• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

F. Metode Uji Daya Anti-inflamasi

Ada beberapa uji in-vivo yang dilakukan untuk menguji daya anti-inflamasi, antara lain sebagai berikut :

1) Uji erythema

Hewan uji yang digunakan yaitu marmot galur Pirrbright baik jantan atau betina yang memiliki berat kira-kira 350 gram. Kemudian diberikan

NH

Cl Cl NaOCCH2

perlakuan barium sulfida dalam bentuk suspensi. Pada hari berikutnya, senyawa uji yang dilarutkan dalam pembawa yang sesuai dan setengah dosis dari senyawa tersebut diberikan dengan gavage pada 10 ml/kg 30 menit sebelum penyinaran UV. Kotrol diberikan perlakuan pembawa saja. Empat hewan digunakan untuk setiap kelompok perlakuan dan kontrol. Mermot tersebut diletakkan pada manset kulit dengan lubang ukuran 1,5x2,5 cm dan dilakukan penyinaran UV. Setelah 2 jam, setengah dosis senyawa uji yang masih tersisa diberikan kembali pada hewan uji dan diamati 2 dan 4 jam setelahnya (Vogel, 2002)

Uji erythema dengan UV ini dilakukan pada kulit marmot albino dengan bobot rata-rata marmot albino sebesar 350 gram. Penilaian erythema dapat dilakukan sebagai berikut : jika tidak ada inflamasi= 0, erythema ringan= 1, erythema berat= 2, dan erythema sangat berat/kuat= 4. Hewan uji dengan nilai 0 atau 1 dianggap terlindungi, sedangkan nilai setelah 2 dan 4 harus diberi indikasi durasi efeknya (Vogel, 2002). Keuntungan metode ini adalah sederhana namun membutuhkan latihan bagi pengguna dalam pemakaian fotometer refleksi yang bertujuan untuk menghilangkan penilaian subjektif yang tidak perlu (Vogel, 2002).

2) Uji paw edema

Diantara beberapa metode yang digunakan untuk skrining obat anti-inflamasi, terdapat satu dari teknik yang biasa digunakan pada kemampuan beberapa bahan uji untuk menghambat produksi udema kaki hewan uji setelah injeksi bahan pembuat radang. Beberapa zat pembuat radang (iritan) yang telah digunakan seperti brewer’s yeast, formaldehid, dextran, albumin telur, kaolin, aerosol, karagenin, atau naphthoylheparamin. Biasanya ukuran udema kaki hewan

uji hasil injeksi diukur sebelum dan setelah perlakuan iritan dan ukuran udema kaki tersebut dibandingkan dengan kontrol. Pada metode ini digunakan hewan uji tikus Sprague-Dawley dengan berat 100-150 gram. Unutk memastikan hidrasi, tikus diberikan 5 ml air ke dalam saluran pencernaan (kontrol) atau bahan uji yang dilarutkan pada volume yang sama. Setelah 30 menit, tikus diberikan secara injeksi subkutan 0,05 ml karagenin 1% pada bagian kaki kiri. Volume udema diukur menggunakan secara plethymographycally setelah injeksi, 3 dan 6 jam dan 24 jam (Vogel, 2002).

3) Pleurisy test (uji radang selaput dada)

Radang selaput dada dikenal sebagai fenomena inflamasi eksudatif pada manusia. Pada penelitian radang selaput dada dapat diinduksi dengan beberapa iritan seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, degranulator sel mast, dextran, enzyme, antigen, mikroba, dan iritan nonspesifik seperti turpentine dan karagenin. Radang pada tikus yang diinduksi oleh karagenin akan dipertimbangkan sebagi model inflamasi akut yang baik, dimana keluarnya cairan, migrasi leukosit, dan beberapa parameter biokimia yang berkaitan pada respon inflamasi dapat diukur secara mudah dari eksudatnya (Vogel, 2002). Model radang selaput dada dapat diterima sebagai metode yang dapat dipercaya untuk mengetahui inflamasi akut dan subakut yang diikuti determinasi beberapa parameter secara bersama-sama (Vogel, 2002).

Tikus jantan bergalur Sprague-Dawley dengan berat 220-260 gram dapat digunakan dalam metode ini. Sebanyak 0,1 ml karagenin 2% diinjeksikan ke dalam rongga selaput dada. Kemudian 1 jam sebelum injeksi karagenin, 24 jam,

dan 48 jam sesudahnya, kelompok yang terdiri dari 10 tikus diberi perlakuan dengan senyawa standar atau senyawa uji melalui oral atau subkutan. Kelompok kontrol hanya diberikan pelarut senyawa uji (Vogel, 2002).

4) Tes kantung granuloma

Merupakan suatu metode yang menggunakan minyak kroton sebagai iritan. Metode ini sering digunakan untuk memperkirakan potensi dari anti inflamasi kortikosteroid baik setelah pemberian local maupun sistemik. Dengan penyuntikkan dan induksi pada kantung granuloma setelah beberapa interval waktu sampai 4 minggu durasi efek dapat diketahui (Vogel, 2002).

Pada metode ini digunakan tikus jantan atau betina Sprague-Dawley dengan berat antara 150-200 gram. Hewan uji 10 ekor digunakan unutk kelompok perlakuan dan kontrol. Pada bagian punggunag dicukur dan disinfeksi, kemudian dengan jarum pneumoderma diinjeksikan 20 ml udara dibawah pengaruh anestesi. Kemudian diinjeksikan 0,5 ml larutan minyak kroton. Empat puluh delapan jam kemudian, kantung udara terbentuk Saat pembentukan kantung udara, hewan uji setiap hari diberikan perlakuan senyawa uji atau standar secara oral atau subkutan. Setelah 4 atau 5 hari, hewan uji diberi obat bius, kantung udara dibuka, dan eksudat diletakkan dalam gelas silinder lalu diukur (Vogel, 2002)

Selain beberapa uji in-vivo di atas, uji daya anti-inflamasi juga dapat dilakukan dengan beberapa uji in-vitro antara lain sebagai berikut :

1. Uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear

Akumulasi leukosit merupakan faktor penting pada mekanisme pertahanan tubuh. Faktor kemotaksis menarik leukosit pada darah terinfeksi atau

bagian yang terinflamasi. Metode Boyden (1962) digunakan untuk mengukur efek kemotaksis pada leukosit polimorfonuklear.

Kecepatan migrasi dihitung sebagai persentase dari jumlah PMNs pada kompartemen rendah atau jumlah penggunaan PMNs pada kompartemen tinggi. Kecepatan migrasi tergantung pada konsentrasi chemoattractant seperti zymosan activated serum. Selain itu, dosisnya tergantung penurunan kecepatan migrasi yang dicapai oleh inhibitor kemotaksis (Vogel, 2002).

2. Agregasi leukosit polimorfonuklear yang diinduksi FMLP

Agregasi PMNs dapat diinduksi dengan FMLP ( formil-L-methionil-L-leucyl-L-fenilalanin). Agregasi dapat dihambat dengan turunan xantin. Suspensi sel PMNs disiapkan dari eksudat peritonial yang diambil 17 jam setelah injeksi intraperitonial 10 ml 6% sodium caseinate terhadap tikus Sprague Dawley. Senyawa uji dan standart (pentoxiphylline) dilarutkan dalam GBSS ( Geys-balanced-salt-solution). FMLP dilarutkan dalam DMSO. Dilusi selanjutnya dibuat sampai mencapai konsentrasi 10-7 mol FMLP dalam GBSS. Sebelum ditambahkan FMLP, suspensi sel diinkubasi awal selama 10 menit dengan obat. Agregasi PMNs masuk ke dalam a Born aggregometer (Vogel, 2002).

Dokumen terkait