• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.2 Metode Pengolahan Data

Adapun tahapan yang dilakukan dalam mengelola data sekunder sampel air tanah ini. Pengolahan data dilakukan menggunakan metode Ordinary Kriging, dan sebagai berikut ini adalah tahapan-tahapannya:

1. Buat statistik deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang nilai pemusatan berupa rata-rata, variansi, nilai maksimal dan nilai minimal pada data fluorida air tanah, serta gambaran kadar air pada setiap wilayah

24 2. Pengujian asumsi kestasioneran orde dua dengan memplotkan data berdasarkan koordinatnya. Plotting dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu dengan memplotkan data fluorida air tanah terhadap absis (X) lokasi sampel, lalu memplotkan data fluorida air tanah terhadap ordinat (Y) lokasi sampel, kemudian memplotkan data fluorida air tanah dengan koordinat lokasi sampel dalam bentuk tiga dimensi. Kemudian menghitung dan menganalis uji Cox-Stuart untuk bukti yang lebih valid sebagai uji kecenderungannya. Jika tidak terdapat kecenderungan (stasioner) maka asumsi metode Ordinary Kriging terpenuhi. Adapun langkah pengujian Cox-Stuart [14, 19] sebagai berikut:

a. Buat data bentuk berpasang-pasangan yaitu (𝑋1, 𝑋1+𝑐), … , (𝑋𝑛, 𝑋𝑛+𝑐)dengan nilai 𝑐 =𝑛

2 untuk n suatu bilangan genap dan 𝑐 =(𝑛+1)

2 untuk n suatu bilangan ganjil. Untuk n bilangan ganjil, harus ada data yang disingkirkan yaitu data tengah atau data ke-c.

b. Setiap pasangan data (𝑋1, 𝑋1+𝑐) untuk 𝑋𝑖 lebih besar dari pada 𝑋𝑖+𝑐 diberi tanda positif (+) dan untuk 𝑋𝑖 lebih kecil dari pada 𝑋𝑖+𝑐 diberi tanda negative (-). Jika 𝑋𝑖 sama dengan 𝑋𝑖+𝑐, maka pasangan data tersebut disingkirkan.

c. Hitung tanda positif (+) dan negatif (-), lalu ambil jumlah tanda yang terkecil.

d. Hitung 𝑃(𝑋 ≀ 𝑇) dengan 𝑛 = 𝑐 dan 𝑝 = 0,5 berdasarkan distribusi peluang binomial.

dengan hipotesis sebagai berikut:

π»π‘œ: Tidak ada kecenderungan (Trend) dalam data 𝐻1 : Ada kecenderungan dalam data

dan penarikan kesimpulan sebagai berikut: Jika (𝑋 ≀ 𝑇) <𝛼

2 , maka 𝐻0 ditolak dan jika 𝑃(𝑋 ≀ 𝑇) >𝛼

2 , maka 𝐻0 diterima.

25

Gambar 3.1 Contoh Boxplot Berpencilan

3. Analisa Keberadaan Pencilan

Secara visual pengujian keberadaan pencilan atau outlier pada data dapat menggunakan uji boxplot. Jika suatu data jauh dari data lainnya maka data tersebut dikatakan data pencilan. Contoh plot data berpencilan akan ditampilkan pada Gambar 3.1 berikut ini:

Untuk menguji keberadaan pencilan juga dapat menggunakan uji Z score [10]. Adapun rumus Z score sebagai berikut:

𝑍𝑖 = π‘‹π‘–βˆ’πœ‡ 𝜎 > πœƒ,

dengan πœ‡ merupakan nilai rata-rata (mean), 𝜎merupakan nilai standar deviasi, πœƒmerupakan nilai Z tabel untuk tingkat signifikansi tertentu.

Jika 𝑍𝑖 > πœƒ, maka X dideteksi sebagai pencilan. Untuk tingkah signifikansi 5% maka nilai πœƒ β‰ˆ 2.

4. Lakukan perhitungan semivariogram eksperimental yaitu 𝛾(β„Ž) = 1

2𝑁(β„Ž)βˆ‘π‘(β„Ž)(𝑍(𝑠𝑖) βˆ’ 𝑍(𝑠𝑖+ β„Ž))2

𝑖=1 . Dari semivariogram tersebut didapatkan nilai range, sill, dan nugget effect yang nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai semivariogram teoritisnya.

5. Bentuk model semivariogram yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencoba beberapa model semivariogram teoritisnya, yaitu model Spherical, Exponential, dan Gaussian

26 6. Uji validasi silang dan pemilihan model terbaik.

Validasi silang dilakukan untuk menguji apakah model semivariogram sudah cocok dengan data. Jika model semivariogram tersebut menggambarkan korelasi yang kuat antara 𝑍̂(𝑠0) dan 𝑍(𝑠0), maka nilai taksiran 𝑍̂(𝑠0) akan mendekati nilai sebenarnya 𝑍(𝑠0). Selisih kedua nilai tersebut dikenal juga dengan residual.

Prinsip dasar dalam validasi silang adalah melakukan penaksiran nilai variabel teregional 𝑍̂(𝑠𝑖) berdasarkan nilai variabel teregional 𝑍(𝑠1), … , 𝑍(π‘ π‘–βˆ’1), dimana 𝑖 = 2, … , 𝑛, dan 𝑛 adalah jumlah sampel. Berdasarkan prinsip dasar uji validasi silang, penaksiran 𝑍̂(𝑠2) dilakukan berdasarkan nilai variabel teregional 𝑍(𝑠1) yang sudah diketahui. Setelah itu, dibandingkan nilai 𝑍(𝑠2) dengan nilai taksiran 𝑍̂(𝑠2). Selisih antara kedua nilai tersebut disebut residual. Residual diasumsikan berdistribusi normal. Demikian selanjutnya hingga diketahui taksiran variabel teregional 𝑍̂(𝑠𝑛).

Validasi silang dilakukan dengan statistik uji 𝑄1. Statistic uji 𝑄1 digunakan untuk menentukan model variogram yang valid. Berikut rumus 𝑄1 yang menyatakan rata-rata dari residual terbaku 𝑄1 = 1

π‘›βˆ’1βˆ‘π‘›π‘˜=2πœ€π‘˜ dimana πœ€π‘˜ =π‘’π‘˜

𝜎 . Dengan 𝑛 adalah jumlah sampel. Pemilihan model terbaik dapat terpenuhi dengan melihat |𝑄1| yang terkecil.

Berikut langkah-langkah validasi silang terhadap model semivariogram:

a. Misalkan 𝑍(𝑠𝑖) adalah nilai dari variabel teregional 𝑍 di lokasi 𝑠𝑖, dan 𝑠𝑖 merupakan lokasi yang berupa koordinat (𝑋𝑖, π‘Œπ‘–) dimana 𝑖 = 1,2, … , 𝑛. Hitung nilai taksiran 𝑍̂(𝑠2) dengan menggunakan Ordinary Kriging menggunakan nilai 𝑍(𝑠1). Sehingga 𝑍̂(𝑠2) dapat dinyatakan sebagai berikut

𝑍̂(𝑠2) = πœ†1𝑍(𝑠1) Berdasarkan sistem persamaan Ordinary Kriging

[𝛾(𝑠1βˆ’ 𝑠1) 1 1 𝛾(𝑠1βˆ’ 𝑠1)] [ πœ†1 πœ‡] = [ 𝛾(𝑠1βˆ’ 𝑠1) 1 ]

27 b. Bandingkan hasil taksiran 𝑍̂(𝑠2) dengan nilai sebenarnya 𝑍(𝑠2). Kemudian hitung

selisih antar dua nilai tersebut atau biasa disebut residual. 𝑒2 = 𝑍(𝑠2) βˆ’ 𝑍̂(𝑠2)

c. Lakukan standarisasi terhadap residual yang telah diperoleh pada langkah sebelumnya. Residual ini disebut residual terbaku.

πœ€2 = 𝑒2 𝜎2

d. Ulangi langkah-langkah di atas untuk 𝑍̂(π‘ π‘˜) lainnya sampai diperoleh nilai taksiran 𝑍̂(𝑠𝑛) dengan menggunakan nilai 𝑍(𝑠1), … , 𝑍(π‘ π‘›βˆ’1). Dimana π‘˜ = 2, … , 𝑛. Secara umum residual dapat ditulis sebagai berikut:

π‘’π‘˜= 𝑍(π‘ π‘˜) βˆ’ 𝑍̂(π‘ π‘˜) ; π‘˜ = 2, … , 𝑛 Dan residual terbaku dapat ditulis sebagai berikut:

πœ€π‘˜= π‘’π‘˜

πœŽπ‘˜ ; π‘˜ = 2, … , 𝑛 e. Hitung rata-rata keseluruhan residual terbaku (𝑄1), yaitu:

𝑄1 = 1

𝑛 βˆ’ 1βˆ‘ πœ€π‘˜ 𝑛

π‘˜=2

7. Lakukan uji hipotesis

𝐻0 : Model semivariogram valid 𝐻1 : Model semivariogram tidak valid Dengan keputusan, jika |𝑄1| β‰₯ 2

βˆšπ‘›βˆ’1 pada tingkat kepercayaan 95% maka 𝐻0 ditolak dan sebaliknya.Pemilihan model terbaik dapat terpenuhi dengan memilih nilai 𝑄1 yang terkecil.

8. Estimasi menggunakan Median Polish Kriging

Dari model yang terpilih, hitung rata-rata dari median polish dan residual median polish seperti yang dijelaskan pada Bab II. Langkah-langkah menghitung median polish sebagai berikut [15] :

28 1. Buatlah grid pada wilayah persebaran titik sampel. Kemudian hitung median pada grid yang berisi beberapa titik sampel 𝑍(π‘ π‘˜π‘™), π‘˜ = 1, … , 𝑝 , 𝑙 = 1, … , π‘ž tersebut untuk mewakili satu titik tersampel 𝑍(𝑠𝑖). Median untuk jumlah data ganjil yaitu 𝑀𝑒 = π‘₯(𝑛+1

2 ) dan median untuk jumlah data genap yaitu 𝑀𝑒 = 1

2(π‘₯(𝑛

2)+ π‘₯(𝑛 2+1)).

2. Buatlah matriks dengan dimensi (𝑝 + 1) Γ— (π‘ž + 1) dimana isi dari matriks 𝑝 Γ— π‘ž merupakan data sampel π‘ π‘˜π‘™, baris dan kolom selanjutnya diisi nol mengikuti asumsi nilai awal,

π‘ π‘˜,𝑙(0) = {π‘ π‘˜,𝑙, π‘˜ = 1, … , 𝑝 ; 𝑙 = 1, … , π‘ž 0, lainnya 3. Lakukan iterasi, Untuk 𝑖 = 1, 3, 5, … π‘ π‘˜π‘™(𝑖)= π‘ π‘˜π‘™(π‘–βˆ’1)βˆ’ π‘šπ‘’π‘‘{π‘ π‘˜π‘™(π‘–βˆ’1); 𝑙 = 1, … , π‘ž} π‘—π‘–π‘˜π‘Ž π‘˜ = 1, … , 𝑝 + 1; 𝑙 = 1, … , π‘ž π‘ π‘˜,π‘ž+1(𝑖) = π‘ π‘˜,π‘ž+1(π‘–βˆ’1) + π‘šπ‘’π‘‘{π‘ π‘˜π‘™(π‘–βˆ’1); 𝑙 = 1, … , π‘ž} π‘—π‘–π‘˜π‘Ž π‘˜ = 1, … , 𝑝 + 1 dan untuk 𝑖 = 2, 4, 6, … π‘ π‘˜π‘™(𝑖)= π‘ π‘˜π‘™(π‘–βˆ’1)βˆ’ π‘šπ‘’π‘‘{π‘ π‘˜π‘™(π‘–βˆ’1); π‘˜ = 1, … , 𝑝} π‘—π‘–π‘˜π‘Ž π‘˜ = 1, … , 𝑝; 𝑙 = 1, … , π‘ž + 1 𝑠𝑝+1,𝑙(𝑖) = 𝑠𝑝+1,𝑙(π‘–βˆ’1)+ π‘šπ‘’π‘‘{π‘ π‘˜π‘™(π‘–βˆ’1); π‘˜ = 1, … , 𝑝} π‘—π‘–π‘˜π‘Ž 𝑙 = 1, … , π‘ž + 1 dimana π‘šπ‘’π‘‘{βˆ™} merupakan median dari nilai pengamatan.

Iterasi ke-1, mengurangkan median baris dari tiap-tiap baris dan tambahkan median baris pada kolom π‘ž + 1. Kemudian kurangi median kolom dari tiap-tiap kolom, tambahkan median kolom pada 𝑝 + 1 baris dan hitung median baris. Iterasi ke-2, mengurangkan median baris dari tiap-tiap baris dan tambahkan median baris pada kolom π‘ž + 1 Kemudian kurangi median kolom dari tiap-tiap

29 kolom, tambahkan median kolom pada 𝑝 + 1 baris dan hitung median baris. Proses iterasi dilakukan terus-menerus sampai nilai median kolom dan median baris mendekati konvergen.

4. Proses iterasi dihentikan dengan matriks identitas pada matriks yang diperoleh sebelumnya.

Kemudian jumlahkan rata-rata dan residual dari median polish tersebut. Setelah itu interpolasi menggunakan data yang terbaru. Pengolahan data spasial ini menggunakan metode Median Polish Kriging yang dilakukan dengan bantuan beberapa program statistik seperti Microsoft Office Excel 2013, Software R 3.4.1, dan yang lainnya.

Dokumen terkait