• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2016

A. Pengantar

Di dalam penelitian, khususnya penelitian dengan bentuk penelitian empiris, dimana diperlukan adanya obyek penelitian, maka untuk menentukan obyek penelitian atau lokasi penelitian atau narasumber yang akan diwawancara atau diberikan kuisioner untuk melengkapi data peneliti, kadang peneliti menemukan kesulitan untuk menentukan obyek atau narasumbernya. Oleh karena itu untuk memudahkan peneliti menentukan obyek atau narasumber, peneliti harus menggunakan metode sampling. Oleh karenanya pada pertemuan ke-tigabelas ini mahasiswa akan dibekali dengan pengetahuan berkaitan dengan metode sampling.

B. Materi Belajar 1. Pengertian Sampling

Sampling dilakukan karena dalam penelitian sulit untuk meneliti semuanya. Ini bisa kita bandingnya dengan seorang koki yang mencoba merasakan atau mencicipi sesendok (sampel) sayur yang sedang dimasaknya dalam panci besar (populasi). Jelaslah, bahwa dengan sampling kita memilih subyek (individu) atau obyek (benda) yang diambil dari suatu kesatuan atau keseluruhan untuk mendapatkan gambaran mengenai kesatuan atau keseluruhan tersebut. Dalam hal memasak tadi, kita tidak perlu mencicipi sepanci sayur untuk menyatakan sayur tersebut sudah enak atau belum. Dengan mencicipi sesendok sayur saja, kita bisa menganggar bahwa semua sayur dalam panci tadi persis sama rasanya (uniform)

Masalahnya, dalam penelitian ilmu-ilmu sosial sampel yang diambil tidak selalu menjamin adanya uniformitas. Sebagai contoh: Penelitian tentang menjadim adanya uniformitas. Sebagai contoh penelitian tetnang kesadaran hukum masyarakat di Indonesia. Sampelnya di ambil di Jakarta untuk Populasi Indonesia. Peneliti berkesimpulan bahwa masyarakat Indonesia kesadaran hukumnya tinggi. Dalam hal ini kita boleh tidak merasa pasti atau menolak kesimpulan tersebut. Kita boleh melakukan penelitian yangs ama dengan mangambil sampel masyarakat kota Tegal misalnya.

Jadi dapat dikatakan bahwa sebetulnya dalam mengambil kesimpulan dari sampel ke populasi, kita sedang mengambil kesimpulan induktif. Kesimpulan induktif selalu berupa generalisasi, atau kesimpulan itu diambil dari sejumlah peristiwa khusus untuk diberlakukan pada suatu hal yang umum. Pada penarikan kesimpulan secara induktif kita mengamati sejumlah peristiwa khusus dan kemudian

mengambil kesimpulan yang berupa generalisasi yang dapat berlaku atas kejadian sejenis pada waktu yang akan datang. Banyak generalisasi induktif berdasarkan fakta, tetapi banyak juga yang hanya berupa asumsi atau andaian. Andaian itu ialah fakta atau pernyataan yang dianggap benar walaupun belum atau tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

Sebaliknya, jika kita akan memberlakukan suatu kesimpulan umum atau suatu teori terhadap peristiwa khusus, kita berkesimpulan secara deduktif.

2. Macam-Macam Sampling:

1. Probability Sampling

1) Simple Random Sampling (SRS)

Jika sebuah mata uang logam kita lemparkan dengan bebas, kemungkinan adalah bahwa kita akan memperoleh kepala atau ekornya. Kemungkinan timbul atau tidaknya sesuatu kejadian itu disebut probabilitas kejadian. Dalam hal penarikan sampel dengan cara SRS dapat dilakukan dengan cara Lotere atau dgn Table Random Number.

2) Proportionate Stratified Random Sampling

Ini dilakukan bila kita mengetahui apa yang akan kita teliti itu berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat. Misalnya populasi yang akan diteliti adalah tentara ketika kita ingin mengetahui pengetahuan mereka dalam bidang hukum. Maka kita akan beranggapan bahwa pengetahuan mereka bergantung pada pangkatnya.

3) Disproportionate Stratified Random Sampling

Metode ini memberikan tekanan yang seimbang pada setiap strata atau memberikan tekanan yang lebih besar pada strata tertentu.

4) Area (Cluster) Random Sampling

Obyek penelitian disini adalah wilayah atau kelompok dan bukan individu- individu. Mislanya kita akan meneliti pengaruh lingkungan sosial daerah pelacuran terhadap kepatuhan warga masyarakat. Jika di Jakarta ada 10 lokasi, kita sampling secara random 2 lokasi saja.

5) Systematic Random Sampling

Dilakukan dengan cara memberi nomor responden lalu kita tarik responden pertama dengan cara lotere.

2. Non-Probability Sampling

1) Accidental Sampling

Sampel diambil secara kebetulan. Cukup meninjau tempat peristiwa yang diteliti dan mewawancarai orang-orang yang kebetulan ada disitu.

2) Quota Sampling

Hampir sama dengan accidental sampling, bedanya terletak pada ruang lingkupnya. Pada Quota (jatah) sampling, peneliti berusah untuk memasukkan ciri-ciri tertentu mengenai respondennya. Misalnya pria yang telah dewasa dan bekerja.

3) Purposive / Judgmental Sampling

Hampir sama dengan Quota sampling, bedanya jika quota sampling menentukan ciri pada individunya, maka dalam purposive, ciri yang ditetapkan adalah kelompoknya.

4) Snowball Sampling

Menentukan satu atau beberapa responden, lalu dari responden itu ditelusuri responden lain.

3. Besarnya Sampel

Dalam memilih tata cara sampling biasanya seorang peneliti akan mempertimbangkan faktor-faktor populasi, biaya, serta faktor yang mempengaruhi kelancaran untuk memperoleh data yang diperlukan (waktu). Makin besar sampel yang digunakan, makin besar kemungkinan sampel tersebut mewakili populasi. Ada pendapat bahwa sampel yang relatif memadai adalah 10% dari populasi. Sampel yang tidak mewakili populasi tersebut dianggap bias

MODUL 1

METODE PENELITIAN

MATERI XIV:

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2016

A. Pengantar

Penting untuk mengetahui apakah sebuah karya tulis dapat dikatakan sebagai penelitian, atau sekedar tulisan biasa atau tulisan non ilmiah. Cara untuk membedakan tulisan yang merupakan penelitian dengan tulisan yang bukan merupakan penelitian, dapat dilihat dari sifat dan ciri-ciri tulisannya. Oleh karenanya pada pertemuan terakhir ini, mahasiswa dibekali dengan kemampuan untuk lebih mengenal lagi tulisan yang merupakan penelitian.

B. Materi Belajar

1. Penggolongan Penelitian

Penelitian dapat digolongkan dalam dua golongan sesuai dengan ukuran kwalitasnya yaitu penelitian ilmiah dan penelitian tidak ilmiah atau yang dilakukan oleh orang awam. Penelitian tidak ilmiah mempunyai ciri-ciri dilakukan tidak sistematik, data yang dikumpulkan dan cara-cara pengumpulan data bersifat subyektif yang sarat dengan muatan-muatan emosi dan perasaan dari si peneliti. Karena itu penelitian tidak ilmiah adalah penelitian yang coraknya subyektif. Sedangkan penelitian ilmiah adalah suatu kegiatan yang sistematik dan obyektif untuk mengkaji suatu masalah dalam usaha untuk mencapai suatu pengertian mengenai prinsip-prinsipnya yang mendasar dan berlaku umum (teori) mengenai masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan, berpedoman pada berbagai informasi (yang terwujud sebagai teori-teori) yang telah dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu, dan tujuannya adalah untuk menambah atau menyempurnakan teori yang telah ada mengenai masalah yang menjadi sasaran kajian.

Berbeda dengan penelitian tidak ilmiah, penelitian ilmiah dilakukan dengan berlandaskan pada metode ilmiah. Metode ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Dalam sains dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang terbanyak dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan pengamatan; eksperimen, generalisasi, dan verifikasi juga dilakukan dalam kegiatan-kegiatan penelitian oleh para ahli dalam bidang-bidang ilmu-ilmu sosial dan pengetahuan budaya untuk memperoleh hasil-hasil penelitian tertentu sesuai dengan tujuan penelitiannya. Metode ilmiah berlandaskan pada pemikiran bahwa pengetahuan itu terwujud melalui apa yang dialami oleh

pancaindera, khususnya melalui pengamatan dan pendengaran. Sehingga jika suatu pernyataan mengenai gejala-gejala itu harus diterima sebagai kebenaran, maka gejala-gejala itu harus dapat di verifikasi secara empirik. Jadi, setiap hukum atau rumus atau teori ilmiah haruslah dibuat berdasarkan atas adanya bukti-bukti empirik. 2. Sifat atau ciri dari penelitian:

(1)pasif, hanya ingin memperoleh gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan, (2)aktif, ingin memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesa.

Posisi penelitian sendiri pada umumnya adalah menghubungkan: (1) Keinginan manusia, (2) permasalahan yang timbul, (3) ilmu pengetahuan, dan (4) metode ilmiah.

3. Penelitian Ilmiah.

Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah. Umumnya ada lima karakteristik penelitian ilmiah, yaitu :

1. Sistematik

Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.

2. Logis

Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal, yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.

3. Empirik

Artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari (fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba- coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian.

4. Obyektif,

Artinya suatu penelitian menjahui aspek-aspek subyektif yaitu tidak mencampurkannya dengan nilai-nilai etis.

5. Replikatif,

Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.

Dokumen terkait