BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian teori
2. Metode Rotating Trio Exchange (Pertukaran Tiga Memutar)
a. Tinjauan Tentang Metode Rotating Trio Exchange (Pertukaran Tiga Memutar)
Metode pembelajaran merupakan cara yang dapat digunakan guru untuk berinteraksi atau menyampaikan materi pembelajaran terhadap siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu metode yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan keaktifan
siswa adalah metode Rotating Trio Exchange atau Pertukaran Tiga Memutar. Metode ini memungkinkan siswa belajar secara aktif dan ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Metode Rotating Trio Exchange (Pertukaran Tiga Memutar) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam mengusai materi pembelajaran. Melvin L Silberman (2013: 103) mengungkapkan bahwa metode Rotating Trio Exchange (Pertukaran Tiga Memutar) merupakan strategi bagi siswa untuk berdiskusi tentang berbagai masalah pembelajaran dengan beberapa teman kelasnya. Pada strategi tersebut siswa akan saling berkelompok dengan teman sekelasnya untuk saling bertukar pendapat dalam memecahkan suatu permasalahan. Strategi ini juga mengembangkan sebuah lingkungan belajar aktif dengan menciptakan siswa bergerak secara fisik untuk saling berbagi pikiran secara terbuka untuk memperoleh pengetahuan. b. Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode
Rotating Trio Exchange (Pertukaran Tiga Memutar).
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode Rotating Trio Exchange (Pertukaran Tiga Memutar) menurut Melvin L Silberman (2013: 103) sebagai berikut:
1) Kelas diawali dengan pembagian kelompok yang terdiri dari 3 orang siswa, dan memberi nomor 0, 1, 2 pada setiap trio. Kelas ditata sehingga setiap kelompok lain di kiri dan kanannya.
2) Setelah kelompok terbentuk, guru memberi pertanyaan yang sama pada setiap trio untuk didiskusikan sesui materi pelajaran.
3) Setelah diskusi kemudian guru memerintahkan nomor 1 berpindah searah jarum jam dan bertugas mencari informasi ke kelompok yang lain, dan nomor 2 berpindah berlawanan searah jarum jam dan bertugas mencari informasi. Sedangkan nomor 0 tetap ditempat yang memiliki tanggung jawab untuk menerima dan memberi informasi kepada kelompok lain yang berkunjug ke tempatnya. 4) Kemudian siswa kembali ke kelompok masing-masing untuk
menyampaikan atau mendiskusikan hasil kerjannya. Guru meminta peserta untuk mendiskusikan hasil sharingnya. Dalam proses pembelajaran, siswa diajak untuk berdiskusi secara klasikal untuk membahas permasalahan yang belum jelas atau kurang dimengerti. 5) Untuk mengakhiri pembelajaran, guru bersama-sama dengan siswa
mengevaluasi dan menyimpulkan materi pelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran metode Rotating Trio Exchange (Pertukaran Tiga Memutar). Isjoni (2012: 59) mengemukakan lagkah-langkah-langkah pembelajaran metode Rotating Trio Exchange (Pertukaran Tiga Memutar) adalah sebagai berikut: 1) kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari tiga orang; 2) setiap satu kelompok akan diberiakan angka 0, 1 dan 2 untuk setiap siswa; 3) berikan semua kelompok satu pertanyaan; 4) perintahkan siswa angka 1 untuk memutar searah jarum jam, siswa nomor 2 berlawanan dengan
jarum jam, sedangkan nomor 0 tetap ditempat; 5) kemudian beri pertanyaan kembali kesemua kelompok dan perintahkan kembali untuk melakukan rotasi atau putaran begitu seterusnya.
Berdasarkan langkah-langkah yang telah dikemukakan oleh kedua ahli tersebut peneliti menggunakan langkah-langkah berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Melvin L Silberman, pada langkah-langkah yang dikemukakan Silberman siswa diperintahkan untuk kembali pada kelompok awal untuk berdiskusi, sehingga semua informasi yang didapat dari hasil diskusi dari kelompok lain dapat diolah dan digali sehingga dapat menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru. Langgkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kelas diawali dengan pembagian kelompok yang terdiri dari 3 orang siswa, dan memberi nomor 0, 1, 2 pada setiap trio. Kelas ditata sehingga setiap kelompok lain di kiri dan kanannya. 2) Setelah kelompok terbentuk, guru memberi pertanyaan yang sama pada setiap trio untuk didiskusikan sesui materi pelajaran. 3) Setelah diskusi kemudian guru memerintahkan nomor 1 berpindah searah jarum jam dan bertugas mencari informasi ke kelompok yang lain, dan nomor 2 berpindah berlawanan searah jarum jam dan bertugas mencari informasi. Sedangkan nomor 0 tetap ditempat yang memiliki tanggung jawab untuk menerima dan memberi informasi kepada kelompok lain yang berkunjug ke tempatnya. 4) Kemudian siswa kembali ke kelompok masing-masing untuk menyampaikan atau mendiskusikan
hasil kerjannya. Guru meminta peserta untuk mendiskusikan hasil sharingnya. Dalam proses pembelajaran, siswa diajak untuk berdiskusi secara klasikal untuk membahas permasalahan yang belum jelas atau kurang dimengerti. 5) Untuk mengakhiri pembelajaran, guru bersama-sama dengan siswa mengevaluasi dan menyimpulkan materi pelajaran. 3. Metode Buzz Group
a. Jenis-jenis Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pembelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah (Hasibuan dan Moedjiono, 2006: 20-22). Jenis-jenis diskusi menurut Hasibuan dan Moedjiono adalah sebagai berikut:
1) Whole Group
Kelas merupakan satu kelompok diskusi. Whole Group yang ideal apabila jumlah anggota tidak lebih dari 15 orang.
2) Buzz Group
suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok kecil, terdiri atas 4-5 orang. Tempat diatur agar siswa dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi dapat dilakukan di tengah atau di akhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka bahan pelajaran, atau menjawab peranyaan-pertayaan.
3) Panel
Suatu kelompok kecil, biasanya 3-6 orang, mendiskusikan satu subjek tertentu, duduk dalam suatu susunan semi melingkar, dipimpin oleh seorang moderator. Panel ini secara fisik dapat berhadapan dengan audience, dapat juga secara tidak langsung (misalnya panel di televisi). Pada suatu panel yang murni, audience tidak ikut serta dalam diskusi.
4) Sundicate Group
Suatu kelompok (kelas) dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri dari 3-6 orang. Masing-masing kelompok kecil melaksanakan tugas tertentu. Guru menjelaskan garis besarnya problema kepada kelas; ia menggambarkan aspek-aspek masalah, kemudian tiap-tiap kelompok (syindicate) diberi tugas untuk mempelajari suatu aspek tertentu. Guru menyediakan referensi atau sumber-sumber informasi lain.
Setiap sindikat bersidang sendiri-sendiri atau membaca bahan, berdiskusi, dan menyusun laporan yang berupa kesimpulan sindikat. Tiap laporan dibawa ke sidang pleno untuk didiskusikan lebih lanjud.
5) Brain Storming Group
Kelompok menyumbangkan ide-ide baru tanpa dinilai segera. Setiap anggota kelompok mengeluarkan pendapatya. Hasil belajar yang diharapkan ialah agar anggota kelompok belajar menghargai
pendapat orang lain. menumbuhkan rasa percaya diri dalam mengembangkan ide-ide yang ditemukannya yang dianggapbenar. 6) Simposium
Beberapa orang membahas tentang berbagai aspek dari suatu subjek tertentu, dan membacakan di muka peserta simposium secara singkat (5-20 menit). Kemudian diikuti dengan sanggahan dan pertanyaan dari para penyanggah, dan juga dari pendengar. Bahasan dan sanggahan itu selanjutnya dirumuskan oleh panitia perumus sebagai hasil simposium
7) Informal Debate
Kelas dibagi menjadi dua tim yang agak sama besarnya, dan mendiskusikan subjek yang cocok untuk diperdebatkan tanpa memperhatikan peraturan perdebatan formal. Bahan yang cocok untuk diperdebatkan ialah yang bersifat problematis, bukan yang bersifat faktual.
8) Colloqium
Seseorang atau beberapa orang manusia sumber menjawab pertanyaan dari audience. Dalam kegiatan belajar-mengajar, siswa atau mahasiswa menginterviu manusia sumber, selanjutnya mengundang pertanyaan lain atau tambahan dari siswa atau mahasiswa lain. Hasil belajar yang diharapkan ialah para siswa atau mahasiswa akan memperoleh pengetahuan dari tangan pertama.
9) Fish Bowl
Beberapa orang peserta dipimpin oleh seorang ketua mengadakan suatu diskusi untuk mengambil suatu keputusan. Tempat duduk diatur merupakan setengah lingkaran dengan dua atau tiga kursi kosong menghadap peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok diskusi, seolah-olah melihat ikan yang berada dalam sebuah mangkok (fish bowl)
Sedang kelompok diskusi berdiskusi, kelompok pendengar yang ingin menyumbangkan pikiran dapat masuk duduk di kursi kosong. Apabila ketua diskusi mempersilahkan berbicara, ia dapat langsung berbicara, dan meninggalkan kursi setelah selesai berbicara.
b. Pengertian Metode Buzz Group
Perkembangan metode pembelajaran bagi siswa terus dilakukan. Perkembangan metode tersebut bertujuan agar siswa dapat lebih cepat menangkap dan mengingat pelajaran yang diberikan oleh guru. Metode pembelajaran juga bertujuan agar siswa lebih tertarik dengan pelajaran terseut sehingga memunculkan keaktifan siswa. Salah satu metode yang dapat diterapkan oleh guru adalah metode Buzz Group.
Buzz Group merupakan metode jenis diskusi dimana dalam kelas akan dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk melakukan diskusi sesuai materi yang telah diberikan oleh guru. Diskusi ini melibatkan seluruh siswa untuk bekerjasama dalam kelompoknya.
Menurut Moedjiono & Dimyati (1992: 54), kelompok dadakan atau Buzz Group adalah satu jenis diskusi kelompok kecil yang beranggotakan 3-4 orang, dan bertemu secara bersama-sama membicarakan suatu topik yang sebelumya telah dibicarakan secara klasikal. Diskusi kelompok dadakan ini dapat dilaksanakan di tengah-tengah atau di akhir jam pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka isi pelajaran, memperjelas isi pelajaran, atau menjawab pertayaan-pertayaan.
Metode Buzz Group memungkinkan siswa untuk saling bertukar dengan mudah, pada metode ini tempat duduk akan diatur agar siswa dengan mudah untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Diskusi diterapkan agar siswa dapat saling bertukar pikiran dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat memunculkan pengetahuan baru sesuai dengan hasil diskusi kelompok diskusinya. Sunaryo (1989: 107) mengemukakan bahwa pada diskusi ini kelompok besar akan dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri atas 3 sampai 4 orang. Tempat duduk diatur sedemikian rupa agar siswa dapat bertukar pikiran dan berhadapan muka dengan mudah. Diskusi dadakan di tengah-tengah pelajaran atau di akhir pelajaran dengan maksud menjamkan kerangka bahan pelajaran, memperjelas bahan pelajaran atau menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Keaktifan siswa dapat dimunculkan dengan berbagai macam metode, salah satunya adalah dengan menerapkan metode diskusi,
dengan berdiskusi siswa dapat dengan mudah untuk saling bertukar pikiran dan berbagi pengetahuan yang dimiliki masing-masing siswa. Diskusi jenis Buzz Group adalah suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok kecil, terdiri atas 4-5 orang. Tempat diatur agar siswa dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah. Diskusi dapat dilakukan di tengah atau di akhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka bahan pelajaran, atau menjawab peranyaan-pertayaan (Hasibuan & Moedjiono, 2006: 20-21).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas peneliti merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Sunaryo (1989: 107) bahwa medote Buzz Group adalah metode dimana dalam satu kelas siswa akan dibagi menjadi beberapa kelompok antara 3-4 siswa untuk melakukan diskusi, bertukar pendapat dan pikiran, dan memperjelas materi pembelajaran. Tempat duduk diatur agar siswa dapat berhadapan muka bertujuan agar siswa mudah dalam bertukar pikiran atau berdiskusi.
c. Langkah-langkah Penerapan Metode Buzz Group
Langkah-langkah metode Buzz Group menurut Moedjiono & Dimyati (1992: 54):
1) Siswa dalam kelas dibagi dalam beberapa kelompok kecil beranggotakan 3-4 orang.
2) Siswa diberikan sebuah topik atau materi pembelajaran yang telah disiapkan sebelumya untuk didiskusikan.
3) Diskusi dapat dilaksanakan di tengah-tengah atau diakhir pembelajaran.
4) Siswa melakukan presentasi sesuai dengan hasil diskusi yang telah dilakukan di depan kelas.
Langkah-langkah metode Buzz Group menurut Sunaryo (1989: 107) adalah sebagai berikut: 1) kelompok besar akan dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri atas 3 sampai 4 orang; 2) Tempat duduk diatur sedemikian rupa agar siswa dapat bertukar pikiran dan berhadapan muka dengan mudah; 3) Diskusi dadakan dilaksanakan di tengah-tengah pelajaran atau diakhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka behan pelajaran, memperjelas bahan pelajaran atau menjawab pertanyaan –pertanyaan; 4) siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.
Langkah-langkah metode Buzz Group menurut Sudjana (2005: 123) sebagai berikut:
1) Guru, bersama siswa memilih dan menentukan masalah dan bagian-bagian masalah yang akan dibahas dan dan perlu dipecahkan dalam proses pembelajaran.
2) Guru menunjuk beberapa peserta didik untuk membentuk kelompok kecil 3-4 orang.
3) Guru membagikan bagian-bagian masalah kepada masing-masing kelompok kecil.
4) Kelompok-kelompok kecil berdiskusi untuk membahas bagian masalah yang telah ditentukan.
5) Apabila waktu diskusi yang telah ditentukan selesai. Guru mengundang kelompok-kelompok kecil untuk berkumpul kembali dalam kelompok besar, kemudian ia mempersilahkan para pelapor dari masing-masing kelompok kecil secara bergiliran untuk menyampaikan laporannya kepada kelompok besar.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas maka langkah-langkah metode buzz group adalah sebagai berikut: 1) Guru bersama siswa memilih dan menentukan topik atau masalah yang akan dibahas dan dipecahkan dalam proses pembelajaran; 2) kelompok besar akan dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri atas 3 sampai 4 orang; 3) Tempat duduk diatur sedemikian rupa agar siswa dapat bertukar pikiran dan berhadapan muka dengan mudah; 4) Diskusi dadakan dilaksanakan di tengah-tengah pelajaran atau diakhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka behan pelajaran, memperjelas bahan pelajaran atau menjawab pertanyaan –pertanyaan; 5) siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. d. Kelebihan Metode Buzz Group
Metode buzz group adalah diskusi yang melibatkan semua siswa, dengan diskusi ini semua siswa akan ikut berpartisipasi selama kegiatan pembelajaran. Metode ini akan menciptakan suasan belajar yang berbeda dari pembelajaran yang biasanya yaitu dengan metode
ceramah. Menurut Moedjiono & Dimyati (1992: 55), keunggulan diskusi kelompok dadakan atau Buzz Group adalah dapat mendorong individu yang malu-malu untuk memberikan sumbangan pemikiran, menciptakan suasana yang menyenangkan, menghemat waktu memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan, memberikan variasi kegiatan belajar, dan dapat digunakan bersama metode yang lain. Metode Buzz Group dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dengan melibatkannya langsung dalam proses pembelajaran.
Kelebihan dari metode Buzz Group juga dikemukakan oleh Sunaryo (1989: 107) yang mengatakan bahwa metode ini memiliki kelebihan yaitu melibatkan semua siswa aktif dalam pembelajaran, mendorong anggota yang kurang percaya diri untuk memngemukakan pendapat, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menghemat waktu, memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan, memberikan variasi dalam belajar. Kelebihan lain dari metode ini yaitu dapat digunakan bersama dengan metode lain seperti college ball, jigsaw, two stay two stray,dll.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari metode Buzz Group yaitu membantu peserta didik untuk bisa dan berani mengemukakan pendapat di dalam kelompok, mendorong tiap anggota untuk berpartisipasi dalam kelompoknya, menciptkan pembelajaran yang menenangkan, menumbuhkan suasana
akrab, dan dapat digunakan bersama metode lain sehingga penggunaan teknik lebih bervariasi.
e. Kekurangan metode Buzz Group
Metode diskusi selain memiliki kelebihan juga memiliki beberapa kekurangan, misalnya pembelajaran tidak akan berhasil jika dalam suatu kelompok diskusi tidak terjadi kerjasama yang baik. Moedjiono & Dimyati (1992: 55) mengemukakan bahwa kekurangan dari metode ini adalah tidak ada waktu persiapan yang cukup, tidak akan berhasil apabila anggota kelompok terdiri orang yang tidak tau apa-apa, mungkin diskusi akan berputar-putar, mungkin tidak ada kepemimpinan yang baik dalam kelompok, mungkin juga laporan tidak tersusun dengan baik.
Kekurangan metode Buzz Group juga dikemukakan oleh Sunaryo (1989: 107-108) yaitu metode ini tidak dapat berhasil apabila anggota kelompok terdiri dari orang yang tidak tahu apa-apa sehingga diskusi akan berputar-putar, tidak ada kepemimpinan yang baik dalam kelompok, mungkin laporan tidak tersusun dengan baik, dan tidak ada waktu persiapan yang cukup. Guru memiliki peran penting dalam pemilihan suatu metode, pada metode ini guru sebaiknya dapat menentukan dan mengelola kelompok diskusi untuk meminimalisir kekurangan dari metode tersebut.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kekurangan dari metode ini adalah kurangnya waktu persiapan kareana
merupakan kelompok yang dibuat secara mendadak, diskusi tidak akan berjalan apabila peserta didik kurang menguasai materi, tidak ada kepemimpinan yang baik, dan memungkinkan hasil diskusi tidak akan tersusun dengan baik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut disini peran guru sangat penting, guru sebaiknya mampu mengelola kelas dengan maksimal. Pemilihan kelompok dalam diskusi harus diperhatikan, misalnya dalam satu kelompok harus ada satu teman yang memiliki nilai diatas rata-rata atau tingkat kepandaian yang lebih tinggi. Guru biasanya sudah mengetahui kriteria murid yang dianggap memiliki tingkat kepandaian lebih sehingga mudah mengkondisikan kelompok.
4. Keaktifan
a. Pengertian keaktifan
Strategi pembelajaran aktif adalah strategi yang dapat melibatkan siswa secara aktif untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Keaktifan siswa pada proses pembelajaran melibatkan kegiatan fisik dan psikis. Menurut Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi (1991: 6-7), kegiatan belajar dapat dikatakan berhasil apabila dilakukan melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Keaktifan siswa dalam belajar diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran dengan mengaktifkan aspek jasmani maupun aspek rohaninya dan harus dipahami serta dikembangkan oleh
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Keaktifan belajar siswa tersebut akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran merupakan faktor penting. Hal utama yang menjadi pendorong keaktifan siswa di dalam kelas adalah munculnya rasa ingin tahu, ketertarikan, dan minat siswa terhadap hal yang sedang dipelajari. Dimyati dan Mudjiono (2002: 114-115) berpendapat bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran terlihat dari beraneka ragam bentuk kegiatan fisik dan psikis. Kegiatan fisik merupakan kegiatan yang mudah diamati seperti kegiatan membaca, mendengarkan, menulis, menerangkan, dan mengukur. Sedangkan contoh dari kegiatan psikis seperti mengingat kembali isi pelajaran sebelumnya, mampu memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki, membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain, dan kegiatan psikis lainnya.
Keaktifan siswa sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan baik tanpa adanya aktivitas. Siswa yang aktif dalam pembelajaran akan memunculkan aktivitas pembelajaran yang menarik dan meneyenangkan. Aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus selalu berkait. Kegiatan fisik atau mental merupakan kegiatan berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2011: 100).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas peneliti sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh Menurut Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi (1991: 6-7) bahwa Keaktifan siswa dalam belajar diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran dengan mengaktifkan aspek jasmani maupun aspek rohaninya dan harus dipahami serta dikembangkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses kegiatan belajar, siswa seharusnya terlibat secara lagsung sehingga siswa dapat berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Keaktifan belajar siswa tersebut akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai.
b. Indikator Keaktifan dalam Belajar
Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa utntuk belajar. Nana Sudjana (2006: 61) mengatakan bahwa penilaian proses belajar-mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar-mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam beberapa hal, diantaranya: 1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; 2) Terlibat dalam pemecahan masalah; 3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; 4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; 5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru; 6) Menilai kemampuan diri dan hasil-hasil yang diperolehnya; 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah
yang sejenis; 8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran merupakan cara untuk siswa aktif dalam pembelajaran. terwujudnya siswa dapat dilihat melalaui indikiator-indikator tersebut.
Berdasarkan Rizka Vitasari (2013: 3) indikator keaktifan dapat dilihat dari: 1) Perhatian siswa terhadap penjelasan guru; 2) Memahami masalah yang diberikan guru; 3) Kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat; 4) Berdiskusi dengan kelompok; 5) Mempresentasikan hasil diskusi. Keaktifan siswa dapat terwujud jika siswa melakukan beberapa indikator-indikator keaktifan tersebut, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran meberikan kesempatan siswa untuk turut serta aktif dalam pembelajaran.
Keaktifan siswa dapat terwujud jika siswa terlibat langsung dan berprtisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa dapat dilihat melalui inidikator kaekatifan seperti yang dikemukakan oleh Denis Purnama Sari (2013: 3) yang mengemukakan bahwa indikator keaktifan siswa dapat dilihat dari: 1) Memeperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru; 2) Menjawab pertanyaan dari guru; 3) mengajukan pertanyaan kepada guru dan siswa lain; 4) Mencatat penjelasan guru dan hasil diskusi; 5) Membaca materi; 6) Memberikan pendapat ketika diskusi; 7) Mendengarkan pendapat teman; 8) Memberikan tanggapan; 9) Berlatih menyelesaikan soal; 10) Berani
mempresentasikan hasil diskusi; 10) Mampu memecahkan masalah ketika turnamen, dan 12) Berminat mengikuti turnamen.
Berdasarkan indikator-indikator yang telah dikemukakan di atas peneliti mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Nana Sudjana (2006: 61) yang mengatakan bahwa keaktifan siswa dapat dilihat daam beberapa hal berikut : 1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; 2) Terlibat dalam pemecahan masalah; 3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; 4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; 5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru; 6) Menilai kemampuan diri dan hasil-hasil yang diperolehnya; 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis; 8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Indikator-indikator yang telah dikemukakan oleh Sudjana tersebut sesuai dengan pengertian keaktifan yaitu keaktifan siswa akan muncul apabila siswa terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran.
c. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan
Keaktifan belajar suatu individu berbeda dengan individu lainnya.