• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan penggunaan lahan terbaik di kawasan pantai Kota Makassar berdasarkan manfaat dan biaya yang akan timbul serta kesesuaian lahan ini menggunakan metode survei pengumpulan data dengan cara pengamatan di lapang, wawancara, kuisioner, dan studi literatur. Data yang dikumpulkan meliputi data biofisik, sosial-ekonomi, keindahan, dan kenyamanan. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penentu kebijakan. Penyebaran kuisioner dilakukan kepada responden terkait dengan aspek sosial- ekonomi, keindahan, dan kenyamanan.

Proses penelitian terdiri atas evaluasi dan penyusunan rekomendasi dengan beberapa tahapan.

3.2.1. Inventarisasi

Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data kondisi kawasan pantai pada saat ini. Data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut (Tabel 2). a. Aspek biofisik, meliputi data lokasi, iklim, geologi, jenis tanah, topografi,

oseanografi, vegetasi, satwa, biota perairan, dan tata guna lahan.

b. Aspek sosial-ekonomi, meliputi jumlah, sebaran dan kepadatan penduduk, pendapatan masyarakat, kesejahteraan dan kesehatan masyarakat, pengelolaan masing-masing obyek rekreasi, serta aktivitas dan keinginan pengguna.

c. Aspek keindahan, meliputi kealamiahan, tata guna lahan, pemandangan, dan persepsi keindahan masyarakat.

d. Aspek kenyamanan, meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan penutupan lahan.

Gambar 4. Peta lokasi penelitian di kawasan pantai Kota Makassar (Sumber: peta administrasi Kota Makassar skala 1:40.000; Google Earth)

3.2.2. Analisis

Analisis dilakukan untuk mengetahui potensi sumber daya baik fisik maupun non fisik dan permasalahan yang sedang dan akan timbul akibat perubahan dan pengembangan pantai.

Tabel 2. Jenis data, unit, tahun, sumber, kegunaan, dan pendekatan penelitian di kawasan pantai Kota Makassar

No. Jenis Data Unit Tahun Sumber Kegunaan Pendekatan

A. Biofisik

1. Lokasi (letak dan luas) dan kondisi geografis

m2 2008 Survei, DKKP Posisi dengan tempat lain 2. Iklim

- Curah hujan mm/thn 1996-2007 BMG Stasiun Maritim Paotere

Modifikasi penggunaan lahan, kenyamanan

Kesesuaian lahan

- Suhu udara oC 1996-2007 BMG Stasiun

Maritim Paotere

Modifikasi penggunaan lahan, kenyamanan

Kesesuaian lahan

- Kelembaban udara % 1996-2007 BMG Stasiun Maritim Paotere

Modifikasi penggunaan lahan, kenyamanan

Kesesuaian lahan

- Kecepatan angin km/jam 1996-2007 BMG Stasiun Maritim Paotere

Modifikasi penggunaan lahan

Kesesuaian lahan

3. Geologi - 2006 Bappeda Modifikasi

penggunaan lahan

Kesesuaian lahan

4. Jenis tanah - 2006 Bappeda Modifikasi

penggunaan lahan

Kesesuaian lahan 5. Topografi

- Kemiringan lereng % 2007 DKKP Modifikasi

penggunaan lahan

Kesesuaian lahan - Ketinggian m dpl 2007-2008 Survei, DKKP Modifikasi

penggunaan lahan Kesesuaian lahan 6. Hidrologi dan kualitas air - 2006 DKKP, DPLHK Modifikasi penggunaan lahan Kesesuaian lahan 7. Oseanografi (kedalaman pantai, arus laut, pasang surut, sedimentasi) - 2006 Survei, BMG, Bappeda, DKP Modifikasi penggunaan lahan Kesesuaian lahan

8. Vegetasi, satwa dan biota perairan - 2003, 2006, 2008 Survei, Bapedalda, DKKP Modifikasi penggunaan lahan Kesesuaian lahan 9. Aksesibilitas dan sirkulasi

- 2007 Survei, Bappeda Pemetaan Kesesuaian lahan

10. Tata guna lahan - 1991,

2006, 2008 Survei, wawancara (Bappeda, DTRB, PT. Dann Gelarrancana) Pemetaan SIG B. Sosial-Ekonomi

1. Jumlah, sebaran, dan kepadatan penduduk

jiwa 2007 BPS Pengelolaan Analisis manfaat

biaya 2. Kesejahteraan

masyarakat

- 2008 Wawancara Pengelolaan Analisis manfaat

Tabel 2. Lanjutan

No. Jenis Data Unit Tahun Sumber Kegunaan Pendekatan

3. Kegiatan Pengelolaan - 2008 Wawancara (UPTD PABPL, PT. GMTD, masyarakat)

Pengelolaan Analisis manfaat

biaya

4. Aktivitas dan keinginan pengguna

- 2008 Wawancara dan

kuisioner

Pengelolaan Analisis manfaat

biaya

C. Keindahan

1. Kealamiahan - 2008 Survei Keindahan SBE

2. Tata guna lahan - 2008 Survei, Bappeda Keindahan SBE

3. Pemandangan - 2008 Survei Keindahan SBE

4. Persepsi keindahan masyarakat

- 2008 Kuisioner Keindahan SBE

D. Kenyamanan

1. Suhu udara oC 2008 Survei Kenyamanan Analisis

kenyamanan

2. Kelembaban udara % 2008 Survei Kenyamanan Analisis

kenyamanan

3.2.2.1. Analisis Manfaat Biaya

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui keuntungan atau manfaat (benefit) dari adanya pengembangan kawasan pantai dan dampak atau biaya (cost) yang mungkin ditimbulkan apabila tidak ada tindakan pengelolaan. Metode yang digunakan adalah metode perbandingan eksponensial (MPE), yaitu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu (Ma’arif & Tanjung, 2003). Metode ini digunakan untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dari beberapa kriteria (Marimin, 2004).

Analisis manfaat biaya dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi pengelolaan terkait aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya (Weaver, 2001). Alternatif manfaat (benefit) yang akan ditentukan sebagai keputusan adalah (1) peningkatan kualitas lingkungan, (2) perubahan visual/estetika, (3) pendapatan masyarakat (4) peluang usaha, (5) aktivitas rekreasi, (6) keamanan dan kesejahteraan masyarakat, dan (7) atraksi budaya. Alternatif biaya adalah (1) pencemaran lingkungan, (2) perubahan morfologi pantai, (3) kemacetan lalu lintas, (4) pemeliharaan infrastruktur, (5) perubahan mata pencaharian, dan (6) perubahan nilai sosial-budaya. Kriteria-kriteria yang ditetapkan adalah pengembangan kawasan sebagai (1) kawasan rekreasi, (2) kawasan jasa dan perdagangan/bisnis, (3) kawasan permukiman, (4) kawasan

konservasi, (5) kawasan pertanian/tambak, (6) kawasan olahraga, dan (7) kawasan budaya. Pemilihan beberapa alternatif tersebut berdasarkan survei lapang, wawancara dengan tenaga ahli, dan studi literatur, sedangkan kriteria mengacu pada kondisi lapang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan pengembangan kawasan, antara lain Perda No. 16 tahun 2004 tentang penataan kawasan pulau, pantai, pesisir, dan pelabuhan, Perda No. 6 tahun 2006 tentang RTRW Makassar, dan Peraturan Walikota No. 120 tahun 2006 tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan laut.

Pendapat ahli (expert) sebagai responden sebanyak 12 orang berasal dari lembaga pemerintah, akademisi, dan swasta yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan (DPLHK), Dinas Tata Ruang dan Bangunan (DTRB), Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan (DKKP), Universitas Hasanuddin, dan PT. Dann Bintang Gelarrancana. Penentuan derajat kepentingan atau bobot dari setiap kriteria yang ditetapkan merupakan hasil judgement dari ahli (expert) dengan menggunakan metode pembobotan (derajat kepentingan) yaitu metode “eckenrode” dengan formula sebagai berikut (Ma’arif & Tanjung, 2003).

untuk e= 1,2, ..., k ...(1)

dengan λej = nilai tujuan ke λ oleh ahli ke j

n = jumlah ahli

Selanjutnya berdasarkan kuisioner (Lampiran 1) dilakukan penilaian alternatif pada setiap kriteria dengan memberi nilai berdasarkan kriterianya. Penilaian alternatif menggunakan selang nilai 1–5 dengan nilai 1 sangat rendah kontribusinya terhadap alternatif manfaat (benefit) dan biaya (cost) yang dinilai, sedangkan nilai 5 sangat tinggi kontribusinya terhadap alternatif manfaat (benefit) dan biaya (cost). Perhitungan nilai total dari setiap pilihan keputusan diformulasikan sebagai berikut (Ma’arif & Tanjung, 2003; Marimin, 2004).

∑ ∑

= = = = k 1 e n 1 j ej ej n 1 j ej e e λ λ W

...(2) dengan TNi = total nilai alternatif ke-i

Rkij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i, yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal (1,2,3,4,5)

TKKj= derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j, yang dinyatakan dengan bobot

n = jumlah pilihan keputusan m = jumlah kriteria keputusan.

Hasil analisis kemudian dibandingkan manfaat dan biaya/kerugiannya sehingga keputusan yang diambil kemudian sudah mencakup manfaat dan resiko biaya (Mukhtasor et al., 2006). Perlu ditekankan bahwa perbandingan antara manfaat dan biaya didasarkan bukan pada nilai nominal, tetapi dalam konteks perbandingan prioritas pembobotan yang dilakukan oleh responden ahli.

3.2.2.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan terhadap aspek biofisik untuk memperoleh penggunaan lahan yang terbaik, antara lain penggunaan lahan untuk permukiman, rekreasi, konservasi, dan produksi. Penentuan kesesuaian lahan dilakukan dengan pendekatan analisis spasial Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan software ArcView versi 3.3. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan berdasarkan prosedur yang dikemukakan oleh FAO (1976) yang meliputi enam kegiatan, yaitu (1) konsultasi pendahuluan, (2) penentuan tipe penggunaan lahan, syarat-syarat, dan pembatas, (3) penentuan satuan peta lahan dan kualitas lahan, (4) pembandingan persyaratan penggunaan lahan dengan kualitas lahan, (5) klasifikasi kesesuaian lahan, dan (6) penyajian hasil.

Satuan peta lahan dalam metode SIG ditentukan berdasarkan polygon yang dihasilkan dari metode tumpang susun (overlay) terhadap masing-masing peta tematik untuk setiap tipe kesesuaian lahan. Pembandingan dilakukan terhadap persyaratan dari tipe penggunaan lahan dengan kualitas lahannya untuk mendapatkan kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatasnya. Klasifikasi untuk masing-masing tipe penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 3, 4, 5, dan 6.

= = m 1 j TKK ij i j ) (Rk ) (TN TotalNilai

Tabel 3. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk kawasan wisata pantai

Kualitas Lahan untuk Kelas Kesesuaian Lahan

No. Karakteristik Lahan

S1 S2 S3 N

1. Buffer garis pantai < 300 m 300-500 m 500-700 m >700 m

2. Lebar pantai >15 m 10-15 m <10 m tidak ada

pantai

3. Substrat pantai pasir pasir

berlumpur

lumpur tidak ada

pantai 4. Kecepatan arus 0-0,17 m/dtk 0,17-0,34 m/dtk 0,34-0,51 m/dtk >0,51 m/dtk

5. Kecerahan perairan >10 m 5-10 m <5 m tidak ada

6. Biota berbahaya tidak ada bulu babi bulu babi,

ikan pari bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 7. Ketersediaan air tawar 1 km 1-2 km 2 km tidak tersedia

8. Rawan bencana rendah sedang tinggi

Diadaptasi dari Sjafi’i (2000)

Tabel 4. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi mangrove

Kualitas Lahan untuk Kelas Kesesuaian Lahan

No. Karakteristik Lahan

S1 S2 S3 N

1. Kemiringan lahan 0-2 % 3-5% >6 %

2. Jarak dari pantai < 200 m 200-300 m 300-400 m >400 m

3. Jarak dari sungai <100 m 100-200 m 200-300 m >300 m

4. Jenis tanah Aluvial

pantai

Aluvial hidromof

kelabu

Gleihumus, Regosol

5. Drainase tergenang periodik tidak tergenang

Diadaptasi dari FAO (1976)

Tabel 5. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman

Kualitas Lahan untuk Kelas Kesesuaian Lahan

No. Karakteristik Lahan

S1 S2 S3 N 1. Ketersediaan air tawar <1 km 1-2 km >2 km tidak tersedia 2. Kemiringan lahan <10% 10-15% 15-20% >20%

3. Drainase baik sedang jelek tergenang

4. Banjir tidak ada sedang sekali-sekali

(occasional)

regular

5. Batu tersingkap

(rock)

tidak ada sedang sangat berbatu

6. Jarak dari pantai >200 m 100-200 m 50-100 m <50 m

7. Jarak dari sungai >500 m 300-500 m 100-300 m <100 m

Tabel 6. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk kawasan tambak

Kualitas Lahan untuk Kelas Kesesuaian Lahan

No. Klasifikasi Lahan

S1 S2 S3 N

1. Kemiringan lahan 0-2 % 2-3 % 3-8 % >9 %

2. Jarak dari pantai 200-2000 m 2000-4000 m <200 m >4000 m

3. Jarak dari sungai 0-1000 m 1000-2000 m 2000-3000 m >3000 m

4. Jenis tanah Aluvial

pantai

Aluvial hidromof

kelabu

Gleihumus, Regosol

5. Drainase tergenang periodik tidak tergenang

6. Geologi sedimen lepas sedimen padu

Diadaptasi dari Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001)

3.2.2.3. Analisis Keindahan

Analisis keindahan lanskap (landscape beautification) dilakukan untuk menentukan kualitas lanskap pantai Kota Makassar. Metode yang digunakan adalah metode scenic beauty estimation (SBE) yang dikemukakan oleh Daniel dan Boster (1976). Metode ini termasuk dalam kategori penilaian berdasarkan preferensi yang menggunakan kuisioner (Lampiran 2) untuk mengetahui preferensi responden terhadap lanskap. Analisis dengan metode SBE dilakulan dengan 3 (tiga) tahapan, yaitu (1) pemotoan lanskap, (2) evaluasi, dan (3) analisis kualitas keindahan (estetika).

Pemotoan lanskap dilakukan berdasarkan karakteristik lanskap di kawasan pantai. Berdasarkan peta penutupan lahan, penentuan vantage point dilakukan pada lokasi yang dianggap memiliki karakteristik lanskap tertentu, yaitu ruang terbuka publik, kawasan jasa/perdagangan, kawasan bersejarah, permukiman, lanskap jalan raya, rawa/mangrove, dan tepi sungai. Pemotoan dilakukan di lapang pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan dengan waktu pemotretan yang memperhatikan saat pasang surut air laut dan terbenamnya matahari. Berdasarkan seleksi foto terhadap kualitas gambar, kesesuaian dengan tujuan pemotoan, dan keterwakilan elemen-elemen lanskap, dipilih 40 foto yang mewakili karakteristik lanskap yang telah ditentukan.

Tahap evaluasi merupakan tahap presentasi slide foto yaitu penilaian responden terhadap lanskap yang dipresentasikan dalam slide foto. Presentasi slide dilakukan dengan durasi 8 detik setiap slide untuk dinilai oleh responden dengan skala penilaian 1-10. Angka 1 menunjukkan sangat tidak disukai, sedangkan angka 10 menunjukkan lanskap yang sangat disukai. Jumlah responden

pada penelitian ini adalah 40 responden dari civitas akademika Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Jumlah responden atau ukuran contoh sekitar 25-30 sudah cukup menghasilkan bentuk sebaran penarikan contoh yang mendekati normal (Daniel & Boster, 1976; Agresti & Finlay, 1997).

Nilai SBE diperoleh dengan melakukan analisis kualitas keindahan. Nilai setiap foto dikelompokkan berdasarkan skala penilaian dari 1-10. Selanjutnya tiap nilai dihitung frequency (f), cumulative frequency (cf), cumulative probability

(cp), nilai z dan nilai z rata-rata. Foto dengan nilai z rata-rata paling mendekati nol ditetapkan sebagai lanskap standar. Nilai SBE diformulasikan sebagai berikut.

SBEx = [ZLx – ZLs] × 100 ...(3) dengan SBEx = nilai SBE lanskap ke-x (x=1,2,3, ..., n)

ZLx = Nilai rata-rata z lanskap ke-x ZLs = Nilai rata-rata z lanskap standar

Hasil perhitungan nilai SBE untuk setiap lanskap yang diperoleh dikelompokkan ke dalam tiga kategori kualitas keindahan yaitu kualitas tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan dilakukan dengan menggunakan metode kuartil. Menurut Walpole (1990), kuartil adalah nilai-nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 4 (empat) bagian yang sama besar, yaitu masing-masing 25%. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan gugus adalah nilai SBE semua lanskap yang diurutkan dari yang terendah sampai tertinggi. Kualitas tinggi adalah 25% dari gugus nilai SBE tertinggi, sedangkan kualitas rendah adalah 25% gugus nilai SBE terendah. Kualitas sedang adalah 50% gugus yang mempunyai nilai di antara kedua kualitas tersebut sebelumnya (Gunawan, 2005).

3.2.2.4. Analisis Kenyamanan

Proses perencanaan dan pengelolaan lanskap tidak hanya dapat dilihat dari aspek visual keindahan, tetapi juga mencakup iklim mikro, yaitu suhu, curah hujan, kelembaban atmosfer, dan keberadaan badan air (Kaswanto, 2007; Schiller, 2001). Perhitungan kenyamanan lanskap (landscape amenity) di kawasan pantai Kota Makassar didekati dengan dua faktor, yakni suhu dan kelembaban udara yang dibedakan menjadi tiga tingkatan dan pembobotan (Tabel 7). Nilai indeks tingkat kenyamanan (ITN) dihitung berdasarkan formula pada Tabel 8 dan

dikelompokan ke dalam tiga kelas interval kesesuaian yakni tinggi, sedang, dan rendah.

Untuk mendapatkan kriteria tingkat kenyamanan di kawasan pantai Kota Makassar, dilakukan pengukuran suhu udara dan kelembaban udara menggunakan termometer dan higrometer. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00, 09.00, 12.00, 15.00, dan 18.00 WITA saat cuaca cerah. Survei terhadap 30 responden dilakukan untuk mengetahui apakah suhu pada waktu tersebut nyaman atau tidak. Selain itu, pengukuran suhu udara pada grid juga dilakukan untuk mengetahui pola sebaran suhu udara yang dilakukan pada pukul 11.00-14.00 WITA saat cuaca cerah.

Tabel 7. Kriteria tingkat kenyamanan yang dianalisis*

No. Faktor Kenyamanan Tingkatan Pembobotan

1. Suhu udara (SU) Suhu udara 26 – 29 oC

Suhu udara 29 – 32 oC

Suhu udara 32 – 35 oC

3 2 1

2. Kelembaban udara (KU) Kelembaban udara 64 – 71 %

Kelembaban udara 57 – 64 % Kelembaban udara 50 – 57 %

3 2 1

* Cerah dan siang hari

Tabel 8. Indeks tingkat kenyamanan pada kawasan pantai Kota Makassar Indeks Tingkat Kenyamanan (ITN):

ITN= (1TNSU+ 1TNKU )/2 dengan

TNSU = kenyamanan berdasarkan suhu udara rata-rata harian TNKU = kenyamanan berdasarkan kelembaban udara rata-rata harian

3.2.3. Sintesis

Tahap ini merupakan tahap untuk mendapatkan alternatif-alternatif pengembangan kawasan pantai yang sesuai dengan karakter lanskap. Alternatif pengembangan kawasan adalah sebagai kawasan rekreasi, kawasan permukiman, kawasan konservasi, dan kawasan produksi (tambak). Alternatif tersebut dipilih berdasarkan penggunaan lahan terbaik yang diperoleh dari analisis manfaat biaya, evaluasi kesesuaian lahan, analisis keindahan, dan analisis kenyamanan.

3.2.4. Penyusunan Rekomendasi

Tahap selanjutnya adalah penyusunan rekomendasi pengembangan dan pengelolaan pantai. Rekomendasi yang dihasilkan berupa konsep pengembangan dan pengelolaan kawasan yang sesuai untuk mewujudkan Kota Makassar sebagai

waterfront city. Pertimbangan dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan adalah manfaat biaya yang akan diperoleh, keindahan/estetika, dan kenyamanan. Konsep pengembangan dan pengelolaan dijabarkan dalam konsep dan zonasi ruang, daya dukung kawasan, serta strategi dan program pengelolaan.

Perhitungan daya dukung kawasan dilakukan untuk mengetahui kemampuan kawasan untuk menerima sejumlah pengunjung dengan intensitas penggunaan maksimum terhadap sumber daya alam yang berlangsung terus-menerus tanpa merusak lingkungan. Daya dukung tersebut dihitung berdasarkan standar yang dikemukakan oleh WTO (1981) dengan faktor pembatas berupa panjang pantai berpasir, luas lahan untuk akomodasi, dan ketersediaan air bersih (Tabel 9). Selain itu, untuk mengetahui kapasitas daya dukung kawasan untuk setiap aktivitas dihitung berdasarkan formula Boullon (Libosada, 1998) sebagai berikut.

Tabel 9. Faktor pembatas dan standar kebutuhan ruang fasilitas pariwisata di kawasan pesisir

No. Faktor Pembatas Standar Kebutuhan Ruang

1. Kapasitas pantai - kelas rendah - kelas menengah - kelas mewah - kelas istimewa

10 m2/orang, 2,0-5,0 orang/20-50 m pantai 15 m2/orang, 1,5-3,5 orang/20-50 m pantai 20 m2/orang, 1,0-3,0 orang/20-50 m pantai 30 m2/orang, 0,7-1,5 orang/20-50 m pantai 2. Air bersih - Penginapan kawasan pesisir 200-300 liter/hari

- Penginapan kawasan pantai tropik 500-1.000 liter/hari

3. Akomodasi (hotel) - ekonomi

- menengah - istimewa

Ruang yang disyaratkan 10 m2/tempat tidur Ruang yang disyaratkan 19 m2/tempat tidur Ruang yang disyaratkan 30 m2/tempat tidur atau 60-100 tempat tidur/ha

R N K= S A DD= ...(4) T = DD × K ...(5) ...(6)

dengan DD = daya dukung per satuan luas area

A = luas area yang digunakan wisatawan (m2)

S = standar rata-rata individu untuk suatu aktivitas (m2/individu) T = total pengunjung yang diperkenankan dalam satu hari

(individu/hari)

K = koefisien rotasi per hari

N = jam kunjungan per hari area yang diijinkan R = rata-rata waktu kunjungan