• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Reliabilitas

2. Metode Pengujian Reliabilitas

Menurut Murphy dan Davidshofer (2005), reliabilitas dapat dikembangkan dengan empat metode, yaitu metode tes-ulang (test-retest), metode bentuk paralel (alternate forms), metode belah dua (split-half), dan metode konsistensi internal (internal consistency).

a. Metode tes-ulang

Metode ini dilakukan dengan cara langsung mengukur derajat kekonsistenan suatu skor tes dari satu administrasi tes ke yang berikutnya. Langkah-langkah metode ini adalah (Murphy & Davidshofer, 2005):

1) Mengadministrasi tes ke satu kelompok individu.

2) Mengadministrasi ulang tes yang sama ke kelompok yang sama beberapa waktu kemudian.

3) Korelasikan (hubungkan) skor set pertama dan set kedua. Korelasi ini digunakan untuk memperkirakan reliabilitas tes.

Metode ini digunakan dengan alasan bahwa jika tes yang sama dilakukan dua kali dan setiap tes tersebut paralel dengan tes itu sendiri, maka perbedaan pada dua skor tes akan disebabkan hanya oleh kesalahan pengukuran (eror). Hal ini berlaku untuk pengukuran fisikal namun argument ini sering tidak sesuai untuk pengukuran psikologis karena seringnya tidak mungkin untuk mempertimbangkan administrasi kedua dari suatu tes paralel dengan pengukuran yang pertama (Murphy &

Davidshofer, 2005).

Beberapa alasan mengapa pengadministrasian kedua akan menghasilkan skor yang berbeda dari pengadministrasian pertama, yaitu yang pertama, karakteristik atau atribut yang diukur mungkin berubah antara tes pertama dan tes berikutnya.

Kemudian, pengalaman menggunakan tes tersebut dapat mengubah skor murni (true score) seseorang, yang dinamakan reactivity. Selain itu, diharuskan untuk memperhatikan efek sisa (carryover effect), terutama jika jarak antara tes dan retest pendek. Ketika diulang, orang akan mengingat jawaban pertama mereka yang dapat memengaruhi jawaban pada retest. Mahal dan memakan waktu dalam melakukan pengulangan tes juga menjadi masalah disini. Sehingga, metode test-retest paling berguna digunakan ketika seseorang tertarik untuk mengukur stabilitas jangka panjang (Murphy & Davidshofer, 2005).

b. Metode bentuk paralel

Metode ini memperkirakan reliabilitas dengan mengembangkan suatu tes paralel yang mempunyai kemungkinan paling tinggi ekivalen dalam hal konten (isi),

proses respon, dan karakteristik statistik. Metode ini mengatasi masalah metode tes-ulang dalam hal efek sisa dan efek reactivity. Akan tetapi, metode bentuk paralel juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu karena dua administrasi tes yang terpisah diperlukan, metode ini bisa menjadi mahal dan tidak praktis seperti tes-ulang.

Mengembangkan beberapa bentuk paralel dari suatu tes juga mahal dan sulit untuk menjamin dua bentuk paralel tes merupakan pengukuran yang paralel. Oleh karena itu, jika bentuk-bentuk paralel suatu tes tidak dikonstruk dengan baik maka akan diperoleh perkiraan reliabilitas yang rendah karena kurangnya ekivalensi antara dua bentuk paralel tes tersebut (Murphy & Davidshofer, 2005).

c. Metode belah dua

Metode ini mengatasi masalah kesulitan mengembangkan bentuk paralel dan juga kebutuhan untuk dua administrasi tes yang terpisah. Oleh karena itu, metode ini dapat mengadministrasi tes tersebut pada satu waktu dengan membagi dua suatu tes lalu menghubungkan skor pada setengah bagian pertama dan skor pada setengah bagian yang lain. Korelasi antara dua bagian ini yang digunakan untuk memperkirakan reliabilitas tes (Murphy & Davidshofer, 2005).

Ada beberapa cara membagi tes pada metode ini. Misalnya jika ada 40 aitem, dapat dibagi dua menjadi nomor 1-20 untuk bagian pertama dan 21-40 untuk bagian kedua. Namun cara ini bisa saja tidak menghasilkan estimasi reliabilitas yang baik karena bagian pertama dan kedua bisa secara sistematis berbeda. Oleh karena itu, untuk membagi dua suatu tes, kedua bagian harus sama sebisa mungkin, baik dalam isi maupun probabilitas keadaan responden. Cara lain membagi dua suatu tes adalah dengan membagi berdasarkan nomor ganjil dan genap. Cara ini menjamin tiap

bagian mempunyai jumlah aitem yang sama (equal) dari awal, tengah, dan akhir tes yang asli (Murphy & Davidshofer, 2005).

Kelemahan metode ini adalah fakta bahwa banyak cara untuk membagi tes.

Dengan begitu, estimasi reliabilitas akan berbeda tergantung cara suatu tes dibagi.

Meskipun cara membagi berdasarkan nomor ganjil dan genap logis, konsep tersebut masih abstrak dan belum tentu koefisien reliabilitas yang didapat akurat. Oleh karena itu, sulit membuat argumen bagaimana membagi suatu tes (Murphy &

Davidshofer, 2005).

d. Metode konsistensi internal

Metode konsistensi internal merupakan metode yang paling berbeda dengan metode sebelumnya. Metode ini dapat diadministrasi pada satu tes terhadap sekelompok individu. Setelah itu, korelasi di antara semua aitem dan rata-rata dari interkorelasi dikomputasi. Kemudian metode ini menggunakan formula untuk memperkirakan reliabilitasnya. Formula yang digunakan memberikan estimasi yang sudah distandarisasi (Murphy & Davidshofer, 2005).

Ada dua cara untuk menghubungkan metode konsistensi internal dan metode memperkirakan reliabilitas, yaitu secara matematis dan konseptual. Secara matematis, metode konsistensi internal berhubungan dengan metode belah dua.

Rata-rata koefisien reliabilitas dari semua kemungkinan pembagian (belah dua) sama dengan koefisien alpha yang menggambarkan konsistensi internal suatu tes.

Perbedaan antara metode belah dua dan konsistensi internal adalah perbedaan dalam analisis unit. Metode belah dua membandingkan satu bagian tes dengan

bagian lain dalam tes tersebut sedangkan metode konsistensi internal membandingkan setiap aitem dengan aitem lainnya (Murphy & Davidshofer, 2005).

Secara konseptual, estimasi konsistensi internal mengatakan bahwa reliabilitas adalah fungsi dari jumlah observasi yang dibuat seseorang dan sejauh mana aitem mewakilkan observasi untuk hal yang sama yang diobservasi aitem lain.

Jika setiap aitem pada tes mengukur hal yang sama seperti aitem lainnya dan jumlah aitemnya banyak, maka menurut metode konsistensi internal, tes tersebut akan reliabel (Murphy & Davidshofer, 2005).

Reliabilitas berdasarkan metode konsistensi internal dapat diuji menggunakan pemodelan Rasch. Pemodelan Rasch membagi koefisien reliabilitas menjadi tiga, yaitu koefisien reliabilitas instrumen (alpha Cronbach), koefisien reliabilitas person, dan koefisien reliabilitas aitem. Implikasi untuk tiap koefisien reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4 dan 5 (Sumintono & Widhiarso, 2014).

Tabel 4. Implikasi Koefisien Reliabilitas Instrumen

Koefisien Alpha Cronbach Implikasi

< 0,5 Buruk

0,5 – 0,6 Jelek

0,6 – 0,7 Cukup

0,7 – 0,8 Bagus

> 0,8 Bagus sekali

Tabel 5. Implikasi Koefisien Reliabilitas Person dan Aitem Koefisien Person Reliability & Item

Reliability Implikasi

< 0,67 Lemah

0,67 – 0,80 Cukup

0,81 – 0,90 Bagus

0,91 – 0,94 Bagus sekali

> 0,94 Istimewa

Implikasi koefisien reliabilitas pada tabel 4 merupakan implikasi secara umum. Menurut Murphy dan Davidshofer (2005), tinggi rendahnya koefisien

reliabilitas tergantung pada tujuan penggunaan alat ukur. Koefisien reliabilitas yang tinggi penting ketika alat ukur digunakan untuk membuat keputusan final atau ketika membagi orang ke dalam beberapa kelompok yang memerlukan perbedaan individu yang relatif kecil. Koefisien reliabilitas yang lebih rendah dapat diterima ketika alat ukur digunakan untuk mendapatkan data awal atau ketika pembagian kelompok dapat melibatkan perbedaan individu yang cukup besar. Oleh karena itu, koefisien sebesar 0,95 adalah standard untuk alat ukur intelegensi. Sedangkan koefisien sebesar 0,70 cukup untuk alat ukur yang digunakan untuk penyeleksian atau keputusan awal. Koefisien reliabilitas sebesar 0,60 tidak dapat diterima karena angka tersebut terlalu rendah.

Dokumen terkait