Penelitian dilakukan secara periodik (bulanan) selama 4 bulan mulai Oktober 2012 hingga Januari 2013 di Sungai Serayu yang masih termasuk kawasan hulu; secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah (Gambar 3). Penelitian mencakup kegiatan di lapangan (pengambilan sampel ikan) yang dilanjutkan dengan pengamatan kebiasaan makanan ikan brek. Analisanya makanan dilakukan di Laboratorium Biologi Makro Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan analisis kimia makanan dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor. Analisis kualitas air dilakukan secara in-situ di Sungai Serayu dan ex-situ di Pusat Penelitian Limnologi-LIPI Cibinong serta di Laboratorium Fisika-Kimia Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan.
Pada penelitian ini ditetapkan enam stasiun secara purposive sampling, yaitu pembagian lokasi berdasarkan keberadaan waduk, karakteristik sungai, dan informasi tentang habitat ikan. Gambaran lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh sampel ikan brek yang representatif dari populasi yang terdapat di perairan sungai tersebut. Secara garis besar stasiun penelitian terbagi menjadi tiga zona, yaitu:
1) Zona di bawah waduk (Hilir) mencakup dua stasiun (St.1 dan St.2) 2) Zona di kawasan waduk terdiri (Tengah) dari dua stasiun (St.3 dan St.4) 3) Zona di atas waduk (Hulu) mencakup dua stasiun (St.5 dan St.6)
Penentuan Stasiun Pengambilan Ikan Contoh
Ada 6 stasiun pengambilan sampel ikan contoh dengan kriteria yang mewakili habitat sungai dan waduk:
Stasiun 1 : Stasiun 2 : Stasiun 3 : Stasiun 4 : Stasiun 5 : Stasiun 6 :
Stasiun paling hilir yang terletak antara wilayah Kecamatan Mandiraja dan Purwonegoro (koordinat 07o 26’34,9” LS dan 109o
31’91,1” BT), di sekitar perairan terdapat penggalian batu, perkebunan, dan perairan berarus, air keruh ketika hujan datang dan subtranya berpasir dan berbatu.
Merupakan stasiun yang terletak tepat di bawah Waduk Mrica, yaitu antara Desa Lengkong dan Tapen, Kecamatan Wanadadi (koordinat 07o24’03,1” LS dan 109o35’85,0” BT), di sekitar perairan terdapat permukiman, penggalian batu pada lokasi ini terdapat lubuk dengan kedalaman ± 15 meter, substrat berbatu, air jernih berarus kencang. Kawasan Waduk Mrica yang terletak di wilayah Kecamatan Bawang (koordinat 07o 23’52,2” LS dan 109o 36’96,3” BT), merupakan kawasan PLTA dan perkebunan.
Kawasan Waduk Mrica yang terletak di wilayah Kecamatan Wanadadi (koordinat 07o 23’21,6” LS dan 109o 44’68,5” BT). Terdapat aktivitas penambangan pasir, pengalian batu dan pertanian. Stasiun ini terletak di atas Waduk Mrica (koordinat 07o23’24,2” LS
dan 109o41’61,8” BT), merupakan daerah pertanian, penambangan pasir, bersubstrat pasir dan kerikil dan airnya keruh.
Stasiun paling hulu yang terletak di wilayah Kecamatan Sigaluh (koordinat 07o 23’84,5” LS dan 109o 44’68,0” BT), di sekitar perairan terdapat pertanian, perkebunan dan penggalian batu.
Pengumpulan Data di Lapangan Pengambilan Ikan Contoh
Pengambilan sampel ikan dilakukan pada bulan Oktober 2012 hingga Januari 2013 di enam stasiun yang telah ditentukan dan dicatat posisi koordinatnya. Alat tangkap yang digunakan beragam agar diperoleh sampel ikan yang representatif meliputi jala lempar berukuran panjang 3 m masing-masing dengan mata jaring (1 dan 2 inci), jaring insang dengan tiga ukuran mata jaring
(¾, 1 ½ dan 2 inci) masing-masing berukuran panjang 20 m dan lebar 2 m, selain itu digunakan pula electrofishing dengan sumber daya accu 12 Volt 10 Amper. Penggunaan alat tangkap disesuaikan dengan kondisi perairan yang menjadi lokasi sampling. Pelaksanaan sampling dilakukan secara bergantian dimulai dari stasiun paling hilir ke arah hulu (St.1 dan berakhir di St.6). Sampel ikan yang tertangkap di setiap stasiun dikelompokkan berdasarkan ukuran untuk memudahkan proses pengawetan dan analisis di laboratorium. Spesimen ikan tersebut segera disuntik perutnya dengan larutan formalin 40%, selanjutnya dimasukkan ke dalam kantung plastik yang berisi larutan formalin dengan konsentrasi 10%. Setiap kantung plastik diberi label berisi keterangan mengenai nomor stasiun dan tanggal koleksi.
Pengukuran Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan
Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dilakukan pada setiap sampling selama penelitian. Alat dan metode pengukuran masing-masing parameter tersebut disajikan pada Tabel1.
Tabel 1 Alat dan metode pengukuran kualitas perairan
Parameter Unit Alat/Metode Keterangan
Fisika
Suhu 0C Termometer Insitu
Kedalaman M Tongkat berskala Insitu
Kecepatan arus Cm/det Lagrangian Insitu
Kekeruhan NTU SCT meter Laboratorium
Kimia
pH - pH meter Insitu
DO Mg/L DO meter Insitu
Nitrat Mg/L Spektrofotometer, Phenate Laboratorium Orthoposphat Mg/L Spektrofotometer, amonium
molybdate
Laboratorium
Biologi
Fitoplankton Sel/L Plankton net Insitu
Zooplankton Ind/L Plankton net Insitu
Pengumpulan Data di Laboratorium Pengukuran Panjang dan Berat
Sebelum diukur panjang total, ikan terlebih dahulu diletakkan di atas tisu agar menghasilkan berat yang tidak berbeda jauh dengan berat aslinya. Panjang total diukur mulai dari ujung mulut hingga ujung ekor menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm. Berat ikan ditimbang dengan timbangan sartorius dengan ketelitian 0.0001 gram..
Pembedahan Ikan
Setelah pengukuran panjang total dan berat total, ikan segera dibedah. Alat yang digunakan adalah satu set alat bedah, tubuh ikan dibedah dengan gunting mulai dari bagian anus hingga belakang operculum, kemudian diambil organ reproduksi, dan alat pencernaan. Saluran pencernaan diambil untuk keperluan
menganalisis kebiasaan makanan sedangkan organ reproduksi diambil untuk keperluan menentukan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan brek tersebut.
Pengamatan dan Pengukuran Organ Ikan
Organ ikan yang diambil ada dua organ yaitu alat pencernaan (lambung dan usus) dan organ reproduksi (gonad). Hal-hal yang dilakukan untuk pengamatan dan pengukuran organ tersebut sebagai berikut.
Alat Pencernaan Pengukuran panjang usus
Pengukuran panjang usus dimulai dari ujung lambung hingga anus menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm.
Pengukuran Berat Isi Lambung
Alat pencernaan yang masih berisi ditimbang menggunakan sartorius
dengan ketelitian 0.0001 gram. Kemudian isinya dikeluarkan, dipisahkan ke
cawan petri untuk selanjutnya alat pencernaan yang kosong ditimbang kembali. Kemudian dilakukan pengurangan antara lambung berisi dengan lambung kosong untuk mendapatkan berat isi lambung. Pengukuran isi alat labung dilakukan untuk mengetahui nilai ISC (Index of Somatic Content).
Analisis Isi lambung
Isi lambung yang sudah didapatkan kemudian di diencerkan dengan air supaya mudah mengidentifikasi jenis makanannya, sampel yang sudah diencerkan diambil dengan pipet tetes, tiap tetes sampel diamati 5 kali lapang pandang di bawah mikroskop dan dianalisa menggunakan mikroskop okuler pembesaran 4x10. Untuk pertama kalinya jenis makanan dikenali terlebih dahulu, dipisahkan kemudian dicatat apa aja jenisnya selanjutnya ditentukan skor sesuai dengan besar kecilnya jenis makanan tersebut. Untuk analisa isi lambung ini diambil 3 tetes untuk satu sampel ikan. Analisa isi lambung dilakukan untuk mengetahui komposisi makanan ikan brek. Identifikasi organisme makanan dengan menggunakan buku identifikasi (Needham dan Needham 1962).
Organ Reproduksi
Organ reproduksi diamati secara seksama secara makroskopis, kemudian ditentukan jenis kelaminnya baik itu jantan maupun betina. Penenentuan jenis kelamin untuk menentukan makanan berdasarkan jenis kelamin ikan tersebut.
Analisis Data Kebiasaan Makanan Panjang Usus Relatif
Rasio panjang usus dihitung dengan rumus sebagai berikut: Panjang usus relatif = x 100 Keterangan :
PU = panjang total ikan (mm) PT = panjang usus ikan (mm)
Lebar Bukaan Mulut
LBMr = x 100 Keterangan:
LBMr = Lebar bukaan mulut
LM = Lebar mulut
TK = Tinggi kepala
Indeks Kepenuhan Isi Lambung
Indeks kepenuhan isi lambung atau Index of Stomach Content (ISC) ditentukan untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan relatif sampel ikan. ISC ditentukan dengan menggunakan perhitungan menurut Sphatura dan Gophen (1982) dalam Sulistiono (1998) yaitu:
ISC = Keterangan:
ISC = Index of Stomach Content (%) SCW = Berat isi lambung (gram) BW = Berat total ikan (gram)
Komposisi Makanan
Analisis komposisi makanan dilakukan dengan menggunakan indeks bagian terbesar (Index of propenderence) oleh (Natarajan dan Jhingran 1961)
dalam (Effendie 1979) dengan rurmus sebagai berikut :
Keterangan:
Vi = persentasi volume satu macam makanan (%)
Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan (%)
Σ = frekuensi kejadian seluruh macam makanan (%) IPi = Index of Preponderence (%)
Analisisis Kimia Makanan Ikan Brek
Analisis kimia makanan ikan brek dilakukan berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG) I hingga IV, untuk masing-masing tingkat kematangan gonad diambil sampel 10 makanan ikan brek sebanyak 10 gram.
Kadar Protein Kasar (Association of Official Analytical Chemist 1984)
Sampel dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan tambahkan selenium 0,25 gram dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian lakukan destruksi (pemanasan dalam
keadaan mendidih) selama 1 jam, sampai larutan jernih. Setelah dingin tambahkan 50 ml aquades dan 20 ml NAOH 40% lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Elenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% kemudian tambahkan 2 tetes indicator Brom Cresol Green-Methyl Red hingga berwarna merah muda. Setelah volume tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCL 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap blanko. Dengan metode ini diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus:
% N = - X 100 Keterangan:
S = Volume titran sampel(ml) B = Volume titran blanko (ml) W = bobot sampel kering (mg)
Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan faktor pengkali untuk berbagai bahan pangan berkisar antara 5.18 – 6.38 pada penelitian digunakan nilai pengkali 5.68
Kadar Lemak
Sampel disebarkan di atas kapas yang beralas kertas saring kemudian ekstraksi 2 jam, dengan pelarut lemak berupa N- heksan sebanyak 150 ml. lemak yang terekstrak, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 1 jam.
Kadar Lemak
= x 100
Kadar Abu ( AOAC 2005)
Sebanyak 1 gram sampel ditempatkan dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap pada hotplate suhu 90 0C selama 20 menit, kemudian diabukan dalam tanur suhu 600 0C selama 2 jam. Lalu ditimbang.
Kadar Abu = x 100
Kadar Air ( AOAC 2005)
Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dalam cawan, kemudian masukkan ke dalam oven dengan suhu 150 0C selama 8 jam. Setelah itu ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar Air
=
- x 100Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode carbohidrat by difference yaitu: 100% - (Kadar air + abu + protein + lemak). Kadar protein N free
menunjukkan besarnya kandungan karbohidrat yang dapat dicerna dari suatu pangan.
Pertumbuhan
Sebaran Frekuensi Panjang
Kelompok ukuran ikan brek diidentifikasi atau dipisahkan menggunakan metode Battacharya (Sparre dan Venema 1999). Sebaran frekuensi panjang total dihitung dengan menggunakan rumus Sturges (Walpole 1992), yaitu sebagai berikut :
Menentukan nilai maksimum dan minimum dari keseluruhan data Menghitung jumlah kelas ukuran dengan rumus :
K = 1 + (3.32 log n); K = Jumlah kelas ukuran; n = jumlah data pengamatan.
Menghitung rentang data/wilayah ;
Wilayah = Data terbesar – data terkecil Menghitung lebar kelas :
Lebar kelas =
Menentukan limit bawah kelas yang pertama dan limit atas kelasnya. Limit atas kelas diperoleh dengan menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas. Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas
Menentuakan nilai tengah bagi masing-masing selang dengan merata-ratakan limit kelas
Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas
Menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan.
Hubungan Panjang Total dan Berat Ikan
Hubungan antara panjang (L) dan berat (W) ikan brek jantan dan betina secara umum adalah (Pauly 1984):
W = aLb
Nilai a dan b diduga dari bentuk linear persamaan di atas yaitu: log W = log a + b log L
1. Jika nilai b= 3 maka pertumbuhan berat adalah isometrik 2. Jika nilai b ≠ 3 maka pertumbuhan berat adalah allometrik.
a. jika b > 3 maka pertumbuhan berat adalah allometrik positif b. jika b < 3 maka pertumbuhan berat adalah allometrik negatif.
Untuk menguji hipotesis nol bahwa β=β0 dapat dihitung t. Jika nilai t > tα/2, n-2
maka hipotesis nol ditolak dan jika t < tα/2, n-2) hipotesis nol gagal ditolak (Steel dan Torrie 1989).
Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefesien korelasi (r) yang diperoleh dari rumus : dimana R2 adalah koefesien determinasi. Nilai yang mendekati 1 (r > 0.7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan nilai yang menjauhi 1 (r > 0.7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole 1992).
Faktor Kondisi
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan Panderal Index
Kn =
Keterangan:
K = Faktor kondisi W = Berat tubuh (gram) L = Panjang total (mm) a dan b = konstanta regresi
Pendugaan Parameter Pertumbuhan
Plot Ford-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam
menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bertalanffy
dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy.
Lt = L
∞(1-e
[-K(t-to)])
Keterangan :
Lt = Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu)
L∞ = Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) K = Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu)
t0 = Umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol
Penurunan plot Ford-Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dengan t0sama dengan nol, maka persamaannya menjadi sebagai berikut :
L t = L∞(1-e[-K(t-to)]) (1)
Lt = L∞ - L∞ e [-Kt]
L∞ - Lt = L∞ e [-Kt] (2)
Setelah Lt+1c disubtitusikan ke dalam persamaan (1) maka diperoleh perbedaan persamaan baru tersebut dengan persamaan (1) seperti berikut :
Lt t+1 – Lt = L∞ (1-e[-K(t+1)]) - L∞ e [-Kt] ) = -L∞ e[-K(t+1)]+ L∞ e [-Kt]
= L∞ e [-Kt]
(1-e[-K]) (3)
Persamaan (2) disubtitusikan ke dalam persamaan (3) sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Lt+1 – Lt = L∞ e [-Kt] (1-e[-K] )
= L∞ (1-e[-K])– L1 + Lt e[-K]
= L∞ (1-e[-K]) + Lt e[-K] (4)
Persamaan (4) berbentuk persamaan linier dan jika Lt (sumbu x) diplotkan terhadap Lt+1 (sumbu y) maka garis lurus yang terbentuk akan memiliki kemiringan (slope) (b) = e[-K]. Lt dan Lt+1 merupakan panjang pada saat t, dan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984). Nilai L∞ dan K didapatkan dari hasil perhitungan dengan metode ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Analisis) yang terdapat dalam program FISAT II.
Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1983 diacu dalam Amir 2006) berikut.
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Penentuan mortalitas total dengan menggunakan teknik Kuosien Z/K dan modisikasinya dikembangkan oleh Beverton dan Holt (1957). Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa sampel ikan diperoleh dari populasi yang stabil dengan penambahan baru dan laju mortalitas yang konstan serta mengikuti model pertumbuhan von Bertalanffy. Nilai Z/K dapat diduga jika nilai-nilai L∞, Lc dan
L diketahui dengan persamaan :
=
atau jika L’ diketahui dapat digunakan rumus :
=
Keterangan:
Z = mortalitas total
K = koefesien pertumbuhan von Bertalanffy
L∞ = panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy L = rata-rata panjang ikan dalam kelompok umur tertentu
Lc = panjang ikan pertama tertangkap alat
L’ =panjang ikan terkecil dalam sampel dengan jumlah sudah dapat diperhitungkan
Laju mortalitas alami (M) diduga menggunakan rumus empiris Pauly (1980) diacu
dalam Sparre dan Venema (1999) :
Ln M = -0.0152-0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T
M = e(lnM) Keterangan :
M = mortalitas alami
L∞ = panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhhan von Bertalanffy
T = rata-rata suhu permukaan air (oC) bulanan Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan :
F = Z – M
Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z) (Pauly 1984) :
E = =
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) dalam Pauly (1984) adalah :
Kelimpahan Plankton
Pengamatan fitoplankton dimulai dari botol sampel dihomogenkan secara merata, diambil dan diletakkan di Sedwick Rafter Cellkemudian ditutup dengan
cover glass Kelimpahan plankton per liter yang ditemukan ditentukan dengan metode sensus (penyapuan) di atas Sedwick Rafter Cell dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (APHA 2005).
Kelimpahan = n x d cg t V X V V 1 Keterangan:
n : jumlah sel yang teramati
Vt : volume air yang diamati
Vcg :volume Sedwick Rafter Cell (ml)