• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN

III.I Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian meliputi :

a. Penyediaan bahan penyusun beton. b. Pemeriksaan bahan.

c. Perencanaan campuran beton (Mix Design). d. Pembuatan benda uji.

e. Pemeriksaan nilai slump.

f. Pengujian kuat tekan beton umur 28 hari. g. Pengujian kuat tarik belah beton umur 28 hari.

h. Pemeriksaan pola retak selinder beton pada umur 28 hari pada saat test tekan dilakukan.

III.2. Bahan-Bahan Penyusun Beton

Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.

III.2.1 Semen Portland

Semen Portland termasuk semen yang dihasilkan degan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silika – silika kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan.

Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif.

Sifat-sifat fisik semen yaitu : 1. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

2. Waktu ikatan

Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah :

• Waktu ikat awal > 60 menit

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.

3. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi.

4. Pengembangan volume (lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 % (A.M Neville, 1995). Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak – retak.

Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi ataupun konisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland, antaralain :

1. Tipe I digunakan pada konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus lainnya.

2. Tipe II digunakan pada konstruksi yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas hidrasi yang seang.

3. Tipe III digunakan jika menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.

5. Tipe V jika menginginkan daya tahan terhadap sulfat yang tinggi.

Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen OPC (merk Andalas dan Padang kemasan 50kg/sak) dan PCC (merk semen Andalas, Padang, Holcim, dan Tiga Roda kemasan 40kg/sak)

III.2.2. Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya lolos dari ayakan diameter 5 mm dan tertahan di ayakan diameter 0.15 mm yang merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu-batuan. Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan-gundukan di sepanjang sungai, sering disebut pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut dengan pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.

Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Susunan butiran (gradasi)

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam batas-batas seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.1. Agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos 45% pada suatu ayakan dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak boleh kurang dari 2,2 dan tidak lebih dari 3,2.

Tabel 3.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus (ASTM, 1991) Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%) 9,50 100 4,75 95 - 100 2,36 80 - 100 1,18 50 - 85 0,60 25 - 60 0,30 10 - 30 0,15 2 - 10

2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka agregat halus harus dicuci.

3. Kadar gumpalan tanah liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). 4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan

beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih gelap dari standar percobaan Abrams-Harder.

5. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya lebih dari 0,06% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

6. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagian ynag hancur maksimum 15%. Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari quarry Sei Wampu , Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi :

 Analisa ayakan pasir

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200)

 Pemeriksaan kandungan organik (colometric test)

 Pemeriksaan kadar liat (clay lump)

 Pemeriksaan berat isi pasir

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pasir

a. Tujuan :

Analisa Ayakan Pasir

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM)

b. Hasil pemeriksaan :

Modulus kehalusan pasir (FM) : 2.42 Pasir dapat dikategorikan pasir halus. c. Pedoman :

100

mm

0.15

ayakan

hingga

tertahan

Dokumen terkait