pada Tabel 8. Lokasi genangan terjadi di DTA I dan II. Peta batas DTA serta lokasi genangan disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 8 Luas DTA, sub-DTA, dan sub-sub-DTA lokasi studi

No DTA Sub-DTA SubSub-DTA Luas Subsub-DTA

(ha) Luas Sub-DTA (ha) Luas DTA (ha)

(35)

drainase yang baik. Kondisi tata guna lahan pada lokasi studi secara keseluruhan disajikan pada Tabel 9. Peta tata guna lahan dan tabel hasil perhitungan nilai C pada setiap DTA, sub-DTA, dan sub-sub-DTA disajikan pada Lampiran 7, 8, 9, dan 10.

Tabel 9 Kondisi tata guna lahan secara keseluruhan pada lokasi studi

No Tata guna lahan C Luas

Debit puncak limpasan (Qpeak) dihitung menggunakan metode rasional

dengan memperhitungkan variabel koefisien limpasan, intensitas hujan, dan luas DTA. Intensitas hujan (I) dihitung menggunakan persamaan Mononobe, dan waktu konsentrasi dihitung menggunakan persamaan Kirpich. Intensitas hujan menunjukkan besarnya curah hujan tiap satuan waktu. Semakin tinggi intensitas hujan, maka semakin deras hujan tersebut. Kejadian genangan umumnya disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi.

DTA I dan DTA II yang merupakan lokasi terjadinya genangan memiliki Qpeak sebesar 2.745 m3/detik dan 2.474 m3/detik, dengan nilai I 132.641 mm/jam

dan 87.962 mm/jam. Hasil analisis nilai I dan Qpeak pada sub-DTA serta

sub-sub-DTA di sub-sub-DTA I dan sub-sub-DTA II yang merupakan lokasi genangan disajikan pada Tabel 10. Hasil analisis nilai I dan Qpeak pada seluruh DTA, sub-DTA, dan sub-sub-DTA

disajikan pada Lampiran 11.

Tabel 10 Hasil analisis nilai I dan Qpeak pada lokasi genangan (DTA I dan II)

(36)

Evaluasi Sistem Drainase Kampus IPB Darmaga

Genangan secara lebih spesifik terjadi di sub-sub-DTA 1-1B, 1-1C, 2-1B, dan 2-2A. Dokumentasi genangan di sub-sub-DTA 1-1B, 1-1C, 2-1B, dan 2-2A disajikan pada Gambar 8. Genangan yang terjadi di Jalan Kamper (sub-sub-DTA 1-1B) dan area parkir GWW (sub-sub-DTA 1-1C) merupakan yang terparah. Ketinggian genangan yang terjadi pada lokasi tersebut berkisar 30-50 cm.

Evaluasi pertama yang dilakukan adalah membandingkan debit kapasitas saluran drainase dengan debit puncak limpasan. Hasil evaluasi kapasitas saluran disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 saluran pada sub-sub-DTA 1-1B dapat menampung Qpeak. Namun pada pengamatan langsung dilapangan ternyata

saluran di sub-sub-DTA 1-1B tidak mampu menampung debit limpasan. Peninjauan sistem drainase di DTA I, ternyata semua saluran drainase di DTA I memiliki outlet ke saluran sub-sub-DTA 1-1B, sehingga Qpeak yang masuk ke

dalam saluran sub-sub-DTA 1-1B lebih besar dari Qsaluran yaitu 2.745 m3/detik.

Sub-sub-DTA 1-1B Sub-sub-DTA 1-1C

(a) (b)

Sub-sub-DTA 2-1B Sub-sub-DTA 2-2A

(c) (d)

Gambar 8 Kejadian genangan di sub-sub-DTA 1-1B, 1-1C, 2-1B, dan 2-2A

Tabel 11 Hasil evaluasi kapasitas saluran drainase di lokasi genangan Lokasi Saluran S v (m/detik) b (m) h (m) Qsaluran (m

3

/detik)

DTA 1-1B 0.020 3.949 0.770 0.900 2.737

DTA 1-1C 0.005 1.178 0.400 0.400 0.189

DTA 2-1B 0.012 2.299 0.500 0.650 0.747

(37)

Pengukuran Laju Infiltrasi

Pengukuran laju infiltrasi dilakukan di tiga lokasi dengan menggunakan mini disc infiltrometer. Lokasi pengukuran ditentukan berdasarkan lokasi terjadinya genangan. Lokasi pertama adalah area parkir Graha Widya Wisuda (GWW) yang terletak di sub-sub-DTA 1-1C. Lokasi kedua adalah Jalan Kamper, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) yang terletak di sub-sub-DTA 1-1B. Lokasi ketiga adalah halaman Gedung Tanoto, FAHUTAN (CCR) yang mewakili sub-sub-DTA 2-1B dan sub-sub-sub-DTA 2-2A.

Pengukuran laju infiltrasi di area parkir Graha Widya Wisuda (GWW) menggunakan suction head 5 cm karena laju penurunan air di tabung sangat lambat. Pembacaan tinggi muka air pada tabung dilakukan dengan interval 15 menit selama 3 jam 15 menit. Hasil pengukuran infiltrasi kumulatif disajikan pada Lampiran 12. Hasil perhitungan laju infiltrasi menggunakan model Philip di area parkir GWW adalah 0.51 cm/jam.

Pengukuran laju infiltrasi di Jalan Kamper, FEMA menggunakan suction head 0.5 cm dan telah memenuhi syarat lama pengukuran minimal 15 menit. Pembacaan tinggi muka air pada tabung dilakukan dengan interval 30 detik selama 16 menit. Hasil pengukuran infiltrasi kumulatif disajikan pada Lampiran 13. Hasil perhitungan laju infiltrasi menggunakan model Philip di Jalan Kamper, FEMA adalah 7.85 cm/jam.

Pengukuran laju infiltrasi di halaman Gedung Tanoto, FAHUTAN (CCR) menggunakan suction head 2.1 cm dan telah memenuhi syarat lama pengukuran minimal 15 menit. Pembacaan tinggi muka air pada tabung dilakukan dengan interval 30 detik selama 24 menit. Hasil pengukuran infiltrasi kumulatif disajikan pada Lampiran 14. Hasil perhitungan laju infiltrasi menggunakan model Philip di Gedung Tanoto, FAHUTAN (CCR) adalah 18.95 cm/jam.

Rekapitulasi hasil perhitungan laju infiltrasi di ketiga lokasi pengukuran disajikan pada Gambar 9. Ketiga hasil perhitungan menggunakan model Philip memiliki nilai koefisien determinasi (r2) lebih besar dari 0.90.

(38)

Perancangan Zero Runoff System (ZROS)

Bangunan air yang direncanakan untuk menanggulangi limpasan permukaan di Kampus IPB Darmaga, Bogor adalah water pocket. Pada prinsipnya, water pocket berfungsi mencegah air limpasan masuk ke dalam outlet sistem drainase dengan menangkap limpasan permukaan ke dalam tampungan air, kemudian memungkinkan peningkatan waktu infiltrasi air ke dalam tanah sebelum menyebabkan genangan. Perancangan ZROS ditujukan untuk menanggulangi genangan yang terjadi di sub-sub-DTA 1-1B, 1-1C, 2-1B, dan 2-2A.

Water pocket memiliki keunggulan dari segi konstruksi yang lebih mudah, ukuran yang kecil, dan luas permukaan infiltrasi yang lebih besar. Water pocket cocok diterapkan pada lahan dengan laju infiltrasi yang cepat. Lahan dengan laju infiltrasi lambat tidak cocok untuk diterapkan water pocket, karena akan dibutuhkan jumlah water pocket yang banyak terutama saat intensitas hujan sangat tinggi sehingga akan membutuhkan lahan luas serta investasi yang besar.

Water pocket dirancang untuk mengatasi limpasan yang berasal dari atap dan saluran. Water pocket dibangun dengan persyaratan jarak minimum: 1 m dari pondasi, 5 m dari septic tank, dan 3 m dari sumur air bersih. Water pocket terdiri dari galian sumur, reservoir penampung air, kerikil, boks kontrol (apabila limpasan mengandung banyak sedimen), struktur inlet, serta saluran outlet. Galian sumur menentukan kapasitas water pocket dalam menanggulangi limpasan, semakin dalam dan luas maka semakin besar kapasitasnya. Reservoir air bertujuan untuk menyimpan air limpasan sehingga bisa dimanfaatkan untuk keperluan lainnya. Reservoir yang digunakan bisa berupa tandon air atau drum yang tersedia di pasaran dengan ukuran yang disesuaikan dengan galian sumur. Kerikil atau batu split digunakan untuk mengisi ruang kosong pada galian sumur untuk mencegah terjadinya erosi dan longsoran. Boks kontrol dirancang untuk menanggulangi sedimentasi yang mungkin terjadi akibat limpasan (contoh pada Gambar 11). Sistem inlet terbuat dari pipa PVC dan bertujuan untuk mengalirkan air limpasan agar mengisi reservoir air, sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain. Gambar potongan melintang dimensi dan spesifikasi untuk water pocket disajikan pada Gambar 10.

Sub-sub-DTA 1-1B (Jalan Kamper, FEMA) memiliki karakteristik debit limpasan dari area genangan sebesar 8.38 m3/jam, tata guna lahan didominasi oleh bangunan bertingkat, dan laju infiltrasi sedang (7.86 cm/jam). Genangan air terjadi di sepanjang Jalan Kamper akibat kapasitas saluran drainase tidak dapat menampung air limpasan. Luas genangan air di Jalan Kamper adalah 560 m2. Lokasi genangan tersebut disajikan pada Gambar 12.

(39)

memiliki diameter 5 inch. Hasil kalkulasi rancangan water pocket di sub-sub-DTA 1-1B disajikan pada Lampiran 15.

Sub-sub-DTA 1-1C (GWW) memiliki karakteristik debit limpasan yang lebih besar dibandingkan sub-sub-DTA 1-1B, yaitu sebesar 11.656 m3/jam (lokasi A), 10.546 m3/jam (lokasi B), dan 12.911 m3/jam (lokasi C). Tata guna lahan didominasi oleh pavement, dan laju infiltrasi sangat lambat (0.512 cm/jam). Genangan air di tiga lokasi (lokasi A, B, dan C) ditunjukkan pada Gambar 13.

Jumlah water pocket di sub-sub-DTA 1-1C yang direncanakan adalah 14 unit (5 unit di lokasi A, 4 unit di lokasi B, dan 5 unit di lokasi C). Kapasitas seluruh water pocket mencukupi untuk menanggulangi debit limpasan permukaan. Dimensi dari satu unit water pocket di lokasi A, B, dan C adalah panjang 1.5 m, lebar 1.5 m, dan kedalaman 2.25 m. Water pocket di sub-sub-DTA 1-1C dilengkapi tandon penyimpanan air dengan kapasitas total 40.12 m3. Reservoir yang tersedia di pasar dengan kapasitas dan dimensi paling mendekati adalah tandon 2000 liter dengan diameter 1.440 m dan kedalaman 1.485 m Hasil kalkulasi rancangan water pocket di sub-sub-DTA 1-1C disajikan pada Lampiran 15.

(40)

Gambar 11 Contoh instalasi bak penyaring dan pengendap di water pocket

(41)

Gambar 13 Peta area genangan sub-sub-DTA 1-1C

Sub-sub-DTA 2-1B (Jalan Meranti, Gedung Tanoto FAHUTAN) memiliki karakteristik debit limpasan sebesar 7.406 m3/jam, tata guna lahan didominasi oleh bangunan dan perkerasan jalan, serta laju infiltrasi yang cepat (18.95 cm/jam). Genangan air yang cukup besar terjadi di pertigaan Gedung Tanoto FAHUTAN dan ditunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14 Peta area genangan sub-sub-DTA 2-1B

Genangan A

Genangan B

(42)

Jumlah water pocket di sub-sub-DTA 2-1B yang direncanakan adalah 4 unit. Kapasitas seluruh water pocket mencukupi untuk menanggulangi limpasan permukaan sebesar 7.406 m3/jam. Dimensi dari satu unit water pocket adalah panjang 1 m, lebar 1 m, dan kedalaman 1.5 m. Water pocket dilengkapi tandon penyimpanan air dengan kapasitas 0.662 m3, sehingga kapasitas penyimpanan airnya adalah 2.36 m3. Reservoir yang tersedia di pasar dengan kapasitas dan dimensi paling mendekati adalah tandon 650 liter dengan diameter 0.83 cm dan kedalaman 1.285 m Hasil kalkulasi rancangan water pocket di sub-sub-DTA 2-1B disajikan pada Lampiran 15.

Sub-sub-DTA 2-2A (Jalan Tanjung) memiliki karakteristik debit puncak limpasan sebesar 6.116 m3/jam, tata guna lahan didominasi oleh bangunan dan perkerasan jalan, serta laju infiltrasi yang cepat (18.95 cm/jam). Genangan air yang cukup besar terjadi di sepanjang Jalan Tanjung yang berbatasan dengan pertigaan Gedung Tanoto FAHUTAN dan ditunjukkan pada Gambar 15.

Jumlah water pocket di sub-sub-DTA 2-2A yang direncanakan adalah 4 unit. Kapasitas seluruh water pocket mencukupi untuk menanggulangi volume limpasan permukaan. Dimensi dari satu unit water pocket adalah panjang 1 m, lebar 1 m, dan kedalaman 1.5 m. Water pocket dilengkapi tandon penyimpanan air dengan kapasitas 2.646 m3. Reservoir yang tersedia di pasar dengan kapasitas dan dimensi paling mendekati adalah tandon 650 liter dengan diameter 0.83 cm dan kedalaman 1.285 m Hasil kalkulasi rancangan water pocket di sub-sub-DTA 2-2A disajikan pada Lampiran 15.

(43)

Pengujian ZROS dan Analisis Neraca Air

Water pocket yang dibangun di lokasi pengujian memiliki dimensi panjang 90 cm, lebar 70 cm, kedalaman 100 cm, dan reservoir dengan kapasitas 150 liter. Pengukuran debit masuk dan debit keluar pada water pocket dilakukan sebanyak 4 kejadian hujan. Curah hujan saat pengukuran sebesar 17.4 mm, 18.0 mm, 65.4 mm, dan 63.1 mm. Parameter yang dianalisis antara lain curah hujan (R), debit masuk (Qin), debit yang keluar dari reservoir (Qout1), dan debit yang keluar dari

water pocket (Qout2). Kondisi zero runoff dicapai apabila tidak ada limpasan yang

keluar dari water pocket (Qout2 = 0). Hasil analisis neraca air disajikan pada

Gambar 16 sampai 19.

Gambar 16 Simulasi water pocket (R=17.4 mm)

Gambar 17 Simulasi water pocket (R=18.0 mm)

0.0

0-3 6-9 12-15 18-21 24-27 30-33 36-39

R

0-3 6-9 12-15 18-21 24-27 30-33 36-39 42-45 48-51

(44)

Tiga kejadian hujan menunjukkan bahwa water pocket mampu mengurangi debit limpasan keluar sampai nol dengan intensitas hujan tertinggi 24.85 mm/jam. Gambar 18 menunjukkan terjadinya debit limpasan keluar. Hal ini disebabkan intensitas hujan mencapai 43.6 mm/jam sehingga water pocket tidak mampu mengurangi limpasan yang keluar sampai nol. Limpasan terjadi ketika menit ke-36 sampai menit ke-63, yang pada saat itu intensitas hujan sedang mencapai nilai puncak dan tidak dapat diatasi oleh kapasitas pengisian water pocket dan kecepatan laju infiltrasi. Kondisi zero runoff tidak tercapai pada periode tersebut, namun pada menit ke-63 sampai hujan selesai kondisi zero runoff berhasil dicapai. Kondisi tanah yang telah jenuh juga merupakan faktor yang mempengaruhi kapasitas water pocket dalam menyerapkan air limpasan. Tabel hasil pengukuran debit dengan metode ZROS disajikan pada Lampiran 16 sampai Lampiran 18.

Gambar 18 Simulasi water pocket (R=65.4 mm)

Gambar 19 Simulasi water pocket (R=63.1 mm)

(45)

Volume air yang berhasil ditampung pada setiap kejadian hujan adalah 0.15 m3. Volume air yang berhasil diinfiltrasikan ke dalam tanah pada simulasi ke-1 sampai ke-4 berturut-turut adalah 1.543 m3, 1.606 m3, 4.212 m3, dan 3.458 m3. Efektivitas water pocket ZROS dalam mengurangi limpasan disajikan pada Tabel 12. Pada Tabel 12 dapat disimpulkan bahwa water pocket efektif mengurangi limpasan hingga nol dengan intensitas hujan 24.86 mm/jam dan mampu mengurangi 89.64% limpasan ketika intensitas hujan mencapai 43.60 mm/jam.

Tabel 12 Efektivitas water pocket dalam mengurangi limpasan R (mm) I (mm/jam) Vin (m

3

) Vr (m 3

) Vinf (m 3

) Efektivitas (%)

17.40 24.86 1.69 0.15 1.54 100.00

18.00 20.00 1.76 0.15 1.61 100.00

65.40 43.60 4.87 0.15 4.21 89.64

63.10 20.69 3.61 0.15 3.46 100.00

Berdasarkan hasil pengujian water pocket, dapat diketahui bahwa water pocket sangat efektif untuk menyerapkan air limpasan apabila kemapuan infiltrasi tanahnya cepat. Laju infiltrasi tanah di lokasi pengujian termasuk lahan dengan laju infiltrasi yang cepat yaitu 18.95 cm/jam. Jumlah air yang mampu diresapkan ke dalam tanah selama pengujian mencapai lebih dari 86 % dari volume total air limpasan. Jumlah air yang mampu diinfiltrasikan dapat ditingkatkan lagi dengan menambah jumlah water pocket atau memperbesar ukurannya.

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, untuk menampung dan menghilangkan genangan dengan curah hujan harian maksimum 125.68 mm, jumlah water pocket yang dibutuhkan adalah 26 unit. Sub-sub-DTA 1-1C membutuhkan 14 unit water pocket dengan dimensi panjang 1.50 m, lebar 1.50 m, dan kedalaman 2.25 m. Sub-sub-DTA 1-1B membutuhkan 4 unit water pocket dengan dimensi panjang 1.25 m, lebar 1.25 m, dan kedalaman 1.9 m. Sub-sub-DTA 2-2A dan 2-1B membutuhkan 4 unit water pocket dengan dimensi panjang 1.00 m, lebar 1.00 m, dan kedalaman 1.50 m. Persentase air yang mampu ditampung oleh water pocket adalah 100% dari debit limpasan. Hasil simulasi ZROS menunjukkan bahwa water pocket efektif menyerap semua limpasan sampai intensitas hujan 24.86 mm/jam dan mengurangi 89.64% limpasan ketika intensitas hujan mencapai 43.60 mm/jam.

Saran

Untuk penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi ZROS perlu dilakukan : 1. Uji mengenai jenis material terbaik yang dapat digunakan untuk reservoir pada

water pocket.

2. Simulasi efektivitas ZROS dengan periode yang lebih lama dan dengan kejadian hujan yang lebih bervariasi.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Afolayan SO, Makinde AA, Shuaib M, Idris BA, Yaduma JJ, Yau MG. 2012. Rainfall harvesting, a sustainable water management alternative for food security in Nigeria. Journal of Agricultural Research & Management. 2012(136):1-8.

Agus HP, Mahendra AM, Fifi S. 2013. Perencanaan dan Studi Pengaruh Sistem Drainase Marvell City Terhadap Saluran Kalibokor di Kawasan Ngagel-Surabaya. Jurnal Teknik POMITS. 1(1) : 1-6.

Algarni D, Hassan I. 2001. Comparison of thin plate spline, polynomial C-fun tion nd hep rd’s interpol tion te hniques with derived DEM. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation. 3(2): 155-161.

Asquith WH, Cleveland TG, Roussel MC. 2011. A Method for Estimating Peak and Time Streamflow from Excess Rainfall for 10- To 640-Acre Watershields In The Houston, Texas Metropolitan Area. USGS Scientific Investigation Reports 2011-5104.

Bhim S, Deepak R, Amol V, Jitendra S. 2012. Probability analysis for estimation of annual one day maximum rainfall of Jhalarapatan area of Rajasthan, India. Plant Archives. 12(2): 1093-1100. ISSN: 0972-5210.

Campisano A, Di Liberto D, Modica C, Reitano S. 2014.Potential for peak flow reduction by rainwater harvesting tanks. Journal of Procedia Engineering. 89:1507-1514.

Chaplot V, Darboux F, Bourennane H, Leguedois S, Silvera N, Phachomphon K. 2006. Accuracy of interpolation techniques for the derivation of digital elevation models in relation to landform types and data density. Geomorphology. 77 : 126-141.

Contreras SM, Sandoval TS, Tejada SQ. 2013. Rainwater harvesting, its prospects and challenges in the uplands of Talugtog, Nueva Ecija, Philippines. International Soil and Water Conservation Research. 1:56-67.

Darshan SS, Jayeshkumar P, Bhavsar JJ. 2013. Pervious Concrete : New Era for Rural Road Pavement. International Journal of Engineering Trends Technology. 4(8):3495-3499. ISSN : 2231-5381.

Das BM. 2008. Advanced Soil Mechanics. London & New York : Taylor & Francis .

Decagon. 2014. Mini Disk Infiltrometer. Pullman WA : NE Hopkins Court.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum (ID). 2006. Pedoman Konstruksi dan Bangunan : Perencanaan Sistem Drainase Jalan. Jakarta (ID) : Departemen Pekerjaan Umum

Fachruddin. 2014. Rancang bangun pemanenan air hujan pada kebun pala di Kabupaten Aceh Selatan. Tesis. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Gerald EB, Guo JCY. 2009. Least-cost and most efficient channel cross section. Journal of Irrigation and Drainage Engineering. 135(2):248-251. doi. 10.1061/(ASCE)0733-9437(2009)135:2(248).

(48)

Guo JCY. 2004. Urban flood channel design. Littleton, Colo : Water Resource Publication.

Hans A, Brian CB. 2006. Urban drainage infrastructure planning and design considering climate change. EIC Climate Technology. 1-9. ISBN : 1-4244-0218-2.

Hapsari. 2014. Analisis Hujan, Debit Puncak Limpasan dan Volume Genangan di Sekitar Jalan Meranti-Tanjung, Kampus IPB Darmaga Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Hinds J. 1928. The hydraulic design of flume and siphon transitions. Transactions, American Society of Civil Engineers. Vol. 92, 14-23-1459. Ihsan M. 2014. Analisis Hujan, Debit Puncak Limpasan dan Volume Genangan

di Sekitar Gedung Graha Widya Wisuda-FEMA, Kampus IPB Darmaga Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Johnson A.I, Moston R.P, Versaw S.F. 1986. Laboratory study of aquifer properties and well design for an artificial recharge site. US Geological Survey Water Supply Paper. No. 1615-H, 41p.

[KLH 2009]. Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Pemanfaatan Air Hujan. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup no.12 tahun 2009. Jakarta (ID) : Kementerian Lingkungan Hidup.

Krebs P, Larsen TA. 1997. Guiding the development of urban drainage system by sustainability criteria. Water Science and Technology. 35 (9): 89-98.

Kumar R, Thaman S, Agrawal G, Poonam S. 2011. Rain water harvesting and ground water recharging in North Western Himalayan Region for Sustainable Agricultural Productivity. Journal of Environmental Research and Technology. 1(4):539-544.

Mays, LW. 1999. Hydraulic Design Handbook. Dallas : McGraw-Hill Professional.

McCuen RH. 1981. Hydrologic Analysis and Design. New Jersey : Prentice hall PTR.

Needhidasan S, Manoj N. 2013. Design of storm water drains by rational method – an approach to storm water management for environmental protection. International Journal of Engineering Trends Technology. 5(4) : 3203-3214. ISSN : 0975-4024.

Nugraha A. 2014. Analisis dan Rancangan Bangunan Resapan Air Hujan di Sekitar Jalan Meranti-Tanjung Kampus IPB Darmaga, Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Otti VI, Ezenwaji EE. 2013. Enhancing community-driven initiative in Rainwater Harvesting in Nigeria. International journal of Engineering and Technology. 3(1):73-79.

Papafotiou E, Katsifarakis KL. 2015. Ecological rainwater management in urban areas. Preliminary considerations for the city of Corinth, Greece. Journal of Agriculture and Agricultural Science Procedia. 4:383-391.

(49)

Rajasa HK. 2014 Analisis dan Rancangan Bangunan Resapan Air Hujan di Sekitar Gedung Graha Widya Wisuda (GWW)-FEMA, Kampus IPB Darmaga, Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Rajil P, Uma E, Shyla J. 2011. Rainfall-runoff analysis of a compacted area. Agricultural Engineering International : the CIGR Journal. 13 (1) : 1-11. Ridhoatmaji D. 2013. Analisis dan Desain Bangunan Hidrolika dengan Konsep

Zero Runoff di Perumahan Taman Sari Persada, Bogor [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Saffet E. 2009. A comparison of interpolation methods for producing digital elevation models at the field scale. Earth Surf, Process, Landforms. 34 : 366-376. doi : 10.1002/esp.1731.

Shadeed S, Lange J. 2010. Rainwater harvesting to alleviate water scarcity in dry conditions: a case study in Faria Catchment, Palestine. Journal of Water Science and Engineering. 3(2):132-143.

Sneha SG, Pataskar SV. 2011. Use of porous concrete as a green construction material for pavement. International Journal of Earth Sciences and Engineering. 4(6):764-767. ISSN 0974-5904.

Sosrodarsono S, Takeda K, 1983. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramita.

Surdianto Y, Setiawan BI, Prastowo, Saptomo SK. 2012. Peningkatan Resapan Air Tanah dengan Saluran Resapan dan Rorak untuk meningkatkan Produktivitas Belimbing Manis (Increasing Soil Water Storage with Storage Channel to Increase Starfruits Productivity). Jurnal Irigasi. 7(1):1-15.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi. Tingsanchali T. 2012. Urban flood disaster management. Procedia Engineering.

32 : 25-37. doi : 10.1016.

Tjahjanto D, Musa S, Ridzuan M B. 2008. A study on artificial recharge well as a part of drainage system and water supply in UHTM. National Seminar on Environment, Development & Sustainability.1 : 106-111.

Weng Q. 2006. An evaluation of spatial interpolation accuracy of elevation data. dalam Progress in spatial data handling, Riedl A, Kainz W, Elmes GA (eds). Springer-Verlag : Berlin. 805-824.

Wijaya D. 2014. Analisis Pola Aliran dan Perencanaan Saluran Drainase di Sekitar Gedung Graha Widya Wisuda (GWW) - FEMA, Kampus IPB Darmaga Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Wirasembada YC. 2014. Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(50)
(51)

Lampiran 1 Hasil analisis R24 dengan distribusi Normal

No Tahun x (mm) x-xrata (x-xrata)

2

1 2004 141.6 13.44 180.63

2 2005 126.5 -1.66 2.76

3 2006 136.4 8.24 67.90

4 2007 155.5 27.34 747.48

5 2008 104.5 -23.66 559.80

6 2009 115.1 -13.06 170.56

7 2010 144.5 16.34 267.00

8 2011 97.6 -30.56 933.91

9 2012 123.1 -5.06 25.60

10 2013 136.8 8.64 74.65

Jumlah 3030.28

Jumlah Data (N) 10

Rata-rata 128.16

Deviasi Standar(S) 18.35

Periode

(tahun) KT

R24

(mm)

2 0.00 128.16

5 0.84 143.57

10 1.28 151.65

20 1.64 158.25

25 1.71 159.54

50 2.05 165.78

No Faktor Notasi Nilai Syarat

1 Standar Deviasi S 18.377 -

2 Koefisien Kemencengan (Cs) 0.156 -

3 Koefisien Kurtosis (Ck) 3.209 0

(52)

Lampiran 2 Hasil analisis R24 dengan distribusi Log-Normal

No Tahun x (mm) Log X (log x - log xrata) (log x - log xrata) 2

1 2004 141.6 2.151 0.048 2.26E-03

2 2005 126.5 2.102 -0.001 2.15E-06

3 2006 136.4 2.135 0.031 9.77E-04

4 2007 155.5 2.192 0.088 7.77E-03

5 2008 104.5 2.019 -0.084 7.13E-03

6 2009 115.1 2.061 -0.042 1.80E-03

7 2010 144.5 2.160 0.056 3.17E-03

8 2011 97.6 1.989 -0.114 1.30E-02

9 2012 123.1 2.090 -0.013 1.77E-04

10 2013 136.8 2.136 0.033 1.06E-03

Jumlah 0.04

Jumlah Data (N) 10

Rata-rata 2.10

Deviasi Standar(S) 0.06

Periode

(tahun) KT

log

Xrata+KS R24 (mm)

2 0.00 2.10 126.93

5 0.84 2.16 143.78

10 1.28 2.19 153.47

20 1.64 2.21 161.90

25 1.71 2.21 163.59

50 2.05 2.24 172.05

No Faktor Notasi Nilai Syarat

1 Standar Deviasi S 18.377 -

2 Koefisien Kemencengan (Cs) 0.156 0.8325

3 Koefisien Kurtosis (Ck) 3.209 -

Gambar

Gambar tipikal water pocket ZROS
Gambar 1  Perbandingan biaya konstruksi saluran dengan b/y
Gambar 2  Sistem sumur resapan
Gambar 3  Gambar tipikal water pocket ZROS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tingginya angka inflasi di Kepulauan Bangka Belitung yang nyaris dua kali lipat dari angka inflasi nasional tersebut diketahui berdasarkan perhitungan tahun ke

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar perairan tambak terabrasi Desa Kaliwlingi, mengenai bobot rumput laut Gracilaria

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the

DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh profitabilitas dan kebijakan dividen terhadap return saham dengan nilai perusahaan sebagai variabel intervening pada

Pelaksanaan pengabdian masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan fisioterapis rumah sakit dalam mengurangi nyeri pada penderita cervikal root syndrome dengan

Precautionary Statements : Obtain special instructions before use │ Do not handle until all safety precautions have been read and understood │ Keep away from

• Tidak terdapat perbezaan yang signifikan antara faktor demografi (jantina) dari segi hubungan kekeluargaan, pengaruh rakan sebaya dan kecerdasan emosi dengan tingkah laku