III. METODOLOGI PENELITIAN
3.3. Metodologi Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder serta jenis data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer dikumpulkan melalui observasi langsung ke perusahaan, dan wawancara. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan cara studi pustaka, laporan internal perusahaan (data omzet dan realisasi penjualan PT Aneka Tambang, Tbk. UBPP Logam Mulia dari tahun 2001 hingga tahun 2007, kapasitas produksi, data penawaran dan penjualan logam mulia), kebijakan dan peraturan perusahaan (sejarah umum perusahan, visi dan misi perusahaan) serta literatur yang relevan.
3.3.2. Pengolahan dan Analisis Data
Semua data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis sesuai kebutuhan sehingga mampu memberikan gambaran dan penjelasan terhadap permasalahan dalam penelitian ini. Pengolahan dan penganalisisan data diharapkan dapat menjadi acuan dalam langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan perusahaan dalam pemasaran serta penjualan emas dan perak. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian akan diuraikan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk meramalkan penjualan emas dan perak ditahun-tahun mendatang dengan menggunakan analisis runtut waktu (time series) sehingga hasil dari peramalan penjualan akan dijadikan landasan perencanaan strategi pemasaran terbaik sekaligus mampu menjadi dasar penargetan penjualan ditahun yang akan datang.
Peramalan penjualan memiliki karakteristik tertentu yang berlaku secara umum. Karakteristik harus diperhatikan untuk menilai hasil suatu proses peramalan penjualan dan metode peramalan yang digunakan (Baroto, 2002) :
1. Faktor penyebab yang berlaku di masa lalu diasumsikan akan berfungsi juga di masa yang akan datang.
2. Peramalan tidak pernah sempurna, permintaan aktual selalu berbeda dengan permintaan yang diramalkan.
3. Tingkat ketepatan ramalan akan berkurang dalam rentang waktu yang semakin panjang. Implikasinya, peramalan untuk rentang waktu yang pendek akan lebih akurat daripada peramalan untuk rentang waktu yang panjang.
Metode time series merupakan metode kuantitatif yang menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Secara umum, penjualan di masa yang akan datang dipengaruhi waktu. Untuk membuat suatu peramalan diperlukan data historis penjualan. Data inilah yang akan dianalisis dengan mengunakan parameter waktu sebagai dasar analisis. Proses analisis time series memperlakukan data asli (runtut waktu) sebagai produk dari komponen-komponen, yaitu data tahunan merupakan produk dari fluktuasi trend, siklus, dan fluktuasi tak tentu, yang dinyatakan dengan T×C×I, dimana T diukur dalam unit dan komponen lainnya, C dan I adalah nilai-nilai indeks.
Y=TCI dimana: Y = nilai sebenarnya T = trend C = siklus I = tak beraturan
Dalam peramalan time series, metode peramalan terbaik adalah metode yang memenuhi kriteria ketepatan ramalan. Kriteria ini berupa mean absolut deviation (MAD), mean square of error (MSE), mean absolute precentage of error (MAPE).
MSE = [ ∑ (Yt–Ŷt)2 ] / n
MAPE = [ ∑ ((Yt–Ŷt) / Yt) ] / n
dimana:
Yt = nilai aktual
Ŷt = nilai ramalan
(Yt–Ŷt) = kesalahan ramalan (error)
n = banyaknya data
Prosedur peramalan penjualan dengan metode time series adalah sebagai berikut (Baroto, 2002):
1. Tentukan pola data penjualan. Dilakukan dengan memplotkan data secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend, musiman, siklikal, atau eratik/random.
2. Mencoba beberapa metode time series yang sesuai dengan pola penjualan tersebut untuk melakukan peramalan. Metode yang dicoba semakin banyak semakin baik. Pada setiap metode, sebaiknya dilakukan pula peramalan dengan parameter yang berbeda.
3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba. tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MAD, MSE, MAPE, atau lainnya. Sebaiknya nilai tingkat kesalahan (apakah MAD, MSE, atau MAPE) ini ditentukan dulu, tidak ada ketentuan mengenai berapa tingkat kesalahan maksimal dalam peramalan. 4. Memilih metode terbaik diantara metode yang dicoba. Metode
terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan terkecil dibanding metode lainnya dan tingkat kesalahan tersebut dibawah batas tingkat kesalahan yang telah ditetapkan.
5. Melakukan peramalan penjualan dengan metode terbaik yang telah dipilih.
Plot autokorelasi dilakukan untuk menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama pada periode waktu yang berbeda.
1. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada time lag dua atau tiga periode tidak berbeda dari nyata dari nol, maka data tersebut adalah data stasioner
2. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag pertama secara berurutan berbeda dari nyata dari nol, maka data tersebut adalah data yang menunjukkan pola trend
3. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag yang mempunyai jarak yang sistematis berbeda dari nyata dari nol, maka data tersebut adalah data dengan komponen musiman.
Koefisien aoutokorelasi perlu diuji untuk menentukan apakah secara statistik nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak. Perhitungan yang dilakukan dengan rumussebagai berikut dengan rentang –Zα/β× SErk
sampai dengan Zα/β× SErk :
SErk = 1/ √n
dimana:
SErk = standar error dari aotokorelasi pada lag k
ri = autokorelasi pada lag ke-I
k = time lag
n = jumlah data
Koefisien autokorelasi disimpulkan tidak berbeda secara signifikan dari nol apabila nilainya berada diantara rentang nilai tersebut dan sebaliknya, berbeda secara signifikan dari nol apabila berada diluar rentang tersebut (Sugiarto dan Harijono, 2000). Berdasarkan rumus tersebut (α = 5 persen), diperoleh rentang untuk menentukan koefisien autokorelasi berbeda atau tidak dari nol adalah sebesar +/- 0,479.
Formulasi peramalan berdasarkan pola data yang sesuai. 1. Metode Naif
Ŷt+1 = Yt
Formulasi tersebut selanjutnya dimodifikasi dengan memasukkan komponen trend, modelnya menjadi:
Ŷt+1 = Yt + (Yt - Yt-1)
dimana:
Ŷt+1 = ramalan pada masing-masing produk pada satu
periode ke depan
Yt = data aktual pada masing-masing produk pada
periode t
Yt-1 = data aktual sebelumnya
2. Metode Trend
- Formulasi trend linier Yt = b0 + b1t
b0 = intersept
b1 = slope
t = periode (variabel bebas)
- Formulasi trend kuadratik Yt = b0 + b1t + b2t2
3. Metode Rata-rata
- Metode rata-rata sederhana (simple average) Ŷt-1 = Y1 + Y2 + ... + Yt) / t
Metode ini cocok untuk meramalkan data time series yang memiliki data stasioner
- Metode rata-rata bergerak sederhana (single moving average)
Ŷt+1 = Yt + Yt-1 + Yt-2 + ... + Yt-k+1) / k
Metode ini seperti halnya dengan single average, cocok untuk meramalkan data time series yang memiliki data stasioner.
- Metode rata-rata bergerak berganda (double moving average) Mt = Ŷt+1 = Yt +Yt-1 + Yt-2 + ... + Yt-k+1) / k M’t = Mt + Mt-1 + Mt-2 + ... + Mt-k+1) / k at = Mt + (Mt - M’t) = 2Mt - M’t bt = (Mt - M’t) – 2 / k-1 Ŷt+1 = at + btp dimana:
k = nilai periode moving average
Mt = moving average pertama
M’t = moving average kedua
p = peramalan periode kedua
4. Metode Pemulusan Eksponensial
- Metode pemulusan eksponensial tunggal Ŷt+1 =α Yt + (1- α) Ŷt
nilai awal, Ŷ1 = S0 = a = (Y1 + Y2 + ... + Yn-1 + Yn ) / n
a = intersep
S0 = pemulusan tahap 1
Ŷ1 = a
- Metode pemulusan eksponensial tunggal: pendekatan adaptif Ŷt+1 = α Yt + (1- αt) Ŷt αt+1 = | Et / Mt | Et = et + (1- ) Et-1 M = | et | + (1- ) Mt-1 et = Xt - Ft dimana:
Ŷt+1 = ramalan permintaan per produk pada satu periode ke
depan setelah periode t
αt+1 = konstanta pemulusan
Et = unsur gulat yang dihaluskan
M = unsur gulat absolut yang dihaluskan
et = error
Xt = nilai aktual
Ft = nilai ramalan
- Metode pemulusan eksponensial ganda: metode linier satu parameter dari Brown (double exponential smoothing) Ŷt+1 = at + bt T
dimana:
at = 2St– St(2) (update intersep)
bt = [α / (1- α)] (St– St(2))
St = α Yt + (1- α) St-1 (pemulusan tahap 1)
St(2) = α St + (1- α) St-1 (2) (pemulusan tahap 1)
T = jumlah periode waktu ke depan
- Metode pemulusan eksponensial ganda: metode dua parameter dari Holt (exponential smoothing linier trend) St = α Xt + (1- α) (St-1 + bt-1)
bt = (St - St-1) + (1- ) bt-1
Ft+m = St + btm
dimana:
St = pemulusan data aktual
bt = pemulusan tren
Ft+m = St + bt+m = ramalan permintaan produk pada
periode t+m
- Metode pemulusan eksponensial triple (metode Brown- triple exponential smoothing)
St = α Yt + (1- α) St-1 (pemulusan tahap 1)
St(2) = α St + (1- α) St-1(2) (pemulusan tahap 2)
St(3) = α S (2) t + (1- α) St-1(3) (pemulusan tahap 3)
b1,t = [α / 2(1- α) 2)] [(6- 5α) St – 2 (5-4α) St(2) + (4-3α)
St(3))]
b2,t = [α2 / 2(1- α) 2)] [(St– 2St (2)) + St (3)] (update slope)
Ramalan pada T periode setelah t adalah:
Ŷt+T = at + bt + ½ b2.t (T2)
nilai awal:
a0 = a (intersep)
b1,0 = b1 (slope)
½ b2.t (T2) = b2 (slope)
model regresi dugaan Ŷt = a+ b1 (t) + b2.t (t2)
nilai awal untuk hasil pemulusan adalah:
S0 = a - [(1- α) / α] (b1) + [(1- α) (2- α) / (2α2)] (2 b2)
S0 (2) = a - [2(1- α) / α] (b1) + [2(1- α) (3 -2α) / (2α2)] (2 b2)
S0 (3) = a - [3(1- α) / α] (b1) + [3(1- α) (4 -3α) / (2α2)] (2 b2)
- Metode Winter (model multiplikatif) Yt = a - (Yt / St-L) + (1- α) (at-1 + bt-1)
bt = (at - at-1) + (1- )bt-1
Snt = (Yt / at) + (1- )St-L
Ŷt+m = (at - mbt) Snt-L+m
dimana:
at = pemulusan terhadap deseasonalized data pada
periode t
bt = pemulusan terhadap dugaan trend pada periode t
Snt = pemulusan terhadap dugaan musim pada periode
t
Ŷt+m = ramalan m periode kedepan setelah periode t pada
masing-masing produk
A, , = pembobotan pemulusan
L = banyaknya periode dalam satu tahun
5. Metode Dekomposisi
Metode ini dapat digunakan pada data historis yang mempunyai data sembarang. Metode ini mencoba memisahkan metode trend, siklus dan musiman. Cara matematik bentuk umum pendekatan dekomposisi adalah:
Yt = f(Trt, Clt, Snt, Et)
dimana:
F = fungsi peramalan
Trt = komponen trend pada waktu t
Clt = komponen siklus pada waktu t
Snt = komponen atau indeks musim pada waktu t
Bentuk fungsi eksplisitnya tergantung asumsi tentang hubungan antar unsur itu yang dipakai, misalnya apakah model aditif (jika komponen tersebut tidak ada nilainya nol) atau multiplikatif (jika komponen tersebut tidak ada nilainya 1).
a. Dekomposisi multiplikatif Yt = Trt. Clt. Snt. Et
b. Dekomposisi aditif Yt = Trt + Clt + Snt + Et
6. Metode Box -Jenkins (ARIMA)
Metode ini merupakan gabungan dari metode penghalusan, metode regresi, dan metode dekomposisi. Peramalan dengan menggunakan ARIMA dilakukan melalui lima tahap, yaitu tahap: pemeriksaan kestasioneran data, pengidentifikasian model, pengestimasian parameter model, pengujian model, dan penggunaan model untuk peramalan (Aritonang R., 2002). Sugiarto dan Harijono (2000) menyebutkan bahwa metode Box-Jenkins menggunakan model iteratif dalam mengidentifikasi suatu model yang paling tepat dari berbagai alternatif model yang ada. Model telah terpilih dilakukan pengujian kembali. Model dianggap sudah memadai apabila
residual terdistribusi secara random, kecil dan independen satu sama lain. Model Box-Jenkins secara umum dinotasikan sebagai berikut:
ARIMA (p, d, q)
dimana:
d = menunjukkan orde/ derajat differencing (pembedaan)
q = menunjukkan orde/ derajat moving average (MA)
simbol-simbol digunakan dalam model dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain, seperti MA (2) sama artinya dengan ARIMA (0, 0, 2), AR (1) sama artinya dengan ARIMA (1, 0, 0) dan ARMA (2) sama artinya dengan ARIMA (2, 0, 2).
Model AR menggambarkan bahwa variabel dipenden yang
dipengaruhi oleh variabel dipenden itu sendiri pada periode-periode sebelumnya. Perbedaan dengan model MA adalah pada jenis
variabel dipendennya. Variabel independen pada model AR adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dipenden (Yt) itu sendiri
sedangkan pada model MA adalah nilai residual pada nilai sebelumnya.
Dalam ARIMA terbagai atas model MA, AR, ARMA, dan ARIMA. Persamaan model tersebut sebagi berikut:
1. Model MA
Yt = a0 + et – a1 et-1 - a2et-2 - ...- aqet-q
dimana:
Yt = nilai series yang stasioner
et = kesalahan peramalan
a0, a1, a2 = konstanta dan koefisien model
2. Model AR
Yt = b0 + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + ... + bq Yt-p + et
dimana:
Yt = nilai series yang stasioner
et = kesalahan peramalan
Yt-1, Yt-2 = nilai sebelumnya
b0, b1, b2, = konstanta dan koefisien model
3. Model ARMA
Yt = b0 + b1 Yt-1 + ... + bp Ytp + et – a1 et-1 +
... + aq et-q
dimana:
Yt = nilai series yang stasioner
et = kesalahan peramalan
et-1, et-q = kesalahan-kesalahan
b0, b1, b2, bp, a1, aq = konstanta dan koefisien
model 4. Model ARIMA b(B) (1-B)dYt = b0 + a(B) et dimana: b(B) = 1-b1B- b2 B2- ... - bp Bp a(B) = 1- a1B- a2 B2- ... - bp Bq
B = backward shift operator ( BYt = Yt-1, B2 Yt =
Yt-2, dan seterusnya).
Langkah-langkah dalam metode Box-Jenkins adalah sebagai berikut:
1. Penstationeran data
Untuk melihat kestationeran data, dapat dilakukan dengan melihat nilai autokorelasinya (plot ACF). Apabila data yang menjadi input model tidak stationer perlu dilakukan
modifikasi untuk menghasilkan data yang stationer. Salah satu metode yang umum dipakai adalah metode perbedaan (differencing). Data yang telah ditransformasi tersebut digunakan sebagi inputnya. Pemakaian data sebagai input akan menentukan lokasi dari ARIMA.
2. Identifikasi model
Secara umum prinsip yang digunakan adalah sebagi berikut :
a. Jika koefisien korelasi menurun secara eksponensial menuju nol, pada umumnya terjadi proses AR. Estimasi orde AR dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi parsial yang berbeda secara signifikan dari nol.
b. Jika koefisien autokorelasi parsial menurun secara eksponensial menuju nol, pada umumnya terjadi proses MA. Estimasi orde AR dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi yang berbeda secara signifikan dari nol.
c. Jika koefisien autokorelasi maupun autokorelasi parsial menurun secara eksponensial menuju nol, berarti terjadi
proses ARIMA. Orde MA atau AR dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi parsial yang berbeda secara signifikan dari nol.
3. Estimasi parameter dari model sementara
Setelah model sementara terpilih maka parameter dari model harus diestimasi. Teknik Box Jenkins akan memilih parameter yang menghasilkan kesalahan yang kecil (MSE, MAD, atau MAPE terkecil).
4. Diagnosa untuk menentukan apakah model memadai Pengujian kelayakan model dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Menguji residual (error term)
Setelah nilai residual tersebut diketahui dilakukan
perhitungan nilai koefisien autokorelasi dari nilai residual tersebut. Model dianggap memadai jika nilai-nilai koefisien autokorelasi dari residual untuk berbagai time lag tidak berbeda nyata dari nol.
b. Melakukan uji dengan statistic Box-Pierce Q
Jika nilai Q lebih kecil dari nilai pada table Chi-square dengan derajat bebas m-p-q dimana p dan q masing-masing menunjukan orde AR dan MA, model dianggap memadai dan begitu juga sebaliknya. Apakah hasil pengujian menunjukan model belum memadai, maka proses diulangi lagi langkah dua.
Setelah diperoleh model yang memadai, maka peramalan untuk satu atau beberapa periode ke depan dapat dilakukan. Evaluasi ulang terhadap model perlu dilakukan terhadap model yang dipilih karena terdapat kemungkinan pola data berubah.