• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metodologi Penelitian

Dalam dokumen judul peningkatan kualitas bab 1.docx (Halaman 28-33)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

3.1 Metodologi Penelitian

Metode berasal dari bahasa Yunani: methodos yang berarti cara atau jalan. Jadi metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.

Sedangkan yang dimaksud penelitian adalah usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dan dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya. (Subagyo, 2006:1) Jadi, yang dimaksud dengan metode penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk

memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan. (Subagyo, 2006:2)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana, dalam penelitian kualitatif peneliti dapat berinteraksi dengan subjek yang akan diteliti. Selain itu, penelitian kualitatif ini menggunakan setting alamiah.

3.1.1 Penelitian Kualitatatif

Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2009:4), metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).

Sedangkan, Denzim dan Lion (dalam Moleong, 2009:5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Lincoln dan Guba mengulas sepuluh ciri penelitian kualitatif, diantaranya adalah: 1. Latar alamiah

3. Metode kualitatif

4. Analisis data secara induktif 5. Teori dari dasar

6. Deskriptif

7. Lebih mementingkan proses daripada hasil 8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus 9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data 10. Desain bersifat sementara

Jadi, secara sederhana penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan memahami suatu fenomena, untuk kemudian digali

maknanya. Adapun dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan analisis framing sebagai pendekatannya. Dimana, peneliti akan mencari tau apa makna yang terkandung dalam sebuah teks media. Serta bagaimana media mengonstruk suatu realitas untuk kemudian dituangkan ke dalam sebuah tulisan.

3.1.2 Analisis Framing

Menurut Eriyanto (2002:10-11),pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media.

Eriyanto menambahkan, ada dua esensi utama dalam framing. Pertama, bagaimana peristiwa ini dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan.

Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi (content) dari suatu pesan/teks komunikasi. Sementara dalam analisis

framing, yang menjadi pusat perhatian adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana pesan/peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca.

Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini seringkali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Ia sering dilawankan dengan paradigma positivis (paradigma transmisi). (Eriyanto, 2002:43)

Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. Kedua, pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator, dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan, seseorang

menyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tertentu dalam memberikan gambaran tentang realitas. Seorang komunikator dengan realitas yang ada akan menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, memberikan pemaknaan tersendiri terhadap suatu peristiwa dalam konteks dan pengalaman, pengetahuannya sendiri. (Eriyanto, 2002:47)

3.1.3 Analisis Framing Robert N. Entman

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. Dalam praktiknya, framing dijalankan media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana–penempatan yang mencolok (menempatkan di-headline depan atau bagian

belakang), pengulangan, pemakaian grafis, untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain-lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut. (Eriyanto, 2002:221)

Tabel 3.1

Aspek framing dalam media menurut Robert N. Entman

Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi ada juga berita yang dikeluarkan (excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu.

Penonjolan aspek

Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari isu tertentu dari suatu peristiwa/isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. (Eriyanto, 2002:222)

Tabel 3.2

Model Analisis Framing Robert N. Entman

Frame berita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita. Misalnya frame anti-militer yang dipakai untuk melihat dan memproses informasi demonstrasi atau kerusuhan. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra yang ada dalam narasi berita. Karenanya, frame dapat dideteksi dan diselidiki dari kata, citra, dan gambar tertentu yang memberi makna tertentu dari teks berita. Kosa kata dan gambar itu ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol dibandingakan bagian lain dalam teks. Itu dilakukan lewat pengulangan, penempatan yang lebih menonjol, atau menghubungkan dengan bagian lain dalam teks berita, sehingga bagian itu lebih menonjol, lebih mudah dilihat, diingat, dan lebih mempengaruhi khalayak. Secara luas, pendefinisian masalah ini menyertakan, di dalamnya, konsepsi dan skema interpretasi wartawan. Pesan, secara simbolik menyertakan sikap dan nilai. Ia hidup, membentuk, dan menginterpretasikan makna di dalamnya. (Eriyanto, 2002:224)

Define Problems (Pendefinisian masalah)

Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?

Diagnose causes

(Memperkirakan masalah atau sumber masalah)

Peristiwa itu disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa aktor yang dianggap sebagai penyebab masalah?

Make moral judgement

(Membuat keputusan moral)

Nilai moral apa yang disajikan untuk

menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau

mendelegitimasi suatu tindakan?

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?

Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan

master frame/ bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut

dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.

Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab di sini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami secara berbeda, penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara berbeda pula. (Eriyanto, 2002:225)

Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip

berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak. (Eriyanto, 2002:226) Elemen framing lain adalah treatment recommendation (menekankan penyelesaian). Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah. (Eriyanto,

2002:227)

Dalam dokumen judul peningkatan kualitas bab 1.docx (Halaman 28-33)

Dokumen terkait