4. 1. Daerah Penelitian
Tiga bentuk kebijakan regional yang ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi
Sulawesi Selatan, mulai dari Pewilayahan Komoditas, Grateks-2 hingga yang
terakhir Gerbang-Emas, menempatkan wilayah MADUTORA sebagai sentra
pengembangan komoditas kopi arabika di Propinsi Sulawesi Selatan. Dua
kabupaten menjadi sentra pengembangan utama dan berkontribusi besar dalam
pengembangan kopi arabika di Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Enrekang dan
Tator. Atas dasar pemikiran tersebut, maka lokasi penelitian ini akan
dilaksanakan pada dua daerah tersebut. Disamping kontribusinya yang besar
dalam produksi kopi arabika, pemilihan lokasi ini juga didasarkan pada besarnya
penyerapan tenaga kerja petani. Tiga kebijakan regional Pemerintah Propinsi
Sulawesi Selatan yang ditetapkan pada periode yang berbeda, serta
pertimbangan dari aspek - aspek agroekologi, agroekonomi dan faktor-faktor
fisik, ekonomi, sosial dan budaya lainnya, juga menjadi pertimbangan dalam
memilih lokasi penelitian.
4. 2. Jenis dan Sumber Data
Pada dua lokasi penelitian terpilih tersebut, akan dikumpulkan data
dengan jenis dan sumber sebagai berikut:
1. Data primer, yaitu data yang bersumber dari responden penelitian berupa
petani kopi arabika, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul
kecamatan, pedagang kabupaten dan eksportir. Data yang dikumpulkan
meliputi karakteristik petani (umur, tingkat pemdidikan, pengalaman
berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan sampingan),
dihasilkan), keragaan pemasaran (jumlah produksi yang dijual, cara
penjualan produk, harga penjualan produk, sumber, bentuk dan cara
memperoleh informasi harga), serta hubungan dengan pedagang.
Sedangkan data untuk lembaga pemasaran meliputi jumlah pembelian dan
penjualan produk, harga pembelian dan penjualan, cara pembelian dan
penjualan, fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan, hubungan antar
lembaga pemasaran, sumber, bentuk dan cara memperoleh informasi pasar.
2. Data sekunder, terdiri dari data perkembangan produksi, luas areal, ekspor
dan harga kopi arabika (harga di tingkat petani, pedagang dan eksportir),
berupa data deret waktu (time series) selama 10 tahun terakhir. Disamping
itu dikumpulkan juga informasi tentang jenis lembaga pemasaran yang
terlibat serta saluran pemasaran yang umum digunakan oleh petani. Data
berupa laporan-laporan atau dokumentasi yang berasal dari instansi atau
lembaga terkait, seperti: Badan Pusat Statistik, Dinas Perkebunan, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, Bappeda, para pelaku pasar kopi arabika
dan institusi lainnya yang sesuai dengan tujuan penelitian.
4. 3. Metode Pemilihan Contoh
Dalam penelitian ini, contoh petani dipilih dengan cara simple random
sampling dari populasi petani kopi arabika yang ada di kabupaten Enrekang dan Tana Toraja. Karena tidak semua kecamatan di dua kabupaten tersebut
merupakan sentra produksi kopi arabika, maka responden hanya dipilih pada
kecamatan yang merupakan sentra utama pada kabupaten yang bersangkutan.
Sedangkan contoh pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang
pengumpul tingkat kecamatan, pedagang besar (kabupaten), dan eksportir,
4. 4. Prosedur pemilihan responden
Prosedur pemilihan responden di dua daerah untuk petani kopi arabika
adalah sebagai berikut: (1) pada tiap daerah ditetapkan kecamatan yang
mempunyai total luas areal perkebunan rakyat kopi arabika di atas luas areal
rata-rata seluruh kecamatan, (2) selanjutnya ditetapkan desa yang memiliki
perkebunan kopi arabika di atas rata-rata luas areal perkebunan tiap desa pada
kecamatan tersebut, (3) dari desa terpilih ditetapkan secara proporsional jumlah
petani sampel (KK) yang mewakili kecamatan tersebut, dan (4) jumlah responden
petani per daerah adalah jumlah keseluruhan responden petani dari kecamatan
terpilih.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka terpilih enam kecamatan yaitu
kecamatan Baraka dan Alla (Kabupaten Enrekang), serta Kecamatan
Mengkendek, Rinding Allo, Sesean dan Saluputi (Kabupaten Tana Toraja.
Sedangkan desa terpilih adalah desa Kendenan (Kecamatan Baraka), Batu Kede
(Kecamatan Alla), Gondang Batu (Kecamatan Mengkendek), Benteng Kado
(Kecamatan Rinding Allo), Batomonga (Kecamatan Sesean) dan Leppan Balepe
(Kecamatan Saluputi).
Contoh petani dari lokasi penelitian dipilih dengan cara simple random
sampling dari populasi petani kopi arabika yang ada. Dengan ketentuan seperti yang telah disebutkan, maka ditetapkan jumlah responden petani sebanyak 60
orang. Adapun perincian jumlah responden petani pada masing-masing
kecamatan dan kabupaten terpilih disajikan pada Tabel 8.
Sedangkan contoh pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang
pengumpul tingkat kecamatan, pedagang besar (kabupaten), dan eksportir,
dipilih secara purposive pada lokasi-lokasi terpilih. Dengan cara ini, jumlah
responden pedagang pengumpul desa di tiap kecamatan ditetapkan masing-
pengumpul desa. Untuk pedagang pengumpul kecamatan di dua kabupaten
ditetapkan 6 responden, 4 responden pedagang besar, dan 1 responden
eksportir. Contoh pedagang dan eksportir yang diambil adalah yang dianggap
dapat mewakili karakteristik populasi dan kinerja dari masing-masing lembaga
pemasaran pada lokasi penelitian.
Tabel 8. Perincian Jumlah Responden Penelitian
No Kabupaten Jumlah Kecamatan Kec. Produsen Kopi Arabika di atas Rata-rata Jumlah Petani Jumlah Responden 1 Enrekang 8 Baraka Alla 3 320 3 907 14 16
Jumlah responden petani terpilih 7 227 30
2 Tator 13 Rinding Allo
Sesean Mengkedek Rantetayo 8 048 3 531 3 759 5 403 12 5 5 8
Jumlah Responden petani terpilih 20 741 30
Jumlah Responden Petani terpilih di dua kabupaten 60
4.5. Metode Analisis
Berdasarkan pada dua rumusan permasalahan yang diajukan, maka
model analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah
Pertama, untuk menganalisis pangsa pasar kopi arabika maka akan
digunakan model analisis Markov Chain.
Kedua, untuk menganalisis kinerja pasar kopi arabika, maka akan digunakan model analisis Struktur, Perilaku, Kinerja.
4.5.1. Analisis Pangsa Pasar
Dalam penelitian ini, untuk melihat dinamika sebaran pangsa pasar kopi
arabika dari enam daerah produsen kopi arabika di propinsi Sulawesi Selatan,
akan dianalisis dengan menggunakan model rantai markov (markov chain).
Untuk melakukan analisis ini terlebih dahulu didefinisikan state dari
Markov Chain sebagai berikut :
State 1 = (BR) yang berarti pangsa pasar kopi arabika daerah Baraka
State 2 = (AL) yang berarti pangsa pasar kopi arabika daerah Alla
State3= (MK) yang berarti pangsa pasar kopi arabika daerah Mengkendek
State 4 = (RA) yang berarti pangsa pasar kopi arabika daerah Rinding Allo
State 5 = (SS) berarti pangsa pasar kopi arabika daerah Sesean
State 6 = (SL) yang berarti pangsa pasar kopi arabika daerah Saluputi
Selanjutnya dibuat matriks peluang transisi yang unsur-unsur dari matriks
di atas menyatakan besarnya peluang terjadinya perpindahan besarnya sebaran
market share dari daerah satu ke daerah yang lain. Untuk mengetahui hasil
analisis rantai markov, diperhitungkan dengan QSB - 3: Markov Analysis
Secara umum matriks peluang transisi yang diperoleh adalah sebagai berikut : (BR) (AL) (MK) (RA) (SS) (SL) (BR) p11 p12 p13 p14 p15 p16 (AL) p21 p22 p23 p24 p25 p26 (MK) p31 p32 p33 p34 p35 p36 P = (RA) p41 p42 p43 p44 p45 p46 (SS) p51 p52 p53 p54 p55 p56 (SL) p61 p62 p63 p64 p65 p66
4.5.2. Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja
Untuk mengetahui kinerja lembaga tataniaga kopi arabika di dua
kabupaten terpilih yaitu kabupaten Enrekang dan Kabupaten Tana Toraja (Tator),
dilakukan analisa kuantitatif dengan model Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja.
Struktur pasar dianalisis berdasarkan dua indikator, yaitu jumlah lembaga
pemasaran dan kondisi keluar masuk pasar. Perilaku pasar dianalisis
berdasarkan tiga indikator, yaitu praktek pembelian dan penjualan, praktek
penentuan harga, dan kegiatan atau fungsi-fungsi pemasaran.
Sedangkan analisis terhadap kinerja lembaga tataniaga dilakukan dengan
melihat margin pemasaran dan distribusinya, bagian harga yang diterima petani,
elastisitas transmisi harga dan tingkat keterpaduan pasar.
4.5.2.1. Margin Pemasaran dan Distribusi
Margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang diterima oleh
petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Untuk menganalisis
di tingkat petani dan harga di tingkat eksportir, sehingga dalam perhitungan
margin pemasaran digunakan rumus:
Mm = Pr – Pf
dimana:
Mm = margin pemasaran kopi arabika
Pr = harga kopi arabika di tingkat eksportir
Pf = harga kopi arabika di tingkat petani
Margin pada setiap lembaga pemasaran dapat diketahui dengan jalan
menghitung selisih antara harga jual dengan harga beli pada setiap tingkat
lembaga pemasaran. Dalam bentuk matematika sederhana dirumuskan:
Mmi = Ps – Pb
dimana:
Mmi = margin pemasaran pada setiap lembaga pemasaran
Ps = harga jual pada setiap tingkat lembaga pemasaran
Pb = harga beli pada setiap tingkat lembaga pemasaran
Karena dalam margin pemasaran terdapat dua komponen yaitu
komponen biaya dan komponen keuntungan lembaga pemasaran, maka:
Mm = c + π
Pr – Pf = c + π Pf = Pr - c - π dimana:
c = biaya pemasaran
Distribusi margin pemasaran dilihat dari presentase keuntungan
pemasaran dan biaya pemasaran terhadap harga jual di tingkat eksportir, untuk
masing-masing lembaga pemasaran. Selain itu dilihat juga persentase
keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan pada masing-masing saluran
pemasaran. Persamaan yang digunakan adalah:
Rasio antara keuntungan dan biaya =
x100%
ci
i
π
dimana:πi = keuntungan lembaga pemasaran ke-i
ci = biaya lembaga pemasaran ke-i
4.5.2.2. Bagian Harga yang Diterima Petani (Farmer’s Share)
Untuk mengetahui bagian harga yang diterima oleh petani maka formula
yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pf
FS = x 100 % Pr
dimana:
FS = bagian harga yang diterima petani kopi arabika
Pf = harga kopi arabika di tingkat petani
Pr = harga kopi arabika di tingkat eksportir
4.5.2.3. Elastisitas Transmisi Harga
Elastisitas transmisi harga dilakukan untuk melihat hubungan antara
harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat eksportir. Melalui hubungan
tersebut secara tidak langsung dapat diperkirakan bagaimana efektifitas suatu
pasar kopi arabika di Propinsi Sulawesi Selatan, apakah bersaing sempurna atau
tidak, serta efesiensi sistem pemasarannya.
Elastisitas transmisi harga sebagai nisbah perubahan relatif harga di
tingkat produsen (Pf) terhadap perubahan relatif harga di tingkat eksportir (Pr).
Untuk melihat elastisitas transmisi harga yang terjadi pada setiap rantai tataniaga
digunakan rumus sebagai berikut :
r f f r t
P
P
P
P
e
∂
∂
=
dimana :et = elastisitas transmisi harga kopi arabika
∂ Pr = perubahan harga kopi arabika di tingkat eksportir
∂ Pf = perubahan harga kopi arabika di tingkat petani
Pr = harga kopi arabika di tingkat eksportir
Pf = harga kopi arabika di tingkat petani
Parameter tersebut akan diduga dengan menggunakan model regresi
linier sederhana dengan rumus sebagai berikut:
Pf = a + b Pr sehingga : r f f r t
P
P
P
P
e
∂
∂
=
r f tP
P
b
e
)
1
(
1
−
=
Jika et = 1, maka kepekaan perubahan nisbah harga di tingkat petani
sama dengan kepekaan perubahan harga di tingkat eksportir
Jika et > 1, maka kepekaan perubahan nisbah harga di tingkat petani
lebih besar daripada kepekaan perubahan harga di tingkat
eksportir
Jika et < 1, maka kepekaan perubahan nisbah harga di tingkat petani
lebih kecil daripada kepekaan perubahan harga di tingkat eksportir
Apabila nilai et untuk suatu pasar lebih tinggi dari pasar lainnya berarti
pasar tersebut lebih efisien karena perubahan harga di tingkat konsumen
ditransmisikan ke tingkat produsen.
4.5.2.4. Keterpaduan Pasar
Untuk menganalisis keterpaduan pasar, digunakan model yang
dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Hyetens (1986) yang mengukur tingkat
keterkaitan antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir,
dirumuskan sebagai berikut:
Pft – Pft-1 = b1 (Pft – Pet-1) + b2 (Pet – Pet-1) + b3 Pet-1 + μt
Persamaan tersebut diatas dapat disederharnakan menjadi:
Pft = (1 + b1) Pft-1 + b2 (Pet – Pet-1) + (b3 – b1) Pet-1 + μt dimana:
Pft = harga kopi arabika di tingkat petani (waktu t)
Pet = harga kopi arabika di tingkat eksportir (waktu t)
Pet-1 = harga kopi arabika di tingkat eksportir (waktu – t)
μt = galat
koefisien b2 menunjukan berapa besar perubahan harga di tingkat eksportir
ditransmisikan ke harga di tingkat petani. Koefisien (1 + b1) dan (b3 – b1)
mencerminkan seberapa jauh kontribusi relatif harga periode sebelumnya dari
pasar lokal dan pasar acuan terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di
pasar lokal. Rasio antara keduanya merupakan indeks hubungan pasar yang
dirumuskan sebagai berikut:
1 3 1 1 b b b IMC − + = dimana:
IMC = Indeks of marketing connection (indeks hubungan pasar)
4.6. Definisi dan Konsep Operasional
a. Luas usahatani kopi arabika adalah suatu luasan lahan/media tertentu
dimana seorang petani menanam kopi arabika. Satuan pengukuran
adalah hektar atau m2.
b. Penerimaan usahatani adalah jumlah hasil panen dari biji kopi arabika
(baik yang dijual, dikonsumsi maupun disimpan sebagai benih) dalam
satuan kg dikalikan dengan harga pasar (Rp/kg). Satuan pengukuran
adalah Rp.
c. Penerimaan bersih usahatani (pendapatan) adalah penerimaan usahatani
d. Biaya total usahatani adalah jumlah dari seluruh jenis biaya yang
digunakan oleh petani kopi arabika dalam melaksanakan usahataninya
(Rp).
e. Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tetap atau atau tidak habis dalam
satu kali proses produksi, misalnya biaya pengadaan benih dan biaya
peralatan (Rp).
f. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian sarana
produksi misalnya benih, pupuk dan biaya tenaga kerja (Rp).
g. Lembaga pemasaran kopi arabika adalah individu atau lembaga yang
terlibat dalam proses pemindahan kopi arabika dari produsen ke
konsumen.
h. Biaya pemasaran adalah seluruh jenis biaya yang dikeluarkan oleh
lembaga pemasaran dalam kegiatan pemasaran kopi arabika (Rp/Kg).
i. Keuntungan pemasaran kopi arabika adalah besarnya keuntungan yang
diperoleh lembaga pemasaran dalam kegiatan usaha pemasaran kopi
arabika (Rp/Kg).
j. Harga di tingkat petani adalah harga kopi arabika yang berlaku di tingkat
petani (Rp/Kg).