Marsha Weil, dan Emily Calhoun
Empat rumpun model pengajaran karya Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun tentunya memiliki ciri tersendiri sehingga mempermudah pengajar-pengajar untuk menentukan serta memilih metode yang sesuai dan tepat dengan materi yang akan disampaikan. Dalam katekisasi di jemaat Syalom Sakteo, metode yang digunakan oleh pengajar masih didominasi metode dikte dan ceramah yang tergolong dalam rumpun model pemrosesan informasi. Model ini menawarkan cara-cara bagi pengajar untuk memilih metode yang kreatif yang pada dasarnya menitikberatkan pada cara memperkuat dorongan-dorongan internal untuk memahami dunia dengan menggali dan mengordinasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya.
Metode-metode yang tergolong dalam rumpun model pemrosesan informasi ini memiliki fungsi yang berbeda-beda dengan tujuan yang sama yaitu untuk merangsang katekumen berpikir logis. Ada metode yang berfungsi untuk memberikan siswa sejumlah konsep, ada juga sebagian yang menitikberatkan pada pembentukan konsep dan pengetesan hipotesis, dan sebagian lainnya memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif. Jadi setiap metode tidak semua memiliki fungsi yang sama walaupun terdapat dalam satu rumpun model pengajaran sehingga karena masih banyak segi yang kurang dalam setiap metode maka penggunaannya harus didukung metode lain.
Penerapan kedua metode ini secara berkelanjutan bisa saja berdampak buruk bagi katekumen karena katekumen menjadi pasif dan bosan di mana mereka lebih banyak mencatat, menghafal, membaca dan mendengarkan daripada aktif berbicara dan bertanya untuk memberikan kontribusi pendapat atau ide dalam proses pembelajaran. Sedangkan dampak positif bagi katekumen ialah katekumen memiliki bank informasi dalam diri mereka sendiri.
22
Selain kegiatan belajar mengajar dalam kelas, adapun kegiatan-kegiatan di luar kelas yang dilakukan seperti kerja bakti, kegiatan kepanitiaan hari raya gerejawi dan juga di akhir-akhir pertemuan katekumen wajib melakukan studi lapangan selama satu minggu yang dilanjutkan dengan praktek liturgos dan khotbah dalam ibadah rumah tangga, serta melaksanakan penggembalaan oleh KMJ selama tiga hari berturut-turut. Kegiatan-kegiatan ini adalah bagian dari kurikulum yang membutuhkan perhatian dari pengajar karena kurikulum bukan sekedar apa yang akan diajarkan kepada naradidik melainkan juga mampu menyediakan pengalaman yang bebas.41 Jadi kegiatan-kegiatan di luar jam belajar katekisasi bisa dikatakan sebagai bagian dari pengalaman bebas yang disajikan bagi katekumen untuk mengekspresikan pengetahuan mereka.
Sebagai pengalaman bebas, kegiatan-kegiatan ini juga tergolong dalam rumpun-rumpun model pembelajaran. Misalnya kerja bakti dan kegiatan kepanitiaan di gereja merupakan bagian dari rumpun model pengajaran sosial untuk melatih katekumen membangun pengetahuan dan tanggung jawab sosial melalui partisipasi dalam interaksi dengan orang lain. Model pembelajaran ini disukai katekumen karena katekumen terlibat aktif dalam tanggungjawab sosial, sehingga mempengaruhi cara berpikir mereka supaya lebih baik. Sayangnya kegiatan-kegiatan seperti ini hanya diadakan pada hari-hari besar gerejawi seperti natal, paskah dan bulan keluarga sehingga dalam setahun hanya 2 atau 3 kali mereka berpartisipasi.
Selanjutnya kegiatan studi dan praktek lapangan merupakan bagian dari rumpun model pengajaran personal. Model inilah yang paling kurang disukai katekumen karena di akhir-akhir pertemuan katekisasi, mereka dituntut untuk bisa mengamati serta mempraktekan sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya sehingga membuat mereka menjadi takut. Sebenarnya model ini sangat bagus bagi katekumen jika dikenalkan secara bertahap sejak awal pertemuan yakni dengan cara pengajar mengatur jadwal dan jam belajar
41
Kelly, A. V, The Curriculum Theory and Practice, (London: SAGE Publications, 2004), 3.
23
mengajar agar dalam proses itu pengajar tidak berbicara sendiri tetapi juga melibatkan katekumen untuk mempresentasikan materi. Presentasi bisa dimulai dengan presentasi secara berkelompok hingga yang berlanjut pada presentasi individu, sedangkan materi yang dipresentasikan oleh katekumen ditentukan pengajar. Cara seperti ini menurut penulis dapat menolong katekumen untuk membangkitkan keberanian mereka dalam berbicara sehingga katekumen tidak mudah takut jika berhadapan dengan studi atau praktek lapangan.
Kegiatan yang terakhir ialah kegiatan penggembalaan oleh KMJ selama tiga hari berturut-turut. Kegiatan ini tergolong dalam rumpun model yang terakhir yaitu sistem perilaku. Bersama KMJ, katekumen diberikan penguatan berupa sumbang saran untuk membantu memodifikasi tingkah laku katekumen.
4. Penutup
4.1Kesimpulan
Setelah melalui proses penelitian dan analisa berdasarkan teori model pengajaran Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, penulis menyimpulkan bahwa rumpun model pengajaran yang dikembangkan oleh Bruce Joice dan teman-temannya sebenarnya sudah diadopsi oleh katekisasi di jemaat Syalom Sakteo. Namun belum sepenuhnya terealisasikan dengan baik karena masih banyaknya faktor yang belum terpenuhi seperti fasilitas, pengalaman yang kurang dan belum adanya pelatihan bagi pengajar.
4.2Saran
Pada akhirnya setelah proses penelitian dan analisa selesai, penulis memberikan saran kepada Sinode GMIT dan juga terkususnya Klasis Mollo Barat, Majelis Jemaat Syalom Sakteo dan pengajar katekisasi serta yang terakhir kepada Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana. Semoga saran yang diberikan dapat dipertimbangkan demi perkembangan kurikulum terkhususnya metode pengajaran untuk katekumen di gereja-gereja pedesaan.
24
4.2.1 Saran Kepada Majelis Sinode GMIT
Kepada Majelis Sinode GMIT, sebaiknya kurikulum PAK yang dibuat harus terus dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan katekumen. Sedangkan untuk Klasis Mollo Barat, sebaiknya mengadakan pelatihan-pelatihan bagi guru-guru katekisasi agar membantu pengajar mengembangkan ide mereka.
4.2.2 Saran Kepada Majelis Jemaat Gereja Syalom Sakteo dan Pengajar Katekisasi Jemaat Syalom Sakteo
Kepada Majelis Jemaat Gereja Syalom Sakteo, agar lebih memperhatikan fasilitas yang dibutuhkan oleh pengajar dalam mendukung proses belajar mengajar katekisasi. Selanjutnya kepada Pengajar Katekisasi, penulis mengusulkan dua saran. Pertama, dalam menentukan metode harus dilakukan pemetaan terhadap kebutuhan katekumen agar materi dan tujuan dari pembelajaran pun dapat tersampaikan dengan baik sesuai dengan kebutuhan mereka. Kedua, metode yang digunakan harap lebih dikembangkan lagi dan ruang kelas pun juga perlu diatur sedemikian rupa agar nyaman bagi katekumen.
4.2.3 Saran Kepada Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana
Fakultas Teologi UKSW, diharapakn dapat bekerja sama dengan majelis sinode GMIT dengan baik untuk mengembangkan model-model pengajaran yang telah dicetus oleh Bruce Joice, Marsha Weil, dan Emily Calhoun.
25 Daftar Pustaka
Abineno, J.L.CH. Sekitar Katekese Gerejawi: Pedoman Guru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Asmani, Jamal.7 Tips Aplikasi PAKEM. Yogyakarta: DIVA Press, 2011.
Boehlke, Robert. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato sampai Ig Loyola. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005. Boehlke, Robert. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen: Dari Yohanes sampai Perkembangan PAK di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Budiyana, Hardi. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen. Solo: Berita Hidup Seminary, 2011.
Den End, Dr. Th. Van. Harta Dalam Bejana. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986. Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1989.
Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES Indonesia, 2008.
Groome, Thomas H. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
Homrighausen dan Enklaar. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985.
Ismail, Andar. Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003. Jonge, De. Pembimbing Ke Dalam Sejarah Gereja. Jakarta : BPK Gunung Mulia,
1986.
Joyce, Bruce, Marsha dan Emily. Model-Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009.
Kelly, A. V. The Curriculum Theory and Practice. London: SAGE Publications, 2004.
Nuhamara, Daniel. Pembimbing Pendidikan Agama Kristen. Jabar: Ikapi, 2007. Nuhamara, Daniel. Pendidikan Agama Kristen Remaja. Bandung: Jurnal Info
Media, 2010.
Pantan, Frans. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG): Diktat Pembinaan Warga Gereja, (Maret 2013): 20, diakses pada 08 Mei 2017.
26
Suharso dan Ana. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya, 2005.
Sumiyatiningsih, Dien. Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik.Yogyakarta: ANDI, 2006.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penlitian. Jakarta: CV. Rajawali, 1983.
Untung, Andreas dan Sukardi. Manajemen Gereja: Dasar Teologis & Implementasi Praktisnya. Bandung: Bina Media Informasi, 2010.
Wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat GMIT Syalom Sakteo Wawancara dengan pengajar katekisasi di Jemaat GMIT Syalom Sakteo Wawancara dengan katekumen di Jemaat GMIT Syalom Sakteo