BAB II DASAR TEORI
B. Metode Runge-Kutta untuk Menyelesaikan Masalah Nilai Awal
BAB III METODE TEMBAKAN UNTUK MASALAH NILAI BATAS DUA TI-TIK LINEAR
A. Pengertian Metode Tembakan Linear B. Masalah Nilai Batas Linear
C. Tembakan Linear
D. Mengurangi Kesalahan Pembulatan
BAB IV METODE TEMBAKAN UNTUK MASALAH NILAI BATAS DUA TI-TIK NONLINEAR
A. Iterasi Newton
5 C. Diskusi Hasil BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
6 BAB II DASAR TEORI
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang akan digunakan dalam metode tem-bakan untuk masalah nilai batas dua titik, antara lain persamaan diferensial dengan pengertian dan contoh untuk masalah nilai awal dan masalah nilai batas, metode Runge-Kutta untuk menyelesaikan masalah nilai awal, dan metode Newton untuk pen-carian akar persamaan.
A. Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial biasanya digunakan untuk memodelkan suatu masalah dalam bidang sains dan teknik yang melibatkan perubahan beberapa variabel terhadap yang lain. Seringkali tidak ada solusi analitik yang diketahui dan perkiraan numerik diper-lukan. Suatu nilai atau persamaan yang memenuhi diketahui adalah pengertian dari so-lusi. Sebagai ilustrasi, andaikan dinamika populasi dan sistem nonlinear yang merupa-kan modifikasi dari persamaan Lotka-Volterra:
π₯π₯β² = ππ(π‘π‘, π₯π₯, π¦π¦) = π₯π₯ β π₯π₯π¦π¦ β10 π₯π₯1 2 dan π¦π¦β² = ππ(π‘π‘, π₯π₯, π¦π¦) = π₯π₯π¦π¦ β π¦π¦ β20 π¦π¦1 2, dengan kondisi awal π₯π₯(0) = 2 dan π¦π¦(0) = 1 untuk 0 β€ π‘π‘ β€ 30. Walaupun solusi nu-merik adalah daftar angka, akan membantu untuk memplot jalur poligon yang bergabung dengan titik perkiraan (π₯π₯ππ, π¦π¦ππ) dan plot lintasan yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 yang diambil dari buku Mathews dan Fink (1999).
7
Gambar12.1 Plot Lintasan sistem nonlinear dari persamaan diferensial π₯π₯β² = ππ(π‘π‘, π₯π₯, π¦π¦) dan π¦π¦β²= ππ(π‘π‘, π₯π₯, π¦π¦).
Pembahasan pada subbab ini berdasarkan referensi dari Mathews & Fink (1999) dan Chapra (2012).
Diketahui persamaan
πππ¦π¦
πππ‘π‘ = 1 β ππβπ‘π‘. (2.1) Persamaan ini disebut persamaan diferensial karena mengandung turunan πππ¦π¦ πππ‘π‘β dari fungsi yang tidak diketahui π¦π¦ = π¦π¦(π‘π‘). Hanya variabel bebas π‘π‘ yang muncul di ruas kanan persamaan (2.1); maka solusinya adalah antiderivatif dari 1 β ππβπ‘π‘. Aturan inte-grasi dapat diterapkan untuk mencari π¦π¦(π‘π‘):
π¦π¦(π‘π‘) = π‘π‘ + ππβπ‘π‘+ πΆπΆ, (2.2) dimana πΆπΆ adalah konstanta dari integrasi. Seluruh fungsi pada (2.2) merupakan solusi dari persamaan (2.1) karena memenuhi π¦π¦β²(π‘π‘) = 1 β ππβπ‘π‘. Mereka membentuk suatu keluarga kurva pada Gambar 2.2 yang diambil dari buku Mathews dan Fink (1999).
8
Ketika suatu persamaan diferensial hanya memuat satu variabel bebas, persa-maan ini disebut Persapersa-maan Diferensial Biasa (PDB). Hal lain adalah Persapersa-maan Diferensial Parsial (PDP) yang mempunyai dua atau lebih variabel bebas. Persamaan diferensial juga diklasifikasikan terhadap orde atau urutan. Contohnya, persamaan (2.1) merupakan persamaan orde satu karena orde (tingkat) turunan tertingginya ada-lah turunan pertama. Untuk memudahkan dalam memahami bentuk persamaan diferen-sial biasa maupun pardiferen-sial, diberikan beberapa contoh persamaannya, yaitu:
a. ππππ ππππβ 3ππππ= π¦π¦2 , PDB Orde satu; b. π₯π₯2π¦π¦β²β²β 2π₯π₯π¦π¦β²+ (π₯π₯2β 3)π¦π¦ = 0 , PDB Orde dua; c. ππππ ππππβππππππππ= 2π₯π₯ β π¦π¦ , PDP Orde satu; d. ππ2π£π£ πππ‘π‘2 β 2ππππππ2π£π£2 = 3 , PDP Orde dua.
Integrasi adalah teknik yang digunakan untuk menemukan rumus eksplisit sep-erti fungsi pada (2.2) dan Gambar (2.2) menekankan bahwa ada satu derajat bebas yang terlibat dalam solusi, yaitu konstanta integrasi πΆπΆ. Dengan memvariasikan nilai πΆπΆ, kita βmemindahkan kurva solusiβ ke atas atau bawah, dan kurva tertentu dapat ditemukan yang akan melewati titik mana pun yang diinginkan. Ketika suatu permasa-lahan dimodelkan ke pemodelan matematika, hasilnya merupakan persamaan yang melibatkan laju perubahan fungsi yang tidak diketahui dan variabel bebas dan / atau terikat.
Misalkan diketahui suatu persamaan yang menggambarkan posisi π₯π₯ dari sistem pegas-massa dengan redaman merupakan persamaan orde kedua:
πππππππ‘π‘2π₯π₯2 + πππππ₯π₯πππ‘π‘ + πππ₯π₯ = 0 (2.3) dimana ππ massa, ππ koefisien redaman, dan ππ konstanta pegas. Demikian pula, persa-maan orde ke-ππ akan mencakup turunan ke ππ. Suatu persamaan diferensial orde tinggi dapat direduksi menjadi sistem persamaan orde pertama. Hal ini dicapai dengan
9
mendefinisikan turunan pertama dari variabel terikat sebagai variabel baru. Untuk per-samaan (2.3), diselesaikan dengan membuat variabel π£π£ baru sebagai turunan pertama dari perpindahan
π£π£ =πππ₯π₯πππ‘π‘, (2.4)
dimana π£π£ adalah kecepatan. Persamaan ini sendiri dapat diturunkan menjadi πππ£π£
πππ‘π‘ = ππ2π₯π₯
πππ‘π‘2 . (2.5)
Persamaan (2.4) dan (2.5) dapat disubstitusikan ke persamaan (2.3) untuk mengu-bahnya menjadi persamaan orde pertama:
πππππ£π£πππ‘π‘ + πππ£π£ + πππ₯π₯ = 0 . (2.6) Sebagai langkah akhir, kita dapat menuliskan persamaan (2.4) dan (2.6) sebagai per-samaan: πππ₯π₯ πππ‘π‘ = π£π£ , (2.7) πππ£π£ πππ‘π‘ = β ππ ππ π£π£ β ππ ππ π₯π₯. (2.8)
Jadi, persamaan (2.7) dan (2.8) adalah sepasang persamaan orde satu yang ekivalen dengan persamaan aslinya orde dua (2.3). Hal ini akan berlaku juga jika diterapkan ke persamaan diferensial orde ke-ππ.
Ketika berhadapan dengan persamaan diferensial orde-ππ , ππ kondisi diperlukan untuk memperoleh solusi unik. Jika semua kondisi ditentukan pada nilai yang sama dari variabel bebas (misal, pada π‘π‘ = 0), maka masalah itu disebut masalah nilai awal. Ini berbeda dengan masalah nilai batas dimana spesifikasi kondisi terjadi pada nilai yang berbeda dari variabel bebas.
10
Sebagian besar dari masalah yang sudah disebutkan sebelumnya membutuhkan solusi dari masalah nilai awal, yaitu solusi untuk persamaan diferensial yang memenuhi kon-disi awal yang diberikan (Burden and Faires, 2011). Pernyataan ini dapat dituliskan ulang kedalam sebuah definisi yang diambil dari buku Mathews dan Fink (1999). Definisi 2.1
Solusi dari masalah nilai awal
π¦π¦β²= ππ(π₯π₯, π¦π¦) dengan π¦π¦(π₯π₯0) = π¦π¦0, (2.9) pada interval [π₯π₯0, ππ] adalah fungsi π¦π¦ = π¦π¦(π₯π₯) sedemikian sehingga
π¦π¦(π₯π₯0) = π¦π¦0 dan π¦π¦β²(π₯π₯) = πποΏ½π₯π₯, π¦π¦(π₯π₯)οΏ½ untuk semua π₯π₯π₯π₯[π₯π₯0, ππ]. (2.10) Perhatikan bahwa kurva solusi π¦π¦ = π¦π¦(π₯π₯) harus melewati titik awal (π₯π₯0, π¦π¦0). β Untuk pemahaman yang lebih mudah, diberikan contoh nyata dari masalah nilai awal. Contoh 2.1
π¦π¦β²= π¦π¦ tan(π₯π₯ + 3) dengan π¦π¦(β3) = 1. (2.11) Kita akan menentukan π¦π¦ pada interval yang mengandung titik awal π₯π₯0. Solusi analitik dari masalah nilai awal ini adalah π¦π¦(π₯π₯) = sec(π₯π₯ + 3), yang dapat kita verifikasi dengan mudah. Karena sec π₯π₯ menjadi tak berhingga pada π₯π₯ = Β± ππ 2β , solusi kita hanya benar untuk βππ 2β < π₯π₯ + 3 < ππ 2β . Contoh 2.1 memiliki solusi analitik sederhana yang nilai numeriknya mudah dihitung. Biasanya, untuk masalah nilai awal (2.9), so-lusi analitiknya tidak tersedia dan metode numerik harus digunakan.
Contoh 2.2
Diberikan masalah nilai awal
π¦π¦β² = 1 + π¦π¦2 dengan π¦π¦(0) = 0. (2.12) Kurva solusi dimulai dari π₯π₯ = 0 dengan kemiringan (slope) satu; yaitu, π¦π¦β²(0) = 1. Ka-rena kemiringannya positif, π¦π¦(π₯π₯) akan meningkat dekat π₯π₯ = 0. Oleh karena itu, pern-yataan 1 + π₯π₯2 juga akan meningkat. Karenanya, π¦π¦β² meningkat. Karena π¦π¦ dan π¦π¦β² sama-sama meningkat dan terkait dengan persama-samaan π¦π¦β²= 1 + π¦π¦2, kita dapat berharap bahwa
11
pada beberapa nilai π₯π₯ hingga tidak akan ada solusinya; yaitu, π¦π¦(π₯π₯) = +β. Faktanya, ini terjadi pada π₯π₯ = ππ 2β karena solusi analitik dari (2.12) adalah π¦π¦(π₯π₯) = tan π₯π₯.
Sebelum membahas lebih lanjut, kita memerlukan beberapa definisi dan hasil dari teori persamaan diferensial biasa sebelum mempertimbangkan metode untuk men-dekati solusi suatu masalah nilai awal. Referensi untuk bagian ini diambil dari buku karangan Burden dan Faires (2011).
Definisi 2.2
Suatu fungsi ππ(π‘π‘, π¦π¦) dikatakan memenuhi kondisi Lipschitz dalam variabel π¦π¦ pada him-punan π·π· β β2 jika ada konstanta πΏπΏ > 0 dengan
|ππ(π‘π‘, π¦π¦1) β ππ(π‘π‘, π¦π¦2)| β€ πΏπΏ|π¦π¦1β π¦π¦2|,
kapanpun (π‘π‘, π¦π¦1) dan (π‘π‘, π¦π¦2) didalam π·π·. Konstanta πΏπΏ disebut konstanta Lipschitz untuk
ππ. β
Contoh 2.3
Tunjukkan bahwa ππ(π‘π‘, π¦π¦) = π‘π‘|π¦π¦| memenuhi kondisi Lipschitz pada interval π·π· = {(π‘π‘, π¦π¦)|1 β€ π‘π‘ β€ 2 dan β 3 β€ π¦π¦ β€ 4}.
Solusi:
Untuk setiap pasangan titik (π‘π‘, π¦π¦1) dan (π‘π‘, π¦π¦2) dalam π·π· diperoleh
|ππ(π‘π‘, π¦π¦1) β ππ(π‘π‘, π¦π¦2)| = οΏ½π‘π‘|π¦π¦1| β π‘π‘|π¦π¦2|οΏ½ = |π‘π‘|οΏ½|π¦π¦1| β |π¦π¦2|οΏ½ β€ 2|π¦π¦1β π¦π¦2|. Dengan demikian ππ memenuhi kondisi Lipschitz pada π·π· dalam variabel π¦π¦ dengan kon-stanta Lipschitz 2. Nilai terkecil yang mungkin untuk konkon-stanta Lipschitz untuk masa-lah ini adamasa-lah πΏπΏ = 2, karena, untuk contoh,
|ππ(2,1) β ππ(2,0)| = |2 β 1| = 2|1 β 0|. β Teorema 2.1 dibawah merupakan teorema keunikan untuk persamaan diferensial biasa orde satu. Pembuktian dari teorema ini dapat dilihat pada buku karangan Birkhoff dan Rota (1989) berjudul Ordinary Differential Equations (Fourth edition).
12
Misalkan π·π· = {(π‘π‘, π¦π¦)|ππ β€ π‘π‘ β€ ππ dan β β < π¦π¦ < β} dan bahwa ππ(π‘π‘, π¦π¦) kontinu pada π·π·. Jika ππ memenuhi kondisi Lipschitz pada π·π· dalam variabel π¦π¦, maka masalah nilai awal
π¦π¦β²(π‘π‘) = ππ(π‘π‘, π¦π¦), ππ β€ π‘π‘ β€ ππ, π¦π¦(ππ) = πΌπΌ,
memiliki solusi unik π¦π¦(π‘π‘) untuk ππ β€ π‘π‘ β€ ππ. β Diberikan contoh penerapan Teorema 2.1 yang diambil dari buku Burden dan Faires (2011).
Contoh 2.4
Gunakan Teorema 2.1 untuk menunjukkan bahwa ada solusi unik untuk masalah nilai awal
π¦π¦β²(π‘π‘) = 1 + π‘π‘ sin(π‘π‘π¦π¦) , 0 β€ π‘π‘ β€ 2, π¦π¦(0) = 0. Solusi:
π‘π‘ konstan dan menerapkan Teorema Nilai Rata-Rata pada fungsi ππ(π‘π‘, π¦π¦) = 1 + π‘π‘ sin(π‘π‘π¦π¦),
kita menemukan bahwa ketika π¦π¦1 < π¦π¦2, angka ππ dalam (π¦π¦1, π¦π¦2) ada dengan ππ(π‘π‘, π¦π¦2) β ππ(π‘π‘, π¦π¦1) π¦π¦2β π¦π¦1 = ππ πππ¦π¦ ππ(π‘π‘, ππ) = π‘π‘2cos(πππ‘π‘). Jadi |ππ(π‘π‘, π¦π¦2) β ππ(π‘π‘, π¦π¦1)| = |π¦π¦2β π¦π¦1||π‘π‘2cos(πππ‘π‘)| β€ 4|π¦π¦2β π¦π¦1|,
dan ππ memenuhi kondisi Lipschitz konstanta πΏπΏ = 4. Selain itu, ππ(π‘π‘, π¦π¦) kontinu ketika 0 β€ π‘π‘ β€ 2 dan ββ < π¦π¦ < β, jadi Teorema 2.1 menyiratkan bahwa ada solusi unik untuk masalah nilai awal ini.
Terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai awal, seperti metode Euler, metode Taylor tingkat tinggi, metode Runge-Kutta, dan sebagainya. Namun, pada penulisan ini akan menerapkan metode Runge-Kutta orde empat untuk menyelesaikan masalah nilai awal.
13
Untuk pembahasan materi ini, berdasarkan referensi buku karangan Kincaid dan Chen-ney (1991). Diberikan suatu masalah nilai awal
π¦π¦β²β² = ππ(π₯π₯, π¦π¦, π¦π¦β²) , dengan π¦π¦(ππ) = πΌπΌ dan π¦π¦β²(ππ) = π½π½ (2.13) untuk π₯π₯ β [ππ, ππ], dapat dituliskan kedalam sistem persamaan orde pertama untuk π¦π¦1 = π¦π¦ dan π¦π¦2 = π¦π¦β²:
οΏ½π¦π¦1β² = π¦π¦2 , π¦π¦1(ππ) = πΌπΌ
π¦π¦2β² = ππ(π₯π₯, π¦π¦1, π¦π¦2) , π¦π¦2(ππ) = π½π½ (2.14) Sistem (2.14) dapat diselesaikan dengan salah satu metode langkah-demi-langkah.
Situasinya akan sangat berubah, jika masalah (2.13) diubah menjadi,
π¦π¦β²β²= ππ(π₯π₯, π¦π¦, π¦π¦β²) , dengan π¦π¦(ππ) = πΌπΌ dan π¦π¦(ππ) = π½π½. (2.15) Perbedaannya ada pada spesifikasi dari kondisi pada dua titik yang berbeda, π₯π₯ = ππ dan π₯π₯ = ππ. Prosedur langkah-demi-langkah untuk masalah nilai awal tidak diadaptasi ke solusi dari (2.15) karena solusi numerik tidak dapat dimulai tanpa melengkapi nilai awal. Pada (2.15), kita punya contoh yang khas untuk masalah nilai batas dua titik. Masalah seperti itu biasa menghadirkan kesulitan yang lebih besar daripada masalah nilai awal.
Berikut diberikan contoh masalah nilai batas dua titik yang dapat diselesaikan tanpa pengerjaan secara numerik:
π¦π¦β²β² = βπ¦π¦ , dengan π¦π¦(0) = 3 dan π¦π¦ οΏ½ππ2οΏ½ = 7. (2.16) Kita dapat menemukan terlebih dahulu solusi umum dari persamaan diferensial, yaitu
π¦π¦(π‘π‘) = π΄π΄ sin π₯π₯ + π΅π΅ cos π₯π₯.
Maka konstanta π΄π΄ dan π΅π΅ dapat ditentukan sehingga kondisi batas terpenuhi. Jadi οΏ½7 = π¦π¦ οΏ½3 = π¦π¦(0) = π΄π΄ sin 0 + π΅π΅ cos 0 = π΅π΅ππ 2οΏ½ = π΄π΄ sin ππ 2 + π΅π΅ cos ππ 2 = π΄π΄ . Jadi solusi dari (2.16) adalah
14
Teknik yang baru saja digambarkan tidak efektif jika solusi umum persamaan diferensial pada (2.15) tidak diketahui. Pada penulisan di sini lebih membahas masalah nilai batas dua titik secara numerik.
Berikut diberikan Teorema keberadaan untuk solusi dari masalah nilai batas dua titik (2.15) dan untuk pembuktiannya dapat dilihat pada buku Keller (1968) berjudul Numerical Methods for Two-Point Boundary-Value Problems.
Teorema 2.2 Masalah nilai batas
π¦π¦β²β² = ππ(π₯π₯, π¦π¦) dengan π¦π¦(0) = 0 dan π¦π¦(1) = 0,
Memiliki solusi yang unik jika ππππ πππ¦π¦β kontinu, nonnegatif, dan dibatasi pada interval
0 β¦ π₯π₯ β¦ 1, ββ < π¦π¦ < β. β
Selanjutnya diberikan Contoh 2.5 yang diambil dari buku Kincaid dan Cheney (1991) untuk penerapan Teorema 2.2.
Contoh 2.5
Tunjukkan bahwa masalah nilai batas dua titik ini memiliki solusi unik: π¦π¦β²β²= (5π¦π¦ + sin 3π¦π¦)ππππ dengan π¦π¦(0) = π¦π¦(1) = 0. Solusi:
Gunakan Teorema 2.2, diperoleh ππππ
πππ¦π¦ =(5 + 3 cos 3π¦π¦)ππππ,
kontinu pada interval 0 β¦ π₯π₯ β¦ 1, ββ < π¦π¦ < β. Lebih jauh lagi, ia dibatasi atas oleh 8ππ dan tidak negatif, karena 3 cos 3π¦π¦ β§ β3. Hipotesis dari Teorema 2.2 terpenuhi. β
B. Metode Runge-Kutta untuk Menyelesaikan Masalah Nilai Awal
Pada subbab ini, dijelaskan pengertian metode Runge-Kutta untuk menyelesaikan ma-salah nilai awal berdasarkan referensi karangan Burden & Faires (2011).
Metode Runge-Kutta memiliki galat pemotongan lokal tingkat tinggi dari metode Taylor tetapi menghilangkan kebutuhan untuk menghitung dan mengevaluasi
15
turunan dari ππ(π‘π‘, π¦π¦). Sebelum ditunjukkan ide-ide di balik penurunannya, kita perlu mempertimbangkan Teorema Taylor dalam dua variabel. Bukti dari hasil ini dapat ditemukan pada buku karangan Fulks (1978) berjudul Advanced Calculus, (Third edi-tion).
Teorema 2.3
Misalkan ππ(π‘π‘, π¦π¦) dan semua turunan parsial dari orde kurang dari atau sama dengan ππ + 1 adalah kontinu pada π·π· = {(π‘π‘, π¦π¦)|ππ β€ π‘π‘ β€ ππ, ππ β€ π¦π¦ β€ ππ}, dan (π‘π‘0, π¦π¦0) β π·π·. Un-tuk setiap (π‘π‘, π¦π¦) β π·π·, terdapat ππ antara π‘π‘ dan π‘π‘0 dan ππ antara π¦π¦ dan π¦π¦0 dengan
ππ(π‘π‘, π¦π¦) = ππππ(π‘π‘, π¦π¦) + π π ππ(π‘π‘, π¦π¦), dimana ππππ(π‘π‘, π¦π¦) = ππ(π‘π‘ 0, π¦π¦0) + οΏ½(π‘π‘ β π‘π‘0)ππππ πππ‘π‘(π‘π‘0, π¦π¦0) + (π¦π¦ β π¦π¦0)ππππ πππ¦π¦(π‘π‘0, π¦π¦0)οΏ½ + οΏ½(π‘π‘ β π‘π‘0)2 2 ππ2ππ πππ‘π‘2(π‘π‘0, π¦π¦0) + (π‘π‘ β π‘π‘0)(π¦π¦ β π¦π¦0) ππ2ππ πππ‘π‘πππ¦π¦(π‘π‘0, π¦π¦0) +(π¦π¦ β π¦π¦0)2 2 ππ2ππ πππ¦π¦2(π‘π‘0, π¦π¦0)οΏ½ + β― + οΏ½ππ!1 οΏ½ οΏ½πππποΏ½ (π‘π‘ β π‘π‘0)ππβππ ππ ππ=0 (π¦π¦ β π¦π¦0)ππ ππππππ πππ‘π‘ππβπππππ¦π¦ππ(π‘π‘0, π¦π¦0)οΏ½ dan π π ππ(π‘π‘, π¦π¦) =(ππ + 1)! οΏ½ οΏ½1 ππ + 1ππ οΏ½ (π‘π‘ β π‘π‘0)ππ+1βππ ππ+1 ππ=0 (π¦π¦ β π¦π¦0)ππ ππππππ πππ‘π‘ππ+1βπππππ¦π¦ππ(ππ, ππ). Fungsi ππππ(π‘π‘, π¦π¦) disebut polinomial Taylor orde ππ dalam dua variabel untuk fungsi ππ tentang (π‘π‘0, π¦π¦0), dan π π ππ(π‘π‘, π¦π¦) adalah syarat sisa yang terkait dengan ππππ(π‘π‘, π¦π¦).
β Berikut contoh penerapan Teorema 2.3 yang diambil dari buku Burden dan Faires (2011).
16 Contoh 2.6
Gunakan Maple untuk menentukan ππ2(π‘π‘, π¦π¦), polinomial Taylor orde dua di sekitar titik (2,3) untuk fungsi ππ(π‘π‘, π¦π¦) = exp οΏ½β(π‘π‘ β 2)2 4 β (π¦π¦ β 3)2 4 οΏ½ cos(2π‘π‘ + π¦π¦ β 7) Solusi:
Untuk menentukan ππ2(π‘π‘, π¦π¦) kita perlu nilai dari ππ dan turunan parsial pertama dan kedua dari ππ pada (2,3). Diperoleh
ππ(2,3) = πποΏ½β02β β04 2β οΏ½4 cos(4 + 3 β 7) = 1.
Untuk menghindari perhitungan dengan turunan parsial yang banyak, pengerjaan menggunakan Maple. Gunakan fungsi command yang tersedia pada Maple. Pilihan pertama dari command TaylorApproximation adalah fungsinya, yang kedua menen-tukan titik (π‘π‘0, π¦π¦0) dimana polinomial berpusat, dan yang ketiga menentukan tingkat polinomial. Jadi, dikeluarkan perintah (command)
πππππ¦π¦πππππππ΄π΄πππππππππ₯π₯πππππππ‘π‘ππππππ οΏ½ππβ(π‘π‘β2)4 β2 (ππβ3)2
4 cos(2π‘π‘ + π¦π¦ β 7) , [π‘π‘, π¦π¦] = [2,3], 2οΏ½ Keluaran dari perintah Maple tersebut adalah polinomial
1 β94(π‘π‘ β 2)2β 2(π‘π‘ β 2)(π¦π¦ β 3) β34(π¦π¦ β 3)2.
Gambar 2.3 yang diambil dari buku Burden dan Faires (2011) adalah plot dari po-linomial diatas.
17
Gambar32.3 Gambar ilustrasi dari polinomial pada Contoh (2.6)
Parameter terakhir dalam perintah tersebut menunjukkan bahwa kita menginginkan polinomial multivarian Taylor kedua, yaitu, polinomial kuadratik. Jika parameter ini adalah 2, diperoleh polinomial kuadratik, dan jika 0 atau 1, kita mendapatkan polinomial berorde 1. Ketika parameter ini dihilangkan, standarnya ada-lah 6 dan memberikan polinomial Taylor keenam. β Pada penulisan ini, menggunakan metode Runge-Kutta dengan orde empat untuk me-nyelesaikan masalah nilai awal. Referensi untuk dasar teori ini diambil dari buku Bur-den dan Faires (2011).
Metode Runge-Kutta Orde Empat
Metode Runge-Kutta orde empat merupakan metode yang popular dalam penyelesaian persamaan diferensial. Metode ini dapat memperoleh akurasi deret Taylor tanpa me-merlukan diferensiasi orde yang lebih tinggi.
π€π€0 = πΌπΌ,
ππ1 = βππ(π‘π‘ππ, π€π€ππ),
ππ2 = βππ οΏ½π‘π‘ππ+β2, π€π€ππ+12ππ1οΏ½, ππ3 = βππ οΏ½π‘π‘ππ+β2, π€π€ππ+12ππ2οΏ½,
18 ππ4 = βππ(π‘π‘ππ+1, π€π€ππ+ ππ3),
π€π€ππ+1 = π€π€ππ+16(ππ1+ 2ππ2 + 2ππ3+ ππ4),
Untuk setiap ππ = 0,1, β¦ , ππ β 1. Metode ini mempunyai galat pemotongan lokal ππ(β4), asalkan solusi π¦π¦(π‘π‘) memiliki lima turunan kontinu. Kita perkenalkan notasi ππ1, ππ2, ππ3, ππ4 ke dalam metode untuk menghilangkan kebutuhan untuk kurungan ber-turut-turut dalam variabel kedua dari ππ(π‘π‘, π¦π¦). Algoritma 2.1 mengimplementasikan metode Runge-Kutta orde empat.
Algoritma 2.1
Untuk memperkirakan solusi dari masalah nilai awal
π¦π¦β²= ππ(π‘π‘, π¦π¦), ππ β€ π‘π‘ β€ ππ, π¦π¦(ππ) = πΌπΌ,
saat interval [ππ, ππ] didiskritkan menjadi sebanyak (ππ + 1) titik jarak yang berjarak se-ragam:
MASUKAN titik akhir ππ, ππ; bilangan bulat ππ; kondisi awal πΌπΌ. KELUARAN perkiraan π€π€ ke π¦π¦ saat (ππ + 1) nilai dari π‘π‘. Langkah 1 Tetapkan β = (ππ β ππ) ππβ ;
π‘π‘ = ππ; π€π€ = πΌπΌ; KELUARAN (π‘π‘, π€π€).
Langkah 2 Untuk ππ = 1,2, β¦ , ππ lakukan Langkah 3-5. Langkah 3 Tetapkan πΎπΎ1 = βππ(π‘π‘, π€π€);
πΎπΎ2 = βππ(π‘π‘ + β 2β , π€π€ + πΎπΎ1β ); 2 πΎπΎ3 = βππ(π‘π‘ + β 2β , π€π€ + πΎπΎ2β ); 2 πΎπΎ4 = βππ(π‘π‘ + β, π€π€ + πΎπΎ3).
Langkah 4 Tetapkan π€π€ = π€π€ + (πΎπΎ1+ 2πΎπΎ2+ 2πΎπΎ3+ πΎπΎ4) 6β ; (Hitung π€π€ππ.) π‘π‘ = ππ + ππβ. (Hitung π‘π‘ππ.)
Langkah 5 KELUARAN (π‘π‘, π€π€).
19
Berikutnya, akan ditunjukkan contoh soal dari Burden dan Faires (2011), yang diselesaikan berdasarkan Algoritma 2.1.
Contoh 2.7
Gunakan metode Runge-Kutta orde empat dengan β = 0.2, ππ = 10, dan π‘π‘ππ= 0.2ππ un-tuk memperoleh perkiraan solusi dari masalah nilai awal
π¦π¦β²= π¦π¦ β π‘π‘2+ 1, 0 β€ π‘π‘ β€ 2, π¦π¦(0) = 0.5. Solusi:
Perkiraan ke π¦π¦(0.2) diperoleh dengan π€π€0 = 0.5 ππ1 = 0.2ππ(0,0.5) = 0.2(1.5) = 0.3 ππ2 = 0.2ππ(0.1, 0.65) = 0.328 ππ3 = 0.2ππ(0.1, 0.664) = 0.3308 ππ4 = 0.2ππ(0.2, 0.8308) = 0.35816 π€π€1 = 0.5 +16(0.3 + 2(0.328) + 2(0.3308) + 0.35816) = 0.8292933. Hasil lainnya beserta galatnya disajikan pada Tabel 2.1 β
Tabel12.1. Daftar galat penyelesaian Runge-Kutta orde empat
π‘π‘ππ Eksak π¦π¦ππ= π¦π¦(π‘π‘ππ) Runge-Kutta orde empat π€π€ππ Galat |π¦π¦ππβ π€π€ππ| 0.0 0.5000000 0.5000000 0.0000000 0.2 0.8292986 0.8292933 0.0000053 0.4 1.2140877 1.2140762 0.0000114 0.6 1.6489406 1.6489220 0.0000186 0.8 2.1272295 2.1272027 0.0000269 1.0 2.6408591 2.6408227 0.0000364 1.2 3.1799415 3.1798942 0.0000474
20
1.4 3.7324000 3.7323401 0.0000599 1.6 4.2834838 4.2834095 0.0000743 1.8 4.8151763 4.1850857 0.0000906 2.0 5.3054720 5.3053630 0.0001089