• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

4. METODOLOGI Jenis dan Sumber Data

Cakupan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari dua sumber utama yaitu Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang merupakan lembaga pemerintah yang menyediakan data-data resmi negara terkait keuangan dan perekonomian nasional dan daerah sebagai dasar penyusunan rencana dan evaluasi pembangunan nasional dan daerah. Data yang digunakan adalah data panel 23 provinsi tahun 2005-2011 mencakup aspek- aspek fiskal, perekonomian, dan kemiskinan. Menurut Hsiao (1995), data panel yang digunakan dalam penelitian ekonomi memiliki beberapa keunggulan, yaitu: (1) jumlah observasi yang lebih besar akan meningkatkan derajat bebas (degree of freedom) sehingga estimasinya lebih efisien; (2) mengurangi kolinearitas antar variabel penjelas; dan (3) mengatasi masalah yang timbul ketika ada variabel yang dihilangkan (ommited-variable). Meskipun selama periode penelitian sudah terbentuk 33 provinsi secara definitif namun 10 provinsi tidak digunakan yaitu DKI Jakarta, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, dan Kepulauan Bangka Belitung. Alasannya adalah ada perbedaan karakteristik data fiskal dan perekonomian yang cukup besar dibandingkan provinsi-provinsi lainnya, seperti DKI Jakarta. Selain itu, beberapa data tahun 2005 tidak tersedia terutama di provinsi-provinsi baru.

Data Fiskal

Data fiskal yang digunakan adalah data agregat realisasi APBD provinsi dan seluruh APBD kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan yang bersumber dari Kemenkeu RI meliputi pendapatan dan pengeluaran daerah. Data pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain- lain Pendapatan. PAD bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Dana perimbangan merupakan dana transfer fiskal dari APBN yang diperoleh melalui mekanisme transfer. Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam. Dana Bagi Hasil Pajak bersumber dari pajak-pajak properti dan pajak-pajak penghasilan. Pajak-pajak properti yang dibagihasilkan berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sedangkan, pajak-pajak penghasilan yang dibagi hasilkan bersumber dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21. Struktur pengeluaran daerah mengacu pada UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dimana keduanya tidak lagi memisahkan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan tetapi menjadi belanja langsung dan belanja tidak langsung. Data pengeluaran daerah juga diklasifikasikan menurut sektor ekonomi sesuai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) namun merupakan agregat belanja langsung dan belanja tidak langsung. Hasil kajian terhadap laporan data keuangan daerah menurut sektor ekonomi

menunjukkan ada perbedaan jenis belanja daerah selama periode 2005-2011. Belanja daerah pada tahun anggaran 2005 mencakup 21 bidang, sedangkan tahun anggaran 2006-2011 mencakup 35 urusan. Beberapa perbedaan untuk klasifikasi bidang dan urusan tersebut adalah: (1) belanja bidang kehutanan dan perkebunan didisagregasi menjadi belanja urusan kehutanan dan belanja urusan perkebunan, dimana belanja urusan perkebunan digabung ke dalam belanja urusan pertanian yang juga meliputi belanja tanaman pangan dan peternakan, (2) belanja bidang perindustrian dan perdagangan didisagregasi menjadi belanja urusan perindustrian dan belanja urusan perdagangan. Untuk keseragaman jenis belanja, data tahun 2005 dikonversi sesuai klasifikasi urusan1

Data pengeluaran per kapita adalah rata-rata pengeluaran penduduk untuk konsumsi makanan dan non-makanan per bulan yang diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS yang dilakukan setiap tahun dengan . Selanjutnya, agar sesuai dengan tujuan maka klasifikasi belanja daerah yang digunakan adalah belanja menurut urutasn yang terdiri dari: (1) belanja pertanian, (2) belanja perindustrian, (3) belanja perdagangan, (4) belanja pekerjaan umum (belanja infrastruktur), dan (5) belanja- belanja lainnya.

Data Perekonomian

Data perekonomian meliputi PDRB sektoral, jumlah dan upah tenaga kerja sektoral, pengeluaran per kapita sektoral, dan panjang jalan aspal. Klasifikasi sektoral mengacu pada 9 lapangan usaha sesuai Klasifikas Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Namun, untuk keperluan penelitian ini hanya digunakan tiga lapangan usaha (sektor) yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan enam sektor lainnya digabung menjadi sektor lainnya. PDRB sektor pertanian terdiri dari dua subsektor yaitu: (1) subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan; dan (2) subsektor lainnya (gabungan subsektor kehutanan dan perikanan). PDRB sektor industri pengolahan terdiri dari: (1) subsektor industri pertanian; dan (2) subsektor industri lainnya. Subsektor industri pertanian terdiri dari industri makanan, minuman, dan tembakau, dan industri pertanian lainnya (gabungan industri kayu, industri kertas, dan industri tekstil). Sedangkan subsektor industri lainnya merupakan gabungan industri migas dan lima jenis industri non-migas. Untuk efisiensi penulisan maka klasifikasi sektor industri pengolahan diganti menjadi sektor industri, klasifikasi subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau diganti menjadi subsektor industri makanan jadi, dan klasifikasi sektor perdagangan, hotel, dan restoran diganti menjadi sektor perdagangan.

Data ketenagakerjaan meliputi jumlah dan upah tenaga kerja sektoral dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilakukan BPS setiap tahun dengan pendekatan rumahtangga. Klasifikasi ketenagakerjaan sektoral pada penelitian ini disesuaikan dengan klasifikasi PDRB sektoral yang digunakan yaitu sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan. Klasifikasi pekerjaan mengacu pada konsep SAKERNAS dimana pekerjaan utama adalah pekerjaan dengan jumlah jam kerja terbanyak yang dilakukan pada waktu referensi survei yaitu selama satu pekan sebelum survei. Sedangkan konsep tenaga kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang sedang bekerja pada saat survei dilakukan.

1

pendekatan rumahtangga. Pada penelitian ini, data pengeluaran per kapita diklasifikasikan menurut sektor pekerjaan utama kepala rumahtangga yaitu sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan. Namun, data pengeluaran per kapita sektoral tidak diolah dan dipublikasikan oleh BPS. Oleh karena itu, untuk keperluan penelitian ini data diolah sendiri2

Data kemiskinan meliputi ukuran ketimpangan pendapatan Indeks Gini dan tiga ukuran kemiskinan FGT terdiri dari Headcount index atau persentase penduduk miskin (P

dari SUSENAS Kor bulan Maret tahun 2005 sampai 2011. Selanjutnya, data pengeluaran per kapita sektoral per bulan menjadi data dasar dalam penghitungan indikator-indikator kemiskinan.

Data panjang jalan dengan permukaan aspal dianggap mewakili kondisi infrastruktur daerah. Data ini merupakan gabungan panjang jalan aspal untuk tiga tingkat kewenangan yaitu negara, provinsi, dan kabupaten/kota. Data tersebut bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi, dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota.

Data Kemiskinan

0), Poverty Gap Index atau indeks kedalaman kemiskinan

(P1), dan Poverty Severity Index atau indeks keparahan kemiskinan (P2). Data

Indeks Gini bersumber dari BPS yang dihitung dari hasil SUSENAS. Sebagaimana data pengeluaran per kapita sektoral, data kemiskinan juga diklasifikasikan menurut sektor pekerjaan utama kepala rumahtangga, yaitu sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan. Sebagaimana data pengeluaran per kapita sektoral, data kemiskinan sektoral juga tidak dihitung oleh BPS. Oleh karena itu, untuk keperluan penelitian ini maka data kemiskinan diolah2

Seluruh variabel dalam satuan nilai (rupiah) dalam penelitian ini adalah data nominal sehingga agar terbanding antar waktu maka terlebih dahulu dibagi Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk memperoleh data riil. IHK adalah suatu indikator ekonomi yang menggambarkan rata-rata perubahan harga sekumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi penduduk/rumahtangga dalam kurun waktu tertentu.

dari data SUSENAS Kor bulan Maret tahun 2005 sampai 2011 dengan batasan identifikasi penduduk miskin adalah garis kemiskinan kota dan desa di setiap provinsi.

Data Penunjang

Selain data utama, penelitian ini juga menggunakan data penunjang, antara lain: (1) penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk menggambarkan investasi swasta; (2) jumlah kendaraan bermotor dari Kepolisian R.I.; (3) luas wilayah dari Kementerian Dalam Negeri; (4) jumlah pegawai negeri sipil dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN); dan (5) jumlah penduduk dari BPS.

Data Indeks Harga Konsumen Provinsi

IHK dihitung oleh BPS berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup setiap bulan di b

2

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan staf Direktorat Ketahanan Sosial BPS.

eberapa pasar tradisional dan pasar modern pada beberapa kota tepilih untuk mewakili harga-harga dalam kota tersebut. Data harga setiap komoditi diperoleh

dari tiga atau empat tempat penjualan yang didatangi oleh petugas pengumpul data dengan wawancara langsung. Sejak bulan Juni tahun 2008, IHK mencakup 66 kota di 33 provinsi yang terdiri dari 33 ibukota provinsi dan 33 kota besar lainnya di seluruh Indonesia dan menggunakan tahun dasar 2007 (2007=100). Sebelumnya, data IHK hanya mencakup 45 kota dan menggunakan tahun dasar 2002 (2002=100). IHK dihitung berdasarkan data harga konsumen (retail) dari 284 sampai 441 barang dan jasa yang mencakup tujuh kelompok pengeluaran yaitu: (1) bahan makanan; (2) makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; (3) perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; (4) sandang; (5) kesehatan; (6) pendidikan, rekreasi, dan olah raga; dan (7) transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Setiap kelompok terdiri dari beberapa sub kelompok dimana di setiap sub kelompok terdiri dari beberapa item dengan beberapa mutu atau spesifikasi.

Dalam penghitungan rata-rata harga barang dan jasa digunakan mean (rata- rata), tetapi untuk beberapa barang dan jasa musiman digunakan geometri.

x100 Q P Q P P P IHK 0 0 0 1 n 1 n n

− − = Rumus penghitungan IHK merupakan pengembangan formula Laspeyres yaitu :

(4.1) dimana,

IHK : indeks harga konsumen Pn

P

: harga pada bulan ke-n

n-1

P

: harga pada bulan ke-(n-1)

0

Q

: harga pada tahun dasar

0

Meskipun data IHK dapat disajikan untuk tingkat kota tetapi tidak dapat disajikan untuk tingkat provinsi karena tidak mencakup seluruh wilayah di setiap provinsi. Oleh karena itu, pada penelitian ini data IHK provinsi diproksi dengan rata-rata IHK kota di setiap provinsi. Namun sebelumnya IHK tahun 2005 dan 2006 dengan tahun dasar 2002 terlebih dahulu dikonversi menjadi IHK dengan tahun dasar 2007, dan IHK tahun 2007 dikonversi menjadi 100 karena merupakan nilai dasar. Rumus yang digunakan adalah:

: kuantitas pada tahun dasar.

(4.2) dimana, i = 1, 2,…, 23 (jumlah provinsi) j = 1, 2, …, k (jumlah kota) t = 2005 dan 2006 IHKijt07 IHK

: IHK provinsi i kota j tahun t (2007=100)

ijt02

IHK

: IHK provinsi i kota j tahun t (2002=100)

ij07

Selanjutnya, data IHK provinsi dengan tahun dasar 2007 dihitung dengan rumus: : IHK provinsi i kota j tahun t tahun 2007

(4.3)

dimana,

i = 1,2, …, 23 (jumlah provinsi) j = 1, 2, …, k (jumlah kota)

t = 2005, 2006, …, 2011 IHKit07

IHK

: IHK provinsi i tahun t (2007=100)

ijt07

Rata-rata IHK provinsi juga digunakan untuk menghitung laju inflasi provinsi dengan rumus berikut:

: IHK provinsi i kota j tahun t (2007=100)

(4.4) dimana, i = 1,2, …, 23 (jumlah provinsi) j = 1, 2, …, k (jumlah kota) t = 2005, 2006, …, 2011 IFLit07 IHK

: Laju inflasi provinsi i tahun t (2007=100)

it07

IHK

: IHK provinsi i tahun t (2007=100)

ijt07

Data IHK provinsi dengan tahun dasar 2007 (2007=100) hasil penghitungan menggunakan rumus (4.3) secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Sedangkan data-data nominal yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 2.

: IHK provinsi i kota j tahun t (2007=100)

Spesifikasi Model Ekonometrika

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan ekonometrik dengan membangun model ekonometrik yang diawali dengan tahap spesifikasi model berupa kajian hubungan antar variabel untuk menganalisis fenomena ekonomi secara empiris. Model yang dibangun pada penelitian ini dinamai model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah yang mencakup tiga aspek yaitu kebijakan fiskal daerah, kinerja perekonomian sektoral daerah, dan kemiskinan sektoral daerah. Model tersebut dibangun berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, dan studi-studi empiris terdahulu. Model ekonometrik yang dibangun merupakan sistem persamaan simultan dengan alasan kerangka teori dan studi-studi empiris terdahulu menunjukkan keterkaitan antar variabel fiskal, perekonomian, dan kemiskinan. Menurut Koutsoyiannis (1977), sistem persamaan simultan adalah suatu sistem yang menjelaskan ketergantungan bersama antar variabel (a system describing the joint dependence of variables). Bahkan, sesuai sifat alami fenomena ekonomi maka setiap persamaan hampir pasti akan berada pada suatu sistem persamaan simultan yang lebih besar.

Dalam sistem persamaan simultan, sebuah variabel dapat berperan ganda yaitu sebagai variabel penjelas (independent variable) dan variabel dependen atau endogen (dependent variable). Dengan demikian, perubahan suatu variabel dapat mempengaruhi variabel lain dalam model. Oleh karena itu, penggunaan sistem persamaan simultan pada penelitian ini dianggap tepat karena dapat digunakan untuk simulasi kebijakan dengan mengubah variabel-variabel yang dianggap berdampak pada kemiskinan sektoral melalui transmisi perekonomian sektoral daerah. Model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah mencakup 48 persamaan terdiri dari 28 persamaan struktural dan 20 persamaan identitas dalam tiga blok persamaan yang mewakili ketiga aspek penelitian yaitu blok fiskal, blok perekonomian sektoral, dan blok kemiskinan sektoral.

Pajak Daerah Bagi Hasil Pajak Dana Alokasi Umum Belanja Pertanian Belanja Perindustrian Belanja Perdagangan Belanja Infrastruktur PDRB Pertanian PDRB Industri PDRB Perdagangan Jalan aspal TK Pertanian TK Industri TK Perdagangan Upah Pertanian Upah Industri Upah Perdagangan Pengeluaran Penduduk Pertanian Pengeluaran Penduduk Industri Pengeluaran Penduduk Perdagangan Indeks Gini Kemiskinan Penduduk Pertanian Kemiskinan Penduduk Industri Kemiskinan Penduduk Perdagangan Blok Fiskal

Blok Perekonomian Sektoral

Blok Kemiskinan Sektoral

Gambar 31. Keterkaitan Antar Blok Persamaan dalam Model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah

Keterkaitan antar blok persamaan disajikan pada Gambar 31. Meningkatnya pendapatan daerah baik dari kapasitas fiskal khususnya dari pajak daerah dan bagi hasil pajak maupun dari transfer fiskal khususnya DAU akan meningkatkan kemampuan keuangan daerah sehingga pengeluaran pemerintah daerah belanja pertanian, belanja perindustrian, belanja perdagangan, dan belanja infrastruktur meningkat. Sebagai bentuk investasi pemerintah maka pengeluaran pemerintah yang lebih besar akan mendorong produksi barang dan jasa sehingga output daerah meningkat. Dengan demikian, meningkatnya belanja-belanja sektoral dan belanja infrastruktur akan meningkatkan PDRB sektoral khususnya pertanian, industri, dan perdagangan. Di sisi lain, peningkatan belanja infrastruktur akan menambah panjang jalan aspal yang mempermudah akses kepada sumber daya tenaga kerja sehingga ketiga sektor ekonomi tersebut akan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Sebagai faktor produksi yang penting maka jumlah tenaga kerja yang lebih besar akan meningkatkan output sektoral sehingga PDRB ketiga sektor meningkat. Dengan mengacu pada hasil penelitian Malik dan Ahmed (2000) yaitu ada hubungan pro-cyclical antara output dan upah riil sektoral maka kenaikan PDRB sektoral akan meningkatkan upah riil sektoral sehingga pendapatan rumahtangga meningkat. Hal ini akan meningkatkatkan daya beli penduduk yang

diukur dari pengeluaran per kapita untuk setiap kelompok rumahtangga sektoral. Sesuai formula indikator kemiskinan FGT dalam konsep kemiskinan pendapatan (income poverty) maka pengeluaran per kapita sektoral yang lebih besar akan menurunkan tingkat kemiskinan sektoral. Di sisi lain, laju pertumbuhan PDRB sektor riil yang lebih cepat terutama sektor pertanian mengurangi ketimpangan pendapatan karena kelompok penduduk miskin yang mayoritas hidup di sektor pertanian menikmati manfaat lebih besar dari pertumbuhan ekonomi tersebut. Ketimpangan pendapatan yang berkurang (Indeks Gini yang rendah) menambah peran pertumbuhan sektoral (pengeluaran per kapita yang lebih besar) dalam menurunkan kemiskinan sektoral. Keterkaitan antar variabel secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.

Persamaan-persamaan struktural dalam model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah merupakan model regresi data panel. Secara umum, model regresi data panel dapat dibuat dengan pendekatan common effect, fixed effect, dan random effect yang masing-masing diestimasi dengan metode pooled least squares, fixed effect, dan random effect (Gujarati, 2008). Pada penelitian ini, setiap persamaan struktural dibangun dengan pendekatan common effect dengan asumsi estimasi konstanta (intersep) dan estimasi parameter (slope) setiap variabel adalah sama untuk setiap provinsi. Bentuk umum persamaan tunggal untuk model regresi panel common effect adalah (Gujarati, 2008):

(4.5) dimana,

i : provinsi

k : variabel penjelas (explanatory variables) t : tahun

yit

β0 : variabel dependen provinsi i tahun t β1: intercept , β2, …, βk

x

: slope atau koefisien parameter variabel penjelas

1it, x2it, …, xkit

u

: variabel penjelas di provinsi i tahun t

it

Model Fiskal, Perekonomian, dan Kemiskinan Sektoral Daerah merupakan sistem persamaan simultan dengan bentuk umum yang disajikan dalam notasi matriks sebagai berikut :

: komponen error provinsi i tahun t

(4.6) dimana,

Yit

B

: vektor currentendogenous variables provinsi i tahun t

0

B

: vektor koefisien intercept

1

: vektor currentexplanatoryendogenous variables provinsi i tahun t : martriks koefisien current explanatory endogenous variables

B2

X

: martriks koefisien currentexogenous variables

it

B

: vektor currentexogenous variables provinsi i tahun t

3

Z

: martriks koefisien currentpolicy variables

it

B

: vektor currentpolicy variables provinsi i tahun t

4

Y

: martriks koefisien lagged endogenous variables

it-1

U

: vektor laggedendogenous variables provinsi i tahun t

Blok Fiskal

Blok fiskal terdiri dari beberapa persamaan yang menunjukkan sumber- sumber pendapatan daerah dan jenis-jenis pengeluaran daerah. Pendapatan daerah meliputi pajak daerah, bagi hasil pajak, dan DAU. Sementara, pengeluaran daerah meliputi belanja pertanian, belanja perindustrian, belanja perdagangan, belanja infrastruktur, dan belanja lainnya.

Pajak Daerah

Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi jumlah penerimaan pajak daerah dipilih berdasarkan UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dimana pajak daerah yang terdiri dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota antara lain bersumber dari pajak-pajak terkait kendaraan bermotor, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak reklame. Sumber-sumber pajak tersebut terkait dengan kemampuan ekonomi penduduk. Berdasarkan hal itu maka pajak daerah diduga dipengaruhi oleh PDRB per kapita, jumlah kendaraan bermotor, dan penanaman modal. Persamaan pajak daerah provinsi-i tahun-t adalah:

PJKit = a0 + a1PDRBKAPit + a2PMit + a3MTRit + a4PJKit-1 + u1it

Hipotesis: a (4.7) 1, a2, a3 > 0; 0 < a4 dimana, < 1

PJK : pendapatan pajak daerah (juta Rp) PDRBKAP : PDRB per kapita (ribu Rp) MTR : jumlah kendaraan bermotor (ribu unit) PM : total penanaman modal (juta Rp)

Bagi Hasil Pajak

Sesuai UU No. 33 tahun 2004, bagi hasil pajak bersumber dari pajak-pajak properti (PBB dan BPHTB) dan pajak-pajak penghasilan (PPh Pasal 25 dan pasal 29 WPOPDN dan PPh Pasal 21). Berdasarkan kedua sumber tersebut maka bagi hasil pajak diduga dipengaruhi oleh luas wilayah dan PDRB non-pertanian. Variabel luas wilayah dianggap mewakili PBB dan BPHTB, sedangkan PDRB non-pertanian dianggap mewakili PPh karena sektor non-pertanian merupakan lapangan usaha mayoritas wajib pajak untuk ketiga jenis PPh tersebut. Persamaan bagi hasil pajak provinsi-i tahun-t adalah:

BHSPJKit = b0 + b1PDRBNONTANIit + b2WLYHit + b3BHSPJKit-1 + u2it

Hipotesis: b (4.8) 1, b2 > 0; 0 < b3 dimana, < 1 BHSPJK: bagi hasil pajak (juta Rp)

PDRBNONTANI: PDRB sektor-sektor non-pertanian (juta Rp) WLYH: luas wilayah (km2)

Dana Alokasi Umum

Persamaan DAU disusun sesuai formula alokasi DAU yang diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 dan PP No. 55 tahun 2005 yang menggunakan pendekatan celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah selisih kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal diproksi dari variabel-variabel PDRB, jumlah penduduk, dan luas wilayah. Sedangkan, alokasi dasar mencerminkan kebutuhan pembiayaan administrasi pemerintahan daerah diproksi dari jumlah PNS daerah. Persamaan DAU provinsi-i tahun-t adalah:

DAUit = c0 + c1PDRBit-1 + c2POPit + c3WLYHit + c4PNSit + c5DAUit-1 + u3it

Hipotesis: c (4.9) 1 < 0; c2, c3, c4 > 0; 0 < c5 dimana, < 1 DAU: dana alokasi umum (juta Rp) PDRB: PDRB total (juta Rp)

POP: jumlah penduduk (ribu orang) WLYH: luas wilayah (km2)

PNS: jumlah pegawai negeri sipil (orang)

Total Pendapatan Daerah

Pendapatan dari pajak daerah selanjutnya dijumlahkan dengan beberapa komponen pendapatan daerah lainnya untuk memperoleh PAD. Kemudian PAD, bagi hasil pajak, dan bagi hasil sumber daya alam dijumlahkan untuk memperoleh kapasitas fiskal. Selanjutnya, kapasitas fiskal, DAU, DAK, dan pendapatan daerah dari sumber-sumber lain dijumlahkan untuk memperoleh total pendapatan daerah. Karena ketiganya adalah hasil penjumlahan maka persamaan-persamaan yang dibangun merupakan persamaan identitas. Ketiga persamaan di provinsi-i tahun-t adalah:

PADit = PJKit + RETit + KKYDit + PADLNit

KAPFIS

(4.10)

it = PADit + BHSPJKit + BHSSDAit

DPT

(4.11)

it = KAPFISit + DAUit + DAKit + DPTLNit

dimana,

(4.12) PAD : pendapatan asli daerah (juta Rp)

KAPFIS: kapasitas fiskal (juta Rp)

DPT: total pendapatan daerah (juta Rp) RET: retribusi (juta Rp)

KKYD: hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (juta Rp) PADLN: PAD lainnya (juta Rp)

BHSPJK: bagi hasil pajak (juta Rp)

BHSSDA: bagi hasil sumber daya alam (juta Rp) DAU: dana alokasi umum (juta Rp)

DAK: dana alokasi khusus (juta Rp) DPTLN: pendapatan lainnya (juta Rp)

Belanja Sektoral

Belanja sektoral diduga dipengaruhi oleh pendapatan daerah khususnya kapasitas fiskal dan DAU. Penggunaan kedua jenis pendapatan daerah ini juga bertujuan untuk mengetahui perilaku pemerintah dalam mengalokasikan dana dari bantuan pemerintah pusat dan pendapatan dari sumber daya sendiri melalui fenomena flypaper effect. Sedangkan, persamaan belanja daerah dibuat secara sektoral untuk mengetahui apakah fenomena flypaper effect terjadi pada jenis- jenis belanja tertentu. Sesuai klasifikasi data pengeluaran daerah dari Kemenkeu, blanja pertanian adalah belanja urusan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Selain dipengaruhi oleh kapasitas fiskal dan DAU, belanja pertanian diduga dipengaruhi juga DAK karena DAK disalurkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah salah satunya untuk pembangunan pertanian. Pada tahun 2011, rasio DAK bidang pertanian terhadap belanja pertanian rata-rata 15% per provinsi. Hal ini menunjukkan cukup besarnya peran DAK dalam total belanja pertanian di daerah. Persamaan belanja sektoral provinsi-i tahun-t adalah:

GPGNKBNTNKit = d0 + d1KAPFISit + d2DAUit + d3DAKit

d

+

4GPGNKBNTNKit-1 + u4it

GIND

(4.13)

it = e0 + e1KAPFISit + e2DAUit + e3GINDit-1 + u5it

GDG

(4.14)

it = f0 + f1KAPFISit + f2DAUit + f3GDGit-1 + u6it

GIFR

(4.15)

it = g0 + g1KAPFISit + g2DAUit + g3GIFRit-1 + u7it

GLN

(4.16)

it = h0 + h1KAPFISit + h2DAUit + h3GLNit-1 + u8it

Hipotesis: d (4.17) 1, d2, d3, e1, e2, f1, f2, g1, g2, h1, h2 > 0; 0 < d4, e3,f3, g3,h3 dimana, < 1 GPGNKBNTNK : belanja pertanian (juta Rp)

GIND : belanja perindustrian (juta Rp) GDG : belanja perdagangan (juta Rp) GIFR : belanja infrastruktur (juta Rp) GLN : belanja lainnya (juta Rp) KAPFIS: kapasitas fiskal (juta Rp) DAU: dana alokasi umum (juta Rp) DAK: dana alokasi khusus (juta Rp)

Kinerja Fiskal

Kinerja fiskal daerah dapat diukur dari indiaktor kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan indikator kemandirian fiskal (fiscal autonomy). Sesuai konsep dalam UU No. 33 tahun 2004 kesenjangan fiskal dihitung dari selisih total belanja daerah dan

Dokumen terkait