• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada percobaan ini adalah buah pisang Raja Bulu yang dipanen dengan tingkat kematangan 3/4 penuh ditandai dengan warna kulit buah masih hijau dengan siku masih terlihat jelas. Bahan yang digunakan untuk perlakuan diantaranya larutan kalium permanganat jenuh, tanah liat yang berasal dari Cikarawang sebagai bahan pembawa oksidan etilen (larutan KMnO4), kertas serat nilon sebagai pembungkus bahan oksidan, bahan pengemas pisang berupa kotak kardus, plastik transparan sebagai pembungkus pisang, silica gel sebagai penyerap uap air, hipoklorit sebagai desinfektan, larutan phenoftalein, larutan iodine, tepung kanji, aquades dan NaOH 0.1 N.

Alat yang digunakan terdiri dari alat-alat laboratorium diantaranya oven untuk pengeringan pasta tanah liat dan bahan oksidan etilen, timbangan analitik untuk pengamatan non destruktif yaitu untuk pengamatan susut bobot buah dan perbandingan daging buah dengan kulit buah, penetrometer untuk pengamatan tingkat kekerasan buah, refractometer untuk pengamatan padatan telarut total, dan alat-alat titrasi untuk mengetahui kandungan kemasaman buah dan kandungan vitamin C.

Metode Percobaan

Percobaan dilaksanakan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Terdiri dari lima macam perlakuan, yaitu:

P1 : kontrol (tanpa bahan oksidan etilen) P2 : satu kemasan (30 g) bahan oksidan etilen P3 : dua kemasan (2 x 15 g) bahan oksidan etilen P4 : tiga kemasan (3 x 10 g) bahan oksidan etilen

P5 : enam kemasan (6 x 5 g) bahan oksidan etilen

Model matematika percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = μ + αi + βj + εij

Keterangan :

Yij = Pengamatan pada perlakuan bahan penyerap ke-i dan kelompok ke-j (i=1, 2, 3, 4, 5 ; j=1, 2, 3)

μ = Rataan umum

αi = Pengaruh pada perlakuan bahan penyerap ke-i

βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan pada pada perlakuan bahan penyerap ke-i dan kelompok ke-j

Percobaan terdiri dari beberapa langkah yaitu persiapan, pengemasan dan penyimpanan, pengambilan sampel dan pengamatan. Setiap satuan percobaan terdiri dari satu sisir pisang yang terbagi dua. Percobaan terdiri dari lima kelompok dan setiap kelompok terdiri dari lima ulangan, sehingga terdapat 25 satuan percobaan. Analisis ragam menggunakan uji F, apabila terdapat pengaruh nyata maka dilakukan uji Duncan Mulitple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Kegiatan Pembuatan Bahan Oksidan Etilen

Kegiatan pertama dimulai dengan pembuatan bahan oksidan etilen yang dilakukan selama dua hari sebelum perlakuan. Bahan oksidan etilen dibuat dengan 1 kg pasta tanah liat ditambah 100 ml larutan KMnO4 dengan konsentrasi 75%. Hasil campuran tersebut kemudian dikeringkan dalam oven selama ± 24 jam, setelah kering bahan tersebut dihancurkan hingga halus dan berbentuk serbuk, kemudian dikemas dengan kertas serat nilon (Gambar 1).

Gambar 1. Kemasan oksidan etilen pada kertas serat nilon

Persiapan Buah

Buah pisang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pisang Raja Bulu yang diperoleh dari kebun petani Cibanteng Proyek, Bogor. Buah pisang yang dipanen, dipilih yang memiliki tingkat ketuaan yang hampir sama, kemudian disisir dan sisir pisang tersebut disortasi untuk menentukan pisang yang layak digunakan dalam percobaan. Sisir pisang yang telah disortasi, kemudian dipotong menjadi setengah sisir (Gambar 2). Rata-rata dalam satu sisir pisang terdiri dari 12 hingga 14 buah/jari pisang. Setelah dipotong kemudian pisang dibersihkan dengan larutan hipoklorit. Setelah dicuci, kemudian pisang tersebut dikemas setiap satu sisir yang terbagi dua yang ditentukan secara acak.

Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan memasukkan pisang yang telah dibersihkan dalam plastik transparan beserta bahan oksidan etilen berupa KMnO4 dan silica gel 5 g. Setiap plastik pisang terdiri dari satu sisir pisang yang terbagi dua dengan masing-masing bungkus plastik merupakan satu perlakuan. Pisang kemudian dimasukkan kedalam kardus (Gambar 3). Setiap kardus ditutup dengan menggunakan perekat. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang sekitar 27 - 30˚C.

Gambar 3. Kotak kardus sebagai tempat penyimpanan pisang

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan terdiri dari pengamatan destruktif dan non destruktif menggunakan dua kali setengah sisir pisang dengan masing-masing setengah sisir yang terdiri dari enam jari. Pengamatan non destruktif berupa pengukuran susut bobot buah dan pengukuran indeks skala warna kulit buah yang dilakukan dengan interval tiga hari, mulai tiga hari setelah perlakuan (HSP) sampai warna kulit buah mencapai skala warna tujuh yaitu kulit buah pisang sudah berwarna kuning dengan bercak coklat. Pengamatan destruktif berupa pengukuran kekerasan kulit buah, rasio daging buah dengan kulit buah, Padatan Terlarut Total (PTT), Asam Tertitasi Total (ATT) dan kandungan vitamin C. Pengamatan destruktif dilakukan pada 3, 6, 12, 16 hari setelah perlakuan (HSP) atau di akhiri apabila warna kulit buah mencapai skala warna tujuh.

Indeks Skala Warna Kulit Buah

Indeks skala warna kulit buah pisang Raja Bulu digunakan sebagai petunjuk utama untuk mengetahui tingkat kematangan buah pisang. Indeks skala warna kulit buah pisang diasumsikan sama dengan pisang Cavendish. Tingkat kekuningan dari buah pisang dapat dinilai dengan angka dimulai dari angka 1 hingga 7 yang mewakili tingkat warna sebagai berikut :

Gambar 4. Standar kematangan pisang Cavendish Sumber : Kader, 1996

Keterangan : 1 : Hijau

2 : Hijau dengan sedikit kuning 3 : Hijau kekuningan

4 : Kuning lebih mendominasi dibanding hijau 5 : Kuning dengan sedikit hijau di ujung 6 : Kuning penuh

7 : Kuning dengan bercak coklat

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot buah dilakukan dengan membandingkan bobot buah pisang sebelum perlakuan dan saat pengamatan berlangsung. Rumus yang digunakan: Bobot awal 100 x pengamatan saat Bobot - awal Bobot (%) bobot Susut 

Bagian yang dapat dikonsumsi

Pengukuran daging buah yang dapat dimakan dilakukan dengan menggunakan kulit buah sebanyak satu jari. Caranya adalah dengan menimbang bobot buah sebelum dikupas dan setelah dikupas. Bobot daging buah yang diperoleh dibagi dengan bobot buah. Bagian buah yang dapat dikonsumsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Edible part (%) = Bobot daging buah x 100

Bobot buah

Kekerasan Kulit Buah

Setelah mengukur daging buah yang dapat dimakan, buah pisang tersebut masih digunakan untuk mengukur kekerasan kulit buah yang diukur dengan menggunakan penetrometer. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara meletakkan buah pisang yang masih utuh (belum dikupas kulitnya) dengan posisi yang seimbang. Jarum penetrometer ditusukkan pada buah tersebut di tiga titik yang berbeda yaitu pada bagian ujung, tengah, dan pangkal. Hasil dari ketiga data tersebut kemudian dihitung rata-ratanya.

Padatan Terlarut Total ( PTT)

PTT diukur dengan menghancurkan daging pisang hingga halus kemudian itu diambil sari buahnya yang disaring terlebih dahulu dengan kain kasa. Sari buah yang telah disaring diteteskan sedikit saja pada prisma refractometer. Kadar PTT dapat langsung terlihat pada alat (˚Brix). Lensa refractometer harus selalu dibersihkan dengan aquades pada saat sebelum pengamatan dan sesudah pengamatan.

Asam Tertitrasi Total (ATT)

ATT dilakukan dengan menghancurkan 25 g daging buah pisang. Bahan yang telah dihancurkan tersebut diberi aquades sedikit saja, hal ini dilakukan agar mempermudah pemindahan bahan tersebut kedalam labu takar 100 ml dan beri aquades hingga tera, kemudian disaring. Setelah disaring, diambil larutan sebanyak 25 ml dan diberi 3 - 4 tetes indikator phenolphthalein (PP), kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0.1 N. Titrasi dilakukan hingga larutan tersebut berwarna merah muda yang stabil.

Kandungan ATT dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Bobot Contoh (g) 100 x fp x N 0.1 x NaOH ml (%) ATT 

Keterangan : fp = faktor pengenceran (100ml/25ml)

Kandungan vitamin C

Pengukuran kandungan vitamin C , langkah pertama yang harus dilakukan adalah pembuatan larutan amilum. Pembuatan larutan amilum yaitu aquades sebanyak 110 ml + 1 g tepung kanji dididihkan hingga tersisa 100 ml. Menurut Sudarmaji et al. (1984) pengukuran kandungan vitamin C yaitu dengan menghancurkan kembali 25 g daging buah pisang dan dimasukan kedalam labu takar 100 ml, kemudian diberi aquades hingga tera setelah itu disaring. Setelah disaring, larutan tersebut diambil sebanyak 25 ml dan diberi 3 - 4 tetes indikator larutan amilum yang telah dibuat sebelumnya kemudian dititrasi dengan iodine. Titrasi tersebut dilakukan hingga larutan tersebut berwarna biru tua yang stabil. Setelah kegiatan tersebut dilakukan, sehingga kandungan vitamin C dapat dihitung dengan rumus :

Bobot Contoh (g) 100 x fp x 0.88 x N 0.01 iodine ml (ml/100g) C Vit 

Keterangan : 1 mg iodine 0.01 N = 0.88 mg asam askorbat Fp = faktor pengenceran (100 ml/25 ml)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur Simpan dan Kekerasan Kulit Buah

Penggunaan pembungkus bahan oksidan etilen dapat memperpanjang umur simpan dan berpengaruh terhadap kekerasan kulit buah pisang dibandingkan kontrol. Terdapat perbedaan pengaruh antara perlakuan dalam umur simpan buah (Tabel 2).

Tabel 2. Umur simpan dan perubahan kekerasan kulit buah pisang Raja Bulu

Keterangan : * Diamati hanya pada buah yang masih dapat dianalisis

x Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

Perlakuan pembagian pembungkusan menunjukkan perbedaan nyata terhadap lamanya umur simpan buah pisang, terlihat dari perlakuan P1 dan P4 yang memiliki umur simpan paling pendek yaitu 12 hari penyimpanan dibandingkan ketiga perlakuan lainnya, perlakuan P2 dan P5 memiliki umur simpan yang paling panjang yaitu 15 hari penyimpanan (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa pembagian pembungkusan baik perlakuan P2 maupun P5 dapat digunakan untuk memperpanjang daya simpan buah pisang Raja Bulu. Umur simpan pada P1 dan P4 memiliki nilai yang paling rendah. Hal ini disebabkan buah pisang pada kedua perlakuan ini menunjukkan adanya gejala serangan penyakit Crown end rot yang muncul saat 12 hari penyimpanan di sekitar bonggol dan pangkal buah pisang. Gejala crown end rot dapat dilihat di Lampiran 1. Menurut Eckert (1975) dalam Pantastico (1989) sebagian besar kerusakan pascapanen yang berat pada buah pisang adalah akibat pembusukan oleh cendawan pada ujung tangkai buah, antraknosa, dan busuk tajuk.

Gloesporium musarum merupakan salah satu penyakit yang sering menginfeksi luka-luka tangkai buah atau permukaan buah. Gejala ini disebut antraknosa.

Perlakuan Umur simpan

(HSP)

Kekerasan kulit buah (mm/50g/5 detik) Hari Setelah Perlakuan (HSP)

3 6 12 16*

Kontrol (P1) 12.4bx 12.16 15.43 41.33 88.00a

Satu kemasan (P2) 14.8a 11.63 12.33 24.00 54.58b

Dua kemasan (P3) 13.2ab 12.13 12.76 37.75 58.67b

Tiga kemasan (P4) 12.4b 11.66 13.40 32.21 59.33b

Gejala antraknosa dapat dilihat di Lampiran 2. Pada Tabel 2 terlihat bahwa 16 HSP merupakan suatu nilai yang hanya diamati pada buah yang masih dapat dianalis, pada P1 dan P3 hanya ada satu ulangan yang diamati, dan pada perlakuan P4 hanya tiga ulangan yang diamati, sedangkan pada P2 dan P5 terdapat 4 ulangan yang diamati. Hal tersebut terjadi karena tingkat kematangan yang berbeda pada setiap perlakuan, dapat dilihat pada Gambar 5 yang merupakan keragaan buah pisang Raja Bulu pada saat 15 HSP.

Enam Tiga Dua Satu Kontrol Kemasan Kemasan Kemasan Kemasan

(P5) (P4) (P3) (P2) (P1) Gambar 5. Keragaan buah pisang Raja Bulu pada 15 HSP

Umur simpan mempengaruhi tingkat kekerasan kulit buah pisang selama penyimpanan. Secara umum kekerasan kulit buah semakin lama hari penyimpanan maka semakin lunak kulit buah pisang tersebut. Menurut Pantastico

et al. (1989) bertambahnya jumlah zat-zat pektat menyebabkan penurunan kekerasan buah selama penyimpanan. Saat buah matang kandungan pektin dan pektinat yang larut meningkat sedangkan zat-zat pektat menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan pektin dalam dinding sel dan lamela tengah.

Susut Bobot

Perlakuan pembagian pembungkusan bahan oksidan etilen sangat nyata menghambat penyusutan bobot buah pisang Raja Bulu pada 15 HSP serta nyata pada 6 dan 9 HSP dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Perlakuan pembagian

pembungkusan bahan oksidator etilen menghambat penyusutan bobot dapat dilihat di Lampiran 3. Perlakuan pembagian pembungkusan etilen terbaik pada susut bobot buah yaitu terdapat pada perlakuan P2 dan P4 pada 15 hari setelah perlakuan (Tabel 3). Bobot menyusut seiring dengan lamanya penyimpanan. Menurut Mikasari (2004) penyusutan atau pengurangan bobot bahan terus berlangsung selama penyimpanan sebagai akibat dari adanya proses respirasi dan transformasi.

Tabel 3. Penyusutan bobot buah pisang Raja Bulu

Keterangan : * Diamati hanya pada buah yang masih dapat dianalisis

x Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

Warna Kulit Buah

Penggunaan oksidan etilen tidak menunjukkan perbedaan dalam mempertahankan perubahan warna kulit buah dibandingkan kontrol hingga akhir penyimpanan (Gambar 6). Pada 6 - 9 HSP perlakuan P2 dan P4 dapat mempertahankan perubahan warna lebih baik, dan tidak terdapat perbedaan nyata dengan P1, P3, dan P5. Pada 9 - 12 HSP terdapat perubahan, yaitu perlakuan P2 dan P5 dapat mempertahankan perubahan warna lebih baik. Terdapat perbedaan pada 15 - 16 HSP semua perlakuan menunjukkan skala warna kulit buah yang sama. Diduga semua perlakuan mampu mengoksidasi etilen dengan efektif. Hal ini berakibat pada proses pematangan yang terhambat sehingga warna buah masih belum berubah selama penyimpanan. Menurut Pantastico (1975) bentuk buah yang penuh karena adanya perubahan warna pada dasar buah, tumbuhnya bulu- bulu pada bagian biji dan pembentukan lentisel pada kulit buah merupakan perubahan yang menyertai proses pematangan.

Perlakuan

Susut bobot buah (%) Hari Setelah Perlakuan (HSP)

3 6 9 12 15 16*

Kontrol (P1) 0.95 4.35abx 9.55ab 16.01 15.92ab 17.61

Satu kemasan (P2) 1.05 4.30ab 9.23ab 14.78 21.28a 23.84

Dua kemasan (P3) 0.83 3.81b 8.24b 13.30 19.70b 21.96

Tiga kemasan (P4) 1.04 5.04a 10.77a 18.48 22.67a 25.36

Gambar 6. Perubahan skala warna kulit buah pisang Raja Bulu

Bagian Buah yang Dapat Dimakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian pembungkus bahan oksidan etilen mempengaruhi edible part selama penyimpanan. Pengaruh pembagian pembungkus bahan oksidan etilen dapat dilihat di Lampiran 4. Pada 12 HSP perlakuan kontrol dan P3 menunjukkan perbedaan nyata (Lampiran 4). Perubahan bagian buah yang dapat dimakan pada buah pisang Raja Bulu dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut Mulyana (2010) buah pisang pada awalnya mempunyai bobot daging buah sangat rendah, sedangkan bobot kulit buah sangat tinggi. Seiring dengan lamanya penyimpanan maka buah pisang semakin matang, bobot daging buah semakin bertambah dan bobot kulit buah semakin berkurang sehingga edible part buah semakin besar. Selanjutnya Diennazola (2008) menyatakan bahwa uji korelasi yang dilakukan antara rasio daging buah dengan kulit buah terhadap edible part buah mempunyai korelasi positif. Hal ini karena adanya pengaruh kandungan air daging buah yang semakin meningkat selama penyimpanan karena terjadinya perpindahan air dari kulit buah ke daging buah. Perpindahan air tersebut menyebabkan bobot kulit buah semakin berkurang dan bobot daging buah semakin bertambah.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 3 6 9 12 15 16 Sk ala W ar n a

Hari Setelah Perlakuan

kontrol (P1) satu kemasan (P2) dua kemasan (P3) tiga kemasan (P4) enam kemasan (P5)

Tabel 4. Perubahan bagian buah yang dapat dimakan buah pisang Raja Bulu

Keterangan : * Diamati hanya pada buah yang masih dapat dianalisis

x Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

Padatan Terlarut Total

Pembungkus bahan oksidan etilen mempengaruhi padatan terlarut total selama penyimpanan. Hal tersebut terlihat pada perlakuan P1 dengan P3 (Tabel 5). Hasil ini menunjukkan bahwa pembagian pembungkusan dapat digunakan sebagai bahan pembungkus KMnO4 dengan pembawa berupa serbuk tanah liat untuk memperpanjang daya simpan buah pisang Raja Bulu.

Secara umum nilai PTT mengalami penurunan pada semua perlakuan saat menjelang pemasakan, hal ini terlihat pada 12 HSP hingga 16 HSP pada perlakuan P1 (Tabel 5). Nilai penurunan padatan terlarut total karena ketersediaan kandungan glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim - enzim yang terdapat di dalam buah pisang semakin berkurang. Menurut Kays (1991) penurunan kandungan gula terjadi akibat adanya proses peningkatan kandungan gula terlebih dahulu selama proses penyimpanan buah.

Tabel 5. Kandungan padatan total terlarut (PTT) buah pisang Raja Bulu

Keterangan : * Diamati hanya pada buah yang masih dapat dianalisis

x Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

Perlakuan

Edibel part (%) Hari Setelah Perlakuan (HSP)

3 6 12 16*

Kontrol (P1) 54.36 49.50 54.58ax 49.07

Satu kemasan (P2) 50.24 46.23 48.67b 52.32

Dua kemasan (P3) 52.56 47.24 54.74a 52.84

Tiga kemasan (P4) 48.24 49.04 54.23ab 47.64

Enam kemasan (P5) 55.61 48.04 49.61ab 56.81

Perlakuan

Padatan total terlarut (PTT) (˚Brix)

Hari Setelah Perlakuan (HSP)

3 6 12 16*

Kontrol (P1) 2.68 14.30 28.23ax 26.20

Satu kemasan (P2) 2.96 12.14 24.30ab 28.82

Dua kemasan (P3) 2.78 11.00 27.37a 27.60

Tiga kemasan (P4) 2.68 14.22 23.55ab 26.00

Asam Tertitrasi Total

Pembungkus bahan oksidan etilen tidak mempengaruhi asam tertitrasi total (ATT) pada semua perlakuan (Lampiran 4). Hal ini diduga bahwa buah pisang mengalami proses pematangan berfluktuatif.

Pembagian bahan pembungkus tidak menunjukkan perbedaan dalam mempertahankan ATT dibandingkan kontrol. Pada 10 dan 16 HSP mengalami nilai ATT terendah (Tabel 6). Hal ini diduga bahwa nilai ATT yang rendah menunjukkan asam yang terkandung di dalam buah semakin sedikit. Menurut Pantastico et al, (1989) penurunan kandungan asam disebabkan oleh adanya asam yang direspirasikan atau dirubah menjadi gula.

Tabel 6. Kandungan asam tertitrasi total (ATT) buah pisang Raja Bulu

Keterangan : * Diamati hanya pada buah yang masih dapat dianalisis

x Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

Rasio Padatan Terlarut Total dengan Asam Tertitrasi Total

Pembungkus bahan oksidan etilen tidak mempengaruhi rasio padatan terlarut total (PTT) dengan asam tertitrasi total (ATT) pada 3, 6, 12, 16 HSP terlihat pada analisis ragam uji F. analisis ragam uji F dapat dilihat di Lampiran 1. Pembagian bahan pembungkus tidak dapat mempertahankan PTT dengan ATT dibandingkan kontrol (Tabel 7). Pada 16 HSP perlakuan yang mempunyai nilai rasio PTT/ATT tertinggi terdapat pada perlakuan P3. Hal ini diduga bahwa nilai rasio PTT/ATT yang tinggi dapat digunakan untuk memprediksi kandungan gula. Menurut Winarno dan Wirakartakusuma (1981) semakin matangnya buah maka kandungan gulanya meningkat, tetapi kandungan asamnya menurun. Hal ini mengakibatkan rasio gula dan asam akan mengalami perubahan yang drastis.

Perlakuan

Kandungan asam tertitrasi total (ATT) (mmol/100 g bahan ) Hari Setelah Perlakuan (HSP)

3 6 12 16* Kontrol (P1) 21.44 31.68 59.60 75.20 Satu kemasan (P2) 23.04 40.32 54.00 57.20 Dua kemasan (P3) 20.48 33.28 58.40 51.20 Tiga kemasan (P4) 20.48 40.32 54.40 57.60 Enam kemasan (P5) 21.44 35.20 62.80 60.00

Tabel 7. Rasio padatan terlarut total (PTT) dengan asam tertitrasi total (ATT) buah pisang Raja Bulu

Keterangan : * Diamati hanya pada buah yang masih dapat dianalisis

x Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

Kandungan Vitamin C

Pembagian pembungkus bahan oksidan etilen mempengaruhi kandungan vitamin C selama penyimpanan pada 6 HSP dan 12 HSP. Pada 6 HSP perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan P1 sedangkan pada 12 HSP perlakuan terbaik yaitu perlakuan P5. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian KMnO4 dapat memperpanjang daya simpan buah pisang Raja Bulu.

Secara umum setiap perlakuan memiliki pola perubahan yang berfluktuatif terhadap kandungan vitamin C (Tabel 8). Menurut Miller et al. (1945) dalam

Pantastico (1989) selama pertumbuhan dan perkembangan buah, kandungan vitamin C mengalami perubahan dengan pola yang tidak teratur. Menurut Purwoko (1998) kandungan vitamin C berfluktuasi pada buah yang mengalami pascapanen. Menurut Winarno (1997) vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak dan mudah teroksidasi.

Tabel 8. Kandungan vitamin C buah pisang Raja Bulu

Keterangan : * Diamati hanya pada buah yang masih dapat dianalisis

x Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %

Perlakuan

Rasio PTT/ATT (ml/100 g bahan) Hari Setelah Perlakuan (HSP)

3 6 12 16* Kontrol (P1) 0.14 0.58 0.49 0.35 Satu kemasan (P2) 0.13 0.32 0.52 0.41 Dua kemasan (P3) 0.14 0.34 0.55 0.54 Tiga kemasan (P4) 0.13 0.34 0.44 0.45 Enam kemasan (P5) 0.14 0.41 0.31 0.49 Perlakuan

Kandungan Vitamin C (mg/100 g bahan) Hari Setelah Perlakuan (HSP)

3 6 12 16*

Kontrol (P1) 71.24 144.74 55.97abx 21.12

Satu kemasan (P2) 67.02 137.70 33.44b 21.82

Dua kemasan (P3) 88.98 110.15 42.97b 21.12

Tiga kemasan (P4) 64.20 95.46 44.57b 24.64

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian oksidan etilen dapat memperpanjang daya simpan buah pisang Raja Bulu dua sampai empat hari dibandingkan kontrol. Daya simpan buah yang memiliki waktu terpanjang yaitu 15 hari penyimpanan pada perlakuan satu kemasan (P2), sedangkan daya simpan terpendek yaitu 12 hari penyimpanan pada perlakuan tiga kemasan (P4). Pembagian kemasan tidak menunjukkan perbedaan efektifitas oksidan etilen. Pemberian oksidan etilen tidak mempengaruhi mutu buah pisang Raja Bulu pada saat matang pascapanen.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai pengaturan dosis yang tepat antara KMnO4 dengan tanah liat untuk mengetahui efektifitas oksidan etilen terhadap buah pisang Raja Bulu.

STUDI PENGGUNAAN OKSIDAN ETILEN DALAM

Dokumen terkait