• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan mulai bulan April sampai dengan Agustus 2015, dan berlokasi di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang termasuk kedalam wilayah administratif Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka. TNGC memiliki luas sekitar 15 859.17 ha yang meliputi: Kabupaten Kuningan 8 931.27 ha (56.32%) dan Kabupaten Majalengka seluas 6 927.90 ha (43.68%) (RPJM Balai TNGC 2010). Secara geografis, TNGC terletak pada posisi 108° 19' 10" 108° 27' 55" BT dan 6° 47' 5" – 6° 58' 20" LS, berbatasan dengan Kabupaten Cirebon di sebelah utara, dengan Kabupaten Kuningan di sebelah selatan, dengan Kabupaten Majalengka di sebelah barat dan dengan Kabupaten Kuningan di sebelah timur.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra IKONOS (tahun 2006 dan 2007) dan citra ALOS (2010), peta batas administrasi, RTRW Kabupaten Kuningan, data kependudukan, data mata pencaharian masyarakat, dan data/informasi lainnya yang relevan.

Alat-alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ArcGIS 10.3 dan software ISM,

microsoft Excel dan Word, GPS, kamera digital, dan kuisioner. Tahapan Penelitian

Secara garis besar, penelitian ini terdiri atas empat tahap, yaitu:

1. Tahap pengumpulan dan analisis data biofisik lingkungan, sosial ekonomi masyarakat dan kelembagaan pengelolaan menggunakan metode statistik deskriptif;

2. Tahap penentuan keragaan status keberlanjutan pengelolaan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air melalui analisis keberlanjutan menggunakan metode MDS-RAP Jasling Air;

3. Tahap formulasi kebijakan pengelolaan TNGC secara keberlanjutan menggunakan analisis prospektif;

4. Tahap formulasi pengembangan kelembagaan pengelolaan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air berkelanjutan menggunakan metode ISM.

Jenis, Bentuk, Sumber dan Metode Analisis Data

Jenis, bentuk, sumber dan metode analisis data penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis, bentuk, sumber, dan metode analisis data penelitian

No Tujuan Jenis

Data

Bentuk Data

Sumber Data Metode Analisis

Output yang diharapkan 1 Analisis potensi biofisik lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan TNGC:

a.Biofisik Lingkungan: - Keaneragaman Hayati

(vegetasi dan satwa) - Tanah

- Hidrologi (sumber mata air dan kualitas) - Geografis (ketinggian,

kemiringan lahan, relief lapangan) - Iklim (suhu,

kelembaban dan curah hujan) b.Sosial Ekonomi Masyarakat: - Jumlah Penduduk - Mata Pencaharian - Pendidikan masyarakat - Pendapatan masyakat Primer Sekunder Interpretasi Peta citra IKONOS dan ALOS, Analisis Laboratori- um, dan kuisioner Studi Literatur, Laporan Dinas/ Instansi terkait Balai TNGC; Bappeda, Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Kuningan, Lembaga Pendidikan, Profil Desa, Kuningan Dalam Angka Dunia Usaha, dan LSM Analisis spatial, Analisis STORET, dan Analisis statistik deskriptif Menghasilkan kondisi dan potensi SDA kawasan TNGC

Tabel 2 (Lanjutan)

No Tujuan Jenis

Data

Bentuk Data

Sumber Data Metode Analisis Output yang diharapkan c.Kelembagaan Pengelola: - Pemerintah - Badan Usaha dan

Swasta - Kelembagaan yang ada di desa 2 Analisis performance pengelolaan kawasan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air Primer Sekunder Wawancara dan kuisioner Laporan dari Dinas/ Instansi terkait Balai TNGC, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Bappeda, Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan, Kabupaten Kuningan, Tokoh Masyarakat, LSM, dan Swasta Analisis keberlanjutan dengan metode MDS, RAP JASLING AIR Menghasilkan atribut –atribut keberlanjutan pengelolaan kawasan TNGC, dan mengetahui faktor –faktor penting dalam rangka keberlanjutan 3 Analisis formulasi kebijakan pengelolaan kawasan TNGC secara berkelanjutan Primer Sekunder Wawancara dan kuisioner Laporan dari Dinas/ Instansi terkait Responden terpilih dari Dinas/Instansi terkait, Masyarakat, LSM, dan Pakar Analisis Prospektif Menghasilkan formulasi kebijakan pengelolaan TNGC secara berkelanjutan 4 Analisis formulasi Pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air berkelanjutan Primer Sekunder Wawancara dan kuisioner Laporan dari Dinas/ Instansi terkait Responden terpilih dari Dinas/Instansi terkait, Masyarakat, LSM, dan Pakar

Metode ISM Menghasilkan formulasi kelembagaan pengelolaan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air secara berkelanjutan

Metode Pemilihan Responden

Pemilihan responden disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan jumlah responden yang akan diambil yaitu responden yang dianggap dapat mewakili dan memahami permasalahan yang diteliti. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode Expert Survey. Responden dari kalangan pakar dipilih secara sengaja (Purposive Sampling), dimana responden yang dipilih memiliki kepakaran sesuai dengan bidang yang dikaji. Beberapa pertimbangan dalam menentukan pakar yang akan dijadikan responden, menggunakan kriteria sebagai berikut :

a. Mempunyai pengalaman yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji. b. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan bidang

yang dikaji.

c. Memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia, dan atau berada pada lokasi yang dikaji.

Analisis Data

Analisis Status Keberlanjutan

Status keberlanjutan pengelolaan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC, dapat diketahui dengan menganalisis terhadap dimensi ekologi, dimensi sosial, dan dimensi ekonomi. Untuk masing-masing dimensi tersebut telah dievaluasi dan ditetapkan atribut-atribut penyusunnya.

Kajian dimensi ekologi difokuskan pada pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC; kajian dimensi ekonomi difokuskan untuk melihat tingkat kelayakan secara ekonomi (economic feasibility) bagi pemanfaat jasa lingkungan air yang menggunakan air dari sumber mata air di kawasan TNGC, misalnya biaya produksi per meter kubik air minum, kompensasi air, serta pajak air; sedangkan dimensi sosial difokuskan untuk melihat tingkat keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC, misalnya motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan, kelembagaan yang ada saat ini, dan lahan untuk kelestarian sumber mata air di kawasan TNGC.

Analisis data tingkat keberlanjutan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air dilakukan melalui pendekatan “multi

dimensional scaling” (MDS) dengan menggunakan analisis Rap-JASLING AIR (Rapid Appraisal Sustainability Index for Jasling Air) yang merupakan modifikasi dari RAPFISH (The Rapid Appraissal of the Status of Fisheries). Rap-JASLING AIR merupakan Rapfish dengan modifikasi pada atribut-atribut yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik kawasan TNGC. Penilaian Rap-JASLING AIR dilakukan terhadap atribut-atribut yang dapat mewakili parameter dari masing- masing dimensi keberlanjutan. Adapun atribut yang dipilih mencerminkan tingkat keberlanjutan di setiap disiplin yang disesuaikan dengan ketersediaan informasi yang dapat diperoleh dari karakter sumberdaya yang dikaji (Pitcher dan Preikshot 2001).

Kemudian di dalam penilaian skoring dari masing-masing atribut dianalisis menggunakan " multi dimensional scalling " (MDS) untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan air yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik “baik” atau good dan titik “buruk” atau bad. Untuk memudahkan ordinasi

Microsoft Excell yaitu metode modifikasi RAPFISH yang telah digunakan untuk menilai status keberlanjutan pembangunan perikanan tangkap (Kavanagh dan Pitcher 2004). Perangkat lunak RAPFISH ini merupakan pengembangan MDS yang ada di dalam perangkat SPSS. Untuk proses rotasi, kebalikan posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini maka posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasi dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik- titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrem “buruk” diberi nilai skoring 0% dan titik ekstrem “baik” diberi skoring 100%. Posisi keberlanjutan pengelolaan TNGC yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air yang dilakukan oleh pemangku kepentingan (stakeholders) di wilayah kawasan TNGC.

Analisa data dilakukan menggunakan metode MDS, dengan tiga tahapan sebagai berikut :

1. Tahapan penentuan atribut pada setiap aspek yang dianalisis. Pada tahap ini disusun atribut yang dapat menggambarkan kondisi setiap aspek yang dikaji. Atribut disusun berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan yang menyatakan bahwa pengelolaan suatu sumberdaya dikatakan berkelanjutan jika secara ekologi tidak terjadi penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya yang dimaksud, secara ekonomi layak dan menguntungkan, dan secara sosial berkeadilan.

2. Tahapan penilaian setiap atribut dalam skala ordinal. Pada tahap ini, setiap atribut yang telah disusun pada tahap satu selanjutnya diberi skor sesuai dengan kondisi atribut yang bersangkutan berdasarkan skala ordinal.

3. Skala ordinal disusun berdasarkan ketersediaan sumber pustaka, hasil penelitian terdahulu atau pendapat para pakar dalam bidang tersebut.

Atribut untuk menggambarkan kondisi pemanfaatan lahan terhadap kualias air di kawasan TNGC disusun dengan skala: (0) rendah dan kualitas air terjaga, (1) sedang dan tidak berpengaruh pada kualitas air, (2) tinggi dan kualitas air menurun, maka skor nol merupakan skor terbaik dan skor dua merupakan skor terburuk. Atribut serupa juga disusun untuk menggambarkan kondisi aspek sosial, dan ekonomi. Dengan analisis leverage attribut dapat digambarkan secara rinci atribut-atribut kritis dan sensitif pada pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air berkelanjutan.

Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut, misalnya dimensi ekologi. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan dengan menggunakan metode modifikasi RAPFISH, maka analisis perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan dalam bentuk diagram.

Skala indeks keberlanjutan kebijakan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air mempunyai selang 0%-100%. Jika kebijakan yang dikaji mempunyai nilai indeks lebih dari 50% (>50%), maka sistem tersebut sustainable dan sebaliknya jika kurang dari 50% (<50%), maka kebijakan tersebut belum sustainable. Namun demikian dalam penelitian ini

penulis membuat 4 (empat) kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar tersebut, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kategori status keberlanjutan kebijakan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air berdasarkan nilai indeks analisis RAP-JASLING AIR

Nilai Indeks Kategori

0 – 25 Buruk

26 – 50 Kurang

51 – 75 Cukup

76 – 100 Baik

Kavanagh dan Pitcher 2004

Dimensi dan atribut yang dipakai dalam analisis keberlanjutan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfataan jasa lingkungan air, sebagai berikut : 1. Ekologi, dimensi ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana aktivitas yang

ada di kelompok masyarakat mendukung lingkungan secara berkelanjutan. Adapun atribut dari dimensi ekologi ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Atribut dimensi ekologi

No Atribut Baik Buruk Kategori

EKOLOGI

1 Keanekaragaman Hayati 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 2 Komposisi Jenis Tanaman 3 0 (0) sejenis; (1) tipe daun jarum; (2) tipe

daun lebar; (3) campuran

3 Kemiringan lahan 4 0 SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 : (0) Sangat Curam > 40%; (1) Curam 25%- 40%; (2) Agak Curam 15%-25%; (3) Landai 8%-15%; (4) Datar 0%-8% 4 Sumber mata air 3 0 (0) menurun; (1) berkurang debitnya; (2)

tetap debitnya; (3) meningkat

5 Kualitas air 4 0 EPA (Environmental Protection Agency, Canter, 1977) sistem STORET : (0) buruk ≥ -31; (1) Sedang -1 s/d -30; (2) Baik -1 s/d - 10; (4) Baik Sekali skor 0

6 Kebakaran Hutan 3 0 (0) tinggi; (1) sedang; (2) rendah; (3) sangat rendah

7 Curah Hujan 4 0 SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 : (0) Sangat Tinggi> 34,8; (1) Tinggi 27,7- 34,8; (2) Sedang 20,7-27,7; (3) Rendah 13,6-20,7; (4) Sangat Rendah < 13,6 8 Perlindungan mata air 2 0 (PermenLH 19/2012): (0) tidak ada; (1)

penanaman; (2) sudah diatur 9 Tindakan konservasi yang

dilakukan jika terjadi kerusakan lahan

3 0 Novita et al. 2012:(0)Tidak dilakukan; (1) Penanaman rumput; (2) penanaman rumput, pembuatan rorak; (3) penanaman rumput, pembuatan rorak dan saluran drainase 10 Degradasi lahan 3 0 (0) tinggi; (1) sedang; (2) rendah; (3)

sangat rendah

2. Ekonomi, dimensi ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana aktivitas ekonomi yang ada di kelompok masyarakat sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. Adapun atribut dari dimensi ekonomi yang digunakan ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Atribut dimensi ekonomi

No Atribut Baik Buruk Kategori

EKONOMI

1 Kepercayaan masyarakat bahwa perubahan fungsi kawasan TNGC akan mempengaruhi ekonomi mereka

3 0 GEN (2008): (0) tidak ada; (1) sedikit; (2) beberapa; (3) semua

2 Luas kepemilikan lahan 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 3 Jumlah Penduduk desa

sekitar TNGC

2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 4 Pendapatan masyarakat di

sekitar TNGC

2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 5 Kompensasi Air bagi

Pemkab dan Masyarakat

2 0 (0) belum ada; (1) ada tapi tidak berjalan optimal; (2) ada dan berjalan optimal 6 Pajak Pemanfaatan Air 2 0 (0) tidak ada; (1) ada tapi tidak berjalan; (2)

ada dan berjalan 7 PAD adanya Pengelolaan

kawasan TNGC

2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 8 Upaya peningkatan

pendapatan masyarakat

3 0 GEN (2008): (0) tidak pernah; (1) jarang; (2) kadang-kadang; (3) teratur/sering 9 Mata pencaharian

masyarakat pasca pengelolaan TNGC

2 0 (0) menjadi hilang; (1) satu jenis mata pencaharian; (2) agak beragam; (3) beragam

3. Sosial, dimensi sosial dimaksudkan untuk dillihat dari pengetahuan/ pemahaman masyarakat tentang lingkungan, tingkat pendidikan, intensitas sosial yang ada, kelembagaan yang ada di masyarakat, dan teknologi yang digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Atribut dari dimensi sosial yang digunakan ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Atribut dimensi sosial

No Atribut Baik Buruk Kategori

SOSIAL

1 Pendidikan masyarakat 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 2 Pemahaman masyarakat

tentang TNGC

2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 3 Pertemuan antar warga

dalam membahas masalah lingk/kegiatan

2 0 GEN (2008): (0) tidak ada; (1) kadang- kadang; (2) sering dan sudah terjadwal 3 Partisipasi masyarakat

dalam program pelestarian kawasan TNGC

3 0 GEN (2008): (0) tidak ada; (1) sedikit; (2) beberapa; (3) sangat besar

4 Dukungan terhadap pengelolaan TNGC

2 0 (0) kurang; (1) cukup; (2) selalu mendukung

5 Kelembagaan yang ada di desa

3 0 0) belum ada; (1) sedang dibuat: (2)sudah ada tapi belum optimal; (3) sudah berjalan 6 Komitmen bersama dalam

masyarakat untuk perlindungan kawasan TNGC

3 0 GEN (2008): (0) tidak ada; (1) sedikit; (2) beberapa; (3) sangat besar

7 Jumlah kelompok tani sekitar TNGC

No Atribut Baik Buruk Kategori SOSIAL

8 Frekwensi konflik 3 0 Novita et al. 2012: (0) banyak/sering; (1) sedikit; (2) jarang sekali; (3) tidak ada 9 Frekwensi

penyuluhan/pelatihan/penda mpingan tentang TNGC

3 0 Novita et al. 2012: (0) tidak pernah ada; (1) sekali dalam 5 tahun; (2) sekali dalam setahun; (3) 2 kali atau lebih dalam setahun 10 MoU/Perjanjian Kerjasama

dan Ijin Pengelolaan dan Pemanfaatan di kawasan TNGC

-

Untuk selanjutnya indeks keberlanjutan kebijakan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air ini akan dibuat sebagai lkB-

JASLING AIR, yang merupakan istilah dari Indeks Keberlanjutan kebijakan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air.

Analisis sensitivitas selanjutnya dilakukan untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap Indeks Keberlanjutan kebijakan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air (lkB-

JASLING AIR) di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan “root mean square” (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu – X atau skala sustainabilitas. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu maka semakin besar peranan atribut tersebut dalam pembentukan Indeks Keberlanjutan kebijakan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air (lkB-JASLING AIR) pada skala sustainabilitas atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam keberlanjutan kebijakan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air di lokasi penelitian.

kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air dilakukan dengan analisis Monte Carlo menurut Kavanagh (2001) dan Fauzi dan Anna (2002), analisis Monte Carlo juga berguna untuk mempelajari hal-hal berikut :

1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut;

2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda;

3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi);

4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data); 5. Tingginya nilai “stress” hasil analisis RAP-JASLING AIR, (nilai “stress”

dapat diterima jika <25%).

Secara lengkap tahapan analisis Rap-JASLING AIR menggunakan metode MDS dengan modifikasi aplikasi RAPFISH disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Tahapan proses analisis RAP-JASLING AIR menggunakan MDS dengan aplikasi modifikasi RAPFISH untuk evaluasi pembangunan (Alder et. al. 2000).

Analisis Prospektif dalam Penentuan Strategi Kebijakan Pengelolaan TNGC untuk Kelembagaan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air

Keputusan terkait kebijakan pengelolaan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air secara berkelanjutan diperoleh melalui analisis prospektif yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengeksplorasi dan mengantisipasi perubahan melalui skenario.. Analisis prospektif merupakan salah satu analisis yang banyak digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan berupa skenario strategis yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, industri atau pun masalah lainnya untuk mencapai kondisi yang efektif dan efisien pada masa mendatang. Analisis prospektif ini dapat juga digunakan sebagai alat normatif yang merupakan pendekatan berorientasi tindakan yang dimulai dari visi terpilih mengenai masa depan dan menentukan jalur untuk mencapainya. Dengan demikian, analisis prospektif tidak berfokus pada optimasi solusi, tetapi pada penyediaan berbagai macam pilihan dan tujuan bagi para pembuat keputusan dan turut merancang serangkaian alternatif ketimbang memilih alternatif terbaik (Bourgeois 2004).

Start

Kondisi Kebijakan Kelembagaan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air

Penentuan atribut sebagai kriteria penilaian

Penilaian skor setiap atribut

Analisis Keberlanjutan Analisis

Monte Carlo

Analisis Sensitivitas Ordinasi setiap atribut

Tahapan analisis prospektif Hartrisari (2002), adalah sebagai berikut:

1. Menentukan faktor kunci untuk masa depan dari sistem yang dikaji, pada tahap ini dilakukan identifikasi seluruh faktor kunci dengan menggunakan kriteria faktor variabel, kemudian dilakukan analisis untuk melihat pengaruh faktor terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar faktor sebagai elemen- elemen dalam sistem. Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dilakukan pada tahap pertama analisis prospektif dengan menggunakan matriks, sebagaimana dideskripsikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Matriks pengaruh dan ketergantungan faktor dalam sistem kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan air berkelanjutan

Dari

Terhadap Faktor Kunci Total

Pengaruh Faktor Kunci A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J Bourgeois (2004)

A – J = faktor penting dalam sistem

2. Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama.

3. Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahapan ini dilakukan identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat terjadi bersamaan dan menggambarkan skenario dengan memasangkan perubahan yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem.

Tabel 8 Pedoman penilaian kebijakan pengelolaan TNGC untuk kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC.

Skor Keterangan

0 Tidak ada pengaruh

1 Berpengaruh kecil

2 Berpengaruh sedang

3 Berpengaruh sangat kuat

Pedoman pengisian :

1. Faktor yang tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika tidak ada pengaruh beri nilai 0.

2. Jika ada pengaruh, selanjutnya dilihat apakah pengaruhnya sangat kuat, jika ya beri nilai 3.

3. Jika ada pengaruh baru dilihat apakah pengaruhnya kecil = 1, atau berpengaruh sedang = 2

Untuk menentukan faktor kunci digunakan software analisis Prospektif yang akan memperlihatkan tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor di dalam sistem secara detail tampilan hasil disajikan pada Gambar 4.

I II

IV III

Byl et al. 2002

Gambar 4 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem (Byl

et al. 2002)

Lebih lanjut, Bourgeois (2004) menyatakan bahwa terdapat 2 tipe sebaran variabel-variabel dalam grafik pengaruh dan ketergantungan yaitu :

1. Tipe sebaran yang cenderung mengumpul pada diagonal kuadran IV ke kuadran II. Tipe ini menunjukkan bahwa sistem yang dibangun tidak stabil karena sebagian besar variabel-variabel yang dihasilkan termasuk variabel marginal atau laverage variable. Hal ini menyulitkan dalam membangun skenario strategis untuk masa mendatang.

2. Tipe sebaran variabel yang mengumpul di kuadran I ke kuadran III sebagai indikasi bahwa sistem yang dibangun stabil karena memperlihatkan hubungan yang kuat dimana variabel penggerak mengatur variabel output dengan kuat. Selain itu, dengan tipe ini maka skenario strategis bisa dibangun lebih mudah dan efisien.

Analisis Kebijakan Model Pengembangan Kelembagaan

Intrepretative Structural Modelling (ISM) merupakan suatu metode berbasis komputer yang dapat membantu kelompok mengidentifikasi hubungan antara ide dengan struktur pada suatu isu yang kompleks, bentuk proses metode ini adalah focus learning process. Teknik ISM bersangkut paut dengan interprestasi dari suatu objek yang utuh atau perwakilan sistem melalui aplikasi teori grafis secara sistematika dan interatif (Saxena et al. 1992). Penggunaan metode ISM juga telah luas digunakan, terutama untuk menganalisis struktural elemen-elemen berdasarkan hubungan kontekstual-nya (Saxena et al.

1992; Machfud 2001; Marimin 2008; dan Eriyatno 2012).

Elemen-elemen yang mendukung analisis kebijakan yang dirumuskan dari analisis sebelumnya yaitu elemen-elemen kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC. Analisis yang digunakan dalam menentukan

Faktor Penentu INPUT Faktor Penghubung STAKE Faktor Bebas UNUSET

Faktor Terikat OUTPUT

Pengaruh

model pengembangan kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC adalah analisis Interpretative Struktural Modeling (ISM).

Struktur kelembagaan pemanfaatan jasa lingkungan air merupakan kontribusi yang besar untuk “menangani” sistem secara efektif dan memberikan sumbangan yang berarti dalam proses pengambilan keputusan dalam pemanfataan sumber daya air secara berkelanjutan, yang tidak terartikulasi dengan baik dan jelas dapat ditransformasi menjadi model yang terdefinisi dengan baik dan visibel. Eriyatno (2012) menyatakan bahwa metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub-elemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Attri et al. (2013) mengemukakan tahapan metodologi ISM, yaitu: (1) Structural Self-Interaction Matrix (SSIM); (2)

Reachability matrix; (3) Level partitions; (4) Conical matrix; (5) Digraph; dan (6) Model ISM. Hasil dari analisis ISM dijadikan dasar bagi deskripsi kebijakan pengembangan model pemanfaatan jasa lingkungan air.

Tahapan pemodelan dengan ISM adalah penentuan hubungan kontekstual yang kemudian dikonversi menjadi suatu hubungan matematik (Rm). Hubungan antar elemen tersebut dinyatakan dalam perkalian Cartesian. Matrik tersebut harus memenuhi sifat reflexive dan transitive (Machfud 2001). Dalam proses mentransformasi hubungan kontekstual (Matrik Structural Self-Interaction)

menjadi bentuk hubungan matematik dalam bentuk matrik Reachability dengan aturan yang secara lengkap pada Tabel 9.

Tabel 9 Transformasi bentuk hubungan kontekstual antar elemen menjadi bentuk hubungan matematik

Bentuk Hubungan Kontekstual Antar Elemen i dan j (eij)

Bentuk Hubungan Matematik Antar Elemen i dan j (eij)

V A X O

Jika eij=1 dan eij=0 Jika eij=0 dan eij=1 Jika eij=1 dan eij=1 Jika eij=0 dan eij=0 Keterangan :

V : relasi dari elemen Ei sampai Ej, tetapi tidak berlaku untuk kebalikannya. A : relasi dari elemen Ej sampai Ei, tetapi tidak berlaku untuk kebalikannya. X : interrelasi antara Ei dan Ej (berlaku untuk kedua arah).

O : merepresentasikan bahwa Ei dan Ej adalah tidak berkaitan.

Secara diagramatik langkah-langkah dalam ISM disajikan pada diagram alir Gambar 5.

Gambar 5 Tahapan pada teknik permodelan interpretasi struktural (Interpretative Structural Modelling).

Menurut Eriyatno (1999) dan Kholil dkk. (2005), analisis terhadap model kelembagaan ini pada dasarnya untuk menyusun hierarki setiap sub elemen pada