• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah pembuatan ekstraksi dan fraksinasi serta penapisan fitokimia yang dilakukan di Laboratorium Farmasi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari 2015 sampai bulan April 2015. Tahap kedua adalah uji bioaktivitas inhibisi tirosinase dengan menggunakan enzim mushroom tyrosinase yang dilakukan di Pusat Penelitian Biofarmaka IPB bulan Juni 2015 sampai bulan Agustus 2015. Tahap ketiga yaitu persiapan kultur mouse melanoma B-16 cell, uji toksisitas menggunakan metode MTT, dan penilaian persentase penurunan produksi melanin pada kultur mouse melanoma B-16 cell dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor dari bulan Juni 2016 sampai bulan Oktober 2016.

3.2. Bahan Tanaman, Reagen, dan Sel yang digunakan

Bahan baku yang digunakan adalah daun nangka yang diambil dari kebun di Kota Bogor Jawa Barat, kemudian dideterminasi di Herbarium Bogoriensis. Daun nangka berasal dari spesies Artocarpus heterophyllus Lam dengan suku Moraceae. Daun nangka dibagi dalam dua kelompok yaitu daun nangka muda yaitu kelompok daun berwarna hijau muda (daun ke-4 sampai daun ke-6 setelah pucuk) dan daun nangka mature yaitu daun yang berwarna hijau tua (daun ke-7 sampai daun belum berwarna cokelat).

Bahan dan reagen untuk kultur Sel: mouse melanoma B-16 cell line (ATCC/USA), Dulbecco’s Modified Eagle Medium (D-MEM, Gibco/USA), Fetal Bovine Serum 10% (FBS, Hyclone/USA), penisilin-streptomisin 1% (Invitrogen/USA), phosphate buffer saline (PBS, Gibco/USA), trypsin 0,25% (Gibco/USA), dimethylsulfoxide (DMSO, Sigma/USA), 3-(4,5-dimethyl-2- thiazolyl)-2,5-diphenyl-2H-tetrazolium bromide (MTT, Sigma/USA), asam kojik (Sigma/USA), vitamin C (Ethica®).

3.3. Persiapan Ekstraksi dan Fraksinasi

Ekstraksi simplisia daun nangka muda dan daun nangka mature dengan menggunakan metode maserasi sederhana selama 3x24 jam. Seluruh daun yang telah dikeringkan kemudian dibuat menjadi serbuk kasar masing-masing sebanyak 900 gr dan diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96%. Perbandingan sampel dan pelarut yang digunakan adalah 1:10. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40°C dan 50 rpm sampai diperoleh ekstrak kental daun nangka muda dan daun nangka mature.

Ekstrak etanol 96% dipartisi dengan n-heksan, lapisan n-heksan dipekatkan. Lapisan air kemudian dipartisi dengan etil asetat. Lapisan etil asetat dan lapisan air yang diperoleh dipekatkan, sehingga diperoleh fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air.

3.4. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilaksanakan untuk mengetahui adanya senyawa yang termasuk dalam metabolit sekunder antara lain: alkaloid, flavonoid, tanin, steroid, antrakuinon, dan terpenoid. Prosedur penapisan fitokimia yang digunakan adalah

metode Reji dan Rexin (2013). Penapisan fitokimia akan dilakukan pada ekstrak etanol 96% daun nangka muda dan mature, fraksi n-heksan daun nangka muda, serta fraksi etil asetat daun nangka muda. Bahan penelitian disaring menggunakan kertas saring Whattman no. 42 (125mm).

Alkaloid

Serbuk simplisia dan ekstrak tanaman (0,5 g) ditambahkan 5 ml larutan 1% HCl, kemudian disaring. Filtrat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama ditambahkan dengan beberapa tetes pereaksi Draggendorf (pelarut potassium bismuth iodide), sehingga menghasilkan endapan merah dan bagian kedua ditambahkan pereaksi Wagner (pelarut iodine dalam potassium iodide) yang akan menghasilkan endapan cokelat/kemerahan. Pembentukan endapan menunjukkan adanya alkaloid pada sampel (Pandey dan Tripathi 2014).

Flavonoid

Sebanyak 0,5 g ekstrak dilarutkan dalam 2 ml larutan NaOH. Larutan kemudian ditambah H2SO4 pekat, terbentuknya larutan berwarna kuning menunjukkan adanya senyawa flavonoid pada sampel.

Tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak dilarutkan dalam 10 ml air. Larutan disaring dan pada filtrat ditambahkan sedikit larutan besi klorida 5%. Adanya warna hijau menunjukkan bahwa pada sampel terdapat senyawa tanin.

Antraquinone

Sebanyak 5 g ekstrak dilarutkan dalam 2 ml kloroform, kemudian dikocok dan disaring. Filtrat kemudian dikocok dengan larutan amonia 100% dengan volume yang sama. Warna merah yang terbentuk pada lapisan amonia (lapisan bawah) menunjukkan adanya senyawa antrakuinon bebas dalam sampel.

Steroid

Sebanyak 5 g sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform. Sulfuric acid ditambahkan secara perlahan sehingga terbentuk lapisan pada larutan. Adanya cincin warna biru diantara lapisan menunjukkan adanya senyawa steroid pada sampel. Terpenoid

Sebanyak 5 ml ekstrak dicampurkan ke dalam 2 ml kloroform dan 3 ml H2SO4 pekat. Adanya warna coklat kemerahan menunjukkan bahwa pada sampel mengandung senyawa terpenoid.

3.5. Uji Bioaktivitas

Aktivitas inhibisi tirosinase yang dinilai adalah monofenolase dan DOPA auto-oxydation (difenolase). Uji ini dilakukan menggunakan metode Curto dkk. (1999) dan Nerya dkk. (2003) dengan sedikit modifikasi. Ekstrak dan fraksi dilarutkan dalam DMSO (dimethyl sulphoxide) untuk mencapai konsentrasi akhir 20 mg mL-1. Larutan ini kemudian dicampur dengan 50 mM potassium phosphate buffer (pH 6,5) hingga mencapai jumlah 600 µg mL-1

Bahan dan asam kojik (sigma, USA) sebagai kontrol positif dilakukan uji pada rentang konsentrasi 7,8125 hingga 2.000 µg mL-1. Pada 96-sumur pelat, setiap 70 µL sediaan larutan ditambahkan dengan 30 µL enzim tirosinase (sigma, 333 Units mL-1 dalam phosphate buffer) dalam triplicate, kemudian dilakukan inkubasi pada suhu ruangan selama lima menit. Selanjutnya ditambahakan 110 µL substrat (2 mM L-tyrosine atau 2 mM L-DOPA) ke dalam setiap sumur, dan diinkubasi kembali selama 30 menit pada temperatur ruangan. Densitas optikal sumur diukur pada panjang gelombang 492 nm dengan multi-well plate reader. Konsentrasi ekstrak etanol 96% daun nangka muda, mature serta fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat daun nangka muda pada inhibition concentration (IC50) ditentukan untuk setiap bahan uji.

3.6. Persiapan Uji pada Kultur Mouse Melanoma B-16 Cell

Penelitian kultur mouse melanoma B-16 cell dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata IPB. Pada sel yang telah tumbuh konfluen harus dilakukan subkultur. Media sel dibuang kemudian ditambahkan PBS sebanyak 10 mL untuk membersihkan botol kultur dari sisa media, lalu PBS dibuang. Trypsin (0.25%) ditambahkan ke dalam botol kultur sebanyak 5 mL, dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit. Sel yang telah lepas dari substratnya dimasukkan ke dalam tabung 15 mL kemudian disentrifus 500g selama 5 menit dan supernatannya dibuang. Perhitungan sel menggunakan hemositometer kemudian disiapkan sel sesuai dengan kepentingan untuk uji. Sel diinkubasi kembali di dalam inkubator CO2 dengan konsentrasi 5%.

3.7. Uji Micro Culture Tetrazolium Technique (MTT)

Sel lestari yang telah ditumbuhkan pada botol kultur T25 disubkultur. Kultur dimulai dalam pelat 96 sumur kultur jaringan dengan 5000 sel/sumur. Inkubasi pelat dilakukan di kelembaban atmosfer 5% CO2 pada suhu 370C selama 24 jam. Senyawa bioaktif pada masing-masing konsentrasi ditambahkan sebanyak 100µL/sumur, sel tanpa perlakuan disertakan sebagai kontrol. Sel selanjutnya diinkubasi kembali selama 48 jam. Senyawa MTT ditambahkan dan diinkubasi selama empat jam pada suhu 37oC dan CO2 5%. Supernatan sel dibuang, kristal formazan yang terbentuk dilarutkan dengan etanol 70%. Pembacaan densitas optik (OD) dilakukan menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 565 nm. Dosis perlakuan yang digunakan pada uji MTT dimulai dari dosis 800 ppm yang diturunkan hingga dosis 6,25 ppm.

3.8. Aktivitas Inhibisi Biosintesis Melanin oleh Isolat dalam Kultur Mouse Melanoma B-16 Cell

Kultur konfluen melanoma B-16 cell dibilas dalam phosphate-buffered saline (PBS) dan dilepaskan dari plastik menggunakan trypsin 0.25%. Sel diletakkan dalam pelat enam sumur pada densitas 1×105 sel/sumur dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam media diganti dengan 900 μl media baru dan 2 μl DMSO digunakan sebagai kontrol serta sampel uji dengan konsentrasi 3, 1,5, dan 0,75 ppm. Sel diinkubasi kembali selama 48 jam, dan media diganti dengan media baru yang mengandung masing-masing sampel. Setelah 24 jam, pada sel yang masih melekat dilakukan uji.

3.9. Aktivitas Inhibisi Biosintesis Melanin oleh Isolat dalam Kultur Mouse Melanoma B-16 Cell dengan α-MSH

Kultur konfluen melanoma B-16 cell dibilas dalam phosphate-buffered saline (PBS) dan dilepaskan dari plastik menggunakan trypsin 0.25%. Sel diletakkan dalam pelat enam sumur pada densitas 1×105 sel/sumur dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam media diganti dengan 900 μl media baru, kemudian ditambahkan 2 μl

DMSO sebagai kontrol, α-MSH 200 μM serta sampel uji dengan konsentrasi 3, 1,5, dan 0,75 ppm. Sel diinkubasi kembali selama 48 jam, dan media diganti dengan media baru yang mengandung masing-masing sampel. Setelah 24 jam, pada sel yang masih melekat dilakukan uji.

3.10. Perhitungan Jumlah Melanin pada Mouse Melanoma B-16 Cell

Kandungan melanin pada sel setelah perlakuan dilakukan dengan cara membuang dan membersihkan sel menggunakan PBS, endapan sel dilarutkan dalam 1 ml lautan 1N NaOH. Ekstrak etanol 96%, fraksi n-heksan, dan fraksi etil asetat daun nangka muda di uji menggunakan micro plate reader (Bio-Rad, Japan) pada panjang gelombang 450 nm untuk menentukan kandungan melanin. Hasil dari sel

yang ditambahkan α-MSH ataupun tidak, di analisis sebagai persentase hasil penurunan produksi melanin yang dibandingkan dengan kontrol.

Metode perhitungan persentase melanin pada kultur mouse melanoma B-16 cell adalah sebagi berikut:

Densitas Optik Perlakuan Densitas Optik Kontrol

3.11.Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Analysis of variance (ANOVA) merupakan salah satu teknik analisis multivariate yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok data dengan cara membandingkan variasinya. Model ANOVA one-way Yij = µ + τi + εij dengan hipotesis H0: µ1 = µ2 = µ3 = µ4…..= µn dan H1: µ1≠ µ2≠ µ3 ≠ µ4….. ≠ µn. Jika H0 diterima berarti semua perlakuan yang dicobakan memberikan pengaruh yang sama, tetapi jika H1 yang diterima berarti paling sedikit terdapat sepasang nilai tengah perlakuan yang berbeda. Untuk mengetahui pasangan perlakuan mana yang mempunyai nilai tengah yang berbeda, maka perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk mengetahui perbedaan diantara nilai tengah perlakuan. Pengujian tersebut diistilahkan dengan uji lanjutan atau dapat juga disebut sebagai uji pembanding berganda. Uji jarak ganda Duncan atau uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui perlakuan terbaik berdasarkan peringkatnya. Uji ini dilakukan karena adanya perbedaan nyata pada analisis varian. Uji ini juga dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan dari pemberian perlakuan yang dilakukan pada uji ANOVA.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait