Kerangka Pemikiran
Tersedianya jaringan prasarana transportasi yang menghubungkan ke seluruh kota dan pusat produksi di seluruh wilayah memberikan kesempatan dan mendorong pengembangan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat lebih dipacu peningkatannya bila didukung oleh pelayanan transportasi yang lancar, berkapasitas, dan tersedia ke seluruh wilayah.
Untuk mencapai hal yang dimaksud, perencanaan pembangunan membutuhkan dukungan dilakukannya perencanaan sektor transportasi yang salah satu aspeknya adalah perencanaan jaringan transportasi. Perencanaan jaringan transportasi meliputi banyak jalan yang membentuk sistem jaringan prasarana jalan yang menjangkau ke seluruh kota dan pusat produksi yang tersebar di seluruh wilayah. Perencanaan jaringan jalan harus didasarkan pada distribusi penduduk dan kegiatan sektor di berbagai wilayah, serta rencana pemanfaatan ruang wilayah. Jaringan jalan dapat disusun secara sederhana yaitu menghubungkan pusat besar dengan pusat-pusat sedang, dan selanjutnya antara pusat sedang dengan pusat-pusat kecil.
Kabupaten Tana Toraja dengan indeks mobilitas yang telah melampaui standar pelayanan minimal bidang pekerjaan umum dan penataan ruang sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.14/PRT/M/2010, hendaknya lebih memfokuskan pelayanan transportasi jalan melalui peningkatan jaringan jalan yang telah ada, bukan dengan membangun jaringan jalan yang baru.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jaringan jalan yang dapat diprioritaskan penanganannya untuk pengembangan wilayah di Kabupaten Tana Toraja dengan melihat dari tiga sisi yaitu potensi wilayah sebagai fakta yang ada, persepsi/keinginanstakeholder, dan kebijakan/peraturan pemerintah yang berlaku dalam hal ini yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. Secara diagramatis, kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan Kerangka Pikir JARINGAN JALAN PRIORITAS
UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TANA TORAJA POTENSI WILAYAH PERSEPSI STAKEHOLDER PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Tana Toraja meliputi 19 Kecamatan yang secara geografis terletak di bagian Utara Propinsi Sulawesi Selatan yaitu antara 2° - 3° Lintang Selatan dan 119° - 120° Bujur Timur, dengan luas wilayah tercatat 2.054,30 km2. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan Oktober 2013.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan bahan/data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapang (wawancara), penyebaran kuesioner, observasi dan dokumentasi. Data sekunder diperoleh melalui metode riset pustaka dan dari data-data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait antara lain BPS Kab. Tana Toraja, Bapedda Kab. Tana Toraja, Dinas Perhubungan Kab. Tana Toraja, Dinas Pekerjaan Umum Kab. Tana Toraja, serta Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Tana Toraja. Untuk lebih jelasnya data yang digunakan dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis Data yang Digunakan dan Sumber Data
No Jenis Data Sumber
1. Data Primer
1. Wawancara Stakeholder
2. Kuisioner Stakeholder
2. Data Sekunder
1. Data Ruas Jalan Kabupaten Dinas PU Kab. Tana Toraja 2. Data Jumlah Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS)
Kab. Tana Toraja 3. Data Potensi Desa
4. Data Potensi Pertanian 5. Data Potensi Pariwisata
BPS Kab. Tana Toraja BPS Kab. Tana Toraja Dinas Pariwisata Kab. Tana Toraja
6. RTRW Kab. Tana Toraja Bappeda Kab. Tana Toraja 7. Data Jumlah Kendaraan Angkutan Umum
8. Data Anggaran Penanganan Jalan
Dinas Perhubungan Kab. Tana Toraja
DPPKAD Kab. Tana Toraja Pengambilan data primer dikumpulkan melalui hasil wawancara dan pengumpulan kuesioner dari responden yang mempunyai informasi yang cukup dan ahli pada bidang transportasi. Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa responden adalah aktor dan pengguna jalan yang dianggap mempunyai kemampuan berperanserta dan mengerti permasalahan terkait dengan pengembangan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja. Oleh karena itu, maka yang menjadi responden penelitian ini adalah dari para pimpinan daerah, pimpinan instansi terkait, akademisi, konsultan, dan tokoh masyarakat dengan total jumlah responden 12 orang.
Adapun alat yang digunakan berupa seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunakArcGIS 9.3,Microsoft Word, danMicrosoft Excell. Serta peralatan penunjang berupa printer, kamera digital,tape recorder, dan peralatan menulis.
Analisis dan Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan baik berupa data primer dan sekunder kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Adapun metode analisis data yang digunakan yaitu:
Analisis Deskriptif
Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole 1992). Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan, yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran.
Pada penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk mengungkapkan atau menggambarkan mengenai keadaan atau fakta-fakta yang akurat dari obyek yang diamati, yaitu: data ruas jalan kabupaten, data potensi sumberdaya alam (tanaman pangan dan pariwisata), data potensi sumberdaya manusia (kepadatan penduduk), dan data-data dalam RTRW kabupaten yang disesuaikan dengan teori atau dalil yang berlaku dan diakui.
Analisis Skalogram
Suatu wilayah yang berkembang secara ekonomi dicirikan oleh jumlah ketersediaan sarana dan prasarana serta tingkat aksesibilitas masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada. Salah satu cara untuk mengukur hirarki wilayah adalah dengan analisis skalogram. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki ranking tertinggi adalah lokasi yang menjadi pusat layanan. Berdasarkan analisis ini, dapat ditentukan prioritas infrastruktur jaringan jalan di setiap unit wilayah yang dianalisis dan tingkat perkembangan wilayahnya.
Data yang digunakan dalam analisis skalogram meliputi data umum wilayah, aksesibilitas ke pusat layanan, keadaan perekonomian wilayah yang ditunjukkan oleh aktifitas masyarakat yang ada di wilayah tersebut, dan data tentang fasilitas umum yang meliputi data jumlah fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, komunikasi, dan data penunjang lainnya.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel-variabel yang telah dimodifikasi dengan mempertimbangkan tujuan penelitian yang berkaitan dengan perencanaan prioritas jaringan jalan. Variabel yang digunakan dalam analisis skalogram ini disajikan dalam Tabel 2.
Selanjutnya terhadap masing-masing data atau variabel dilakukan pembobotan dan standarisasi. Secara terinci, prosedur kerja penyusunan hirarki wilayah menggunakan Skalogram berbobot adalah sebagai berikut :
a. Dilakukan pemilihan terhadap data Potensi Desa di seluruh kecamatan, sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif, yang kemudian diseleksi berdasarkan parameter yang relevan untuk digunakan.
Tabel 2 Variabel untuk Analisis Skalogram
No. Variabel
1. Jumlah Penduduk 2. Luas Kecamatan
3. Jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten 4. Jumlah TK
5. Jumlah SD 6. Jumlah SLTP
7. Jumlah SMU / SMK 8. Jumlah Perguruan Tinggi
9. Jumlah Pendidikan Keterampilan 10. Jumlah Rumah Sakit Umum 11. Jumlah Rumah Sakit Bersalin
12. Jumlah Puskesmas Pembantu (Pustu) 13. Jumlah Posyandu
14. Jumlah Pondok Bersalin Desa (Polindes) 15. Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) 16. Jumlah Puskesmas
17. Jumlah Tempat Praktek Dokter 18. Jumlah Apotek
19. Jumlah Terminal Penumpang Kendaraan Bermotor Roda 4 atau lebih 20. Jumlah Kios Sarana Produksi Pertanian
21. Jumlah Industri UKM
22. Jumlah Supermaket / pasar swalayan / toserba / minimarket 23. Jumlah Restoran / Rumah Makan
24. Jumlah Toko / Warung Kelontong 25. Jumlah Kedai Makanan
26. Jumlah Hotel 27. Jumlah Wisma
28. Jumlah Bank Umum (Kantor Pusat / Cabang / Capem) 29. Jumlah Bank Perkreditan Rakyat
30. Jumlah Koperasi Aktif 31. Jumlah Pasar
32. Jumlah Lapangan Olahraga (Sepak bola, Bulutangkis, Tenis, Volley) 33. Jumlah Sarana Ibadah
34. Jumlah Obyek Wisata
b. Memisahkan antara data jarak dengan data jumlah fasilitas, hal ini karena antara data jarak dengan jumlah fasilitas bersifat berbanding terbalik.
c. Rasionalisasi data dilakukan terhadap data jarak dan fasilitas. Data jarak diinverskan dengan rumus : y = 1/xij, dimana y adalah variabel baru dan xij adalah data jarak j di wilayahi. Untuk nilai y yang tidak terdefinisi (xij= 0), maka nilai y dicari dengan rumus : y = xij(max) + simpangan baku jarakj.
Selanjutnya data fasilitas diubah menjadi data kapasitas dengan cara jumlah fasilitasjdi wilayahidibagi dengan jumlah penduduk di wilayahi.
d. Pembobotan dilakukan terhadap data kapasitas dengan cara data kapasitas j dibagi dengan bobot fasilitasj, dimana bobot fasilitasj= jumlah total kapasitas jdibagi dengan jumlah wilayah yang memiliki fasilitasj.
e. Standarisasi data dilakukan terhadap variabel-variabel baru dari data jarak dan fasilitas (berbobot) dengan menggunakan persamaan :
= −
dimana :
= variabel baru untuk wilayah ke-idan jenis fasilitas atau jarak ke-j. = jumlah sarana untuk wilayah ke-idan jenis sarana atau jarak ke-j. = nilai minimum untuk jenis sarana atau jarak ke-j.
= simpangan baku untuk jenis sarana atau jarak ke-j.
f. Indeks Perkembangan Kecamatan / Desa (IPK / IPD) ditentukan dengan cara menghitung jumlah hasil standarisasi sarana dan aksesibilitas pada suatu wilayah. Kemudian nilai IPK / IPD diurutkan nilainya dari yang terbesar sampai terkecil untuk ditentukan kelas hirarkinya.
g. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), hirarki III (rendah). Penentuan kelas hirarki didasarkan pada nilai standar deviasi (Stdev) IPK / IPD dan nilai rataannya, seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Penentuan Nilai Selang Kelas Hirarki
No. Kelas Nilai Selang Tingkat Hirarki
1. Hirarki I IPD > (rataan + Stdev) Tinggi 2. Hirarki II Rataan < IPD < Stdev Sedang
3. Hirarki III IPD < rataan Rendah
Beberapa keunggulan dari penggunaan metode analisis ini yaitu antara lain: (1) Memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk dan tersedianya fasilitas pelayanan; (2) Secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah; (3) Membandingkan pemukiman-pemukiman dan wilayah-wilayah berdasarkan ketersediaan fasilitas pelayanan; (4) Memperlihatkan hirarki pemukiman/wilayah; (5) Secara potensial dapat digunakan untuk merancang fasilitas baru dan memantaunya (Budiharsono 2001).
Analytical Hierarchy Process(AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Menurut Saaty (2000), PHA adalah suatu pendekatan pengambilan keputusan yang dirancang untuk membantu pencarian solusi dari berbagai permasalahan multikriteria yang kompleks dalam sejumlah ranah aplikasi. Metode ini telah didapati sebagai pendekatan yang praktis dan efektif yang dapat mempertimbangkan keputusan yang tidak tersusun dan rumit (Partovi 1994). Hasil akhir PHA adalah suatu ranking atau pembobotan prioritas dari tiap alternatif keputusan atau disebut elemen. Secara
mendasar, ada tiga langkah dalam pengambilan keputusan dengan PHA, yaitu: membangun hirarki, penilaian, dan sintesis prioritas (Gambar 2).
Gambar 2 Cakupan Model Proses Hirarki Analitik Pembentukan Hirarki Struktural
Langkah ini bertujuan memecah suatu masalah yang kompleks disusun menjadi suatu bentuk hirarki. Suatu struktur hirarki sendiri terdiri dari elemen- lemen yang dikelompokan dalam tingkatan-tingkatan (level). Dimulai dari suatu sasaran pada tingkatan puncak, selanjutnya dibangun tingkatan yang lebih rendah yang mencakup kriteria, subkriteria dan seterusnya sampai pada tingkatan yang paling rendah. Sasaran atau keseluruhan tujuan keputusan merupakan puncak dari tingkat hirarki. Kriteria dan subkriteria yang menunjang sasaran berada di tingkatan tengah. Alternatif atau pilihan yang hendak dipilih berada pada level paling bawah dari struktur hirarki yang ada.
Menurut Saaty (2000), suatu struktur hirarki dapat dibentuk dengan menggunakan kombinasi antara ide, pengalaman dan pandangan orang lain. Karenanya, tidak ada suatu kumpulan prosedur baku yang berlaku secara umum dan absolut untuk pembentukan hirarki. Struktur hirarki tergantung pada kondisi dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi serta detail penyelesaian yang dikehendaki. Karenanya struktur hirarki kemungkinan berbeda antara satu kasus dengan kasus yang lainnya.
Dalam penelitian ini, struktur hirarki yang digunakan terdiri atas 3 tingkatan, dimana pada tingkat 1 merupakan tujuan analisis, yaitu untuk menentukan skala prioritas penanganan jaringan jalan berdasarkan faktor-faktor pada tingkatan di bawahnya. Pada tingkat 2 merupakan kriteria yang terdiri atas faktor aksesibilitas dan faktor potensi wilayah. Pada tingkat 3 merupakan subkriteria dari tingkat 2 yang masing-masing terdiri atas: (i) untuk kriteria aksesibilitas terdiri atas faktor kondisi jalan, penghematan waktu tempuh, dan volume lalu lintas; (ii) untuk kriteria potensi wilayah terdiri atas faktor obyek wisata, pusat pemerintahan, pusat perdagangan (pasar), pusat pertanian, dan padat penduduk.
Penilaian Kriteria
Apabila hirarki telah terbentuk, langkah selanjutnya adalah menentukan penilaian prioritas elemen-elemen pada tiap level. Untuk itu dibutuhkan suatu matriks perbandingan yang berisi tentang kondisi tiap elemen yang digambarkan dalam bentuk kuantitaif berupa angka-angka yang menunjukan skala penilaian (1 9). Tiap angka skala mempunyai arti tersendiri seperti yang ditunjukan dalam Tabel 4. Penentuan nilai bagi tiap elemen dengan menggunakan angka skala bisa sangat
Analytic Hierarchy Process
Pembentukan
subyektif, tergantung pada pengambil keputusan. Karena itu, penilaian tiap elemen hendaknya dilakukan oleh para ahli atau orang yang berpengalaman terhadap masalah yang ditinjau sehingga mengurangi tingkat subyektifitasnya dan meningkatkan unsur obyektifitasnya.
Tabel 4 Skala Dasar Tingkat Kepentingan Bobot/Tingkat
Kepentingan Pengertian Penjelasan
1 Sama penting Dua faktor memiliki pengaruh yang sama terhadap sasaran
3 Sedikit lebih penting
Salah satu faktor sedikit lebih
berpengaruh dibanding faktor lainnya 5 Lebih penting Salah satu faktor lebih berpengaruh
dibanding faktor lainnya
7 Sangat lebih
penting
Salah satu faktor sangat lebih
berpengaruh dibanding faktor lainnya
9 Jauh lebih
penting
Salah satu faktor jauh lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya
2,4,6,8 Antara nilai yang di atas
Diantara kondisi di atas
Sumber : Saaty (2000) Sintesis Prioritas
Perbandingan antar pasangan elemen membentuk suatu matriks perankingan relatif untuk tiap elemen pada tiap level dalam hirarki. Jumlah matriks akan tergantung pada jumlah tingkatan pada hirarki. Ukuran matriks tergantung pada jumlah elemen pada level bersangkutan. Setelah semua matriks terbentuk dan semua perbandingan tiap pasangan elemen didapat, selanjutnya dapat dihitung matriks eigen (eigenvector), pembobotan, dan nilai eigen maksimum.
Nilai eigen maksimum merupakan nilai parameter validasi yang sangat penting dalam teori PHA. Nilai ini digunakan sebagai indeks acuan (reference index) untuk memayar (screening) informasi melalui perhitungan rasio konsistensi (Consistency Ratio (CR)) dari matriks estimasi dengan tujuan untuk memvalidasi apakah matriks perbandingan telah memadai dalam memberikan penilaian secara konsisten atau belum (Saaty 2000).
Nilai rasio konsistensi (CR) sendiri dihitung dengan urutan sebagai berikut: 1) Vektor eigen dan nilai eigen maksimum dihitung pada tiap matriks pada tiap
level hirarki
2) Selanjutnya dihitung indeks konsistensi untuk tiap matriks pada tiap level hirarki dengan menggunakan rumus: CI = (emaks n) / (n 1)
3) Nilai rasio konsistensi (CR) selanjutnya dihitung dengan rumus: CR = CI/RI, dimana RI merupakan indeks konsistensi acak yang didapat dari simulasi dan nilainya tergantung pada orde matriks. Tabel 5 menampilkan nilai RI untuk berbagai ukuran matriks dari orde 1 sampai 10.
Nilai rentang CR yang dapat diterima tergantung pada ukuran matriks-nya, sebagai contoh, untuk ukuran matriks 3 x 3, nilai CR = 0,03; matriks 4 x 4, CR =
0,08 dan untuk matriks ukuran besar, nilai CR = 0,1 (Saaty, 2000). Jika nilai CR lebih rendah atau sama dengan nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup dapat diterima atau matriks memiliki konsistensi yang baik. Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai yang dapat diterima, maka dikatakan evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan karenanya proses PHA perlu diulang kembali. Nilai CR berdasarkan ukuran matriks ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 5 Indeks Konsistensi Acak Berdasarkan Orde Matriks Orde
Matriks
Indeks Konsistensi Acak (RI) 1 0 2 0 3 0,52 4 0,89 5 1,11 6 1,25 7 1,35 8 1,40 9 1,45 10 1,49 Sumber : Saaty (2000)
Tabel 6 Nilai Rentang Penerimaan Bagi CR Ukuran Matriks Rasio Konsistensi (CR)
3 x 3 0,03
4 x 4 0,08
> 4 x 4 0,1
Sumber : Saaty (2000) Tahapan Analisis Data
Untuk mendapatkan prioritas jaringan jalan berdasarkan persepsistakeholder, maka dilakukan dengan metode AHP, sehingga akan diperoleh ranking (urutan) prioritas perencanaan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja. Adapun tahapan analisisnya adalah sebagai berikut:
1. Persiapan data yaitu pengumpulan data primer, kemudian dianalisis sehingga dapat menentukan kriteria dan sub kriteria dari model hirarki dengan tujuan (fokus) adalah penentuan prioritas perencanaan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja yang berguna untuk mengetahui urutan-urutan data yang akan dinilai. Tahapan ini merupakan tahapan Pembentukan Hirarki.
2. Untuk mendapatkan skor penilaian terhadap ruas jalan terpilih terhadap tiap subkriteria dan kriteria, dilakukan penyebaran kuesioner terhadap responden ahli dengan cara angket. Angket yang diperoleh merupakan jawaban tertulis dari responden ahli atas daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disebar. Responden ahli pada penelitian ini adalah responden yang bekerja pada bidang perencanaan, pengawasan, dan pelaksana proyek jalan.
3. Selanjutnya adalah membuat matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparation matrix) untuk seluruh kriteria dan sub-kriteria dengan angka- angka yang telah didapat dari data responden. Di dalam proses matriks perbandingan berpasangan dinilai tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Tahapan ini merupakan tahapan Penilaian Kriteria.
4. Langkah berikutnya adalah melakukan proses sintesa, dimana setiap matriks perbandingan berpasangan untuk setiap tingkat dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority dan akhirnya didapatkan persentase prioritas menyeluruh. Tahapan ini merupakan tahapan Sintesis Prioritas.
5. Selanjutnya adalah uji konsistensi yaitu hasil dari setiap local priorityuntuk setiap kriteria dan sub-kriteria diuji dengan cara sebagai berikut:
a. Mengalikan matriks perbandingan berpasangan dengan vektor preferensi (local priority) untuk setiap kriteria dan sub kriteria sehingga diperoleh suatu matriks kolom.
b. Kemudian mencari max yaitu dari pembagian hasil matriks kolom dengan matriks kolomlocal priorityuntuk setiap kriteria dan sub kriteria lalu dijumlahkan dan dicari rata-ratanya.
c. Kemudian mencari Indeks Konsistensi (Consistency index, CI) yang dihitung dengan rumus seperti berikut:
CI =
dimana n = jumlah item yang dibandingkan.
d. Kemudian mencariConsistency Ratio (CR)dengan rumus: CR =
dimana RI = indeks konsistensi dari matriks komparasi pasangan yangdegeneratesecara acak.
CR = harganya tidak boleh lebih dari 10 %, jika perlu maka matriksnya harus direvisi.
6. Langkah selanjutnya adalah mengelompokkan prioritas-prioritas jaringan jalan yang berkenaan dengan setiap kriteria dan sub-kriteria prioritas tertinggi.
Sintesis Logika
Menurut Kattsoff (1989) bahwa sintesis logika adalah kegiatan berpikir logis yang melakukan penggabungan semua pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun suatu pandangan atau konsep. Sementara sintesis sendiri merupakan kombinasi bagian/elemen untuk menghasilkan pandangan yang lebih lengkap/sempurna.
Dalam penelitian ini, metode ini digunakan untuk mengambil keputusan berdasarkan logika dari hasil ketiga analisis sebelumnya, yaitu analisis deskriptif, analisis skalogram, dan AHP. Dengan menggunakan beberapa kriteria berdasarkan pendekatan yang diperoleh dari ketiga hasil analisis tersebut, maka ditentukan jaringan jalan yang menjadi prioritas untuk pengembangan wilayah di Kabupaten Tana Toraja. Kriteria yang ditetapkan adalah sebagai berikut: (i) Ruas jalan yang umumnya dilalui oleh trayek angkutan umum; (ii) Ruas jalan yang memiliki
max- n n - 1
CI
klasifikasi fungsi yang lebih tinggi; (iii) Ruas jalan yang direncanakan dalam RTRW kabupaten.
Gambar 3 menunjukkan kriteria-kriteria yang digunakan dan faktor-faktornya dalam memilih jaringan jalan prioritas, dimana untuk kriteria (i) terdiri atas faktor: kepadatan penduduk, potensi pertanian, dan potensi obyek wisata, untuk kriteria (ii) terdiri atas faktor: pusat administrasi pemerintahan (ibukota kecamatan), dan hirarki wilayah, untuk kriteria (iii) terdiri atas faktor: kebijakan pemerintah dan persepsistakeholder.
Gambar 3 Sintesis Prioritas Jaringan Jalan
Dalam mengambil keputusan untuk menentukan jaringan jalan prioritas, maka kriteria ruas jalan yang dilalui oleh trayek angkutan umum menjadi mutlak. Artinya setiap ruas jalan yang dilalui trayek angkutan umum harus terpilih untuk menjadi jaringan jalan prioritas. Hal ini disebabkan karena ruas yang menjadi trayek angkutan umum mencerminkan daerah/wilayah yang dihubungkan memiliki potensi yang besar baik dalam hal kepadatan penduduk, potensi pertanian, dan potensi wisata.
Di samping kriteria ruas jalan yang dilalui oleh trayek angkutan umum, pengambilan keputusan untuk menentukan jaringan jalan prioritas juga berdasarkan terpenuhinya atau mewakili minimal 5 faktor dari 7 faktor yang ada, yaitu: kepadatan penduduk, potensi pertanian, potensi wisata, pusat administrasi pemerintahan, hirarki wilayah, persepsi stakeholder, dan kebijakan pemerintah. Jika memenuhi atau dapat mewakili minimal 5 faktor yang ada, maka ruas jalan tersebut dapat diprioritaskan penanganannya.
Sementara untuk ruas jalan yang diprioritaskan penanganannya namun bukan merupakan jalur angkutan umum atau tidak memenuhi minimal 5 faktor yang ada, adalah karena pertimbangan untuk menciptakan satu kesatuan jaringan jalan yang
Kriteria Jaringan Jalan Prioritas Umumnya dilalui oleh trayek angkutan
umum
Memiliki klasifikasi fungsi yang lebih tinggi Bagian dalam RTRW Kabupaten Padat Penduduk Potensi Pertanian Obyek Wisata Pusat Adm. Pemerintahan Hirarki Wilayah Persepsi Stakeholder Kebijakan Pemerintah
terpadu dan saling terkoneksi. Sebaliknya, jika memenuhi minimal 5 faktor yang ada namun tidak diprioritaskan penanganannya, karena pertimbangan bahwa telah ada ruas jalan lain yang menjadi prioritas dalam wilayah itu untuk mengefisienkan biaya penanganan.
Metodologi penelitian ini dirangkum dalam suatu matriks analisis penelitian seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 7. Secara skematis, diagram alir penelitian ini digambarkan dalam Gambar 4.
Tabel 7 Matriks Analisis Penelitian
No. Tujuan Jenis Data Teknik Analisis
Data Hasil
1. Mendapatkan kesesuaian antara jaringan jalan dengan potensi-potensi wilayah Kabupaten Tana Toraja Data ruas-ruas jalan kabupaten Data potensi SDA (wisata, pasar, pusat pertanian) dan SDM (kepadatan penduduk). Data RTRW Kabupaten Analisis Deskriptif Diperolehnya ruas/jaringan jalan yang melalui /menuju potensi-potensi wilayah yang ada. 2. Mengetahui tingkat