SKRIPSI
DiajukanuntukMemenuhi Salah
SatuSyaratgunaMemperolehGelarSarjanaPendidikanpadaJurusanPendidikan Guru PendidikanAnakUsiaDiniFakultasKeguruandanIlmuPendidikan
UniversitasMuhammadiyah Makassar
Oleh Desi TamsiPutri Nim 105450001715
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020
iv Tiada kata yang lebihindahselaindo’a
Agar skripsiinicepatselesai
Ku olah kata, kubacamakna, ku ikat dalam alinea,
Kubingkai dalam bab sejumlah lima, jadilah mahakarya Saya datang, saya bimbingan, saya ujian,
Saya revisi, dan saya menang
Gelar sarjana kuterima, orang tuapun bahagia Kebahagiaan adalah ketika skripsimu selesai Dan sesuai dengan harapanmu
(DesiTamsiPutri)
Kuperuntukkankaryainisebagaitandabuktidancintakasihku kepadaIbundadanAyahandakutercinta, Saudaraku,Sahabatku,Orang-orang yang selalu menyanyangiku,Agama, Almamater, Bangsadan Negara
v
TK Islam Uminda Makassar. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Aliem Bahri dan pembimbing II M. Yusran Rahmat.
Masalah utama dalam penelitian ini yaitu kurangnya penerapan metode role playing (bermain peran) dalam melatih kemampuan bahasa ekspresif anak kelompok B di TK Islam Uminda Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak melalui penerapan metode role playing (bermain peran) kelompok B di TK Islam Uminda Makassar .
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif yang terdiri dari dua siklus dimana setiap siklus dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan. Prosedur penelitian meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah semua anak kelompok B di TK Islam Uminda Makassar yang berjumlah 21 anak yang terdiri dari 14 laki-laki dan 7 perempuan. Objek penelitian ini adalah kemampuan bahasa ekspresif anak melalui penerapan metode role playing (bermain peran).
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi chek list.
Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan kemampuan bahasa ekpresif anak kelompok B di TK Islam Uminda Makassar. Peningkatakan kemampuan bahasa ekspresif lebih menekankan pada perkembangan kebahasaan anak yang meliputi indicator bahasa ekspresif yaitu mengungkapkan keinginan, perasaan, dan pendapat dengan kalimat sederhana dalam berkomunikasi dengan anak atau orang dewasa, dan mengungkapkan perasaan, ide dengan pilihan kata yang sesuai ketika berkomunikasi. Dalam pelaksanaan Pra Tindakan kemampuan bahasa ekspresif anak mencapai 37.50% yang menunjukkan bahwa pelaksanaan Pra Tindakan masih dalam criteria mulai berkembang. Pada Siklus I pelaksanaan tindakan meningkat sebanyak 54% yang menunjukkan criteria berkembang sesuai harapan. Dan pada pelaksanaan Siklus II mencapai 82.10% yang menunjukkan criteria berkembang sangat baik dan telah mencapai indicator keberhasilan sehingga pelaksanaan penelitian dihentikan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan bahasa ekspresif anak kelompok B TK Islam Uminda Makassar melalui penerapan metod erole playing (bermain peran) mengalami peningkatan.
Kata kunci : Bahasa Ekspresif, Role Playing (bermain peran), Anak Kelompok B
vi
Allah Maha Penyayang dan Pengasih, demikian kata untuk mewakili atas segala karunia dan nikmat-Nya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu, Sang Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari deretan berkah-Mu.
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. kesempurnaan bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan, tetapi menghilang jika didekati.
Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam perampungan tulisan ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnyakepada kedua orang tua Tamrin dan Suri yang telah berjuang, berdoa, mengasuh, membesarkan, mendidik dan membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu. Kepada saudarakuSuliana, Suaeda, danDarmaisa yang telah berjuang membantu penulis dalam proses pencarian ilmu.Kepadakakakiparku Akbar Abadi, Faisal, dan Bang Dony.Demikian pula, penulis mengucapkan terimakasih kepada para keluarga yang tak hentinya memberikan motivasi dan
vii hingga selesainya skripsi ini.
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada;Prof. Dr. H.
Abd. Rahman Rahim, S.E.,M.M., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Tasrif Akib, S.Pd.,M.Pd.,ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini serta seluruh dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Kepala Sekolah, guru TK Bunda Yani Makassar, dan Ibu Endang Supraptiningsih S.Pd selaku guru kelompok B di TK tersebut yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat seperjuanganku Afiya, Fida, Anarianti, Cahyani (AFDFC), Ica Muliani, Nur Halija Lukman, dan Nursidah Yasin,yang selalu menemaniku dalam suka dan duka, teman-teman terkasih serta seluruh rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Angkatan 2015 atas segala kebersamaan, motivasi, saran, dan bantuannya kepada penulis yang telah memberi pelangi dalam hidupku.
viii
akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Aamiin.
Makassar, Januari 2020
Penulis
ix
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv
SURAT PERNYATAAN... v
SURAT PERJANJIAN ... vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. MasalahPenelitian ... 5
1. Identifikasi Masalah ... 5
2. Alternatif Pemecahan Masalah... 5
3. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penilitian ... 6
x
2. Konsep Tentang Bahasa Ekspresif ... 10
3. Metode Role Playing (Bermain Peran) ... 19
4. Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak Dengan Metode Role Playing (Bermain Peran) ... 28
B. Kerangka Pikir... 30
C. Hipotesis... 32
BAB III METODE PENELITIAN... 33
A. Jenis Penelitian... 33
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 33
C. Faktor yang Diselidiki... 34
D. Prosedur Penelitian... 34
E. Instrumen Penelitian... 37
F. Teknik Pengumpulan Data ... 38
G. Teknik Analisis Data ... 39
H. IndikatorKeberhasilan ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Hasil Penelitian ... 43
1. DeskripsiLokasiPenelitian... 43
2. PelaksanaanPraTindakan... 46
3. PelaksanaanTindakanSiklus I... 48
xi
A. Simpulan... 85 B. Saran... 86 DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xii
3.1 Kriteria Penilaian Keberhasilan Anak... 40 3.2 Kriteria Penilaian Guru ... 41 ...
4.1 Ruangan Kelas TK Islama Uminda ... 44 4.2 APE TK Islam Uminda Makassar ... 44 4.3 Data Hasil Observasi Pra Tindakan ... 46 4.4 Rekapitulasi Hasil Observasi Kemampuan Ba hasa Ekspresif Anak
Pra Tindakan ... 47 4.5 Hasil Observasi Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak Siklus 1 ... 59 4.6 Rekapitulasi Hasil Observasi Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak
Siklus I ... 60 4.7 Hasil Observasi Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak Siklus II ... 75 4.8 Rekapitulasi Hasil Observasi Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak
Siklus II... 76 4.9 Rekapitulasi Data Hasil Pra Tindakan, Siklus I, Siklus II ... 79
xiii
2.1 Bagan Kerangka Pikir... 30 3.1 Bagan Prosedur Penelitian... 34
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini yang mempunyai peranan sangat penting untuk mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan TK merupakan jembatan antara lingkungan keluarga dengan masyarakat yang lebih luas yaitu sekolah dasar dan lingkungan lainnya. Taman Kanak-kanak merupakan bentuk pendidikan anak usia dini yang berada pada jalur formal. Pendidikan taman kanak-kanak pada dasarnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai bentuk pendidikan yang memberikan pengasuhan, perawatan, dan pelayanan kepada anak usia dini serta mengembangkan aspek perkembangan anak. Seperti yang di atur dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 butir 14 dinyatakan bahwa:
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya pembinaan yang di tujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pedidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesepian dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ekspresif berarti tepat (mampu) memberikan (mengungkapkan) gambaran, maksud, gagasan, perasaan. Sedangkan menurut menurut Hurlock (1978:176) “bahasa ekspresif berarti suatu pertukaran pikiran dan perasaan”.
Bahasa ekspresif adalah salah satu tahap perkembangan bahasa anak usia Taman Kanak-kanak. Di sekolah maupun di luar sekolah, anak diharapkan mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat dalam berkomunikasi dengan lawan bicara. Pembelajaran berbahasa di TK di arahkan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun dengan lafal yang benar, sehingga anak dapat memahami kata dan kalimat sederhana serta mengkomunikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Tokan (2016:80) metode bermain peran adalah sebagai variasi metode pembelajaran, hal ini penting untuk menghilangkan pembelajaran yang monoton dan mengurangi kejenuhan peserta didik. Guru mencari masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah sosial untuk dimainkan/dipentaskan oleh anak di depan kelas. Metode ini dapat mengembangkan kreativitas anak, meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri, mengembangkan bakat, dan meningkatkan kemampuan anak untuk menganalisis masalah dan mengambil kesimpulan. Peran guru disini adalah sebagai fasilitator, motivator, dan pengendali suasana kelas agar tetap kondusif sehingga siswa yang memainkan peran dapat mendapatkan pengalaman suksesnya sebagai bagian terindah dalam hidupnya. Dengan
menggunakan metode ini, guru akan memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk dapat membangkitkan rasa percaya diri pada anak didik, dapat memotivasi anak didik, dan dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan dari metode role playing (bermain peran) adalah agar penanaman dan pengembangan aspek nilai dan sikap anak akan mudah dicapai, permainan ini melatih: yang pertama yaitu untuk menggali pengetahuan, pengalaman, pendapat juga sikap anak dalam satu skenario.
Kedua, melatih anak untuk menjadi orang lain dan merasakan empati terhadap peran yang dimainkannya. Sehingga anak diajarkan untuk menghayati suatu kejadian atau peristiwa yang sebenarnya dalam realitas kehidupan nyata.
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 28 Agustus 2019 di TK Islam Uminda Makassar pada kelompok B dengan jumlah anak didik 21 orang terdiri dari 14 laki-laki dan 7 Perempuan, dari hasil data yang peneliti ambil di sekolah bahwa perkembangan bahasa ekspresif anak di TK Islam Uminda Makassar khususnya pada kelompok B terdapat 7 anak yang kemampuan bahasa ekspresifnya belum berkembang, 13 anak yang kemampuan bahasa ekspresifnya mulai berkembang, dan 1 anak yang kemampuan bahasa ekspresifnya berkembang sesuai harapan. Ini terlihat ketika anak diberi kesempatan oleh guru untuk bercerita di depan kelas anak belum mampu bercerita anak cenderung menunduk dan menempel dengan guru dalam bercerita, anak belum mampu mengungkapkan keinginan dan pendapatnya
dengan baik dalam berkomunikasi dengan teman dan orang lain (orang dewasa), suara anak dalam berbahasa ekspresif kurang lantang cenderung berbisik, dengan gesture (sikap tubuh) yang terlihat kaku dan malu-malu untuk tampil ke depan mengungkapkan perasaan, ide dan kreativitasnya ketika diminta oleh guru.
Faktor lain yang menyebabkan perkembangan bahasa ekspresif anak masih kurang yaitu dilihat dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak di kelompok B hanya fokus pada kegiatan keterampilan membaca, menulis, dan mendengarkan ketika guru bercerita di depan kelas sehingga anak mudah cepat bosan dalam kelas. Dari kegiatan tersebut guru mengatakan alasan bahwa kegiatan tersebut adalah salah satu tuntutan untuk jenjang pendidikan selanjutnya yaitu ketika anak memasuki sekolah dasar khususnya pada kegiatan membaca dan menulis. Dampaknya terhambatnya kesempatan anak untuk mengembangkan aspek kemampuan bahasa ekspresif. Padahal yang diketahui bahwa bahasa ekspresif itu adalah salah satu tahap perkembangan bahasa anak usia Taman Kanak-kanak, di sekolah maupun di luar sekolah anak diharapkan mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat dalam berkomunikasi dengan teman atau lawan bicara.
Berdasarkaan masalah diatas, solusi pemecahan yang digunakan untuk membantu anak kelompok B TK Islam Uminda Makassar dalam meningkatkan kemampuan bahasa ekspresifnya adalah dengan menggunakan metode bermain role playing (bermain peran) yang cocok untuk melatih kemampuan bahasa ekspresif anak, agar bahasa ekspresif anak berkembang
dengan baik. Permainan yang peneliti ambil adalah bermain role playing (bermain peran).
Dengan berbagai pendapat yang dijelaskan di atas, maka diperlukan penyimpulan untuk menelaah lebih mendalam mengenai kemampuan bahasa ekspresif anak di TK Islam Uminda Makassar.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis berkeinginan melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak Melalui Penerapan Metode Role Playing (Bermain Peran)”
B. Masalah Penelitian
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, salah satu masalah utama dalam kemampuan bahasa ekspresif anak kelompok B di TK Islam Uminda adalah Kurangnya Penerapan Metode Role Playing (Bermain Peran) dalam melatih kemampuan bahasa ekspresif anak.
2. Alternatif Pemecahan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka alternatif pemecahan masalah yang ada pada anak kelompok B TK Islam Uminda Makassar, peneliti berupaya menemukan solusi pemecahan masalah melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan perlakuan dan siklus, yang di dukung dengan penerapan metode role playing (bermain peran) untuk meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak kelompok B TK Islam Uminda Makassar.
3. Rumusan Masalah
Bagaimana menerapkan metode Role playing (bermain peran) dalam meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak kelompok B Di TK Islam Uminda Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana menerapkan metode Role playing (bermain peran) dalam meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak kelompok B Di TK Islam Uminda Makassar?
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:
1. Manfaat Teoretis
a. Bagi pengembangan ilmu yaitu dapat menjadi masukan dalam bidang ilmu pendidikan.
b. Bagi penelitian sebagai bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya yang akan mengkaji masalah yang relevan dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Anak
Yaitu diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak melalui penerapan metode Role playing (bermain peran)
b. Bagi Guru dan Sekolah
Dari hasil penelitian ini guru dapat mengetahui pentingnya metode Role playing (bermain peran) untuk meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak, serta dapat meningkatkan wawasan dan keterampilan anak. Hasil penelitian ini dapat lebih meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah melalui penerapan metode Role playing (bermain peran) yang tepat untuk kelompok B Di TK Islam Uminda Makassar.
c. Bagi Peneliti
Dari hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti karena memberikan gambaran terhadap pemecahan suatu masalah yang sedang dihadapi serta menambah wawasan dan pengetahuan terutama pada Peningkatan kemampuan bahasa ekspresif anak melalui penerapan metode role playing (bermain peran) kelompok B Di TK Islam Uminda Makassar yang dimana metode ini sangat cocok di terapkan di Taman kanak-kanak untuk menambah keterampilan serta memberikan pengalaman baru bagi anak.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan diperlukan untuk menghasilkan kajian pustaka yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti mengambil rujukan dari penelitian lain yang diantaranya sebagai berikut:
Sumiati (2018:94) dalam jurnalnya yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Ekspresif pada Anak Usia 5-6 Tahun melalui Metode Role Playing (Penelitian Tindakan Kolaboratif di Paud Az-Zahra Mekarsaluyu Bandung). Berdasarkan hasil tindakan kolaboratif melalui penerapan metode pembelajaran role playing (bermain peran) di Paud Az- Zahra Mekarsaluyu Bandung Tahun Pelajaran 2017/2018 dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif bagi anak usia 5-6 tahun dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan peningkatan secara bertahap, sebelum tindakan kemampuan berbahasa ekspresif pada anak mencapai 30,32%, hasil ini menunjukkan kemampuan berbahasa ekspresif pada anak tersebut masih rendah berdasarkan pada indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Pada Siklus I setelah adanya tindakan meningkat menjadi 53,80%. Tindakan selanjutnya pada Siklus II mencapai 73,40%.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dilakukan tindakan selanjutnya pada Siklus III hasilnya mencapai 87,5% berada pada kategori Berkembang Sangat
8
Baik, dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa ekspresif pada anak usia 5-6 tahun di Paud Az-Zahra Mekarsaluyu Bandung dapat ditingkatkan melalui metode pembelajaran role playing (bermain peran). Keberhasilan dalam penelitian ini didukung dengan media dan sumber belajar yang bervariatif sesuai dengan minat anak dengan setting pembelajaran yang menarik sehingga anak antusias dan termotivasi untuk bermain dalam kegiatan role playing (bermain peran).
Yunita (2016:56) "Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan melalui Bermain Peran pada Kelompok B Paud Wijaya Kusuma Kelurahan Waytatan Kecamatan Teluk Betung Timur Bandar Lampung Tahun Ajaran 2015/2016”. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan dokumentasi, sedangkan analisis data di lakukan dengan analisis diskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa role playing (bermain peran) dapat meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak usia dini. Peningkatan kemampuan berbahasa lisan ini terlihat dari meningkatnya kemampuan berbahasa lisan pada siklus I yang semula hanya 18,75 persen yang berkembang sesuai harapan meningkat menjadi 25,00 persen pada siklus II bahkan juga berkembang sangat baik 12,50 persen, dan pada siklus III lebih meningkat lagi yakni 12,50 persen yang berkembang sesuai harapan, dan 75.00 persen yang berkembang sangat baik.
Ini berarti bahwa kegiatan role playing (bermain peran) mampu meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak usia dini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan role playing
(bermain peran) ternyata mampu meningkatkan kemampuan berbahasa lisan pada anak usia dini.
Dari penelitian yang sudah dibahas dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dari kedua penelitian. Persamaannya adalah sama- sama penerapan metode role playing (bermain peran). Adapun perbedaan didalam penelitian yang relevan ini yaitu dalam skripsi Sumiati (2018:94) fokus terhadap Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Ekspresif pada Anak Usia 5-6 Tahun melalui Metode Role Playing (Bermain Peran) dan dalam penelitian yang digunakan Yunita (2016:56) fokus terhadap Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan melalui Bermain Peran, dan jenis penelitian yang digunakan Sumiati dalam penelitiannya adalah penelitian tindakan kolaboratif, sedangkan penelitian Yunita menggunakan jenis penelitian tindakan kelas dengan menngunakan teknik analisis data deksriptif kualitatif. Dari penelitian di atas walaupun ada perbedaan akan tetapi masih berhubungan dengan penelitian ini. Dengan demikian penelitian di atas mendukung penelitian ini yaitu penelitian tentang Peningkatan Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak melalui Penerepan Metode Role Playing (Bermain Peran).
2. Konsep Tentang Bahasa Ekspresif a. Pengertian Bahasa Ekspresif
Menurut Grennspan (Hurlock 1978:151) “bahasa ekspresif adalah bahasa nonverbal yaitu kemampuan untuk membaca bahasa mimik atau pesan-pesan tanpa kata”. Anak-anak yang mempunyai kemampuan
komunikasi nonverbal yang sangat baik, akan juga mempunyai ekspresif muka yang sangat baik. Perkembangan kemampuan berkomunikasi nonverbal adalah jika anak mampu bercanda, karena bercanda membutuhkan kemampuan menginterprestasi ekspresi wajah, bentuk kalimat, intonasi, dan kata-kata dari orang yang kita hadapi dalam berkomunikasi ditengah candanya.
Selama tahun-tahun awal masa kanak-kanak tidak semua bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Pada waktu sedang bermain, anak seringkali berbicara dengan dirinya sendiri atau dengan mainannya.
Menurut Hurlock (1978:176) “bahasa ekspresif berarti suatu pertukaran pikiran dan perasaan”. Pertukaran tersebut dapat dilaksanakan dengan setiap bentuk bahasa seperti isyarat, ungkapan emosional, bicara, atau bahasa tulisan. sedangkan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ekspresif berarti “tepat memberikan gambaran, maksud, gagasan, perasaan”.
Berdasarkan sifatnya bahasa terbagi menjadi dua yaitu bahasa bersifat reseptif (menerima) dan bahasa yang bersifat ekspresif (mengungkapkan). Bahasa ekspresif adalah salah satu tahap perkembangan bahwa anak usia TK dimana anak diharapkan mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi secara efektif. Penggunaan bahasa ini tidak hanya sebatas dalam pemilihan kata-kata yang mempunyai arti benar untuk
menyampaikan pesan, tetapi juga tentang nada suara, gerak tangan dan kecepatan berbicara.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk menyatakan perasaan dengan mengepresikan dengan mimik dalam menyampaikan pesan saat berkomunikasi dengan orang lain.
b. Bahasa Ekspresif dalam Kurikulum 2013
Pembelajaran berbahasa di TK di arahkan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun dengan lafal yang benar, sehingga anak dapat memahami kata dan kalimat sederhana serta mengkomunikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan Permendikbud nomor 146 tentang Kurikulum Taman Kanak-kanak (2013:53) ada beberapa indikator bahasa ekspresif yang dikembangkan di Taman Kanak-kanak, yaitu:
a) Mengungkapkan keinginan, perasaan, dan pendapat dengan kalimat sederhana dalam berkomunikasi dengan anak atau orang dewasa.
b) Senang membaca buku-buku bergambar.
c) Mengungkapkan perasaan, ide dengan pilihan kata yang sesuai ketika berkomunikasi.
d) Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks.
e) Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama.
f) Membuat cerita dengan merangkaikan gambar seri
Menurut Moeslichatoen (Tendri 2014:15) indikator kemampuan bahasa ekspresif anak adalah kemampuan menyatakan sikap, gagasan, dan perasaan kepada orang lain.
Adapun penjelasan dari indikator sebagai berikut:
a. Kemampuan menyatakan sikap, dimana anak menyatakan sikap baik sikap setuju ataupun tidak setuju terhadap sesuatu kepada teman sebaya ataupun kepada orang dewasa.
b. Kemampuan menyatakan gagasan, dimana kemampuan anak dalam hal menyatakan pikiran ataupun ide kepada orang lain secara verbal.
Perkembangan bahasa akan tampak dari sejumlah indikator kemampuan berbahasa, diantaranya adalah sejumlah perbendaharaan kata, jenis, struktur, dan bentuk kalimat, isi yang dikandung, gambar atau lukisan, bentuk gerakan-gerakan tertentu yang bersifat eskpresif. Dengan menggunakan indikator tersebut, Makmun (Susanto 2017:159), mendeskripsikan perkembangan bahasa sebagai berikut:
1. Pada masa enam bulan pertama bayi, idividu berinteraksi dan berkomunkasi dengan lingkungannya secara spontan dan instingtif.
Secara positif gerakan yang dilakukan seperti menerima, meraih, atau mendapatkan benda-benda atau suara ibu. Gerakan negatif yag dilakukan seperti menolak benda yang tidak diinginkan, bahasa mimik (senyuman dan tawa), bahasa emosional ekspresif (menangis jika lapar, kedinginan, atau mendengar suara keras, dan meraba).
2. Pada masa enam bulan kedua dari masa bayi, bahasa sensori motorik tersebut berangsur berkurang, sedangkan bahasa merabanya semakin terarah dan terbentuk dengan meniru kata yang diucapkan oleh orang- orang diskeitarnya (meskipun mungkin ia sudah dapat membuat kalimat satu kata. Misalnya ”mamam”) ketika lapar.
3. Pada masa kanak-kanak, individu sudah mengenal individu sudah mengenal dan menguasai sejumlah perbendaharaan kata-kata. Pada usia 3-4 tahun, mencapai sekitar 300 kata dan usia 6-7 tahun mencapai 2.500 kata, dan bahkan bisa lebih dari itu.
4. Pada masa anak sekolah, dengan menguasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain maka pada periode 6- 8 tahun anak senang mendengar atau membaca cerita fantasi, dan usia 10-12 tahun, anak gemar cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan dan riwayat pahlawan).
5. Pada masa remaja awal, anak senang menggunakan bahasa sandi atau bahasa rahasia yang berlaku pada gang-nya sehingga banyak menimbulkan penasaran pihak luar untuk berusaha memahaminya, perhatian kearah bahasa asing juga mulai berkembang.
Dari uraian indikator bahasa ekspresif diatas dapat disimpulkan bahwa indikator bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk mengungkapkan dan menyatakan perasaan serta ide dan gagasan kepada orang lain.
d. Tahap-tahap Perkembangan Bahasa Ekspresif Anak
Tahap perkembangan bahasa ekspresif anak ditandai oleh usia dan karakteristik anak dalam bertindak dan berbahasa. Tahap perkembangan bahasa ekspresif untuk tiap usia tidak terlalu dibatasi secara ketat, misalnya pada perluasan umur 24-28 bulan, bisa juga di maksukkan pada tahap struktural, atau sebaliknya pada tahap struktural bisa dimasukkan
pada tahap perluasan, karena mereka memiliki ciri bahasa seperti pada tahap perluasan. Adapun tahap-tahap perlembangan bahasa ekspresif menurut Dougherty (Tendri 2014:10) dapat dilihat sebagai berikut:
1) Lahir 12 bulan disebut tahap random yaitu bunyi lisan, babbling misanya ma-ma, pemerolehan bunyi dalam bentuk kata-kata tertentu secara tepat.
2) Lahir 12 – 24 bulan disebut tahap unitary yaitu menggunakan kata sebagai kalimat untuk mengatakan keinginan tertentu misalnya untuk makan: (saya ingin makan).
3) Lahir 24 – 28 bulan disebut tahap perluasan kata-kata yaitu pivot, misalnya, main bola, main boneka, naik kuda. Anak juga mulai menghasilkan kata-kata yang diujarkan dalam kesatuan, misalnya untuk: saya tadi makan permen.
4) Lahir 28 – 60 bulan disebut tahap struktural yaitu penguasaan kosa katanya berkembang sesuai dengan pembentukan lingkungan kesehariannya. Anak juga sudah mengusai struktur kalimat S-O-P yang secara umum digunakan untuk mengatakan sesuatu, misalnya:
saya melihat mobil, saya melihat kuda, saya melihat paman.
5) Lahir 60 – 72 bulan disebut tahap otomatik yaitu anak sudah mampu menggunakan kata-kata dan kalimat untuk mengemukakan maksud tertentu secara otomatis. Anak juga sudah dapat mengoreksi kesalahan tuturannya. tetapi belum mampu memberikan alasan kesalahannya.
Pada tahap ini sudah mengentenalisasikan berbagai sistem dan kaidah kebahasaan sesuai dengan lingkungan pemakainya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan bahasa ekspresif anak ditandai oleh usia dan karakteristik anak dalam bertindak dan berbahasa.
f. Faktor-faktor Pendukung Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak Menurut Rachmat (Hasmah 2015:12) faktor yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan bahasa ekspresif anak adalah
“perkembangan pragmatik, perkembangan semantik, dan perkembangan sintaksis “. Selanjutnya di uraikan sebagai berikut:
1. Perkembangan Pragmatik
Perkembangan komunikasi sesungguhnya sudah dimulai sejak dini, pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyama, misalnya karena lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar ia akan mendapat perhatian dari ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan menangis bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya.
2. Perkembangan Semantik
Karena faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan semantik, maka pada umur 6 – 9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di sekitarnya. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak akan lebih populer di kalangan teman-temannya.
3. Perkembangan Sintaksis
Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun ada beberapa anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya berupa kalimat satu kata, kalimat dua kata, dan rangkaian dua kata.
g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Ekspresif Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu, perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Hartono (dalam Tendri 2014:13) faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan bahasa ekspresif itu adalah:
1) Umur anak.
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat.
2) Kondisi lingkungan.
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan kemampuan berbahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda dengan lingkungan pedesaan.
Begitu pula perkembangan kemampuan berbahasa di daerah pantai, pegunungan, daerah-daerah terpencil, dan di kelompok sosial lainnya.
3) Kecerdasan anak.
Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal tanda-tanda memerlukan kemampuan motorik yang baik.
Kemampuan motorik seseorang berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berfikir. Ketepatan meniru, memproduksi pembendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik, dan memahami atau menangkap suatu maksud pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir kecerdasan seorang anak.
4) Status sosial ekonomi keluarga.
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan kemampuan berbahasa anak-anak dan anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan lebih tampak perbedaan perkembangan kemampuan berbahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga berpengaruh pula pada perkembangan kemampuan berbahasa anak.
5) Kondisi fisik.
Kondisi fisik disini di maksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang yang cacat, yang terganggu kemampuannya unutk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap, atau organ suara tidak sempurna akan mengganggu perkembangan berkomunikasi dan tentu saja akan mengganggu perkembangannya dalam berbahasa.
Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa ekspresif anak di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa ekspresif anak, maka dari itu kita sebagai pendidik dan orang tua senantiasa harus memperhatikan perkembangan bahasa ekspresif anak agar tidak terjadi kendala pada kemampuan bahasa ekspresif anak seperti yang ada pada faktor-faktor di atas, sehigga kemampuan bahasa ekspresif anak berkembang dengan baik dan sesuai tingkat perkembangannya anak.
3. Metode Role Playing (Bermain Peran) a. Konsep Role Playing (Bermain Peran)
Peran dapat didenifisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagi suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai-nilai yang mendasarinya. Melalui bermain peran, anak-anak memncoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Menurut Mulyati (2007:27) “main peran adalah stimulasi (tiruan) tingkah laku dari orang yang diperankan”.
Menurut Susanto (2017:122) bermain peran adalah permainan yang dilakukan untuk memerankan tokoh-tokoh, beda-benda, dan peran- peran tertentu di sekitar anak. Bermain peran merupakan kegiatan menirukan perbuatan orang lain di sekitarnya. Dengan bermain peran, kebiasaan dan kesukaan anak untuk menirukan akan tersalurkan, serta dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.
Menurut Anas (2014:51) bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk “menghadirkan” peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu “pertunjukan peran” di dalam kelas/pertemuan yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian. Melalui kegiatan role playing (bermain peran) anak mencoba mengespresikan hubungan-hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya, bekerja sama dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama dapat mengesplorasi perasaan, sikap, nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Menurut Tokan (2016:80) metode bermain peran adalah sebagai variasi metode pembelajaran, hal ini penting untuk menghilangkan pembelajaran yang monoton dan mengurangi kejenuhan anak didik. Guru mencari masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah sosial untuk dimainkan/dipentaskan oleh anak, di depan kelas. Metode ini dapat mengembangkan kreativitas anak, meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri, mengembangkan bakat, dan meningkatkan kemampuan
siswa untuk menganalisis masalah dan mengambil kesimpulan. Peran guru disini adalah sebagai fasilitator, motivator, dan pengendali suasana kelas agar tetap kondusif sehingga anak yang memainkan peran dapat mendapatkan pengalaman suksesnya sebagai bagian terindah dalam hidupnya. Dengan menggunakan metode ini, guru akan memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk dapat membangkitkan rasa percaya diri pada anak didik, dapat memotivasi anak didik, dan dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Moeslichtoen (Ermita 17:2018) bermain peran adalah bermain menggunakan daya khayal, yaitu menggunakan bahasa atau pura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu., situasi tertentu, atau orang tertentu, dan binatang tertentu yang dalam dunia nyata tidak dilakukan. Metode bermain peran akan dilakukan oleh anak untuk memerankan suatu tokoh pilihannya dalam bentuk mikro dan makro, anak akan memerankan secara langsung tokoh sesuai keinginanya, seperti berperan sebagai dokter,pendidik, penjual, pembeli, petani, polisi, dan beberapa tokoh lainnya.
Menurut Gunarti (Ermita 18:2018) ”dalam bermain peran mikro dicirikan dengan kegiatan mendalag atau anak memainkan peran dengan alat bantu seperti boneka tangan, wayang-wayang, miniatur binatang, dan peralatan berukuran kecil lainnya yang mendukung”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode role playing (bermain peran) merupakan metode yang mengajarkan variasi metode
pembelajaran, mengembangkan kreativitas anak, meningkatkan keberanian, mengembangkan bakat, membangkitkan rasa percaya diri pada anak didik, dapat memotivasi anak didik, dan meningkatkan kemampuan anak untuk menganalisis masalah dalam kehidupan sehari- hari.
b. Tujuan Metode Role Playing (Bermain Peran)
Menurut Mulyasa (2012:173) tujuan dari metode role playing (bermain peran) adalah anak didik mencoba mengekporasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para anak didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai dan berbagai pemecahan masalah. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan anak- anak mampu:
1) Mengesplorasi perasaan-perasaannya.
2) Memperoleh wawasan tentang sikap nilai, dan presepsinya.
3) Mengembangkan keterampilan sikap, dalam pemecahan masalah yang dihadapi.
4) Mengesplorasi inti permasalahan yang diperannkan melalui berbagai cara.
Dalam kegiatan role playing (bermain peran) anak bertindak, berlaku, dan berbahsa seperti orang yang diperankannya. Dari segi bahasa berarati anak harus mengenal dan dapat menggunakan ragam- ragam bahasa yang sesuai. Menurut Mulyati (2007:27) tujuan dari bermain peran adalah:
1) Melatih anak untuk menghadapi situasi sebenarnya.
2) Melatih kemampuan berbahasa anak.
3) Memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kemampuannyadalam berkomunikasi.
Tujuan dari metode role playing (bermain peran) adalah agar penanaman dan pengembangan aspek nilai dan sikap anak akan mudah dicapai, permainan ini melatih: yang pertama yaitu untuk menggali pengetahuan, pengalaman, pendapat juga sikap anak dalam satu skenario.
Kedua, melatih anak untuk menjadi orang lain dan merasakan empati terhadap peran yang dimainkannya. Sehingga anak diajarkan untuk menghayati suatu kejadian atau peristiwa yang sebenarnya dalam realitas kehidupan nyata.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan metode role playing (bermain peran) adalah pembelajaran yang bertujuan untuk memerankan materi ajar yang diharapkan nantinya anak dapat menerima dan menyerap materi yang diberikan oleh guru.
c. Manfaat Metode Role Playing (Bermain Peran)
Menurut Madyawati (Sumiati 2018:95) Manfaat role playing (bermain peran) adalah sebagai berikut :
1. Membangun kepercayaan diri pada anak 2. Mengembangkan kemampuan berbahasa.
3. Meningkatkan kreativitas dan akal.
4. Membuka kesempatan untuk memecahkan masalah.
5. Membangun kemampuan sosial dan empati.
6. Memberikan anak pandangan yang positif
Kemampuan yang dihasilkan dalam kegiatan bermain peran dapat meningkatkan kemampuan pengungkapan kosa kata, pengendalian diri yang berhubungan dengan bagaimana anak berekspresi, meningkatkan kognitif anak dengan mengajak anak berimajinasi, menambah wawasan, dan pengalaman.
d. Kelebihan dan kelemahan Metode Role Playing (bermain peran) Dalam pelaksanaan metode pembelajaran role playing (bermain peran) memiliki kelebihan dan kelemahan yang harus diketahui oleh guru. Menurut Roestiyah (Handayani 2014:19) kelebihan metode role playing (bermain peran) adalah:
1) Siswa lebih tertarik perhatiannya pada saat pembelajaran.
2) Melatih siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.
3) Memunculkan rasa tanggung jawab terhadap peran yang dimainkan.
4) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.
5) Bahasa ekspresif anak dilatih menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.
Dilihat dari kelebihan-kelebihan bermain peran yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain peran sangatlah penting bagi anak karena melatih anak untuk aktif dalam proses pembelajaran serta melatih kreatifitas dan bahasa ekspresifnya anak.
Adapun kelemahan metode Role Playing (bermain peran) menurut Yunita (2016:24) yaitu:
1) Memakan waktu yang cukup lama
2) Sebagaian besar anak yang tidak ikut bermain peran mereka menjadi kurang aktif
3) Memerlukan tempat yang cukup luas,
4) Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa guru harus lebih menguasi langkah-langkah pembelajaran. Karena apabila pelaksanaan role playing (bermain peran) mengalami kegagalan bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus tujuan pembelajaran tidak tercapai.
e. Langkah-langkah metode Role Playing (bermain peran)
Menurut Yunita (2016:24) adapun langkah-langkah bermain peran yaitu terdiri dari delapan langkah:
1) Guru mengumpulkan anak untuk di berikan pengarahan dan aturan-aturan serta tata tertib dalam bermain
2) Guru menjelaskan alat-alat yang akan digunakan oleh anak-anak untuk bermain
3) Guru memberikan pengarahan sebelum bermain dan mengabsen anak-anak serta menghitung jumlah anak bersama-sama
4) Guru memberikan tugas kepada anak sebelum bermain menurut kelompoknya agar anak tidak saling berebut dalam bermain. Anak
diberikan penjelasan mengenai alat-alat bermain yang sudah disediakan
5) Guru sudah menyiapkan alat-alat permainan yang akan di gunakan sebelum anak-anak mulai bermain
6) Anak bermain sesuai dengan perannya
7) Guru hanya mengawasi, mendampingi anak dalam bermain apabila di butuhkan anak, guru tidak banyak bicara dan tidak banyak dalam membantu anak
8) Setelah waktu bermain hampir habis, guru dapat menyiapkan berbagai macam buku cerita sementara guru merapikan permainan dengan di bantu oleh beberapa anak.
Dari langkah-langkah metode role playing (bermain peran) tersebut akan menciptakan pembelajaran yang menarik dan diharapkan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran dan kreatifitas anak dalam bermain peran. Guru harus mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam melaksanakan metode pembelajaran role playing (bermain peran) agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Bagi anak yang terlibat di permainan drama saat pertama kali maka keterlibatannya saat ini menandai sebuah langkah besar. Artinya anak tidak hanya punya percaya diri cukup kuat mencoba jadi orang lain, tetapi anak juga punya kesempatan berharga menerapkan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Menurut Davidson (Beaty 2011:72) Beberapa hal yang harus di amati dalam permainan drama bisa meliputi:
a) Tema permainan
b) Peran yang dimainkan anak
c) Siapa lagi yang bermain dan apa peran mereka d) Jenis interaksi dengan anak-anak lain
e) Siapa pemimpin dan siapa pengikut
f) Durasi waktu saat anak menjalankan pesan
Dalam pelaksanaan pembelajaran role playing (bermain peran) Shaftel (Mulyasa 2012:176) mengemukakan sembilan tahap role playing (bermain peran) yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1) Menghangatkan suasan dan memotivasi anak.
2) Memilih peran dalam pembelajaran.
3) Menyusun tahap-tahap peran.
4) Menyiapkan pengamat.
5) Tahap pemeranan.
6) Diskusi dan evaluasi pembelajaran.
7) Pemeranan ulang.
8) Diskusi dan evaluasi tahap dua.
9) Mengambil pengalaman dan pengambilan kesimpulan.
f. Bermain Peran Dalam Ruangan
Bermain peran dalam ruangan biasanya sedikit lebih tenang dan ruangannya lebih luas karena ruangan untuk bermain biasanya dirancang dan ditata sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk berbagai macam kegiatan.
Bender (Mulyasa 2012:184) menyarankan agar satuan pendidikan mengoganisasikan alat-alat dan pakaian yang memungkinkan anak untuk memainkan berbagai macam peran di dalam
masyarakat. Materi-materi tersebut antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Kemasan makanan yang telah kosong, uang mainan, pakaian pelayan, lemari tempat barang yang dijual.
2) Perlengkapan tukang cukur atau salon kecantikan: sampo, jepit rambut, alat pengering rambut, sisir, botol minyak rambut yang sudah kosong, alat cukur, dan sebagaianya.
3) Perlengkapan kantor pos: prangko, amplop, kartu pos, uang, kertas, dan pensil.
4) Dokter dan peralatan rumah sakit: stetoskop, termometer, alatsuntikan, pakaian dokter dan perawat.
5) Rumah makan: piring, gelas, sendok, garpu, kompor, pisau, daftar makanan, notes untuk pesan makanan dan minuman, pensil, alat masak, meja kursi, telepon, pakaian juru masak, dan serbet.
Dalam rangka memperlancar kegiatan anak dalam bermain peran, guru harus berusaha menyediakan berbagai macam alat dan perlengkapan untuk memperluas ide bermain anak.
4. Kemampuan Bahasa Ekpresif dengan Menggunakan Metode Role Playing (Bermain Peran)
Menurut Sorbana (Sumiati 2018:95) kemampuan berbahasa ekspresif pada anak usia dini meliputi kemampuan berbahasa verbal dan non verbal.
Bahasa verbal meliputi: pengucapan, pengertian kata, kosa kata, keruntutan.
Sedangkan non verbal, meliputi: pengekspresian mimik wajah yang tepat, gesture atau sikap tubuh yang sesuai, kenyaringan (volume) suara yang jelas, kelancaran dalam berbahasa (fluency), kontak dengan lawan bicara serta rasa percaya diri.
Menurut Susanto (2017:122) bermain peran adalah permainan yang dilakukan untuk memerankan tokoh-tokoh, beda-benda, dan peran-peran tertentu di sekitar anak. Bermain peran merupakan kegiatan menirukan perbuatan orang lain di sekitarnya. Dengan bermain peran, kebiasaan dan kesukaan anak untuk menirukan akan tersalurkan, serta dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.
Metode Role playing (bermain peran) merupakan metode yang mengajarkan variasi metode pembelajaran, mengembangkan kreativitas anak, mengembangkan bakat, membangkitkan keberanian dan rasa percaya diri pada anak, dapat memotivasi anak didik, dan meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak dalam menganalisis masalah kehidupan sehari-hari.
Anak memperoleh pemahaman yang utuh tentang bagaimana memecahkan masalah tertentu. Karena itu metode role playing (bermain peran) bila dilaksanakan secara tepat dapat memperluas wawasan anak. Anak diharapkan mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi secara efektif, dan berminat dapat berbahasa Indonesia.
Namun yang terjadi selama ini dalam kegiatan belajar mengajar, kemampuan ini kurang efektif dengan gaya mengajar guru yang mendominasi pembelajaran dengan metode ceramah kurang memberikan peluang kepada anak untuk mengemukakan pendapat. Dampaknya, terhambatnya kesempatan anak untuk mengembangkan aspek perkembangan bahasa, khususnya kemampuan bahasa ekspresif. Bahasa ekspresif adalah salah satu tahap
perkembangan bahwa anak usia TK dimana anak diharapkan mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi secara efektif. Melalui role playing (bermain peran) anak akan berperan sebagai orang lain atau suatu benda yang dapat menjelaskan siapa peran yang diperagakan atau dimodelkan sehingga anak terlibat secara langsung dan berkomunikasi dengan bahasa ekspresif yang tepat.
Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas bahwa metode role playing (bermain peran) merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kemampuan berbahasa ekspresif pada anak karena anak dapat berkolaborasi memainkan sebuah peran tertentu dengan imajinasinya, bekerja sama dan berkomunikasi satu sama lain serta menggali kreativitas sesuai minat dan bakatnya.
B. Kerangka Pikir
Bahasa ekspresif adalah salah satu tahap perkembangan bahasa anak usia Taman Kanak-kanak. Di sekolah maupun di luar sekolah, anak diharapkan mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, berkomunikasi secara efektif, dan berminat dapat berbahasa Indonesia. Namun yang terjadi selama ini dalam kegiatan belajar mengajar di TK Islam Uminda Makassar hanya berfokus pada kegiatan membaca dan menulis kemampuan ini tidak bervariasi karena kurang memberikan peluang kepada anak untuk mengemukakan pendapat. Dampaknya, terhambatnya kesempatan anak untuk
mengembangkan aspek perkembangan bahasa, khususnya kemampuan bahasa ekspresif.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak, perlu adanya pembelajaran yang bervariasi, menyenangkan, dan menarik minat anak.
Salah satu permainan yang menyenangkan bagi anak adalah permainan role playing (bermain peran) dapat mengembangkan aspek perkembangan anak, terutama pada aspek kemampuan berbahasa ekspresif anak. Maka dari itu peneliti mengambil metode role playing (bermain peran) untuk melatih kemampuan berbahasa ekspresif anak. Berdasarkan uraian diatas maka dibuatlah bagan kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 2.1: Kerangka Pikir Kondisi
Awal
Faktor Guru:
Guru belum menerapkan metode role playing (bermain peran)
Faktor Anak:
Kemampuan bahasa ekspresif anak masih rendah
Tindakan
Menerapkan metode role playing
(bermain peran)
Siklus I: Anak melakukan kegiatan bermain peran sesuai dengan tema
Kondisi Akhir
Kemampuan bahasa ekspresif anak meningkat
Siklus II: Anak melakukan kegiatan bermain peran setelah pelaksanaan penilaian pada siklus I
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: “ Jika metode role playing (bermain peran) diterapkan maka kemampuan bahasa ekspresif anak kelompok B di TK Islam Uminda Makassar akan meningkat”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah suatu proses penyelidikan ilmiah dalam bentuk refleksi diri yang melibatkan guru dalam situasi pendidikan tertentu dengan tujuan memperbaiki pemahaman dan keadilan tentang situasi atau praktik pendidikan, memahami tentang praktik yang dilakukan, dan situasi-situasi dimana praktik itu dilaksanakan. Penelitian tindakan kelas ini berfungsi untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran. Penelitian ini berbentuk kolaboratif antara guru dan peneliti, dimana guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti sebagai observer.
Pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif yang bertujuan untuk mengungkapkan masalah yang di teliti secara menyeluruh, luas dan dalam. Khususnya mengenai kemampuan bahasa ekspresif melalui penerapan metode role playing (bermain peran) kelompok B di TK Islam Uminda Makassar.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di TK Islam Uminda Makassar. Alamat sekolah Jl. Talasalapang, No 38 A Kel. Gunung Sari, Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah anak
33