• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEFENISI KONSEP OPERASIONAL

2.4 Pengertian Rokok dan Perilaku Merokok

2.4.4 Metode Visual Edukasi Kesehatan

Edukasi kesehatan memiliki arti penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui praktik pembelajaran atau instruksi dengan tujuan mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan memberi dorongan pada pengarahan diri dan secara aktif memberikan informasi atau ide baru dalam bidang kesehatan. Sedangkan visual berarti semua alat peraga yang digunakan dalam proses belajar yang bisa dinikmati lewat panca-indera mata. Media visual memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual juga dapat menumbuhkan minat dan memberi hubungan emosional dengan cara melihat.

2.4.4.1 Jenis-Jenis Media Visual Edukasi Kesehatan

Media visual dapat digolongkan menjadi media yang tidak diproyeksikan dan media proyeksi. Media yang tidak diproyeksikan mencakup media realita (benda nyata), model (benda tiruan, representasi benda sesungguhnya) dan media grafis meliputi gambar/foto, sketsa, diagram/skema, bagan/chart. Sedangkan media proyeksi dapat berupa pemutaran informasi dengan menggunakan alat bantu proyektor elektronik, yang banyak ditemukan pada penyuluhan-penyuluhan langsung ke masyarakat.

Media yang paling umum digunakan adalah media gambar/foto, bentuk media ini dapat ditemukan pada flyer, pamflet maupun segala bentuk media cetak lainnya. Media grafis berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal.

2.4.4.2 Efek Psikologis Penayangan Media Visual Edukasi Kesehatan Terdapat empat mekanisme dan fungsi penting media sebagai pembelajaran, khususnya media visual, yakni fungsi atensi, afektif, kognitif dan fungsi kompensatoris.

Fungsi Atensi merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian untuk berkonsentrasi terhadap pesan yang ingin disampaikan, berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau teks materi sebuah pesan atau iklan.

Fungsi Afektif. Media visual dapat menggugah emosi dan sikap akan sebuah pesan atau iklan.

Fungsi Kognitif. Lambang visual atau gambar dapat memperlancar pencapaian untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

Fungsi Kompensatoris, terutama bagi seseorang yang mengalami kesulitan dalam membaca, mengorganisasikan informasi dalam teks dan mempermudah untuk mengingat kembali.

2.4.4.3 Efektivitas Model Visual Edukasi Kesehatan

Pengggunaan gambar risiko penyakit merupakan komponen penting dalam komunikasi risiko dalam edukasi kesehatan. Peletakkan gambar mengintegrasikan antara komponen komunikasi kesehatan dengan informasi yang diperlukan konsumen, sehingga peletakkan gambar ilustrasi mengenai risiko penyakit menjadi penting. Keefektivan penggunaan gambar ini pun tidak terbatas pada masyarakat dengan pengetahuan biasa, namun juga mencakup expert audience.

2.4.4.4 Efektivitas Pemasangan Label Visual Peringatan Pada Bungkus Rokok

Perokok yang dipaparkan dengan pesan-pesan anti-rokok dapat mengurangi atau menghalangi kemungkinan bagi individu untuk mulai merokok. Pemasangan label visual peringatan pada bungkus rokok masih dianggap efektif. Di Selandia Baru, jumlah perokok yang mendapat informasi dari bungkus rokok mencakup 78%, terutama setelah diberlakukan kewajiban mencantumkan nomor telepon layanan berhenti merokok. Kebijakan tersebut meningkatkan motivasi perokok untuk menggunakan layanan tersebut.

Berbagai penelitian mengenai efektivitas penggunaan label visual peringatan pada bungkus rokok pun telah dilakukan pada berbagai negara dengan kebijakan yang berbeda-beda. Pada penelitian komparatif di negara yang menerapkan peringatan kesehatan berbentuk gambar, seperti Australia, Kanada, Inggris dan negara yang menerapkan peringatan berbentuk tulisan seperti Amerika

Serikat (AS); disimpulkan bahwa peringatan kesehatan berbentuk gambar yang lebih besar dan jelas lebih efektif. Di Kanada, 84% perokok melihat peringatan di bungkus rokok sebagai sumber informasi, hampir dua kali lebih banyak dibandingkan jumlahnya di AS (47%). Perokok tersebut bahkan mengusulkan gambar yang spesifik, informatif dan menakutkan.

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan efektivitas peringatan kesehatan menggunakan gambar. Di Brazil, 54% responden menyatakan pandangannya berubah mengenai konsekuensi kesehatan akibat merokok, 67% di antaranya memiliki keinginan untuk berhenti merokok. Lebih dari 50% perokok di Kanada (58%) dan Singapura (57%) memikirkan bahaya konsumsi tembakau dan dampak kesehatan, dan 47% perokok di Singapura dan 62% perokok di Thailand langsung mengurangi jumlah konsumsi rokok mereka. Penerapan peringatan visual kesehatan juga mendorong keinginan perokok untuk berhenti merokok di Kanada, Singapura dan Thailand masing-masing sebesar 44%, 24% dan 92%. Penelitian yang dilakukan pada pelajar di Pakistan untuk menentukan media dan jenis gambar anti-rokok yang paling efektif menunjukkan bahwa peringatan rokok dengan gambar atau multimedia menunjukkan gambar atau multimedia yang menunjukkan kerusakan secara kosmetik dan fungsional seperti kanker rongga mulut, pasien kanker dengan pinta suara implant dan dengan pasien dengan ventilator memiliki keefektivan tertinggi dibandingkan denhan peringatan dengan kalimat tertulis.

2.4.4.5 Implementasi Label Visual Peringatan Rokok di Indonesia Sejumlah media luar ruang, bersama dengan sejumlah iklan rokok di media lainnya, mencoba menyesuaikan diri dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau.

Permenkes itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Menghasilkan Permenkes ini bukanlah pekerjaan mudah saat berhadapan dengan kekuatan besar perusahaan-perusahaan rokok yang tak ingin dikekang ketat.

Indonesia adalah salah satu negara yang belum menandatangani FCTC. FCTC atau Framework Covention on Tobacco Control merupakan perjanjian internasional tentang kesehatan masyarakat yang dibahas dan disepakati oleh negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tujuan FCTC adalah untuk melindungi generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi rokok dan paparan asap rokok.

FCTC diinisiasi oleh negara-negara berkembang, seperti Amerika Latin, India, Thailand, hingga Indonesia. Karena konsumsi rokok menjadi masalah global dan jika tidak diatasi, diperkirakan 1 miliar penduduk dunia akan meninggal pada akhir abad 21 dengan 70% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang.

Setelah 4 tahun dibahas intensif oleh seluruh negara anggota WHO, akhirnya FCTC disepakati dalam sidang kesehatan sedunia pada tanggal 21 Mei 2003. Seharusnya Indonesia ikut menandatangani FCTC saat itu. Namun ketika Menteri Kesehatan sudah di bandara menunggu penerbangan ke New York, diminta kembali oleh Presiden sehingga Indonesia batal menandatangani FCTC.

FCTC terdiri dari 11 bab dan 38 pasal, mengatur tentang pengendalian permintaan konsumsi rokok dan pengendalian pasokan rokok. FCTC juga mengatur tentang paparan asap perokok, iklan promosi dan sponsor rokok, harga dan cukai rokok, kemasan dan pelabelan, kandungan produk tembakau, edukasi dan kesadaran publik, berhenti merokok, perdagangan ilegal rokok hingga penjualan rokok pada anak di bawah umur.

Sampai Januari 2015, sudah 187 negara yang menandatangani FCTC dan menyisakan 9 negara yang belum menandatangani FCTC, yaitu Andora, Eriteria, Liechtenstein, Malawi, Monako, Somalia, Republik Dominika, Sudan Selatan dan satu-satunya negara dari Asia yaitu Indonesia (www.fctcuntukindonesia.org/apa-itu-fctc).

Sejak industri rokok kretek berdiri di Jawa pada pertengahan abad ke-19, rokok menjadi komoditas paling dikenal, bahkan sampai ke pelosok desa. Hal ini, salah satunya dipicu oleh kecerdikan para ahli strategi iklan di balik industri rokok. Meski Badan Kesehatan Dunia (WHO) terus mengajak melawan sponsor, promosi dan iklan rokok, industri rokok selalu bisa menyiasati setiap regulasi yang tidak ramah terhadap rokok. Acara-acara festival seni dan budaya di berbagai negara, termasuk di Vatikan hingga kini masih disponsori Philip Morris.

Menurut AC Nielsen Media Research, belanja iklan rokok di Indonesia menduduki peringkat (rating) kedua sebesar 100 triliun Rupiah (2012), naik berlipat ganda dibandingkan 2007 sebesar 1,5 triliun Rupiah. Iklan rokok di televisi mencapai 5 persen dari total belanja iklan (sekitar 750 miliar Rupiah).

Riset Media Partners Asia Database (2014-2015) memperkirakan belanja iklan bersih di Indonesia mencapai US$ 3 miliar atau 39 triliun Rupiah di semua jenis media, dengan iklan rokok memberikan kontribusi sekitar 4,6 persen.

Pada 1995, produksi rokok hanya 199.450 miliar batang, pada tahun 2012 menjadi 260 miliar batang, sedangkan pada tahun 2014 mencapai 362 miliar batang. Indonesia tetap menjadi sasaran bagi industri rokok. Bahkan orang paling

kaya di negeri ini adalah pengusaha rokok. Padahal di negara-negara maju, industri rokok sudah hampir tamat. Undang-Undang Penyiaran yang berlaku selama ini dianggap tidak berhasil mengurangi tingkat konsumsi rokok secara nasional, karena hanya membatasi waktu dan cara penayangan iklan rokok di

televisi(m.tempo.co/read/kolom/2015/05/28/2136/larangan-iklan-rokok-di-televisi).

Sejak awal Januari 2014, peringatan bahaya merokok dari “Merokok dapat

menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin”, kini menjadi “Merokok Membunuhmu”. Tak hanya itu, gambar tengkorak pun turut menjadi ilusrasi, juga dengan angka 18+ pada gambar tengkorak. Setiap kemasan rokok harus memasang gambar bahaya merokok sebesar 40 persen dari keseluruhan kemasan.

Peringatan bahaya merokok itu memang direspon secara beragam. Bagi perokok berat, peringatan apapun akan sulit untuk mengubah kebiasaan merokok. Sebab, kecanduan nikotin mengalahkan kesadaran mereka akan bahaya akibat kebiasaan merokok. Jika seseorang sudah kecanduan nikotin, maka segala macam aturan, peringatan, bahkan kehadiran orang lain pun dengan mudah diabaikan.

Menurut Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes RI, Prof.dr.Tjandra Yoga Aditama, peringatan dalam iklan rokok memang ditujukan kepada anak-anak agar mereka tidak coba-coba merokok (m.tempo.co.id/read/kolom/2014/01/17/1052/Rokok-Membunuhmu).

Kegiatan yang melibatkan tembakau pertama kali dilakukan oleh suku Maya, Aztec dan Indian di benua yang sekarang kita kenal sebagai Amerika, sejak lebih dari seribu tahun sebelum masehi. Tradisi membakar dan mengunyah tembakau dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan simbol persaudaraan ketika beberapa suku berkumpul. Dan setelah kedatangan Columbus ke Amerika, tradisi merokok dengan membakar tembakau mulai dikenal di dataran Eropa. Namun rupanya seoarang diplomat asal Perancis bernama Jean Nicot lah yang memiliki andil paling besar dalam hal persebaran rokok di seluruh eropa. Bahkan kandungan utama di dalam rokok yakni nikotin juga diambil dari namanya (Nicot).

Dokumen terkait