• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6. Metodelogi Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan “metode penelitian hukum normatif”, yaitu mengkaji

8

Ibid. h. 11-12

9 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, h. 153

10 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,

hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang”.11

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.12 Jadi dalam penelitian ini menggunakan

metode penelitian hukum normatif dan tipe penelitian menggunakan penelitian hukum diskriptif.

B. Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder. “Data Sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bila perlu bahan hukum tersier. Data sekunder pada dasarnya adalah data normatif terutama yang bersumber dari perundang-undangan”.13

a. “Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan putusan hakim)”.14 Bahan

penelitian ini terdiri dari beberapa perundang-undangan :

1. Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-undang Dasar 194

11 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

2004, h. 52. 12Ibid, h. 50. 13Ibid, h. 151. 14Ibid, h. 82.

11

2. Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang-undang.

Berdasarkan teori diatas, maka Bahan hukum primer yang penulis gunakan adalah :

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Pidana;

3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana;

4) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;

5) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 6) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian negara

Republik Indonesia;

7) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Perlindungan Hak Asasi Manusia;

8) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;

9) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban;

b. ”Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak atau elektronik)”15

c. ”Bahan Hukum tersier, yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, (contohnya : Rancangan Undang-undang, kamus hukum, dan ensiklopedia)”.16

C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menganalisis data ini adalah data sekunder yaitu studi kepustakaan, dengan cara mempelajari buku-buku, Undang-undang, KUHP, Peraturan Pemerintah yang berkenaan dengan tindak pidana perdagangan anak khususnya anak perempuan.

D.Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode kualitatif yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis, kemudian hasilnya akan dimanfaatkan untuk membahas permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini.17

E.Sistematika Penulisan

Skripsi dengan judul ”Upaya Penegakan Hukum Aparat Kepolisian Dalam Tindak Pidana Perdagangan Anak Perempuan Studi Kasus di Kepolisian Resor Surabaya Selatan”, dalam pembahasannya dibagi menjadi IV (empat) bab, sebagaimana yang diuraikan dibawah ini :

16Ibid, h. 82 17Ibid, h. 127

13

Bab I, adalah merupakan Pendahuluan dan di dalamnya menguraikan tentang ltar belakang masalah dan berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dirumuskan permasalahan. Selanjutnya disajikan tujuan dan manfaat penelitian sebagai sasaran yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Pada Kajian Pustaka yang merupakan landasan dari penulisan skripsi, yang kemudian diuraikan definisi yang berkaitan dengan judul di atas. Selanjutnya diuraikan tentang Metode Penelitian yang merupakan salah satu syarat mutlak dalam setiap penelitian, yang intinya mengemukakan tentang jenis dan tipe penelitian, sumber data, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta metode analisis data, dengan pertanggungjawaban sitematika.

Bab II, merupakan pembahasan mengenai rumusan masalah yang ada pada bab I, yaitu: bentuk upaya penegakan hukum aparat kepolisian atas tindak pidana perdagangan anak perempuan, yang meliputi : proses penyelidikan dalam tindak pidana perdagangan anak perempuan, proses penyidikan dalam tindak pidana perdagangan anak perempuan, skema proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana perdagangan anak perempuan, uraian skema proses penyidikan terhadap korban tindak pidana perdagangan anak perempuan, kendala-kendala yang dihadapi oleh aparat kepolisian dalam penanganan tindak pidana perdagangan anak perempuan. Serta membahas mengenai upaya perlindungan hukum terhadap anak perempuan korban tindak pidana perdagangan anak.

Bab III, berisi tentang pembahasan rumusan masalah yang kedua dan ketiga, yaitu: pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana perdagangan anak perempuan, kasus perdagangan anak perempuan di wilayah Kepolisian Resor Surabaya Selatan, serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan anak, khususnya anak perempuan.

Bab IV, mengakhiri semua pembahasan dan analisa dari keseluruhan bab sebelumnya (dari bab I, II, dan III), maka pada bab ini dapat dibuat bebrapa kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka disarankan beberapa hal sebagai masukan tentang hal-hal mengenai upaya penegakan hukum aparat kepolisian dalam tindak pidana perdagangan anak perempuan yang diangakat dalam penelitian ini.

15

BAB II

BENTUK UPAYA PENEGAKAN HUKUM APARAT KEPOLISIAN ATAS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK PEREMPUAN

2.1. Aparat Kepolisian Sebagai Penyelidik dan Penyidik Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Perdagangan Anak Perempuan

Aparat kepolisian yang dalam hal ini adalah lembaga yang berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap kasus perdagangan anak, di dalam melaksanakan tugasnya selaku penegak hukum dipengaruhi faktor seperti yang disebutkan di atas. Dengan demikian, untuk menentukan berhasil atau tidaknya pemecahan suatu kasus perdagangan anak tidak hanya tergantung dari satu faktor saja, semua faktor saling berhubungan erat dan mempengaruhi satu sama lain.

Menurut Soerjono Soekanto, arti penegakan hukum adalah, keserasian hubungan antara nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan berwujud dengan perilaku sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk meciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan walaupun kenyataan di

indonesia kecenderungannya adalah demikian.18

Satjipto Rahardjo, menjelaskan bahwa hakekat dari penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan atau ide-ide hukum menjadi kenyataan. Keinginan hukum adalah pikiran badan pembentuk undang-undang, yang berupa ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kepastian hukm dan kemanfaatan sosial yang dirumuskan dalam peraturan

hukum.19

18 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta, 1986, h. 3

19 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, h. 15 dan 24-29

Berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka digunakan teori mengenai penegakan hukum, yang menyatakan bahwa

faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum antara lain20 :

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (untuk selanjutnya disebut UU PTPPO) merupakan pedoman bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan penegakan hukum. Mencari dan menemukan kebenaran materiil mempunyai posisi penting dalam penegakan hukum, khususnya hukum pidana.

Pengaturan UU PTPPO ini dimaksudkan untuk menjalankan fungsi hukum pidana itu sendiri yakni mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Berkaitan dengan hal ini, secara khusus sebagai bagian dari hukum publik, hukum pidana berfungsi21 :

1. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang atau

memperkosa kepentingan hukum tersebut;

20Soerjono Soekanto, op. cit. h. 5

21 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, h. 15.

17

2. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum;

3. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka Negara

melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum.

Perlindungan yang dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia adalah melalui instansi-instansi pemerintahan yang memiliki kewenangan, dalam hal ini adalah aparat kepolisian yang dituntut perannya sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yakni :

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional

yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Penerapan dan upaya penegakan hukum oleh aparat kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana perdagangan anak perempuan diawali dengan adanya informasi, laporan atau aparat kepolisian mengetahui sendiri bahwa diduga telah terjadi tindak pidana perdagangan anak perempuan.

Tindakan Kepolisian Resor Surabaya Selatan yang pertama kali dalam menangani tindak pidana perdagangan anak perempuan yaitu melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana perdagangan anak perempuan yang dilakukan oleh penyelidik.

Berdasarkan tindakan penyelidikan tersebut, aparat kepolisi melakukan penyidikan, yang dilakukan oleh penyidik. Tindakan penyidikan yaitu merupakan tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mengumpulkan bukti-bukti dan menemukan tersangkanya.

Untuk selanjutnya, proses penyidikan oleh aparat kepolisian berupa Berita Acara Pemeriksaan (untuk selanjutnya disebut BAP), kemudian diserahkan ke kejaksaan. Berdasarkan BAP, maka kejaksaan membuat surat dakwaan dan melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri.

Aparat kepolisian menduduki posisi yang paling terdepan dalam proses peradilan pidana. Aparat kepolisian yang pertama kali akan menindaklanjuti segala pengaduan atau laporan atau telah diketahui sendiri tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana. Aparat kepolisian merupakan aparat yang menyaring apakah dugaan telah terjadi pengaduan atau laporan tersebut.

Pedoman pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHAP) bagi aparatur penegak hukum antara lain untuk mengadakan persiapan dan kesiapan berkenaan berlakunya KUHAP, untuk mencapai kesatuan pengertian penghayatan dan sinkronisasi dalam pelaksanaan di lapangan. Penyidik yang akan berdiri digaris terdepan dalam pelaksanaan penegak hukum perlu memperhitungkan akan terjadinya masalah-masalah yang tidak dapat dihindari, terutama pada tahap-tahap permulaan

berlakunya KUHAP.22

22 Djoko Prakoso, Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, Bina Aksara, Jakarta, 1987, h. 1

19

2.1.1.Proses Penyelidikan dan Penyidikan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Anak Perempuan

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum di masyarakat.

Tindakan aparat Kepolisian Resor Surabaya Selatan yang pertama kali dalam menangani tindak pidana perdagangan anak perempuan yaitu melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana perdagangan anak perempuan yang dilakukan oleh penyelidik. Penyelidik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 KUHAP yaitu :

“Penyelidik adalah setiap Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan”.

Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian penyelidikan terdapat dalam Pasal 1 ayat (5) KUHAP adalah :

“Serangkaian tindakan peyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Berpegang dari ketentuan di atas, jelas bahwa yang berwenang menjalankan tugas sebagai penyelidik hanyalah anggota Polri yang ditunjuk

berdasarkan undang-undang dimaksud, sehingga pejabat lain tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan.

Dari adanya informasi, laporan atau aparat kepolisian mengetahui sendiri bahwa diduga telah terjadi tindak pidana perdagangan anak perempuan, maka untuk selanjutnya dilakukan proses penyelidikan yang diserahkan pada pihak Reserse Kriminal (untuk selanjutnya disebut reskrim) Kepolisian Resor Surabaya Selatan Unit V Perlindungan Perempuan dan Anak (untuk selanjutnya disebut PPA) antara lain :

1. Para anggota reskrim unit V PPA yang dibantu dengan Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian (untuk selanjutnya disebut SPK) menuju ke Tempat Kejadian Perkara (untuk selanjutnya disebut TKP).

2. Melakukan pemeriksaan sidik jari yang ditinggalkan oleh pelaku.

3. Memeriksa saksi yang secara tidak sengaja melihat kejadian tersebut dan

dimintai keterangannya.

4. Mencari barang bukti yang tertinggal di TKP.

Berdasarkan tindakan penyelidikan tersebut, aparat kepolisian melakukan penyidikan, yang dilakukan oleh penyidik. Tindakan penyidikan yaitu merupakan tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mengumpulkan bukti-bukti dan menemukan tersangkanya.

Menurut pasal 1 ayat (2) KUHAP menyebutkan yang dimaksud dengan penyidikan adalah :

“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti

21

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.”

Tahap penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik pihak reskrim Kepolisian Resor Surabaya Selatan, berdasarkan dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP, yang merumuskan sebagai berikut :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang adanya tindak

pertama.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

d. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memerikasa tanda

pengenal diri tersangka.

e. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan.

f. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi.

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara.

i. Mengadakan penghentian penyelidikan.

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab.

Berdasarkan ketentuan tersebut serta ketentuan-ketentuan lainnya yang tercantum dalam KUHAP mengenai penyidikan dari suatu tindak pidana yang menjadi landasan serta pegangan bagi setiap penyidik dan penyelidik dalam hal utama adalah membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya. Jelaslah bahwa yang menjadi tujuan untuk menemukan tersangkanya dimulai dengan penyelidikan untuk mencari dan

mengumpulkan bukti sehingga diperoleh “bukti permulaan yang cukup”.23

23 Irawati Harsono, Penanganan Polri Terhadap Kasus Perdagangan Perempuan dan Anak, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Jakarta, 2004, h. 20

Untuk memperjelas pengertian penyidikan, dapat diuraikan bahwa yang disebut penyidik menurut pasal 1 ayat (2) KUHAP, adalah : “Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”.

Proses penyidikan terdiri atas :

1. Penangkapan

2. Penahanan

3. Penggeledahan

4. Penyitaan.

Adapun dalam praktek untuk proses penyidikan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan anak perempuan, antara lain :

A.Umum :

1. Dibuatkan Sprindik untuk tim yang menanggani;

2. Identifikasi permasalahan terhadap kasus yang ditangani;

3. Membuat Ren Sidik;

4. Polisi Wanita (untuk selanjutnya disebut Polwan) dilibatkan dalam

penanganan kasus tindak pidana perdagangan anak;

B.Khusus :

1. Pemanggilan Saksi;

2. Penyampaian informasi, informasi yang dibutuhkan korban adalah

23

Tahapan penanganan perkara pidana khususnya berkenaan dengan

hak dan kewajiban korban;

Kemungkinan untuk mendapatkan bantuan hukum cuma-cuma;

Bentuk perlindungan yang dibutuhkan korban selama dalam proses

sidik.

3. Bila korban, saksi dan tersangka berada di luar negeri :

Membuat laporan lengkap dan permintaan penangkapan dengan

negara yang bersangkutan melalui Interpol juga Kedutaan Besar (untuk selanjutnya disebut Kedubes) negara setempat.

Agar Interpol menerbitkan Red Notice terhadap tersangka.

Mengecek hubungan ekstradisi antara Indonesia dengan Negara

setempat.

• Bila ingin melakukan pemeriksaan, lakukan koordinasi dengan

pihak imigran dan kepolisian setempat.

4. Memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban sesuai dengan

UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (untuk selanjutnya disebut UU no. 13 th. 2006).

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh penyidik atau penyidik pembantu dalam melakukan penyidikan adalah sebagai berikut :

1. fasilitas apa saja yang terdapat pada saat korban ditampung.

2. tanggal, jam dan lokasi pintu masuk pada negara atau daerah tujuan, siapa yang mengantar, dengan angkutan apa dan apakah melalui pemeriksaan petugas perbatasan pada saat masuk negara tujuan.

3. identitas apakah atau dokumen perjalanan apakah yang digunakan korban, dimana dokumen itu sekarang dan rincian lengkap tentang dokumen tersebut.

4. selama dalam perjalanan ke negara tujuan apakah dokumen yang menyangkut

dirinya, dibawa sendiri atau dibawa oleh orang lain, kalau tidak dibawa sendiri lalu siapa yang membawa.

5. saat kedatangan, siapa yang menghadiri atau menjemput, bagaimana kondisi

bangunan atau tempat penampungan korban di tempat tujuan.

6. korban pada saat disekap mengalami kekerasan seksual, fisik atau tekanan psikologis dan pemerasan.

7. gambaran rinci tentang tersangka.

2.1.2. Daftar Kriminalitas Mengenai Perdagangan Anak Perempuan di Kepolisian Surabaya Selatan

Data-data mengenai tindak pidana perdagangan anak perempuan periode Januari 2009 sampai dengan Januari 2010 di Kepolisian Resor Surabaya Selatan, yaitu :

Tabel.1

Data Kriminalitas di Polres Surabaya Selatan

No. JENIS KEJAHATAN UU TELAH TERUNGKAP BELUM TERUNGKAP KET 1. Eksploitasi Seksual 21/2007 2 - 100% 2. Eksploitasi Tenaga dan Bekerja 21/2007 - - -

25

2.1.3.Skema Proses Penyidikan Dalam Tindak Pidana Perdagangan Anak Perempuan

Sumber : Kantor Satuan Reskrim Kepolisian Resor Surabaya Selatan Unit V PPA. Adanya Informasi, Laporan, atau

Aparat Kepolisian Mengetahui Sendiri dari Hasil Lidik

Penangkapan Tersangka Dan

Penyitaan Barang Bukti

Korban mengalami kekerasan, maka dilakukan visum di Lab forensik

• SPDP ke KEJARI • IjinSita/ Geledah ke Pengadilan Negeri • Penyidikan/BAP Melengkapi Administrasi Penyidikan • Dilakukan Penahanan • Dibuatkan Pemberitahuan Keluarga Perpanjangan Penahanan Selama 40 Hari ke Kejaksaan Negeri Dikirim Kejaksaan Dan BP Dinyatakan P.21 Tersangka Dan Barang Bukti Dilimpahkan ke Kejaksaan dilakukan dilanjutkan K I R I M M E N G A J U K A N Berkas Selesai

2.1.4.Uraian Skema Proses Penyidikan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Anak

Adapun dalam praktek untuk proses penyidikan terhadap pelaku dan atau tersangka tindak pidana perdagangan anak yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Polres Surabaya Selatan adalah sebagai berikut :

1. menerima informasi, laporan dari masyarakat tentang adanya tindak

pidana tersebut, yang kemudian dilakukan tindakan pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan sita terhadap tersangka dan atau pelaku tindak kejahatan perdagangan terhadap anak-anak. Atau pihak reskrim mengetahui sendiri tentang adanya tidak pidana perdagangan anak perempuan dari hasil lidik.

2. melakukan penyitaan terhadap barang bukti oleh para penyidik / penyidik

pembantu, yaitu misalnya berupa :

a. Uang, kartu kredit, cek dan dokumen yang berhubungan dengan

pembayaran yang dilakukan korban kepada pelaku.

b. KTP, tiket, kupon, kwitansi, kartu penumpang, label koper perjalanan.

c. Paspor, Visa, surat-surat perjanjian.

d. Dalam kasus Eksploitasi Seksual, artikel-artikel apa saja yang

berhubungan dengan pakaian seragam, alat bantu seks, kondom, gambar atau bacaan porno.

e. Benda apa saja yang mungkin telah digunakan sebagai alat untuk

menyiksa, seperti benda-benda yang digunakan untuk menyerang, menahan atau memenjarakan korban yaitu pentungan, cambuk, tali,

27

sarung tangan, gembok, dan lain-lainnya.

f. Senjata yang tidak diperkirakan dapat digunakan untuk menyerang,

seperti gantungan baju, asbak rokok, dan lain-lainnya.

3. Kemudian barang bukti tersebut dibawa ke Laboratorium Forensik Polda

Jatim untuk segera dilakukan visum, apabila korban mengalami kekerasan.

4. Yang dilanjutkan dengan :

Penyidikan/BAP, dimana di dalam melakukan proses penyidikan

maupun BAP tersebut waktunya tidak tentu, untuk semua kasus.

Melengkapi administrasi penyidikan, berupa :

a. surat perintah penangkapan;

b. surat perintah penyidikan;

c. surat perintah penggeledahan;

d. surat perintah penyitaan;

e. surat pemberitahuan kepada keluarga bahwa telah dilakukan

penahanan;

f. surat perintah penahanan.

Dilakukan penahanan untuk proses penyidikan.

Dibuatkan pemberitahuan keluarga oleh pihak kepolisian.

5. Mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke

Kejaksaan Negeri yang gunanya sebagai pemberitahuan kepada pihak Kejaksaan akan dilakukan penyidikan oleh pihak kepolisian. Dan dilakukan ijin sita/geledah yang dibuat oleh pihak kepolisian, dimana

hasil sita/geledah tersebut sebagai barang bukti untuk di bawa ke Pengadilan Negeri.

6. Mengajukan perpanjangan penahanan selama 40 (empat puluh) hari ke

Kejaksaan Negeri, apabila masih ada kepentingan (berkas perkara belum lengkap). Berkas perkara yang belum lengkap dinyatakan P.19, dikembalikan ke pihak kepolisian untuk segera dilengkapi dikarenakan BAP dinilai belum lengkap oleh pihak Kejaksaan.

Apabila semua berkas perkara selesai dan telah dilengkapi oleh pihak kepolisian, kemudian dikirim ke Kejaksaan Negeri dan berkas perkara dinyatakan P.21 (lengkap), dilanjutkan dengan pengiriman tahap 2 yaitu pengiriman tersangka, barang bukti, dan BAP tersebut untuk dilimpahkan ke Kejaksaan.

2.1.5.Kendala-Kendala Yang Dihadapi Aparat Kepolisian dalam

Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Anak Perempuan

Kendala-kendala atau hambatan-hambatan yang dihadapi oleh aparat kepolisian dalam tindak pidana perdagangan anak perempuan dengan tujuan untuk dilacurkan, hakikatnya tidak dapat dilepaskan dengan kedudukan atau posisi aparat kepolisian itu sendiri. Kedudukan aparat kepolisian adalah paling depan dalam menangani proses perkara pidana. Proses di aparat kepolisian merupakan awal dari proses perkara pidana ke aparat penegak

hukum selanjutnya, yakni kejaksaan, pengadilan, dan lembaga

29

pidana sangat mempengaruhi penanganan perkara pidana bagi aparat penegak hukum selanjutnya.

Suatu proses perkara pidana untuk mendapatkan dan menemukan sebuah kebenaran materiil atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Pengungkapan suatu tindak pidana yang diduga telah terjadi, diperlukan beberapa hal yang harus dibuktikkan oleh aparat hukum, khususnya kepolisian.

Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentingan penuntutan. Penyidikan merupakan tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan tentang24 :

1. tindak pidana apa yang telah dilakukan;

Dokumen terkait