• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI Alat yang Digunakan

Pull out

METODOLOGI Alat yang Digunakan

a.

Timbangan Digital

b.

Blender

c.

Cetakan Spesimen

d.

Mesin Pengujian Tarik

e.

Mesin Pengepres Hidrolik

f.

Gelas Ukur

g.

Cawan Petri

h.

Kamera

i.

Pisau

Bahan yang Digunakan

Bahan- bahan yang digunakan adalah sebagai berikut

a.

Sagu (Kanji) Potensi Serabut kelapa Potensi sagu

Proses Blending + Cetak + Pengepresan

Biokomposit

Prosentase Prosentase

Uji tarik Foto

makroskopik

Aplikasi Material Potensi

Gliserol

Prosentase Prosentase

Serat serabut

kelapa sagu Pati

Gliserol

Biokomposit

Analisa

Kesimpulan Uji tarik

b.

Serabut Kelapa

c.

Aquadest

d.

Larutan NaOH

e.

Gliserol Variabel Penelitian Variabel Bebas

Variabel bebas yang digunakan adalah perbandingan fraksi volume serabut kelapa yaitu 15%, 30%, 45%, 60%, 75%.

Variabel Terikat

Untuk variable terikatnya adalah kekuatan tarik. Parameter Terkontrol 1. Gliserol 10 %. 2. NaOH 5%. 3.Temperatur Glatinasi 700C. 4.Kecepatan Blender 30rpm. 5. Beban 10kN. 6. Panjang serabut 3mm

7.Kecepatan pembebanan 1 mm/menit. Prosedur Penelitian

Mempersiapkan Serat Penguat Polimer 1. Serat serabut kelapa di jemur selama 3 hari untuk menghilangkan kadar air. 2. Kemudian serabut kelapa di masak

dengan NaOH 5% sampe keluar semua minyak dalam serabut kelapa. Kemudian dicuci dengan air sampai pH 7 (netral). 3. Kemudian di keringkan lagi selama 3

hari dengan suhu 350C.

4. Serabut kelapa siap di potong sesuai dengan panjangnya yaitu 3mm.

Pembuatan Spesimen Uji

1. Dilakukan penimbangan serat serabut kelapa, dan sagu dengan fraksi volume

yang diinginkan. Penimbangan

sejumlah massa sagu dan gliserol yang diinginkan sesuai dengan prosentase. 2. Masukan pati sagu dalam blender dan

larutan gliserol yang sudah sesuai

dengan prosentase yang diinginkan beserta serat serabut kelapa.

3. Seting suhu pada blender dengan suhu 700 C.

4. Hidupkan blender dan mulailah

pengadukan dengan lama pengadukan 25 menit.

5. Setelah selama 25 menit, tuangkan isi dari blender kedalam cetakan yang telah disediakan.

6. Setelah cetakan terisi penuh dan

spesimen menjadi agak dingin,

spesimen dipress dengan tekanan 10 kg selama 2 menit.

7. Kemudian biarkan spesimen dingin dengan sendirinya dan di ambil dari cetakan.

8. Kemudian specimen dikeringkan

dengan suhu 650 C selama 24 jam di

dalam Oven, benar-benar kering siap untuk diuji.

Pengujian Spesimen

Pengujian tarik menggunakan ASTM D 638.

Gambar 3. Dimensi spesimen ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian

Berdasarkan pengujian tarik

menggunakan Universal Testing Machine (Time GroupInc WDW 20 E) didapatkan kekuatan tarik. Untuk pertama yaitu mencari fraksi volume gliserol yang tepat supaya mendapatkan kekuatan tarik yang optimum. Maka didapatkan kekuatan tarik maksimum antara gliserol dan sagu.

Tabel 1. Hasil Uji Tarik Matrik

Gambar 4. Grafik Kekuatan Tarik Matrik Sagu Dan Gliserol

Kemudian setelah mendapatkan kekuatan tarik matrik selanjutnya didapatkan tabel kekuatan tarik

biokomposit dengan perbandingan fraksi volume Serat : Gliserol : Sagu

Dan didapatkan grafik hubungan kekuatan tarik rata-rata dengan fraksi volume sebagai berikut :

Gambar 5. Grafik Kekuatan Tarik Rata-rata Biokomposit

Tabel 2. Kekuatan Tarik Rata-rata Biokomposit

Kemudian didapatkan juga grafik

hubungan antara kekuatan tarik secara teoritis dan actual dari biokomposit yang terlihat pada gambar 6.

Gambar 6. Grafik Hubungan Kekuatan Tarik Teoritis dengan Kekuatan Tari Aktual Biokomposit

Pembahasan Kekuatan Tarik Matrik Sagu Dan Gliserol

Dari hasil analisis gambar 5 grafik menunjukan bahwa penggunaan 90% sagu dan 10% gliserol memberikan kekuatan tarik lebih tinggi yaitu sebesar 2,96 Mpa dibandingkan dengan fraksi volume yang lain. Hal ini terjadi karena pada fraksi volume 90% sagu dan 10% gliserol berada pada campuran titik jenuh sehingga,

molekul-molekul pemlastis hanya terdispersi dan berinteraksi antara struktur

rantai polimer dan menyebabkan rantai –

rantai polimer sulit bergerak karena

halangan sterik. Hal inilah yang

menyebabkan kekuatan tarik meningkat

disamping karena adanya gaya

intermolekuler antara rantai pada sagu tersebut dan grafik mengalami kenaikan yang signifikan.

Tetapi ketika fraksi volume gliserol lebih dari 10% akan mengakibatkan kekuatan tarik menurun. Hal ini terjadi karena titik jenuh terlewati mengakibatkan

sehingga molekul – molekul pemlastis

yang berlebih berada pada fase tersendiri yang berada di luar fase polimer dan akan menurunkan gaya intermolekuler antara

rantai polimer sagu. Berdasarkan

pembahasan diatas dapat diakatan bahwa campuran antara sagu 90% dan gliserol 10% mempunyai kompatibilitas tertinggi. Dari dasar itulah prosentase gliserol yang digunakan adalah 10%.

Pada gambar 5 menunjukkan

kekuatan tarik rata-rata semakin

meningkat seiring dengan bertambahnya fraksi volume serat serabut kelapa. Setelah fraksi volume serat serabut kelapa bertambah, maka kekuatan tarik rata-rata dari biokomposit semakin meningkat dengan kekuatan tarik rata-rata tertinggi sebesar 4,744 MPa diperoleh ketika fraksi volume sebesar 45% : 10% : 45%. Ketika perbandingan fraksi volume sebesar 75% : 10% : 15%, menghasilkan kekuatan tarik rata-rata terendah yaitu 1,187 MPa. Apabila perbandingan fraksi volume serat serabut kelapa melebihi matrik sagu maka kekuatan tariknya cenderung mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena matrik

sagu sebagai pengikat kurang

memberikan daya perekat terhadap

serabut kelapa karena fraksi volumenya yang kurang dari pada serabut kelapa sehingga, terjadi penurunan kekuatan

tarik pada biokomposit. Sedangkan

kekuatan tarik untuk matrik sagu murni (fraksi volumenya 100 %) sebesar 1,395 MPa.

Pada fraksi volume 15% serabut kelapa, 10% gliserol, dan 75% sagu gambar patahan spesimen yang terlihat pada gambar 7

Gambar 7. Fraksi volume 15% serabut kelapa, 10% gliserol, dan 75% sagu

Apabila kekuatan ikatan melemah maka tegangan geser permukaan antara matrik sagu dengan serat menjadi kecil. Sehingga jika beban tarik diaplikasikan pada material komposit ini, matrik tidak dapat mendistribusikan beban tarik secara merata ke serat. Akibatnya banyak timbul serat yang tercabut dari matrik,. Patahan yang terjadi pada material komposit ini adalah jenis patahan ulet. Patahan ulet ditandai dengan banyaknya deformasi yang terbentuk pada permukaan spesimen komposit ini serta memiliki bentuk yang bergerigi dan kasar dan serabut sebagian mungumpul pada bagian tertentu karena fraksi volume dari matrik lebih besar sehingga serabut tidak dapat merata.

Kemudian fraksi volume dinaikan menjadi 30% : 10 % :60% .

Dengan meningkatnya kekuatan

ikatan antara matrik sagu dengan serat serabut kelapa maka tegangan geser

permukaan juga berangsur-angsur

meningkat., tetapi pada gambar melintang persebaran serat masih belum merata.

Apabila beban tarik diaplikasikan pada material biokomposit ini, beban tersebut belum dapat didistribusikan secara merata dari matrik menuju ke serat. Pada akhirnya serat yang tercabut dari matrik menjadi berkurang. Oleh karena itu, pada perbandingan fraksi volume ini kekuatan tarik material biokomposit meningkat. Patahan yang terjadi pada material biokomposit ini adalah jenis patahan ulet

sama dengan jenis patahan pada

perbandingan fraksi volume sebelumnya. Kemudian pada perbandingan fraksi volume 45% : 10% : 45% pada menunjukkan tidak adanya serat serabut kelapa yang tercabut maupun putus. Kenaikan kekuatan tariknya mencapai kekuatan tarik maksimum yaitu 4,744 Mpa dengan kenaikan sebesar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa serat serabut kelapa tersebar merata. Matrik sagu dapat menyelimuti serat secara menyeluruh. Sehingga daya rekat matrik dengan menjadi baik. Akibatnya kekuatan ikatan antara matrik dengan serat menjadi baik pula. Pada fraksi volume ini, kekuatan tarik material biokomposit mencapai kekuatan tarik tertinggi. Patahan yang terjadi adalah jenis patahan ulet. Karena

banyaknya terjadi deformasi pada

penampang spesimen serta bentuk

permukaan yang bergerigi dan memiliki lekukan-lekukan yang dalam. Gambar spesimen dapat dilihat pada gambar 4.3 Ketikan fraksi volume 60% : 10 % : 30% mengalami penurunan secara drastis kekuatan tariknya menjadi 2,728 MPa. Hal ini terjadi karena matrik sebagai perekat prosentasenya berkurang dan bahkan lebih banyak fraksi volume dari serat. Patahan yang terjadi adalah jenis patahan ulet. Karena banyaknya terjadi deformasi pada penampang spesimen serta bentuk permukaan yang bergerigi dan memiliki lekukan-lekukan yang dalam.

Sedangkan pada fraksi volume 75% : 10% : 15% merupaka kekuatan tarik

terendah dengan kekuatan tarik 1,187 MPa. Hal ini bisa terjadi karena matrik semakin berkurang sementara gliserol fraksi volumenya hampir sama dengan fraksi volume sagu sehingga giserol sebagai pemlastis tidak dapat mengikat sagu dengan baik sehingga serabutpun tidak dapat terikat oleh matrik secara sempurna. Gambar patahan dari spesimen dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Fraksi Volume 75% : 10% : 15%. Adapun pembahasan gambar 3.3 dapat dilihat bahwa grafik kekuatan tarik teoritis menunjukan kenaikan. Ketika fraksi volume serat serabut kelapa naik,

kekuatan tarik teoritis biokomposit

mengalami kenaikan pula. Hal tersebut dikarenakan oleh pengaruh fraksi volume serat serabut kelapa dalam biokomposit

memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kekutan tarik biokomposit. Hal tersebut disebabkan karena perhitungan secara teoritis tidak memperhitungkan persebaran serat didalam matrik sagu dan daya ikat antar serat dan matrik, tetapi hanya memperhitungkan kekuatan tarik dan fraksi volume serat saja sehingga selama kekuatan tarik serat dan jumlah serat meningkat maka kekuatan tarik biokomposit meningkat juga.

Kekuatan tarik aktual, yang terjadi justru sebaliknya yaitu kekuatan tarik

aktual yang tertinggi dicapai pada

perbandingan

fraksi volume 45%:10%:45%. Hal tersebut terjadi karena serat serabut kelapa lebih merata didalam matrik sagu dan gliserol,

sehingga daya ikat antara matrik dan serat menjadi kuat. Akibat tegangan geser antara permukaan matrik dan serat menjadi besar, sehingga baban yang dibutuhkan untuk mematahkan material juga besar.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian tersebut maka

dapat dibuat kesimpulan bahwa

biokomposit yang berserat serabut kelapa

dengan matrik sagu dan gliserol

berpotensi untuk dikembangkan lagi lebih

lanjut sebagai material alternative

pengganti polistierene sebagai kemasan makanan. Pada fraksi volume 45% Serabut kelapa, 10% gliserol dan, 45% sagu mempunyai kekuatan tarik yang optimum yaitu sebesar 4,744 MPa. Nilai ini mempunyai nilai kekuatan tarik yang lebih besar dari pada kekuatan tarik polistierene sebesar 3,03 MPa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2006. Wood Technical

Information. (Online),

(http://www.land- scapeforms.com, diakses 2 Agustus 2008).

Anshori, Isa. 2006. Pengaruh Ukuran Mesh

Serbuk Kayu Jati dan Temperatur Injeksi terhadap Kekuatan Tarik Komposit Plastik Pada Proses Injeksi. Unibraw.

ASTM. 1997. Annual book of ASTM

standards. Philadelphia : ASTM

C. Y. Lai. et al. 2005. Mechanical and

Electrical Properties of Coconut Coir Fiber-Reinforced Polypropylene

Composite. Polymer-Plastics

Technology and Engineering.

Malaysia.

Chan, Edward and Elevitch, R. Craig. 2006.

Cocos Nucifera (Coconut). Species

Profiles for Pacific Island Agroforestry, (Online),

(http://www.traditionaltree.org, diakses 2 Agustus 2008).

Dieter, George. E. 1996. Metalurgi Mekanik. Erlangga. Jakarta.

Elices, M and Llorca. J. 2002. Fiber Fracture. Elsevier. England.

Espert, Ana. 2003. Natural

Fibres/Polypropylene Composites From Residual And Recycled Materials : Surface Modification of Cellulose Fibers, Properties And Environmental Degradation. KTH Fiber-och Polymerteknologi. Sweden.

Gibson, Ronald. F. 1994. Principles of

Composite Material Mechanics. McGraw- Hill, Inc. New York.

Jacobs, James. A and Kilduff, Thomas. F.

1994. Engineering Materials Technology :

Structure, Processing, Properties & Selection. Prentice-Hall International, Inc. London.

Jafferjee Brother. et al. 2003. Composite

Applications Using Coir Fibers in Srilanka. Final Report. Netherlands.

Mel, M. Schwartz. 1997. Composite Materials

: Properties, Nondestructive Testing, and Repair. New Jersey.

Matthew, F.L and Rawlings, R. D. 1994. Composites Materials : Engineering And Science. Chapman & Hall. London.

Mirbagheri, Jamal. et al. 2007. Prediction of The Elastic Modulus of Wood Flour / Kenaf Fibre / Polypropylene Hybrid Composites. Iranian Polymer Journal. Iran.

Monteiro, N. Sergio. et al. 2005. Mechanical Strength of Polyester Matrix Composite Reinforced with Coconut Fiber Wastes.

Prasetyo, Eko. 2006. Pengaruh Fraksi Volume Serbuk Kayu dan Temperatur Penginjeksian Terhadap Sifat Mekanik Komposit Plastik Serbuk Kayu Pada Proses Injeksi. Unibraw.

Setyawati, Dina. 2003. Pengaruh Ukuran

Nisbah Serbuk Kayu Dengan Matriks, Serta Kadar Compatibilizer Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Kayu Polipropilena Daur Ulang. Makalah Falsafah Sains. Bogor.

ISSN 2252-4444

Dokumen terkait