BAB I PENDAHULUAN
D. Manfaat Penilitian
3. Metode Role Playing (Bermain Peran)
Peran dapat didenifisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagi suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai-nilai yang mendasarinya. Melalui bermain peran, anak-anak memncoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Menurut Mulyati (2007:27) “main peran adalah stimulasi (tiruan) tingkah laku dari orang yang diperankan”.
Menurut Susanto (2017:122) bermain peran adalah permainan yang dilakukan untuk memerankan tokoh-tokoh, beda-benda, dan peran-peran tertentu di sekitar anak. Bermain peran-peran merupakan kegiatan menirukan perbuatan orang lain di sekitarnya. Dengan bermain peran, kebiasaan dan kesukaan anak untuk menirukan akan tersalurkan, serta dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.
Menurut Anas (2014:51) bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk “menghadirkan” peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu “pertunjukan peran” di dalam kelas/pertemuan yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian. Melalui kegiatan role playing (bermain peran) anak mencoba mengespresikan hubungan-hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya, bekerja sama dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama dapat mengesplorasi perasaan, sikap, nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Menurut Tokan (2016:80) metode bermain peran adalah sebagai variasi metode pembelajaran, hal ini penting untuk menghilangkan pembelajaran yang monoton dan mengurangi kejenuhan anak didik. Guru mencari masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah sosial untuk dimainkan/dipentaskan oleh anak, di depan kelas. Metode ini dapat mengembangkan kreativitas anak, meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri, mengembangkan bakat, dan meningkatkan kemampuan
siswa untuk menganalisis masalah dan mengambil kesimpulan. Peran guru disini adalah sebagai fasilitator, motivator, dan pengendali suasana kelas agar tetap kondusif sehingga anak yang memainkan peran dapat mendapatkan pengalaman suksesnya sebagai bagian terindah dalam hidupnya. Dengan menggunakan metode ini, guru akan memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk dapat membangkitkan rasa percaya diri pada anak didik, dapat memotivasi anak didik, dan dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Moeslichtoen (Ermita 17:2018) bermain peran adalah bermain menggunakan daya khayal, yaitu menggunakan bahasa atau pura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu., situasi tertentu, atau orang tertentu, dan binatang tertentu yang dalam dunia nyata tidak dilakukan. Metode bermain peran akan dilakukan oleh anak untuk memerankan suatu tokoh pilihannya dalam bentuk mikro dan makro, anak akan memerankan secara langsung tokoh sesuai keinginanya, seperti berperan sebagai dokter,pendidik, penjual, pembeli, petani, polisi, dan beberapa tokoh lainnya.
Menurut Gunarti (Ermita 18:2018) ”dalam bermain peran mikro dicirikan dengan kegiatan mendalag atau anak memainkan peran dengan alat bantu seperti boneka tangan, wayang-wayang, miniatur binatang, dan peralatan berukuran kecil lainnya yang mendukung”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode role playing (bermain peran) merupakan metode yang mengajarkan variasi metode
pembelajaran, mengembangkan kreativitas anak, meningkatkan keberanian, mengembangkan bakat, membangkitkan rasa percaya diri pada anak didik, dapat memotivasi anak didik, dan meningkatkan kemampuan anak untuk menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan Metode Role Playing (Bermain Peran)
Menurut Mulyasa (2012:173) tujuan dari metode role playing (bermain peran) adalah anak didik mencoba mengekporasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para anak didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai dan berbagai pemecahan masalah. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan anak-anak mampu:
1) Mengesplorasi perasaan-perasaannya.
2) Memperoleh wawasan tentang sikap nilai, dan presepsinya.
3) Mengembangkan keterampilan sikap, dalam pemecahan masalah yang dihadapi.
4) Mengesplorasi inti permasalahan yang diperannkan melalui berbagai cara.
Dalam kegiatan role playing (bermain peran) anak bertindak, berlaku, dan berbahsa seperti orang yang diperankannya. Dari segi bahasa berarati anak harus mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa yang sesuai. Menurut Mulyati (2007:27) tujuan dari bermain peran adalah:
1) Melatih anak untuk menghadapi situasi sebenarnya.
2) Melatih kemampuan berbahasa anak.
3) Memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuannyadalam berkomunikasi.
Tujuan dari metode role playing (bermain peran) adalah agar penanaman dan pengembangan aspek nilai dan sikap anak akan mudah dicapai, permainan ini melatih: yang pertama yaitu untuk menggali pengetahuan, pengalaman, pendapat juga sikap anak dalam satu skenario.
Kedua, melatih anak untuk menjadi orang lain dan merasakan empati terhadap peran yang dimainkannya. Sehingga anak diajarkan untuk menghayati suatu kejadian atau peristiwa yang sebenarnya dalam realitas kehidupan nyata.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan metode role playing (bermain peran) adalah pembelajaran yang bertujuan untuk memerankan materi ajar yang diharapkan nantinya anak dapat menerima dan menyerap materi yang diberikan oleh guru.
c. Manfaat Metode Role Playing (Bermain Peran)
Menurut Madyawati (Sumiati 2018:95) Manfaat role playing (bermain peran) adalah sebagai berikut :
1. Membangun kepercayaan diri pada anak 2. Mengembangkan kemampuan berbahasa.
3. Meningkatkan kreativitas dan akal.
4. Membuka kesempatan untuk memecahkan masalah.
5. Membangun kemampuan sosial dan empati.
6. Memberikan anak pandangan yang positif
Kemampuan yang dihasilkan dalam kegiatan bermain peran dapat meningkatkan kemampuan pengungkapan kosa kata, pengendalian diri yang berhubungan dengan bagaimana anak berekspresi, meningkatkan kognitif anak dengan mengajak anak berimajinasi, menambah wawasan, dan pengalaman.
d. Kelebihan dan kelemahan Metode Role Playing (bermain peran) Dalam pelaksanaan metode pembelajaran role playing (bermain peran) memiliki kelebihan dan kelemahan yang harus diketahui oleh guru. Menurut Roestiyah (Handayani 2014:19) kelebihan metode role playing (bermain peran) adalah:
1) Siswa lebih tertarik perhatiannya pada saat pembelajaran.
2) Melatih siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.
3) Memunculkan rasa tanggung jawab terhadap peran yang dimainkan.
4) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.
5) Bahasa ekspresif anak dilatih menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.
Dilihat dari kelebihan-kelebihan bermain peran yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain peran sangatlah penting bagi anak karena melatih anak untuk aktif dalam proses pembelajaran serta melatih kreatifitas dan bahasa ekspresifnya anak.
Adapun kelemahan metode Role Playing (bermain peran) menurut Yunita (2016:24) yaitu:
1) Memakan waktu yang cukup lama
2) Sebagaian besar anak yang tidak ikut bermain peran mereka menjadi kurang aktif
3) Memerlukan tempat yang cukup luas,
4) Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa guru harus lebih menguasi langkah-langkah pembelajaran. Karena apabila pelaksanaan role playing (bermain peran) mengalami kegagalan bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus tujuan pembelajaran tidak tercapai.
e. Langkah-langkah metode Role Playing (bermain peran)
Menurut Yunita (2016:24) adapun langkah-langkah bermain peran yaitu terdiri dari delapan langkah:
1) Guru mengumpulkan anak untuk di berikan pengarahan dan aturan-aturan serta tata tertib dalam bermain
2) Guru menjelaskan alat-alat yang akan digunakan oleh anak-anak untuk bermain
3) Guru memberikan pengarahan sebelum bermain dan mengabsen anak-anak serta menghitung jumlah anak bersama-sama
4) Guru memberikan tugas kepada anak sebelum bermain menurut kelompoknya agar anak tidak saling berebut dalam bermain. Anak
diberikan penjelasan mengenai alat-alat bermain yang sudah disediakan
5) Guru sudah menyiapkan alat-alat permainan yang akan di gunakan sebelum anak-anak mulai bermain
6) Anak bermain sesuai dengan perannya
7) Guru hanya mengawasi, mendampingi anak dalam bermain apabila di butuhkan anak, guru tidak banyak bicara dan tidak banyak dalam membantu anak
8) Setelah waktu bermain hampir habis, guru dapat menyiapkan berbagai macam buku cerita sementara guru merapikan permainan dengan di bantu oleh beberapa anak.
Dari langkah-langkah metode role playing (bermain peran) tersebut akan menciptakan pembelajaran yang menarik dan diharapkan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran dan kreatifitas anak dalam bermain peran. Guru harus mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam melaksanakan metode pembelajaran role playing (bermain peran) agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Bagi anak yang terlibat di permainan drama saat pertama kali maka keterlibatannya saat ini menandai sebuah langkah besar. Artinya anak tidak hanya punya percaya diri cukup kuat mencoba jadi orang lain, tetapi anak juga punya kesempatan berharga menerapkan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Menurut Davidson (Beaty 2011:72) Beberapa hal yang harus di amati dalam permainan drama bisa meliputi:
a) Tema permainan
b) Peran yang dimainkan anak
c) Siapa lagi yang bermain dan apa peran mereka d) Jenis interaksi dengan anak-anak lain
e) Siapa pemimpin dan siapa pengikut
f) Durasi waktu saat anak menjalankan pesan
Dalam pelaksanaan pembelajaran role playing (bermain peran) Shaftel (Mulyasa 2012:176) mengemukakan sembilan tahap role playing (bermain peran) yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1) Menghangatkan suasan dan memotivasi anak.
2) Memilih peran dalam pembelajaran.
8) Diskusi dan evaluasi tahap dua.
9) Mengambil pengalaman dan pengambilan kesimpulan.
f. Bermain Peran Dalam Ruangan
Bermain peran dalam ruangan biasanya sedikit lebih tenang dan ruangannya lebih luas karena ruangan untuk bermain biasanya dirancang dan ditata sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk berbagai macam kegiatan.
Bender (Mulyasa 2012:184) menyarankan agar satuan pendidikan mengoganisasikan alat-alat dan pakaian yang memungkinkan anak untuk memainkan berbagai macam peran di dalam
masyarakat. Materi-materi tersebut antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Kemasan makanan yang telah kosong, uang mainan, pakaian pelayan, lemari tempat barang yang dijual.
2) Perlengkapan tukang cukur atau salon kecantikan: sampo, jepit rambut, alat pengering rambut, sisir, botol minyak rambut yang sudah kosong, alat cukur, dan sebagaianya.
3) Perlengkapan kantor pos: prangko, amplop, kartu pos, uang, kertas, dan pensil.
4) Dokter dan peralatan rumah sakit: stetoskop, termometer, alatsuntikan, pakaian dokter dan perawat.
5) Rumah makan: piring, gelas, sendok, garpu, kompor, pisau, daftar makanan, notes untuk pesan makanan dan minuman, pensil, alat masak, meja kursi, telepon, pakaian juru masak, dan serbet.
Dalam rangka memperlancar kegiatan anak dalam bermain peran, guru harus berusaha menyediakan berbagai macam alat dan perlengkapan untuk memperluas ide bermain anak.
4. Kemampuan Bahasa Ekpresif dengan Menggunakan Metode Role Playing (Bermain Peran)
Menurut Sorbana (Sumiati 2018:95) kemampuan berbahasa ekspresif pada anak usia dini meliputi kemampuan berbahasa verbal dan non verbal.
Bahasa verbal meliputi: pengucapan, pengertian kata, kosa kata, keruntutan.
Sedangkan non verbal, meliputi: pengekspresian mimik wajah yang tepat, gesture atau sikap tubuh yang sesuai, kenyaringan (volume) suara yang jelas, kelancaran dalam berbahasa (fluency), kontak dengan lawan bicara serta rasa percaya diri.
Menurut Susanto (2017:122) bermain peran adalah permainan yang dilakukan untuk memerankan tokoh-tokoh, beda-benda, dan peran-peran tertentu di sekitar anak. Bermain peran merupakan kegiatan menirukan perbuatan orang lain di sekitarnya. Dengan bermain peran, kebiasaan dan kesukaan anak untuk menirukan akan tersalurkan, serta dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.
Metode Role playing (bermain peran) merupakan metode yang mengajarkan variasi metode pembelajaran, mengembangkan kreativitas anak, mengembangkan bakat, membangkitkan keberanian dan rasa percaya diri pada anak, dapat memotivasi anak didik, dan meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak dalam menganalisis masalah kehidupan sehari-hari.
Anak memperoleh pemahaman yang utuh tentang bagaimana memecahkan masalah tertentu. Karena itu metode role playing (bermain peran) bila dilaksanakan secara tepat dapat memperluas wawasan anak. Anak diharapkan mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi secara efektif, dan berminat dapat berbahasa Indonesia.
Namun yang terjadi selama ini dalam kegiatan belajar mengajar, kemampuan ini kurang efektif dengan gaya mengajar guru yang mendominasi pembelajaran dengan metode ceramah kurang memberikan peluang kepada anak untuk mengemukakan pendapat. Dampaknya, terhambatnya kesempatan anak untuk mengembangkan aspek perkembangan bahasa, khususnya kemampuan bahasa ekspresif. Bahasa ekspresif adalah salah satu tahap
perkembangan bahwa anak usia TK dimana anak diharapkan mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi secara efektif. Melalui role playing (bermain peran) anak akan berperan sebagai orang lain atau suatu benda yang dapat menjelaskan siapa peran yang diperagakan atau dimodelkan sehingga anak terlibat secara langsung dan berkomunikasi dengan bahasa ekspresif yang tepat.
Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas bahwa metode role playing (bermain peran) merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif pada anak karena anak dapat berkolaborasi memainkan sebuah peran tertentu dengan imajinasinya, bekerja sama dan berkomunikasi satu sama lain serta menggali kreativitas sesuai minat dan bakatnya.
B. Kerangka Pikir
Bahasa ekspresif adalah salah satu tahap perkembangan bahasa anak usia Taman Kanak-kanak. Di sekolah maupun di luar sekolah, anak diharapkan mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi secara efektif, dan berminat dapat berbahasa Indonesia. Namun yang terjadi selama ini dalam kegiatan belajar mengajar di TK Islam Uminda Makassar hanya berfokus pada kegiatan membaca dan menulis kemampuan ini tidak bervariasi karena kurang memberikan peluang kepada anak untuk mengemukakan pendapat. Dampaknya, terhambatnya kesempatan anak untuk
mengembangkan aspek perkembangan bahasa, khususnya kemampuan bahasa ekspresif.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak, perlu adanya pembelajaran yang bervariasi, menyenangkan, dan menarik minat anak.
Salah satu permainan yang menyenangkan bagi anak adalah permainan role playing (bermain peran) dapat mengembangkan aspek perkembangan anak, terutama pada aspek kemampuan berbahasa ekspresif anak. Maka dari itu peneliti mengambil metode role playing (bermain peran) untuk melatih kemampuan berbahasa ekspresif anak. Berdasarkan uraian diatas maka dibuatlah bagan kerangka pikir sebagai berikut:
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: “ Jika metode role playing (bermain peran) diterapkan maka kemampuan bahasa ekspresif anak kelompok B di TK Islam Uminda Makassar akan meningkat”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah suatu proses penyelidikan ilmiah dalam bentuk refleksi diri yang melibatkan guru dalam situasi pendidikan tertentu dengan tujuan memperbaiki pemahaman dan keadilan tentang situasi atau praktik pendidikan, memahami tentang praktik yang dilakukan, dan situasi-situasi dimana praktik itu dilaksanakan. Penelitian tindakan kelas ini berfungsi untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran. Penelitian ini berbentuk kolaboratif antara guru dan peneliti, dimana guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti sebagai observer.
Pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif yang bertujuan untuk mengungkapkan masalah yang di teliti secara menyeluruh, luas dan dalam. Khususnya mengenai kemampuan bahasa ekspresif melalui penerapan metode role playing (bermain peran) kelompok B di TK Islam Uminda Makassar.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di TK Islam Uminda Makassar. Alamat sekolah Jl. Talasalapang, No 38 A Kel. Gunung Sari, Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah anak
33
kelompok B sebanyak 21 anak yang terdiri dari 14 laki-laki dan 7 perempuan dan 1 orang guru. Pelaksanan penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2019.
C. Faktor yang Diselidiki
Faktor yang peneliti selidiki di TK Islam UMINDA Makassar adalah faktor peningkatan kemampuan bahasa ekspresif anak melalui penerapan metode role playing (bermain peran) pada anak kelompok B. Peneliti mengamati peningkatan bahasa ekspresif anak melalui permainan role playing (bermain peran).
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini mengacu pada model penelitian tindakan kelas (Clasrrom Action Reach) berbasis kolaboratif yang dirancang dalam dua siklus yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut. Dalam penelitian tindakan ini guru dan peneliti berupaya memperoleh hasil yang optimal suatu praktik pembelajaran yang menyenangkan melalui pemberian tindakan kepada anak kelompok B TK Islam Uminda dengan penerapan metode role playing (bermain peran) untuk meningkatkan kemampuan bahasa ekspresifnya.
Penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan bahasa ekpresif anak melalui penerapan metode role playing (bermain peran) dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan atau observasi, dan refleksi. Dengan
menggunakan model siklus, apabila dalam awal pelaksanaan kurang baik hasilnya maka dapat dilakukan tindakan pada siklus selanjutnya sampai target yang di inginkan tercapai. Adapun langkah-langkah penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan untuk setiap siklus dengan menggunakan model siklus menurut Arikunto (Ermalinda 2012:34) diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Proses Penelitian Tindakan Kelas Perencanaan
Pelaksanaan SIKLUS I
Pengamatan Refleksi
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengamatan SIKLUS II Refleksi
Siklus I
1. Rencana Tindakan
a. Peneliti bersama guru berkoordinasi tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan
b. Menyiapkan RPPH dan media yang sesuai dalam kegiatan bermain peran.
c. Menyiapkan instrumen observasi d. Menata lingkungan belajar 2. Pelaksanaan Tindakan
Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas anak dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan bahasa ekspresif anak. Peneliti terlibat langsung dalam kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung. Pendidik menggunakan acuan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) yang telah dibuat. Pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
3. Pengamatan atau Observasi
Observasi dilaksanakan selama proses pembelajaran di kelas berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat.
Observasi dilakukan untuk melihat langsung bagaimana kemampuan bahasa ekspresif anak dalam kegiatan role playing (bermain peran) pada saat proses pembelajaran berlangsung.
4. Refleksi
Peneliti bersama guru melakukan penilaian dan evaluasi sesuai hasil pengamatan dan pencatatan yang sudah dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Serta peneliti dan guru mendiskusikan hasil yang didapatkan untuk mengambil keputusan bersama.
Siklus II
Langkah-langkah yang dilakukan pada tindakan Siklus II ini hampir sama dengan perencanaan dan pelaksanaan dalam tindakan Siklus I dengan mengadakan beberapa perbaikan berdasarkan hasil refleksi siklus I.
Siklus n
Siklus n atau biasa dikatan dengan Siklus lanjutan, pada Siklus ini dilakukan apa bila dalam pelaksanaan tindakan Siklus II belum berhasil maka dilakukannya Siklus n.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lembar Observasi (Cheklist)
Lembar observasi digunakan agar peneliti lebih terarah dalam melakukan observasi sehingga hasil data yang didapatkan mudah diolah.
Lembar observasi tersebut digunakan untuk mengetahui perkembangan bahasa ekspresif anak dalam melakukan kegiatan role playing (bermain peran).
2. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan peneliti agar lebih terarah dalam melakukan proses pengambilan data perkembangan anak pada saat melakukan kegiatan role playing (bermain peran) berlangsung.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik observasi dan dokumentasi, berikut penjelasanya:
1. Observasi
Menurut Ermalinda (2012:113) ”teknik ini digunakan untuk mengamati dari dekat dalam upaya mencari dan menggali data melalui pengamatan secara langsung dan mendalam terhadap subjek dan objek yang diteliti”
Teknik observasi dilakukan untuk memperoleh data dengan menggunakan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian yaitu di TK Islam Uminda Makassar yang beralamat di Jl. Talasalapang, No 38 A Kel. Gunung Sari, Kecamatan Rappocini Kota Makassar, yang menjadi subjek penelitian yaitu anak kelompok B sebanyak 21 anak dengan melalui kegiatan role playing (bermain peran) dan melihat kejadian yang berlangsung pada saat melakukan kegiatan.
2. Metode Dokumentasi
Menurut Lexy (Ermalinda 2012:135) “dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal
dokumen dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan”.
Metode ini dilakukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian dengan mendokumentasikan data setiap kegiatan guru di sekolah dan kegiatan anak didik di sekolah dalam melakukan penelitian sehingga mendapatkan data yang akurat dan dapat menjadi masukan dalam menyusun laporan penelitian seperti data tentang sejarah sekolah, profil sekolaah, visi, misi, dan tujuan, serta rencana program pembelajaran di TK Islam Uminda Makassar.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian tindakan kelas diarahkan untuk mencari dan menemukan upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa Sanjaya (2011:106). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Dari hasil penelitian maka dilakukan analisis untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kemampuan bahasa ekspresif anak dari kegiatan pembelajaran role playing (bermain peran) yang dilakukan. Dalam analisis yang pertama yaitu deskriptif kualitatif ini akan didapatkan klasifikasi tingkat perkembangan kemampuan anak, yaitu :
1. Belum Berkembang 2. Mulai Berkembang
3. Berkembang Sesuai Harapan
4. Berkembang Sangat Baik
Analisis kedua yaitu deskriptif kuantitatif dimana dari empat klasifikasi kemampuan di atas dibuat dalam bentuk skor. Skor yang telah dikumpulkan tadi akan diolah menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
P : Angka Persentase
F : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya N : Jumlah frekuensi/banyaknya individu/indikator Sudjiono (Isnani 2013:59)
Menurut Yoni (Rosita 2019:57), kemudian data tersebut dipersentasekan dalam 4 tingkatan yaitu:
1. Kriteria sangat baik, yaitu antara 76% - 100%
2. Kriteria baik, yaitu antara 51% - 75%
3. Kriteria sedang, yaitu antara 26% - 50%
4. Kriteria kurang, yaitu antara 0% - 25%
Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Keberhasilan Anak
No Kriteria Penilaian Persentase
1 Berlum Berkembang (BB) 0% - 25 %
2 Mulai Berkembang (MB) 26% - 50 %
3 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 51% - 75%
4 Berkembang Sangat Baik (BSB) 76% - 100%
P = × 100
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Guru
No Kriteria Penilaian Persentase
1 Kurang > 60 %
1 Kurang > 60 %