• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pengujian TBA

Efektivitas suatu antioksidan baik sintetik maupun alami dapat diukur dengan menentukan stabilitas oksidatif lipid. Penentuan stabilitas oksidatif lipid dapat dibagi menjadi dua yaitu pembahan primer dan perubahan sekunder.

Pembahan primer pada umumnya diukur dengan memonitor (1) hilangnya asam- asam lemak tidak jenuh, (2) oxygen uptake, (3) biIangan peroksida, (4) bilangan diena terkonjugasi. Perubahan sekunder mengukur secara kuantitatif pembentukan (1) senyawa karbonil, (2) malonaldehid serta hidrokarbon (Shahidi dan Wanasundara, 1997).

Hidroperoksida asam linoleat (LOOH) merupakan salah satu produk primer oksidasi asam linoleat yang mampu mengoksidasi Fez+ menjadi ~ e ~ + . Reaksi oksidasi yang dikemukakan oleh Fenton di dalam Mathew (2000) adalah sebagai berikut:

Pada metode FTC ini, reaksi antara ~ e ~ + hasil oksidasi FeClz oleh hidroperoksida dengan SCN menghasilkan senyawa kompleks benvarna merah Fe[Fe(SCN)6] dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 500 nm.

2 ~ e ' +

+

6 S C N ----) Fe[Fe(SCN)6]

Absorbansi dari kompleks berwama merah tersebut berbanding lums dengan konsentrasi hidroperoksida asam linoleat yang terbentuk. Oleh karena itu dilakukan pengukuran absorbansi setiap 24 jam hingga tercapai absorbansi maksimum.

Beberapa faktor yang mempengaruhi autooksidasi asam linoleat adalah panas, pH, cahaya, oksigen, ion logam katalitk dan radikal lipid itu sendiri (Buck, 1991). Pada sistem ini, asam linoleat ditempatkan pada botol gelap bertutup kemudian diinkubasi selama 6 hari pada suhu 40°C. Inkubasi sampel dikondisikan sedemikian mpa sehingga hanya panas, oksigen, pH dan radikal lipid yang mempengaruhi oksidasi asam linoleat.

Pada tahap awal oksidasi asam linoleat (fase lag) akan terbentuk hidroperoksida. Selanjutnya diikuti tahap propagasi dimana kadar hidroperoksida terus meningkat dan mencapai nilai maksimum pada hari ke-5. Kemudian disusul dengan tahap terminasi dimana hidroperoksida akan mengalami dekomposisi membentuk malonaldehid.

Menurut Chen (1998) nilai absorbansi pada hari ke-0 hams dibawah 0.3, karena jika absorbansinya lebih dari 0.3 menunjukkan asam linoleat telah msak (teroksidasi). Waktu selama absorbansi masih di bawah 0.3 dinyatakan sebagai periode induksi dari autooksidasi lipida Periode induksi juga menunjukkan lamanya tahap inisiasi berlangsung.

Peroksidasi lipid akan menghasilkan produk akhir berupa senyawa malonaldehid (MDA), yaitu senyawa aldehida berkarbon tiga yang reaktif dengan berat molekul yang rendah yang mempakan hasil aktivitas peroksidase pada asam

lemak tak jenuh rantai panjang. Peroksidasi lipid mudah tejadi pada asam lemak berantai panjang dengan lebii dari satu ikatan rangkap seperti linoleat, linolenat, dan arakidonat (Murray et al. 2003).

Gambar 8 Struktur kompleks MDA-TBA (Anonim, 2008b)

Senyawa MDA yang dihasilkan dari peroksidasi lipid tersebut dapat diukur dengan metode TBA (Thiobarbituric Acid), karena MDA dapat bereaksi dengan TBA membentuk produk berwarna yang dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm. Pada penelitian ini, MDA akan bereaksi dengan TBA menghasilkan kompleks MDA-TBA yang dapat dilihat pada Gambar 8 dengan menghasilkan warna merah muda (pink) dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 532 nm (Behbahani et al. 2007)

Sayuran Itzdrgetww

Sayuran indigenous adalah spesies sayuran asli Indonesia yang berasal dari daerah tertentu, termasuk spesies pendatang dari daerah atau wilayah lain yang telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia. Sayuran lokal di Indonesia ini memiliki potensi yang cukup baik dalam kontribusi terhadap kandungan flavonoidnya.

Jenis sayuran indigenous yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat daerah Jawa Barat. Sayuran tersebut antara lain adalah kenikir, beluntas, mangkokan.

bunga kecombrang, kemangi, katuk, kedondong cina, antanan, pohpohan, daun ginseng dan krokot. Bagian dari sayuran ini yang digunakan dalam penelitian adalah bagian yang biasa dikonsurnsi yaitu dapat berupa batang, daun, bunga ataupun seluruh bagian dari sayuran tersebut.

Batari (2007) teiah melakukan penelitian terhadap kandungan senyawa flavonoid yang terdapat dalam sayuran indigenous (beluntas, kenikir, mangkokan, kemangi, pohpohan, katuk, antanan, ginseng, kedondong cina, bunga kecombrang dan krokot). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sayuran indigenous yang diuji mengandung senyawa flavonoid. Komponen flavonoid yang diperoleh berupa senyawa flavonol dan flavon. Perbedaan yang paling utama antara flavonol dan flavon yaitu pada flavonol terdapat gugus hidroksil pada C3. Kedua senyawa ini banyak terdapat pada daun dan bagian luar dari tanaman, dan hanya sedikit sekali ditemukan pada bagian tanaman yang berada di bawah permukaan tanah (Hertog et al. 1992). Robinson (1995) menambahkan bahwa flavonol dan flavon merupakan dua dari jenis flavonoid yang paling banyak ditemukan pada sayur- sayuran.

Flavonol terdiri dari quercetin, yang umumnya merupakan komponen terbanyak dalam tanaman, miricetin dan kaempferol. Sedangkan flavon terdiri atas apigenin dan luteolin. Kandungan flavonoid yang terdapat dalam sayuran indigenous sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai total fenol dan kandungan flavonol dan flavon pada sayuran

Sumber : Batari (2007)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Batari (2007) menunjukkan bahwa tidak semua sayuran yang diuji mengandung kelima komponen flavonoid sebagaimana disebutkan di atas, namun diperoleh hasil bahwa semua sampel

mengandung senyawa quercetin. Senyawa quercetin merupakan golongan flavonol yang paling banyak terdapat dalam tanaman dan mempakan senyawa paling aktif dibanding senyawa f~avonol laimya (Fuhrman dan Aviram, 2002).

Polifenol yang banyak terdapat dalam tanaman adalah senyawa hidroksil aromatik, yang biasa ditemukan dalam sayuran, buah-buahan dan sumber makanan lain. Senyawa tersebut merupakan komponen penting dalam diet makanan. Polifenol memiliki struktur kimia yang sangat baik dalam aktivitas scavenging radikal dan menunjukkan aktivitas antioksidasi yang lebih efektif secara in vitro dibandingkan dengan asam askorbat dan a-tokoferol. Aktivitas antioksidasi dari polifenol ini ditandai dengan aktivitas yang relatif tinggi sebagai donor hidrogen atau elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan (fungsi pemutusan rantai) juga kemampuan untuk mengkelat transisi iogam (Apak et al.

2007)

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.

Golongan flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospennae. Flavonoid mempunyai sifat yang khas yaitu bau yang sangat tajam, sebagian besar merupakan pigmen benvarna kuning, dapat larut dalam air dan pelarut organik, mudah temrai pada temperatur tinggi. Flavonoid merupakan persenyawaan glukosida yang terdiri dari gula yang terikat dengan flavon.Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deret senyawa C6-C3-C6 artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubtitusi) disambungkan oleh rantai alifatik ketiga karbon. Flavonoid mempunyai struktur bervariasi yang menunjukkan perbedaan tipe, misalnya flavonol, flavon, isoflavon dan flavonone sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9.

Aktivitas ~ t ~ k t u r dari flavonoid sangat bergantung pada jumlah dan lokasi gugus fenolik 4 H yang berperan dalam menetralkan radikal bebas. Terdapat tiga struktur yang memungkinkan aktivitas scavenging radikal dari flavonoid yaitu

adanya 3,4dihidroksil misalnya o-diidroksil ( s l d c t u ~ katekol) pada cincin B, berperan sebagai donor elektron dan menjadi target radikal. Strukhu 3 0 H dari cinch C j u g menguntungkan untuk aktivitas antioksidan flavonoid. Konjugasi ikatan rangkap pada C2C3 dengan gugus 4ket0, berpemn untuk d e l o k a l i i elektmn dari cincin B, meningkatkan kapdltas s w e r g h g mdikal. Selain itu adanya gugus 3-OH dan 5 0 H dalam k d i i dengan h g s i 4 k a h n i l dan ikatan rangkap CZC3 menaikkan aktivitas swengingradikal. (Amic et d 2002).

Flavonol Isoflavon

Flavon Flavonone

Gambar 9. Struktur beberapa senyawa flavonoid (Apak et al. 2207) Aktivitas flavonoid sebagai antioksidan terutama ditentukan oleh posisi dan tingkat hidroksilasinya. Gugus o-dihidroksi dalam cincin B berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan. Struktur p-quinol pada cincin B mernberikan aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan struktur o-quinol. Sernentara konfigurasi meta tidak memiliki efek terhadap aktivitas antioksidan. Semua flavonoid dengan konfigurasi 3', 4'-dihidroksilasi memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Amic et 01.

2002). Struktur flavonoid dengan aktivitas yang tinggi ditunjukkan pada Gambar 10.

Sedangkan bentuk substitusi flavonoid yang terdapat pada sayuran indigenous yang diketahui mernpunyai aktivitas antiradikal sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1 1.

..

Galnbar 10. Struktur flavonoid dengan aktivitas antiradikal yang tinggi Gambar yang diligkari merniliki aktivitas antiradikal bebas (Amic et al. 2002)

Quercetin

Tabel 2 Bentuk substitusi dari flavonoid yang melnpunyai aktivitas antiradikal

Kaempferol

Gambar 11. Bentuk substitusi senpawa flavonoid yang terdapat pada sayuran indigenozrs (Amic et al., 2003)

Senyawa

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia SEAFAST, Laboratorium Kimia Pusat Studi BIOFARMAKA, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia Universitas Sahid Jakarta. Penelitian berlangsung mulai bulan Agustus sampai dengan Maret 2008.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan untuk membuat ekstrak sayuran, bahan untuk membuat lamtan standar dan bahan-bahan untuk analisa. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak sayuran indigenous adalah d a m kemangi (Ocimum americanum L), daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr), daun mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr), daun kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.), daun beluntas (Pluchea indica (L)Less), daun pohpohan (Pilea melastonzides (Poir.) BI), daun antanan (Centella asiatica (L) Urb), daun ginseng (Talinum friangulare (Jacq.) Willd.), bunga kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm), daun dan batang krokot (Portulaca oleracea L) dan daun kedondong cina (Polyscias pinnata) yang diperoleh dari pasar lokal yang berada di daerah Bogor, metanol. Bahan-bahan dalam pembuatan larutan standar adalah standar asam galat d a l trolox (6-hydroxy-2,5,7,8- tetramethylchrornan-2-carboxylic acid). Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk analisa meliputi metanol, etanol, reagent Folii-ciocalteau, Na2C03, DPPH (1.1-diphenil -2-picyhidrazil), buffer asetat, reagent ABTS (2.2'-Azino-bis (3-ethyl-benzhiazoline-6-sulfonic acid), asam linoleat, buffer phosphate pH 7, FeC12, K3Fe(CN),j, ammonium tiosianat, trichloroacetic acid, thiobarbituric acid.

Alat-ala? yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk ekstraksi, alat untuk membuat larutan standar dan alat untuk analisa. Alat untuk membuat ekstrak sayuran terdiri dari freeze dryer, freezer, neraca analitik, blender kering, labu takar, erlenmeyer, gelas ukur, kertas saring Whatman 41, shaker, water bath, vaccumfilter, rotavapor, pipet Mohr, pipet tetes dan pisau. AIat-alat untuk msmbuat larutan standar adalah labu takar, gelas ukur, erlenmeyer, tabung reaksi, pipet tetes, dan spatula. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk analisis terdiri dari spectrofotometer, dan tabung reaksi.

Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap dengan rincian sebagai berikut:

Tahap Persiapan Sampel

Tahapan ini dimulai dengan mengidentifikasi/determinasi sayuran indigenous. Pengidentifikasian sayuran ini dilakukan di Herbarium Bogoriense, bidang botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor (Lampiran 20). Pembuatan bubuk sayuran indigenous, ekstraksi komponen antioksidan, dan karakterisasi sifat fisik dan kimia ekstrak sayuran indigenous.

Karakterisasi sifat fisik ekstrak antioksidan sayuran indigenous yang diamati meliputi pengamatan terhadap warna ekstrak dan penghitungan rendemen..

Sedangkan karakterisasi sifat kimia yang diamati meliputi analisa kadar air sayuran segar, kadar air bubuk kering, kadar bahan kering ekstrak, dan total fen01 ekstrak antioksidan sayuran indigenous.

Pembuatan Bubuk Sayuran

Sayuran indigenous yang digunakan adalah daun kemangi (Ocimum americanum L), daun katuk (Sauropus androg~nus (L) Men), daun mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr), daun kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.), daun beluntas (Pluchea indica Less), daun pohpohan

(Pilea melastornoides (Poir.) Bl), d a m antanan (Centella asiatica), daun ginseng (Talinurn triangulare (Jacq.) Willd), bunga kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Srn), daun dan batang krokot (Portulaca oleracea) dan d a m kedondong cina (Polyscias pinnata). Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun yang masih muda (lima pucuk pertama). Bagian tanaman krokot yang digunakan adalah batang dan daunnya, tanaman antanan yang digunakan adalah seluruh bagiannya, sedangkan bunga kecombrang yang digunakan adalah bunga kec0rnbrar.g yang telah mekar. Pernilihan bagian-bagian tersebut didasarkan pada bagian yang biasa diionsumsi oleh masyarakat.

Sayuran-sayuran indigenous tersebut yang diperoleh dari pasar lokal yang berada di daerah Bogor, pertama-tarna disiangi untuk diambil bagian yang akan diteliti, dicuci sarnpai bersih kemudian ditiriskan. Setelah itu sayuran dibekukan dalam freezer selama satu malam untuk memudahkan proses pengeringan vakum. Sayuran yang sudah beku tersebut selanjutnya dikering bekukan dengan alat freeze dryer selama 48 jam. Proses pengeringan dengan cara dibekukan ini mernpunyai kelebihan yaitu dapat mencegah kerusakan atau kehilangan komponen aktif dari sayuran tersebut.

Pengeringan ini dirnaksudkan untuk menurunkan kandungan air dari sayuran indigenous sehingga dapat menurunkan efisiensi ekstraksi yang akan dilakukan.

Setelah dilakukan proses pengeringan beku, sayuran tersebut dihancurkan dengan cara diblender, kernudian diayak dengan ayakan berukuran 30 mesh, agar diperoleh bubuk sayuran dengan tingkat kehalusan yang tinggi. Selanjutnya sampel yang berupa bubuk sayuran disimpan cialam freezer. Bagan alir persiapan sampel dapat dilihat pada Garnbar 12.

Sayuran indigenous

I

Penyiangan dan pencucian Pengeringan Beku (Freeze dryer, 48 jam)

Penghancuran sayuran kering

Gambar 12. Bagan alir pembuatan bubuk sayuran indigenous

Ekstraksi Komponen Antioksidan

Tujuan dari tahap ini adalah mengekstrak komponen-komponen antioksidan yang tedapat dalam sayuran tersebut. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode Harnrnersshcmidt dan Pratt (1978). Ekstraksi dimulai dengan menimbang bubuk sayuran indigenous kering sebaxiyak 6

@am (bk) lalu diekstraksi dengan 100 ml metanol menggunakan penggoyang (shaker) selama 3 jam. Sebanyak 70 ml metanol kemudian ditambahkan dengan campuran dipanaskan dalam penangas air pada suhu 60°C selama 1 jam. Hasil ekstraksi disaring dengan penyaring vakum menggunakan kertas saring Whatman 42. Residu dicuci dengan 100 ml metanol panas dan disaring kembali dengan penyaring vakum. Hasil ekstraksi dan residu dicampur lalu dipekatkan dengan menggunakan rotavapor pada suhu 40°C

dengan tekanan rendah (13.5 kgf/cm2). Ekstrak yang diperoleh selanjutnya ditempatkan pada veal-veal dan disimpan dalam freezer. Bagan alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 13.

I

Bubuk Sayuran Ind.qenous

I

Ekstraksi dengan Metanol (Hammerschmidt dan Pratt, 1978)

. I

Penyaringan

I

f

I

Pencucian dengan Metanol Penghilangan Metanol

4 I

Ekstrak Antioksidan

Gambar 13. Bagan alir proses ekstraksi komponen antioksidan

Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Ekstrak Antioksidan Sayuran Indigettous

Pengujian karakterisasi ekstrak antioksidan sayuran indigenous meliputi sifat fisik dan k i i i a ekstrak. Pengamatan terhadap sifat fisik ekstrak terdiri dari pengamatan terhadap warna dan rendemen ekstrak. Sedangkan pengamatan terhadap sifat kimia ekstrak terdiri dari analisis kadar air, kadar bahan kering ekstrak dan penentuan nilai total fenol.

Tahap Pengujian Kapasitas Antioksidan

Pengujian kapasitas anfioksidan ekstrak sayuran indigenous t e r d i dari pengujian kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger dengan menggunakan metode DPPH dan ABTS, kapasitas mereduksi menggunakan metode ferisianida dan pengujian kapasitas antioksidan sebagai penghambat oksidasi lipid lanjut.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan terhadap ekstrak antioksidan sayuran indigenous adalah sebagai berikut:

Karakterisasi Sifat Fisik Ekstrak Antioksidan Sayuran indigenous Warna Ekstrak

Pengamatan terhadap warna ekstrak dilakukan dengan mengamati warna yang terbentuk setelah proses ekstraksi.

Rendemen Ekstrak

Penghitungan terhadap rendemen ekstrak dilakukan untuk mengetahui berapa banyak bahan baku yang dibutuNcan untuk mendapatkan sejumlah tertentu ekstrak sayurannya. Rendemen ekstrak d i t u n g dengan cara menirnbang ekstrak yang diperoleh dibagi dengan bobot awal sayuran segar dikurang bobot kering sayuran segar.

W e b m k

Rendemen Ekstrak (% bb) = x 100%

W awal - W nwal kering

Keterangan:

W rl;sbal; = bobot ekstrak yang diperoleh (g)

w

a ~ a ~ = bobot awal sampel yang akan diekstrak (g)

W

, ,

= bobot awal sampel yang akan diekstrak x k.a sampel

Karakterisasi Sifat Kimia Ekstrak Antiohidan Sayuran Indigenous Karakterisasi sifat kimia yang diamati meliputi analisa kadar air (dilakukan terhadap sampel sayuran segar dan bubuk sayuran), analisa kadar bahan kering ekstrak dan nilai total fen01 ekstrak sayuran indigenous.

Kadar Air (AOAC, 1984)

Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya air yang terdapat di dalam suatu bahan pangan. Analisis kadar air dilakukan terhadap sampel sayuran segar (awal) dan pada sampel bubuk sayuran kering (setelah fieeze drying). Penentuan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan dengan oven biasa. Prinsip dari metode ini adalah air dikeluarkan dari sampel dengan cara menguapkan air yang terdapat dalam bahan pangan.

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 103OC selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan dilakukan penirnbangan untuk mengetahui bobot kosong daricawan aluminium tersebut. Sampel ditimbang sebanyak 5 g kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 103°C kemudian didinginkan dalam desikator lalu dilakukan penimbangan.

Penimbangan dilakukan hingga diperoleh bobot tetap.

W-(W1-W2)

Kadar air (%) = x 100%

W

Keterangan : W = bobot contoh sebelum diieringkan (g)

WI = bobot (contoh + cawan) sesudah dikeringkan (g)

w2

= bobot cawan kosong (g)

Kadar Bahan Kering Ekstrak

Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui berat komponen kering dari ekstrak per 100 mg ekstrak. Prosedur yang dilakukan adalah menyiapkan cawan porselen bersih, bebas lemak dan kotoran. Cawan dikeringkan dalam oven sampai kering lalu didinginkan dalam desikator, lalu

ditimbang. Sampel ekstrak diambil sebanyak 2.5 mg lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 4OvC selama kurang lebii 6 jam. Pengeringan dilakukan pada suhu 40°C dimaksudkan agar komponen-komponen volatile yang terdapat dalam ekstrak tidak ikut teruapkan. Ekstrak kering kemudian diieluarkan dari oven dan didinginkan lalu ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.

- (W1- W2)

Kadar bahan kering

(YO)

- x 100%

W

I I

Keterangan : W = bobot contoh sebelum d i i e ~ g k a n (mg)

W, = bobot {mntoh

+

cawan) sesudah diieringkan {ntg) W2 = bobot cawan kosong (mg)

Nilai Total Fen01 Ekstrak

Pengukuran nilai total fenol pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui kandungan fenol yang terdapat dalam ekstrak sampel, dan selanjutnya nilai ini digunakan sebagai standar atau dasar penggunaan bahan baku tersebut dalam pengujian kapasitas antioksidan dari masing-masing sampel.

Total fenol ekstrak diukur dengan reagent Folin-Ciocalteau menggunakan metode Javanmardi et al. (2003) dengan sediit modifikasi.

Prosedur pengukuran dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak lebih kurang 5 mg untuk masing-masing sampel lalu ditambahkan 0.5 ml metanol, 2.5 ml aquadest, dan 2.5 ml reagent Folin-Ciocalteau 50%.

Campuran didiamkan selama 5 menit kemudian ditambahkan 2 ml NazCO3 7.5% dan divorteks lalu d i i i b a s i selama 15 menit pada suhu 45OC.

Absorbansi kesemua sampel diukur pada panjang gelombang 765 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil pengukuran diekspresikan sebagai mg ekuivalen asam galat per gram berat kering sampel (mg GAE/g bk).

Standar yang digunakan dalam penentuan nilai total fenol ekstrak adalah asam ga!at. Standar asam galat dibuat dengan variasi konsentrasi antara 50 - 250 m a .

Tahap Pengujian Kapasitas antioksidan Ekstrak Sayuran Indigenous Tahapan ini meliputi pengujian kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger yang diuji dengan menggunakan metode DPPH dan ABTS, kapasitas mereduksi yang diuji dengan metode ferisianida. Hasii pengujian ketiga metode tersebut dinyatakan sebagai TEAC (Trolox Equivalent Antioxydant Capacity). Selain itu pengujian kapasitas antioksidan juga dilakukan terhadap antioksidan sebagai penghambat oksidasi lipid lanjut yang diuji dengan metode TBA.

Pengujian Kapasitas Antioksidan Sebagai Radical Scavenger Menggunakan Metode DPPH

Pengujian kapasitas antioksidan diukur dengan menggunakan metode Payet et 01. (2005). Ekstrak sampel dibuat dalam konsentrasi 100 ppm berdasarkan nilai total fen01 untuk masing-masing sampel. Sebanyak 5 ml dari 0.1 mM larutan DPPH dalam metanol ditambahkan ke dalam masing- masing sampel kemudian dikocok hingga homogen. Selanjutnya sampel disimpan pada suhu 27OC selama 20 menit. Kontrol disiapkan tanpa penambahan ekstrak sampel dan metanol digunakan sebagai koreksi.

Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas antioksidan diekspresikan sebagai persen inhibisi (penghambatan) dan dihitung dengan menggunakan rumus :

Abs kontro~ - Abs sampel

Penghambatan (YO) = x 100

Abs liontro~

Nilai perhitungan persen penghambatan dinyatakan pula dalam TEAC dengan cara :

TEAClDPPH = x [Trolox]

% penghambatan Trolox

Pengujian Kapasitas Antioksidan sebagai Radikal Scavenger dengan metode TEACIABTS"

Nilai total kapasitas antioksidan (TAA) diestimasikan sebagai Trolox Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC) assay menggunakan metode Lee et al. (2006). Pengujian didasarkan pada kemampuan dari masing-masing substansi untuk membentuk kation radikal ABTs* yang dibandingkan dengan standar (Trolox). Kation radikal disiapkan dengan mencampurkan 7 mM larutan stok ABTS dengan 2.45 mM potassium persulfat (111, v/v) dan dibiarkan bercampur selama 4

-

8 jam hingga reaksi bejalan sempurna yang ditandai dengan absorbansi yang stabil. Larutan BTS" dilarutkan dengan etanol hingga absorbansinya mencapai 0.700 F 0.05 pada panjang gelombang 734 nm. Pengukuran dilakukan dengan mengambil 0.9 ml dari larutan ABTS'+ dan 0.1 ml ekstrak sampel yang dilarutka dalam metanol.

Campuran dikocok selama 45 detik dan segera dilakukan pengukuran untuk mengetahui absorbansinya pada panjang gelombang 734 nm setelah 1 menit.

Standar yang digunakan dalam penentuan nilai total fen01 ekstrak adalah trolox. Standar trolox dibuat dengan variasi konsentrasi antara 0-0.5

PM

Pengujian Kapasitas antioksidan Sebagai Kapasitas Mereduksi Menggunakan Metode Ferisianida

Pengujian kemampuan mereduksi dilakukan dengan menggunakan metode Duh et al. (2004). Sebanyak 0-500 mg/mL ekstrak dalam buffer phosphate (2.5 mL., 0.2 M, pH 6.6) ditambahkan potassium ferisianat (2.5 mL., 10 mgIrnL) lalu campuran diinkubasi pada suhu 50°C selama 20 menit.

TCA (2.5 mL., 100 mg/mL) ditambahkan ke dalam campuran lalu disentrifuge

selama 10 menit. Sebanyak 2.5 mL supematan dicampurkan dengan 2.5 mL air destilasi clan feri klorida (0.5 mL., 10 m a ) . Kemudian diukur absorbansinya diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 700 nm. Semakin tinggi absorbansi meagindiiasikan kemampuan mereduksi yang semakin baik.

Kemampuan mereduksi dinyatakan dalam TEAC dengan cara membagi absorbansi kontrol dengan absorbansi sampel. Hasil penghitungan perbandigan tersebut selanjutnya dikonversikan dengan hasil penghitungan kemampuan mereduksi dari standar trolox dengan cara membaginya dengan nilai reduksi trolox.

Pengujian Kapasitas antioksidan Sebagai Penghambat Oksidasi Lipid Lanjut Menggunakan Metode TBA (Aqil et aL 2006)

Sebelum pengukuran potensi antioksidan dari ekstrak sayIran indigenous dilakukan pengukuran hidroperoksida sebagai produk primer asam linoleat yang teroksidasi dengan metode FTC.

Metode yang digunakan sebagaimana dijelaskan dalam Aqil et al, (2006). Campuran yang terdiri dari 4 mg ekstrak sampel dalam 4 ml etanol absolut, 4.1 ml asam linoleat dalam etanol 2.52%, 8 ml buffer phosphate @H 7) 0.05 M dan 3.9 ml air diletakkan dalam vial yang ditutup rapat dan disimpan dalam oven dengan suhu 40°C. Sebanyak 0.1 ml dari campuran tersebut ditambahkan dengan etanol 75%, 0.1 ml ammonium tiocianat 30%

dan 0.1 ml fero klorida 0.02 M dalam 3.5% HC1. Absorbansi warna merah diukur pada panjang gelombang 500 nm setiap 24 jam sampai 1 hari setelah absorbansi kontrol mencapai nilai tertinggi. Trolox digunakan sebagai standar positif dan kontrol tanpa sampel sebagai kontrol negatif.

Pengujian tahap selanjutnya adalah pengujian terhadap daya hambat oksidasi lipid lanjut menggunkan metode TBA. Metode yang digunakan sebagaimana dijelaskan dalam Aqil et al. (2006). Sebanyak 2 ml asam trikloroasetat dan 2 ml 0.67% asam thiobarbiturat ditambahakan ke dalam 1

ml sampel yang telah disiapkan pada metode FTC. Campuran diletakkan dalam air mendidih dan setelah dingin disentrifus pada 3000 rpm selama 20

ml sampel yang telah disiapkan pada metode FTC. Campuran diletakkan dalam air mendidih dan setelah dingin disentrifus pada 3000 rpm selama 20

Dokumen terkait