• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.5 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer. Setiap pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan dijadikan sampel sampai jumlah sampel mencukupi. Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner. Kuesioner yang digunakan memiliki sembilan pernyataan yang mencakup aspek profesionalisme yang dapat dinilai oleh pasien.

Pasien diminta untuk memberikan nilai dari setiap pertanyaan yang diberikan dalam skala :

 Kurang Puas diberi nilai 1

 Cukup Puas diberi nilai 2

 Puas diberi nilai 3

 Sangat puas diberi nilai 4

Karakteristik pasien, yang meliputi umur, jenis kelamin, dan pendidikan, pekerjaan, dan jumlah kunjungan ditanyakan langsung kepada pasien ketikadiwawancarai.

3.5.1. Uji Validitas dan reliabilitas

Uji validitas konstruk digunakan untuk menguji apakah semua pernyataan tersebut memiliki korelasi walaupun telah diterjemahkan. Untuk menguji validitas digunakan pengolahan statistika koefisien korelasi pruduct moment dari Pearson dengan bantuan perangkat lunak SPSS. Pengujian dilakukan dengan sampel

sebanyak 20. Hasil korelasi dikatakan bermakna apabila nilai r hitung>nilai r tabel. Pada hasil pengujian didapatkan bahwa seluruh pertanyaan valid pada tingkat kemaknaan 1%, dimana r hitung> nilai r tabel (0,444) Uji reliabilitas dilanjutkan untuk menilai apakah hasil pengukuran dapat diandalkan. Pengujian dilakukan dengan perhitungan statistika Alpha Cronbachdengan bantuan SPSS.

Dari hasil uji realibilitas, semua pertanyaan pengetahuan yang valid adalah reliable dengan alpha= 0, atau sangat reliabel.

3.6. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Peneliti menggunakan aplikasi statistik SPSS untuk mengolah data. Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik subyek penelitian, mean, dan distribusi frekuensi data. Untuk memperdetil gambaran variable berdasarkan karakteristik subyek penelitian, dilakukan pula analisis statistic inferensial dengan analisis varians satu arah Kruskal-Wallis. Penilaian dari sepuluh kategori data akan dijadikan menjadi satu rata-rata tunggal dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu kurang puas, puas, dan sangatpuas.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 2233/Menkes/SK/XI/2011.

Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk Wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.

4.2. DESKRIPSI KARAKTERISTIK SAMPEL

Proses pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus- Oktober 2018 di instalasi rawat jalan RSUP Haji Adam Malik Medan. Besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien di poliklinik rawat jalan Penyakit Dalam, Telinga Hidung & Tenggorokan dan Paru yaitu sebanyak 100 orang.

Karakteristik yang diamati untuk setiap sampel adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan serta jumlah kunjungan.

Tabel 4.1 Gambaran karakteristik responden

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa 52% (52 orang) pasien berjenis kelamin laki-laki dan pasien berjenis kelamin perempuan sebanyak 48% (48 orang). Rentang usia 30-44 tahun merupakan kelompok usia terbanyak (41%) disusul dengan kelompok 45-60 tahun sebesar 36% (36 orang). Berdasarkan pendidikan, data didominasi oleh pasien dengan pendidikan SMA yaitu sebesar 46% (46 orang) dan paling sedikit yang tidak sekolah yaitu sebesar 3% (3 orang).

Gambaran pekerjaan pasien didominasi oleh pasien wiraswasta yaitu sebesar 56%

(56 orang) dan paling sedikit dengan pekerjaan pensiunan yaitu sebesar 4% (4 orang). Sebagian besar sampel (71%) telah berkunjung lebih dari dua kali.

Kategori N (%)

4.3. DISTRIBUSI PENILAIAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN

Tabel 4.2 Distribusi penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien

Penilaian N (%)

Didapatkan dua kategori penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien, yaitu puas dan sangat puas. Berdasarkan tabel 4.2 diatas, pasien dengan penilaian kurang puas terhadap komunikasi dokter-pasien lebih banyak ditemukan yaitu sebesar 4% (4 orang), penilaian cukup puas terhadap komunikasi dokter-pasien yaitu sebesar 11% (11 orang), penilaian puas terhadap komunikasi dokter-pasien sebesar 67% (67 orang) dan penilinaian sangat puas sebesar 18%

(18 orang).

4.4. DISTRIBUSI FREKUENSI PASIEN BERDASARKAN POLIKLINIK

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pasien berdasarkan poliklinik

Poliklinik N (%)

Paru 35 35

Penyakit Dalam 50 50

THT 15 15

Total 100 100

Setengah (50%) dari total sampel merupakan pasien yang memeriksakan diri di poliklinik penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan yaitu sebanyak 50 orang. Sisanya merupakan pasien yang memeriksakan diri di poliklinik paru yaitu sebesar 35% (35 orang) dan pasien yang memeriksakan diri di poliklinik telinga, hidung dan tenggorokan yaitu sebesar 15% (15 orang).

4.5. HASIL ANALISIS STATISTIK

Tabel 4.4 Sebaran penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien berdasarkanjenis kelamin

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi square, didapatkan nilai p value = 2,530 (p > 0,05). Nilai ini menunjukkan terdapat hubungan yang tidak bermakna antara jenis kelamin pasien dengan penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Notosutardjo (1999) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia, jeniskelamin, pendidikan, penghasilan dan juga penghasilan pasien terhadap kepuasan.Teori pembentukan sikap juga menyatakan bahwa antara jenis kelamin laki-lakidan perempuan tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal kemampuan memecahkan masalah, menganalisis, memimpin, memotivasi, kepemimpinan, kemampuan, belajar, kemampuan sosial, produktivitas dan kemampuan kerja.

Tabel 4.5 Sebaran penilaian kepuasan pasien terhadap komuikasi dokter-pasien berdasarkan usia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Kruskal Wallis, didapatkan nilai p value = 0,705 (p > 0,05). Nilai ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia pasien dengan penilaian kepuasan pasien terhadap

komunikasi dokter-pasien. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukansebelumnya di Manado. Gunarsa (2008) mengungkapkan bahwa bertambahnyaumur seseorang dapat berpengaruh secara emosional, dimana sebagian jumlah orang usia tua dengan penyakit kronik lebih cepat menerima keadaan keterbatasanfisik dari pada orang yang lebih muda. Hal ini karena orang usia tua umumnya lebih bersifat terbuka, sehingga pasien usia tua tuntutan dan harapannya lebih rendah dari pasien usia muda. Hal ini yang menyebabkan pasien usia tua lebihcepat puas daripada pasien usia muda.

Menurut pendapat Resmisari (2008) bahwa pasien berumur lebih banyak merasa puas dibandingkan dengan pasien yang berumur muda. Hal ini disebabkan karena seringnya pasien berumur memanfaatkan waktu yang ada untuk bertanya kepada petugas mengenai keadaannya, hasilnya kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman terhadap kesehatan dapat terpenuhi. Sedangkan kelompok umur usia produktif cenderung lebih banyak menuntut dan berharap lebih banyak terhadap kemampuan pelayanan dasar dan cenderung mengkritik.

Tabel 4.6 Sebaran penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien berdasarkan tingkat pendidikan

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Kruskal Wallis, didapatkan nilai p value = 0,310 (p > 0,05). Nilai ini menunjukkan terdapat hubungan yang tidak bermakna antara usia pasien dengan penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Lumenta (1989) menyatakan bahwa semakin tinggi taraf pendidikan masyarakat semakin banyak tuntutan masyarakat maka semakin banyak tuntutan dan harapan mereka, baik pada pelayanan kesehatan maupun pada masalah yang berkaitan sehari-hari. Hal ini dapat dipengaruhi oleh distribusi data yang tidak normal pada pasien berdasarkan tingkat pendidikan sehingga hubungan menjadi tidak bermakna.

Tabel 4.7 Sebaran penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien berdasarkan pekerjaan

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Kruskal Wallis, didapatkan nilai p value = 0,268 (p> 0,05). Nilai ini menunjukkan terdapat hubungan yang tidak bermakna antara pekerjaan pasien dengan penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien.

Hal ini terjadi karena apapun pekerjaan seseorang, setiap pasien pasti memiliki ekspektasi yang sama akan pelayanan dan fasilitas yang didapat pada saat berobat. Sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa dokter melakukankomunikasi yang baik dengan tidak membedakan antara pasien satu dengan yang lain sehingga baik pasien bekerja maupun tidak bekerja dapat merasakan kepuasan yang sama (Hidayati, et. al, 2014).

Tabel 4.8 Sebaran penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien berdasarkan jumlah kunjungan

Jumlah Kunjungan

Penilaian

Total

p-value Kurang

Puas

Cukup

Puas Puas Sangat Puas

N (%) N (%) N (%) N (%) N

Sekali 2 2 3 3 7 7 3 3 15

0,300

Dua kali 2 2 4 4 6 6 6 6 18

Lebih dari dua

kali 0 0 4 4 54 54 8 8 67

Total 4 4 11 11 67 67 18 18 100

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Kruskal Wallis, didapatkan nilai p value = 0,300 (p > 0,05). Nilai ini menunjukkan terdapat hubungan yang tidak bermakna antara jumlah kunjungan pasien dengan penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien.

Hal ini terjadi mungkin dikarenakan adanya perbedaan yang terdapat pada cara komunikasi kepada tiap-tiap pasien berbeda. Setiap dokter memiliki pendekatan komunikasi yang berbeda-beda dan juga durasi komunikasi terhadap pasien yang berbeda-beda pula. Faktor faktor tersebut dapat mempengaruhi kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien.

T

abel 4.9 Gambaran Penilaian Kepuasan Pasien terhadap Komunikasi Dokter-Pasien di Unit Rawat Jalan RSUP Haji Adam Malik Medan

Persentase Jawaban Kuesioner (%) Persentase Jawaban Kuesioner (%) 1 1 Memberi salam dengan hangat, menyapa pasien

dengan menyebut nama pasien, baik, ramah, dan tidak kasar. 2 Memperlakukan pasien sebagai orang dengan

tingkat yang sama; tidak merendahkan pasien 1 (1%) 39 (38,6%)

44 (43,6%)

16 (15,8%) 3 Mempersilahkan pasien menceritakan keluhan,

mendengarkan dengan hati-hati; bertanya dengan bijaksana; tidak menghentikan pasien di tengah pembicaraan 4 Memberitahukan pasien semua tentang penyakit

pasien ; jujur dan berterus terang ; tidak menyembunyikan hal yang seharusnya pasien ketahui 5 Memberitahukan apa yang akan dokter lakukan

sebelum pemeriksaan fisik serta memberitahukan alasannya; memberitahukan pasien apa yang ditemukan 6 Mendorong pasien untuk bertanya; menjawab

dengan jelas; tidak menghindari pertanyaan anda 3 (3%) 21 (20,8%)

49 (48,5%)

27 (26,7%) 7 Menjelaskan apa yang pasien harus ketahui

tentang masalah pasien , bagaimana dan kenapa masalah itu terjadi, dan apa yang akan terjadi.

1 (1%) 21 8 Menjelaskan penggunaan obat, kegunaan obat,

dan efek samping obat 3 (3%) 26 9 Menggunakan kata-kata yang pasien mengerti

ketika menjelaskan istilah medis dengan bahasa awam sembilan pertanyaan, didapatkan jumlah jawaban responden terhadap masing-masing pertanyaan, dimana dapat terlihat secara umum adalah puas dan sangat puas. Untuk golongan jawaban pasien yang tidak puas jumlah tertinggi hanya ditemukan pada pertanyaan ke 4 dan 9, yaitu sebanyak 5 orang (5%). Rendahnya persentase pasien yang tergolong tidak puas pada pertanyaan nomor 4 dan nomor 9 dapat menggambarkan secara umum dokter sudah melakukan komunikasi yang baik terutama dalam hal memberitahukan pasien semua tentang penyakit pasien,

jujur dan berterus terang, tidak menyembunyikan hal yang seharusnya pasien ketahui serta menggunakan kata-kata yang pasien mengerti ketika menjelaskan istilah medis dengan bahasa awam. Ke tidak puasan pasien tersebut dapat saja terjadi secara situasional seperti halnya pasien tidak didampingi oleh keluarga pasien, tingkat pendidikan pasien, terbatasnya waktu dokter dengan jumlah pasien yang banyak, atau dokter sedang dalam keadaan bad mood. Seperti diketahui bersama bahwa seorang dokter juga adalah manusia biasa dengan segala tekanan dan persoalan kehidupannya.

Nilai 2 (Cukup puas) paling banyak dijumpai pada pertanyaan ke 2 (memperlakukan pasien sebagai orang dengan tingkat yang sama dan tidak merendahkan pasien) yaitu sebanyak 39 orang (38,6%). Hal ini sejalan dengan jurnal Dewi (2008) yang menyatakan bahwa pasien banyak yang merasakan puas pada komponen ini. WHO menyatakan dokter harus menggunakan bahasa nonverbal dalam salah satu komunikasinya yang dapat digambarkan melalui tingkah laku dan ekspresi dokter seperti; terlihat gembira menyambut kedatangan pasien, melakukan kontak mata dan tidak terlihat menjauh dari pasien. Hal ini juga didukung dengan teori Simpson yang menyatakan bahwa komunikasi non verbal lebih menunjukkan hal yang sebenamya. Komunikasi non verbal juga terlihat lebih menyalurkan signal signal tertentu yang dapat menarik pasien untuk berpartisipasi dalam komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa dokter di RSUP Haji Adam Malik telah memperlakukan pasien dengan setara, tanpa melihat tingkatan atau bahkan merendahkan pasien.

Nilai 3 (Puas) paling banyak dijumpai pada pertanyaan ke 1 (memberi salam dengan hangat, menyapa pasien dengan menyebut nama pasien, baik, ramah, dan tidak kasar) yaitu sebanyak 67 orang (66,3%). Hal ini tidak sejalan dengan jurnal Dewi (2008) yang mana pada komponen ini pasien merasa tidak puas terhadap salam yang diberikan oleh dokter (terbanyak diantara 8 kategori).

Keterampilan interpersonal ini adalah keterampilan dasar yang akan sangat membangun hubungan yang efektif dimana sesuai dengan norma budaya yang berlaku dan merupakan permulaan untuk mengajak pasien berpartisipasi dalam sebuah komunikasi. Hal ini dikemukakan oleb American Board of Medical

Specialties pada study profile effective doctor patient communication. Dokter yang menyebutkan nama pasien di saat pertemuan pertama sekali adalah awal yang sangat baik didalam menjunjung tinggi autonomi pasien pada azas profesionalisme dokter. Kebanyakan pasien di RSUP Haji Adam Malik merasa puas dengan sambutan dokter yang melayani di poliklinik. Hal ini menunjukkan bahwasanya dokter di RSUP Haji Adam Malik berperilaku professional yang terlihat dengan sikap yang ramah, baik dan tidak kasar.

Nilai 4 (Sangat puas) paling banyak dijumpai pada pertanyaan ke 5 (memberitahukan apa yang akan dokter lakukan sebelum pemeriksaan fisik serta memberitahukan alasannya dan memberitahukan pasien apa yang ditemukan) yaitu sebanyak 30 orang (29,7%). Dari data ini dapat terlihat bahwa dokter menjelaskan langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan serta manfaatnya bagi pasien sebelum tindakan tersebut dilakukan baik untuk tujuan pemeriksaan maupun pengobatan serta kemudian menyampaikan hasil atau perkembangan yang didapatkannya kepada pasien. Beberapa tindakan khusus memerlukan dokter untuk membuat informed consent / PTM (Persetujuan Tindakan Medis) yang juga merupakan hal yang utama didalam menghargai autonomi pasien. Dari data yang didapatkan tersebut, dapat terlihat bahwa pasien sangat puas dengan perilaku dokter yang memberikan informed consent sebelum melakukan tindakan pada pasien serta memberitahukan alasan dari tindakan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Trivel (2013) yang melakukan penelitian di salah satu Rumah Sakit di Solo menyatakan bahwa sebagian besar responden (71%) puas terhadap pemberian informed consent sebelum tindakan operasi. Menurut Prasetijo & Ihalauw (2005) tingkat kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya dengan kinerja (hasil) suatu produk. Kepuasan di sini adalah kepuasan pasien terhadap suatu pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien pada kategori “Puas” dengan jumlah pasien dengan penilaian puas terhadap dokter sebesar 67% dari total responden.

Dari gambaran penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien di RSUP Haji Adam Malik, dapat disimpulkan bahwa pasien merasa paling puas sebanyak 29,7% (30orang) terhadap informasi yang diberikan oleh dokter sebelum melakukan tindakan serta alasannya, sedangkan pasien merasa paling tidak puas sebanyak 5% (5 orang) terhadap kejujuran dokter mengenai penyakit pasien dan pemilihan kata-kata yang mudah mengerti oleh pasien. Sedangkan pasien merasa cukup puas sebanyak 38,76% (39 orang) dengan cara dokter memperlakukan pasien dengan tingkat yang sama dan tidak merendahkan pasien, pasien merasa puas sebanyak 67% (67 orang) dengan cara dokter memberikan salam hangat kepada pasien, ramah dan tidak kasar kepada pasien.

Karakteristik pasien berupa jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah kunjungan tidak mempengaruhi penilaian kepuasan pasien terhadap komunikasi dokter-pasien. Lain halnya dengan usia pasien, dimana terdapat perbedaan yang bermakna. Hal ini terjadi karena pasien dengan usia yang lebih muda memiliki sikap yang kritis dan memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap dokter. Adanya perbedaan itu juga disebabkan oleh adanya perbedaan interaksi dokter-pasien antara umur pasien yang lebih muda dengan pasien yang lebih tua. Perbedaan yang bermakna juga dipengaruhi oleh poliklinik, dimana tiap-tiap poliklinik memiliki cara interaksi dokter-pasien yang berbeda-beda dan perbedaan lama waktu komunikasi antar dokter-pasien.

5.2 SARAN

Dari serangkaian proses penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberikan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.

Adapun saran tersebut berupa :

1) Mengingat jumlah pasien (responden) dengan jawaban tertinggi masih dalam golongan “puas” dan belum pada golongan “sangat puas” dan sebahagian kecil pasien masih merasa “kurang puas” atau “tidak puas” untuk semua hal yang terkait dengan komunikasi dokter-pasien maka diperlukan hal-hal yang terstruktur dan terprogram oleh manajemen Rumah Sakit Haji Adam Malik untuk melakukan :

a. Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan kualitas komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien (terutama yang berhubungan langsung dengan pelayanan pasien seperti dokter, bidan, perawat, petrugas pendaftaran, kasir, dan lain-lain) seperti misalnya dalam bentuk kursus, seminar, workshop, dan sebagainya.

b. Melakukan survey kepuasan pasien secara berkala sebagai upaya monitoring dan evaluasi.

2) Perlunya peningkatan kualitas pendidikan keilmuan dan keterampilan dalam komunikasi untuk institusi-institusi pendidikan kedokteran dan juga institusi pendidikan tenaga kesehatan lainnya terutama didalam hal alokasi waktu dan metoda pembelajaran khususnya untuk hal komunikasi.

3) Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama, disarankan agar melakukan penelitian yang lebih komprehensif, memperluas cakupan penelitian terutama dalam jumlah sampel sehingga dapat mengurangi homogenitas sampel, dan dapat lebih bermanfaat dalam kemajuan pelayanan rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Abadel, F.T & Hattab, A.S. 2014. Patients’ Assessment of professional and Communication Skills of Medical Graduates. BMC Medical Education 14(28).

American Hospital Association. (2014). Falls with Injury Change Package :Preventing Harm from Fall, diakses pada tanggal 25 Febuari 2017

darihttp://www.hrethen.org/topics/falls/13-14/2014-FALLChangePackage.pdf.

American Hospital Association (AHA)., et al. (2015). Falls with Injury : Change Package Preventing Harm From Injurues Due to Falls and Immobility.

Arianto, 2012. Komunikasi Kesehatan (Komunikasi Antara Dokter Dan Pasien).

Palu: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako.

Arnold, L & Stern, D.T. What is Medical Professionalism?.In: Stern D.T ed.

2006. Measuring Medical Professionalism. New York, USA:

OxfordUniversity Press.

Australian Patient Safety Education Framework (APSEF). 2011. Safety and Quality Council. The Australian Council for Safety and Quality in Healthcare,Commonwealth of Australia

Beauchamp TL dan Childress J. 1994. Principles of Biomedical Ethics. Inggris:

Oxford University Press.

Bertens K. 1993. Etika. Cetakan IX. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bertens K. 2009. Bioetika: Asal Usul Tujuan dan Cakupannya. Jakarta: Pusat Pengembangan Etika.

Cangara, Hailed. 2010. Ilmu Komunikasi. Cetakan Pertama. Jakarta: Media Pustaka Utama.

Carrol R. 2009. Risk Management Handbook For Healthcare Organizations.

Student Edition. New York: Jossey Bass

Christian CK, Gustafson ML, and Roth EM, 2006. A prospective study of patient safety in the operating room Surgery, 2006. 139: p. 159-173.

Classen DC, Avery AJ, Bates DW. 2011. Evaluation and Certification of Computerized Provider Order Entry Systems. J Am Med Inform Assoc.2011; 14:48-55

Commision of Racial Equality. (2007). Defining Primary Care. London.

Cruess R.L & Cruess S.R. 2009. The Cognitive Base of Professionalism. In:

Cruess R.L., Cruess S.R., Steinert Y ed. Teaching MedicalProfessionalism. New York: Cambridge University Press, 7-23.

2012. Teaching Professionalism-Why, What and How. FVV in Obgyn4(4):

259-265.

Depkes R.I. 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien RumahSakit (Patient Safety). Edisi KKP-RS.

Departemen Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor. 1691/MENKES/PER/VIII/2011. Tentang Keselamatan

Pasien diRumah

Djauzi, S., 2004. Supartondo. Komunikasi dan empati, dalam hubungan Dokter–

Pasien.

Effendy, Onong Uchjana. 2009. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, cetakan Ke-22. Bandung: RemajaRosdakarya.

Gunarsa, S.(2008). Psikologi Perawatan. Jakarta: Gunung Mulia

Hidayati, A.N., Suryawati, C., dan Sriatmi, A., 2014. Analisis Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kepuasan Pelayanan Rawat Jalan Semarang Eye Center (SEC) Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 2, Nomor 1, Januari 2014.

Jalaludin, R. 2009. Psikologi Komunikasi. Cetakan Kedua. Bandung: Rosda Karya

Kanter, M.H., et al. 2013. What Does Professionalism Mean to the Physician?.Perm J 17(3): 87-90.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Kedokteran Indonesia.

Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

Koizumi, S., 2005. Medical professionalism in the new millennium: a physician charter. General Medicine, 6(1), pp.33-36.

Kurtz, S., Silverman, J. & Drapper, J. 1998. Teaching and Learning Communication Skills in Medicine. Oxon: Radcliffe Medical Press.

Lingard L, et al., 2004. Communication failures in the operating room:

anobservational classification of recurrent types and effects. Qual Saf Health

Care, 2004. 13: p. 330-334.

Lo B. 2005. Resolving Ethical Dilemmas: A Guide for Clinicians. USA:

Lippincott Williams & Wilkins.

Lumenta, B., (1989). Pelayanan medis, citra, konflik dan harapan. Yogyakarta Kanisius

Moore P.J, Adler N.E, Roberstson P.A. 2000. Medical Malpractice: The Effect of Doctor-Patient Relations on Medical Patient Perceptions and Malpractice Intentions. West J Med 173: 244-250.

Mund E, Christensson B, Larsson K, Gronneberg R. (2001). Sex Dependent Differences in Physiological Ageing in The Immune System of Lower Airways in Healthy Non Smoking Volunteers: Study of Lymphocyte Subsets in Bronchoalveolar Lavage Fluid and Blood[Abstract]. Thorax, 56,450 455

National Health Service (NHS). 2012. A Guide to Consent for Examination for Treatment. London: Department of Health.

Notosutardjo, I. 1999. Hubungan Antara Karakteristik Pasien dengan Kualitas Pelayanan, Kepuasan dan Kepatuhan Pasien di Klinik Penyakit Dalam Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Islam Jakarta Timur, Tesis, Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.

Mulyana, D. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nuruddin. 2010. Sistem Komunikasi Indonesia, Cetakan kelima, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Prasetijo, R. & Ihalauw, J. 2005. Perilaku konsumen. Yogyakarta : Andi Press Purwadianto A. 2004. Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus Dilema

Etik

dan Penyelesaian Kasus Konkrit Etik. Prosiding Pertemuan Nasional Jaringan Bioetika & Humaniora Kesehatan Indonesia III; 30 November-2 Desember 2004. Jakarta: FK UI.

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi IV. Jakarta:

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi IV. Jakarta:

Dokumen terkait