• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

2.1.3 Metode Pengajaran

2.1.3 Metode Pengajaran

Guru di sekolah inklusi perlu memahami metode pengajaran yang sesuai bagi siswanya. Metode pengajaran digunakan guru untuk mempersiapkan metode apa dan bagaimana agar siswa tertarik mengikuti pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Menurut Siregar (2010), metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Djamarah bahwa metode pengajaran adalah salah satu alat untuk mencapai suatu tujuan (dalam Zain, 2010). Pendapat ini sama halnya dengan pendapat yang diungkapkan oleh Bahri bahwa metode pengajaran sebagai cara yang digunakan guru sehingga dalam menjalankan fungsinya, metode merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (dalam Siregar, 2010). Raharjo menambahkan bahwa tujuan pembelajaran akan tercapai secara maksimal apabila seorang guru menggunakan metode pengajaran dengan tepat (dalam Siregar, 2010). Metode pengajaran yang digunakan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode pengajaran dirancang dengan tujuan melibatkan siswa aktif selama proses pembelajaran berlangsung.

Guru menggunakan empat metode pengajaran di kelas yang meliputi pengajaran langsung, pengajaran tidak langsung, pengajaran latihan mandiri, dan pengajaran scaffolding. Secara umum, di sekolah inklusi lebih menekankan penggunaan metode pengajaran scaffolding untuk membantu siswa

21

berkebutuhan khusus dalam menerima dan menyerap materi ajar (Friend, 2015).

a. Pengajaran Langsung

Rosenshine & Steven (dalam Friend, 2015) mengungkapkan salah satu macam metode pengajaran yaitu metode pengajaran langsung. Menurutnya, pengajaran langsung terdiri dari enam elemen kunci, yaitu:

1. Mengulas dan memeriksa kembali hasil pekerjaan kemarin: dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa.

2. Menampilkan muatan atau keterampilan baru: pada tahap ini guru meyampaikan materi, menyajikan informasi, mendemonstrasikan konsep pembelajaran dengan menggunakan ilustrasi dan contoh konkret untuk menyoroti poin-poin penting.

3. Menyediakan latihan dengan bimbingan: bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.

4. Memberikan umpan balik dan koreksi: guru mereview terhadap hal-hal yang dilakukan siswa serta memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.

5. Menyediakan latihan mandiri: dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang sudah dipelajari.

22

6. Sering-sering mengulas kembali: guru memberikan ulasan mengenai materi yang sebelumnya sudah dipelajari, baik ulasan mengenai tugas pekerjaan rumah maupun ulangan.

Beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran langsung cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran seperti berikut ini:

1. Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci.

2. Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki struktur yang jelas dan pasti.

3. Ketika guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam kegiatan yang berpusat pada siswa, seperti memecahkan masalah (problem solving).

4. Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa pada suatu topik. 5. Ketika guru harus menunjukkan teknik atau prosedur tertentu sebelum

siswa melakukan suatu kegiatan praktik.

6. Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa.

Metode pengajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru untuk dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaiki pembelajaran yang diberikan bagi siswa.

23

b. Pengajaran Tidak Langsung

Metode pengajaran tidak langsung merupakan hasil pemikiran Carl Roger dan tokoh lain yang mengembangkan konseling indirect. Roger (dalam Sholeh, 2014) mengaplikasikan strategi konseling tersebut dalam pembelajaran. Pembelajaran tidak langsung lebih banyak berpusat pada siswa, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Dalam kegiatan pembelajaran, guru membantu siswa menggali ide-ide atau gagasan tentang kehidupannya, lingkungan sekolah, dan hubungannya dengan orang-orang lain. Metode pengajaran tidak langsung ini sangat cocok ketika berada dalam keadaan seperti berikut:

1. Pembelajaran yang menitikberatkan pada hasil, akibat dan efek pembelajaran terhadap siswa, baik menyangkut pemikiran, tingkah laku, nilai dan karakter.

2. Siswa membutuhkan penyelidikan atau penemuan sesuatu untuk kebaikan dari pembelajaran yang akan datang.

3. Ada lebih dari satu jawaban yang tepat. 4. Ingatan yang lebih tajam dari konsep.

5. Pengembangan ego dan motivasi intrinsik dapat diharapkan. 6. Keputusan harus dibuat atau masalah-masalah harus dipecahkan.

Agar siswa mendapatkan hasil yang maksimal selama proses pembelajaran tidak langsung, maka penting bagi seorang guru untuk terlebih dahulu mengajarkan keterampilan dan proses penting yang dibutuhkan siswa untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan.

24

c. Scaffolding

Metode pengajaran yang selanjutnya ialah scaffolding. Archer (dalam Friend, 2015) berpendapat bahwa scaffolding adalah pendekatan yang telah lama digunakan dan berhasil membantu siswa dalam mengembangkan bermacam-macam kemampuan, mulai dari kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut pendapat Rosenshine & Meister, scaffolding merupakan “bentuk dukungan yang disediakan guru atau siswa lain untuk membantu siswa menjembatani jarak antara kemampuan mereka yang sekarang dengan target yang dituju” (dalam Friend, 2015). Sebelum menggunakan scaffolding, guru mula-mula mencari tahu apakah siswa-siswinya memiliki pengetahuan dasar yang diperlukan untuk mempelajari keterampilan yang akan diajarkan, dengan cara sebagai berikut:

a. Memberikan strategi kognitif yang baru: guru memperkenalkan strategi yang konkret. Pertama-tama guru memperkenalkan strategi pemecahan masalah dengan mendefinisikan masalah, mengajukan hipotesis untuk menjelaskan masalah, mengumpulkan data untuk mengevaluasi hipotesis, mengevaluasi bukti, dan membuatkesimpulan.

b. Mengatur tingkat kesulitan selama latihan terbimbing: siswa mulai melatih strategi baru dengan materi pelajaran yang sudah disederhanakan sehingga mudah untuk mempelajarinya.

c. Menyediakan konteks yang beraneka ragam untuk latihan siswa: proses pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas, melainkan di luar

25

kelas atau dibuat kelompok kooperatif sehingga masing-masing siswa dapat membantu teman lain yang belum paham.

d. Menyediakan umpan balik: guru membuat daftar ceklist evaluasi berdasarkan pada pemecahan masalah. Siswa mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendiri untuk mengevaluasi kemampuan diri siswa.

e. Meningkatkan tanggung jawab siswa: siswa diberikan tugas mandiri, namun dengan meminimalisir bantuan dari guru atau teman lain.

f. Menyediakan latihan mandiri: guru memberikan tugas individu kepada siswa untuk membantu mereka dalam menerapkan hal yang telah mereka pahami tehadap situasi baru.

Menurut Archer & Hughes, scaffolding sangat membantu bagi siswa berkebutuhan khusus yang cenderung mengalami permasalahan dalam memperhatikan, mengingat, dan mengatur informasi secara berarti (dalam Friend, 2015). Adinegara (dalam Mardiyan, 2013) mengemukakan scaffolding sebagai pemberian bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian siswa tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar, segera setelah ia dapat melakukannya sendiri. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, dan menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pembelajaran sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri dan mengembangkan potensinya. Scaffolding sebagai suatu teknik bantuan belajar yang dilakukan pada saat siswa merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tugas-tugas belajarnya. Pembelajaran scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan berikut:

26

1. Melaksanakan asesmen kemampuan awal dan taraf perkembangan setiap siswa untuk menentukan Zone of Proximal Developmental (ZPD), yakni wilayah perkembangan siswa yang masih berpotensi dan berpeluang untuk ditingkatkan serta dioptimalkan melalui bantuan guru, teman, atau lingkungan pembelajaran tertentu, termasuk di dalamnya pemanfaatan teknologi.

2. Menjabarkan tugas-tugas dan aktivitas belajar secara rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona yang perlu di-scaffold.

3. Menyajikan struktur atau tugas belajar secara jelas dan bertahap sesuai taraf perkembangan siswa, yang dapat dilakukan melalui: penjelasan, dorongan (motivasi), dan pemberian contoh (modelling).

4. Mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar secara mandiri.

Dari beberapa pendapat tokoh tersebut, disimpulkan bahwa scaffolding adalah dukungan/bimbingan belajar yang diberikan guru kepada siswa agar dapat belajar secara mandiri. Pemberian dukungan belajar ini tidak dilakukan secara terus menerus tetapi seiring dengan terjadinya peningkatan kemampuan siswa berkebutuhan khusus, secara berangsur-angsur guru harus mengurangi dan melepaskan siswa untuk belajar secara mandiri. Jika siswa belum mampu mencapai kemandirian dalam belajarnya, maka guru kembali ke sistem dukungan awal untuk membantu siswa memperoleh kemajuan sampai mereka benar-benar mampu mencapai kemandirian.

27

d. Pengajaran Latihan Mandiri

Metode pengajaran berikutnya adalah metode pengajaran latihan mandiri. Metode pengajaran latihan mandiri adalah cara digunakan guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga siswa tidak bergantung pada guru ataupun siswa lain untuk dapat belajar. Tujuan utama dari latihan adalah membantu siswa untuk memperhalus atau memperkuat keterampilan mereka pada sejumlah bidang (Friend, 2015). Berikut tujuh garis pedoman untuk menerapkan kegiatan latihan secara efektif di kelas:

1. Siswa sebaiknya hanya melatih keterampilan atau bahasan yang telah dipelajari sebelumnya, tugas yang terlalu sulit dapat berujung pada tingginya perilaku siswa untuk mengabaikan tugas.

2. Latihan akan lebih efektif ketika siswa mempunyai hasrat untuk mempelajari apa yang mereka latih.

3. Latihan harus bersifat individual, dalam hal ini latihan diatur sedemikian rupa agar setiap siswa mampu bekerja secara mandiri.

4. Latihan harus spesifik dan tersistem, hal ini khususnya penting bagi siswa berkebutuhan khusus yang memerlukan lebih banyak latihan agar dapat menguasai keterampilan akademis.

5. Siswa harus lebih banyak berlatih untuk sejumlah kecil keterampilan dibandingkan sedikit berlatih untuk banyak keterampilan.

6. Latihan harus diatur sedemikian rupa agar siswa mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi.

28

7. Latihan harus diatur agar siswa maupun guru sama-sama segera memperoleh umpan balik.

Latihan mandiri berupaya untuk mengembangkan kebebasan pada siswa dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan yang tidak dikendalikan guru maupun siswa lain. Terlebih dahulu siswa akan memahami isi pelajaran yang dibaca atau dilihatnya melalui media cetak dan non cetak. Siswa yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti membaca sendiri, belajar secara individu, dan latihan-latihan individu.

Berdasarkan keempat metode pengajaran tersebut, diperoleh beberapa indikator yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan item pernyataan. Keempat metode pengajaran tersebut dijadikan acuan sebagai aspek dalam penyusunan instrumen penelitian ini. Aspek pertama yaitu pengajaran langsung, indikatornya (1) memberikan latihan dengan bimbingan, (2) penyampaian materi, dan (3) memberikan umpan balik. Aspek kedua yaitu pengajaran tidak langsung, indikatornya (1) guru sebagai fasilitator, dan (2) berpusat pada siswa. Metode pengajaran scaffolding, indikatornya (1) mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran, (2) memanfaatkan model pembelajaran yang beragam, dan (3) melatih tanggung jawab. Aspek keempat, pengajaran latihan mandiri, indikatornya (1) memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri, (2) melatih siswa untuk berlatih sejumlah kecil keterampilan, dan (3) memberi latihan agar siswa dapat memperkembangkan kemampuan.

Dokumen terkait