• Tidak ada hasil yang ditemukan

Road Network Analysis and Handling Priority for Regional Development in Tana Toraja District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Road Network Analysis and Handling Priority for Regional Development in Tana Toraja District"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGANANNYA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN TANA TORAJA

GERSONY MIRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Jaringan Jalan dan Prioritas Penanganannya Untuk Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tana Toraja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)

GERSONY MIRI. Analisis Jaringan Jalan dan Prioritas Penanganannya Untuk Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tana Toraja. Dibimbing oleh BABA BARUS dan SOEKMANA SOMA.

Tersedianya jaringan prasarana transportasi yang menghubungkan ke seluruh kota dan pusat produksi di seluruh wilayah memberikan kesempatan dan mendorong pengembangan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat lebih dipacu peningkatannya bila didukung oleh pelayanan transportasi yang lancar, berkapasitas, dan tersedia ke seluruh wilayah.

Kabupaten Tana Toraja dengan indeks mobilitas yang telah melampaui standar pelayanan minimal bidang pekerjaan umum dan penataan ruang sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.14/PRT/M/2010, hendaknya lebih memfokuskan pelayanan transportasi jalan melalui peningkatan jaringan jalan yang telah ada, bukan dengan membangun jaringan jalan yang baru. Dengan telah banyaknya ruas jalan yang ada dan harus ditangani oleh pemerintah daerah Kabupaten Tana Toraja sementara dana penanganan jalan sangat terbatas, maka diperlukan prioritas perencanaan jaringan jalan agar alokasi dan penggunaan dana yang terbatas menjadi efektif bagi pembangunan dan pengembangan wilayah Kabupaten Tana Toraja, khususnya pada subsektor jaringan jalan.

Penelitian ini mencoba memberikan solusi alternatif bagi pemerintah daerah Kabupaten Tana Toraja dalam merencanakan jaringan jalan yang dapat dijadikan prioritas untuk pengembangan wilayahnya ke depan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mendapatkan kesesuaian antara jaringan jalan dengan potensi-potensi wilayah Kabupaten Tana Toraja, (2) Mengetahui tingkat perkembangan wilayah dalam lingkup Kabupaten Tana Toraja, (3) Mengkonstruksikan persepsi stakeholders terhadap penanganan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja, (4) Menyusun dan menentukan prioritas penanganan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis Skalogram,analytical hierarchy process(AHP), dan sintesis logika.

(5)

wilayah Kabupaten Tana Toraja terdiri atas 2 alternatif, yaitu: (1) Jaringan jalan yang terdiri atas: Batupapan Rantekurra, Passobo Kondodewata, Kokkang Buakayu, Tetebassi Kondoran, dan jalan lingkar wisata, (2) Jaringan jalan yang terdiri atas: Makale Kaduaja, Batupapan Rantekurra, Passobo Kondodewata, Kokkang Buakayu, Tetebassi Kondoran, dan jalan lingkar wisata.

Dengan terwujudnya salah satu alternatif prioritas jaringan jalan tersebut, maka akan mempermudah arus keluar masuk orang, barang, dan jasa sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Pertumbuhan ekonomi wilayah yang meningkat akan mendorong peningkatan di sektor-sektor lainnya. Dengan demikian, hubungan fungsi antara pusat wilayah dan daerahhinterlandtercipta dan terlaksana dengan baik sehingga akan saling mendukung dalam pertumbuhan wilayahnya.

(6)

GERSONY MIRI. Road Network Analysis and Handling Priority for Regional Development in Tana Toraja District. Under supervision of BABA BARUS and SOEKMANA SOMA.

The availability of transportation infrastructure connecting cities with production centers provides opportunities and stimulates regional growth and economic development. Regional economic growth can be further accelerated if supported by transportation services that run smoothly, of adequate capacity, and accessible to the entire region.

Tana Toraja District has a mobility index that exceeds the minimum standard for services in public works and spatial planning based on Regulation of Minister of Public Works No.14/PRT/M/2010, and therefore should focus its road transportation services through improving existing road networks, not through construction of new roads. With the multitude existing roads that the Tana Toraja District Government must manage with limited budget, a road network planning priority is needed to ensure effective allocation and use of the limited budget for Tana Toraja District development, especially in the road network sub-sector.

This study attempts to provide an alternative solution for the Tana Toraja District Government in planning priority road networks for future regional development. This study aims to: (1) Obtain conformance between road networks and potential roads in Tana Toraja District, (2) Obtain regional growth level in Tana Toraja District, (3) Construct stakeholders perception of road network handling in Tana Toraja District, and (4) Compile and determine road network handling priority in Tana Toraja District. The methods employed in the study are descriptive analysis, Scalogram analysis, Analytical Hierarchy Process (AHP), and logical synthesis.

Results show that the highest regional potential based on population density are Makale and North Makale Sub-Districts, while the highest regional potential based on agriculture production are Mengkendek Sub-District as the greatest rice producer and Bonggakaradeng Sub-District as the greatest non-rice crops (palawija) producer. For regional development, Makale and North Makale Sub-Districts are ranked as hierarchy I areas as center of services; Gandangbatu Sillanan, Sangalla, Kurra, Bonggakaradeng, and Mappak Sub-Districts are ranked as hierarchy II area as sub-center of services; and South Makale, South Sangalla, North Sangalla, Mengkendek, Rano, Simbuang, Rembon, Rantetayo, Saluputti, Malimbong Balepe, Bittuang, and Masanda Sub-Disctricts are ranked as hierarchy III as hinterlands. Based on stakeholder perception, regional potential based on tourism objects are the priorities in determining road network priority in Tana Toraja District.

(7)

flow of people, goods, and services which will accelerate regional economic growth. Accelerated regional economic growth will stimulate the growth of other sectors. In turn, a good, functional relationship between regional center and hinterlands will be created and will mutually support the development of these areas.

(8)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

PENANGANANNYA UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN TANA TORAJA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tana Toraja Nama : Gersony Miri

NRP : A156120344

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Baba Barus, MSc. Ketua

Dr Ir Soekmana Soma, MSP, MEng. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.

(12)
(13)

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Analisis Jaringan Jalan dan Prioritas Penanganannya untuk Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tana Toraja ini telah diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga dan dengan setulus hati kepada :

1. Kedua Komisi Pembimbing penulis. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing yang di tengah kesibukannya selalu dapat meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan arahan dan masukan yang sangat bermanfaat bagi Penulis, dan Bapak Dr. Ir. Soekmana Soma, MSP, M.Eng. selaku anggota komisi pembimbing yang juga selalu dapat meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing Penulis,

2. Penguji luar komisi, Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS dan Ketua Program Studi Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus, serta segenap dosen pengajar, asisten dan staff pengelola pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB,

3. Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) sebagai sponsor dalam menempuh pendidikan hingga penyelesaian karya ilmiah ini,

4. Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Toraja, khususnya Dinas Pekerjaan Umum yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada Penulis, 5. Rekan-rekan PWL angkatan 2012 kelas khusus Bappenas atas kebersamaan

berbagi ilmu dan dukungan yang selalu menyemangati Penulis,

6. Isteri tercinta dan anak terkasih atas pengertian dan dukungan moriil yang selalu memberikan semangat selama menempuh pendidikan hingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini,

7. Kedua Orangtua dan saudara-saudara penulis atas segala dukungan doa, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini,

8. Semua pihak yang berperan dalam proses penulisan karya ilmiah ini yang tak dapat Penulis sebut namanya satu per satu.

Kepada mereka, Penulis mempersembahkan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(14)

DAFTAR TABEL i

Pengertian dan Peranan Jalan 5

Sistem Jaringan Jalan 5

Pengembangan Wilayah 7

Teori Kutub Pertumbuhan 8

Teori Sistem Lokasi Pusat 8

Konsep Wilayah Nodal 11

3 METODOLOGI PENELITIAN 12

Kerangka Pemikiran 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Bahan dan Alat 13

Analisis dan Pengolahan Data 14

Analisis Deskriptif 14

Analisis Skalogram 14

Analytical Hierarchy Process(AHP) 16

Sintesis Logika 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 24

Kondisi Geografis 24

Kondisi Topografi 25

Kondisi Demografi 27

Potensi Sumber Daya Alam 28

Tanaman Pangan 28

Pariwisata 30

Sistem Jaringan Jalan 32

Pola Pergerakan 33

Struktur Ruang Wilayah Kabupaten 34

Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten 34

Sistem Jaringan Prasarana Jalan 37

Identifikasi Pusat-pusat Pertumbuhan Wilayah 41

(15)

Struktur Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jaringan

Jalan di Kabupaten Tana Toraja 43

Jawaban Terhadap Penilaian Pada Level 2 43

Jawaban Terhadap Penilaian Pada Level 3 45

Bobot Penilaian Kriteria 46

Bobot Penilaian Subkriteria 49

Sintesis Prioritas Jaringan Jalan 51

5 SIMPULAN DAN SARAN 56

Simpulan 56

Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN 59

(16)

1 Jenis Data yang Digunakan dan Sumber Data 13

2 Variabel untuk Analisis Skalogram 15

3 Penentuan Nilai Selang Kelas Hirarki 16

4 Skala Dasar Tingkat Kepentingan 18

5 Indeks Konsistensi Acak Berdasarkan Orde Matriks 19

6 Nilai Rentang Penerimaan Bagi CR 19

7 Matriks Analisis Penelitian 22

8 Luas Kecamatan dan Jumlah Desa di Kabupaten Tana Toraja

Tahun 2011 25

9 Tinggi Rata-rata di Atas Permukaan Laut Menurut Kecamatan di

Kabupaten Tana Toraja 26

10 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan 27 11 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Pada per Kecamatan

Tahun 2011 29

12 Produksi Tanaman Palawija per Kecamatan di Kabupaten Tana

Toraja Tahun 2011 30

13 Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan Kabupaten Tana Toraja 33 14 Jumlah Angkutan Umum Berdasarkan Jaringan Trayek di

Kabupaten Tana Toraja Tahun 2009 - 2011 34

15 Hasil Analisis Skalogram Menurut Kecamatan Tahun 2011 42 16 Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Penilaian Kriteria

Level 2 45

17 Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Penilaian Subkriteria

dari Aksesibilitas 45

18 Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Penilaian Subkriteria

dari Potensi Wilayah 46

19 Matriks Perbandingan Terbalik Terhadap Penilaian Kriteria 47 20 Matriks Eigen Vektor Terhadap Penilaian Kriteria 48

21 Bobot Kriteria 49

22 Bobot Subkriteria dari Aksesibilitas 49

(17)

1 Bagan Kerangka Pikir 12

2 Cakupan Model Proses Hirarki Analitik 17

3 Sintesis Prioritas Jaringan Jalan 21

4 Diagram Alir Penelitian 23

5 Peta Wilayah Administrasi Kecamatan 24

6 Diagram Proporsi Luas Wilayah Kabupaten Tana Toraja

Terhadap Ketinggian di Atas Permukaan Laut 26

7 Diagram Kepadatan Penduduk Tahun 2011 28

8 Jumlah Produksi Padi per Kecamatan di Kabupaten Tana Toraja

Tahun 2011 29

9 Peta Potensi Wilayah Kabupaten Tana Toraja Tahun 2011 31 10 Tren Kunjungan Wisata Domestik dan Mancanegara di

Kabupaten Tana Toraja Tahun 2007 2011 32

11 Peta Lokasi Obyek Wisata Kabupaten Tana Toraja 32

12 Peta Sistem Jaringan Jalan Kabupaten 35

13 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Tana Toraja 40

14 Peta Hirarki Wilayah 42

15 Struktur Hirarki Penentuan Skala Prioritas Jaringan Jalan 44 16 Bobot Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jaringan

Jalan di Kabupaten Tana Toraja 50

17 Peta Prioritas Jaringan Jalan Alternatif I 53

(18)

1 Daftar Status Jalan Kabupaten Tana Toraja 59

(19)
(20)

Latar Belakang

Transportasi merupakan kegiatan memindahkan atau mengangkut barang dan atau manusia dari suatu tempat asal (origin) ke tempat tujuan (destination). Selain itu, transportasi merupakan sektor tersier, yaitu sektor yang menyediakan jasa pelayanan pada sektor-sektor lain karena sektor-sektor lain tersebut membutuhkan jasa transportasi untuk mengangkut barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Adanya permintaan jasa transportasi dari sektor-sektor lain menyebabkan timbulnya penyediaan jasa transportasi. Jadi kapasitas transportasi harus disediakan secara seimbang dengan permintaan, agar mampu melayani pengembangan kegiatan sektor lain. Penyediaan kapasitas transportasi harus berorientasi kepada kebutuhan masa depan sehingga bersifat dinamis dan antisipatif.

Selain sebagai sektor pelayanan, transportasi berfungsi pula sebagai sektor pendorong yang menyediakan fasilitas transportasi (prasarana dan sarana) untuk membuka daerah-daerah terisolasi, terpencil, tertinggal, dan perbatasan. Dengan menghubungkan pelayanan transportasi dari pusat pelayanan yang terletak tidak jauh ke daerah-daerah terisolasi, terpencil, tertinggal, dan perbatasan, maka interaksi antara keduanya menjadi lebih terjalin dan bertambah ramai, dampak positifnya adalah meningkatkan produksi dan produktivitas sektor-sektor potensial yang dimilikinya, meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, serta diharapkan akan mengurangi tingkat kesenjangan antara daerah yang maju dengan daerah yang kurang maju.

Tersedianya jaringan prasarana transportasi yang menghubungkan ke seluruh kota dan pusat produksi di seluruh wilayah memberikan kesempatan dan mendorong pengembangan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat lebih dipacu peningkatannya bila didukung oleh pelayanan transportasi yang lancar, berkapasitas, dan tersedia ke seluruh wilayah.

Untuk mencapai hal yang dimaksud, perencanaan pembangunan membutuhkan dukungan dilakukannya perencanaan sektor transportasi yang salah satu aspeknya adalah perencanaan jaringan transportasi. Perencanaan jaringan transportasi meliputi banyak jalan yang membentuk sistem jaringan prasarana jalan yang menjangkau ke seluruh kota dan pusat produksi yang tersebar di seluruh wilayah. Perencanaan jaringan jalan harus didasarkan pada distribusi penduduk dan kegiatan sektor di berbagai wilayah, serta rencana pemanfaatan ruang wilayah. Jaringan jalan dapat disusun secara sederhana yaitu menghubungkan pusat besar dengan pusat-pusat sedang, dan selanjutnya antara pusat sedang dengan pusat-pusat kecil.

(21)

25%, sehingga layanan transportasi darat lebih mendapat prioritas dalam pengembangan kewilayahan.

Kabupaten Tana Toraja yang memiliki luas wilayah ± 2.054,3 km2 dengan kepadatan penduduk mencapai 108 jiwa/km2(BPS 2011) merupakan wilayah yang sangat berpotensi dalam pengembangan wilayahnya ke depan. Berdasarkan Permen PU No.14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, maka indeks mobilitas pelayanan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja masuk pada kategori II yaitu minimal 11,0 km/10.000 jiwa. Kabupaten Tana Toraja sendiri memiliki 166 ruas jalan kabupaten dengan panjang total 1.252,0 km yang tersebar di 19 kecamatan, sehingga angka mobilitas Kabupaten Tana Toraja pada tahun 2011 sudah mencapai 22,03 km/10.000 jiwa.

Berdasarkan kenyataan tersebut, pembangunan jalan baru di Kabupaten Tana Toraja sebenarnya kurang begitu diperlukan. Namun kenyataannya, pemerintah daerah masih saja terus melakukan pembukaan ruas jalan baru, sementara ruas jalan yang sudah ada kurang mendapat perhatian yang ditandai dengan kondisi ruas-ruas jalan tersebut banyak dalam keadaan rusak. Pemerintah daerah seharusnya meningkatkan dan memelihara jaringan jalan yang sudah ada untuk kelancaran aksesibilitas agar lebih mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Juga dengan terlalu banyaknya jaringan jalan yang ada, dengan sendirinya akan membutuhkan biaya pemeliharaan yang cukup besar, sementara pemerintah daerah masih terkendala oleh keterbatasan dana penanganan jalan. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan prioritas jaringan jalan agar penanganannya menjadi lebih efektif dan efisien.

Rumusan Masalah

Dalam latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, perencanaan jaringan jalan sangat menentukan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah, yang mana dapat dipacu peningkatannya bila didukung oleh pelayanan transportasi yang lancar, berkapasitas, dan tersedia ke seluruh wilayah. Prasarana jaringan jalan yang baik akan dapat meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas, sehingga jangkauan terhadap berbagai kebutuhan ekonomi maupun sosial dapat dipenuhi.

Jaringan jalan merupakan faktor terpenting dalam membentuk struktur tata ruang wilayah. Semua elemen pembentukan tata ruang wilayah secara langsung berkaitan dengan jaringan jalan. Setiap potensi yang ada dalam wilayah Kabupaten Tana Toraja, baik itu potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya buatan, hendaknya terhubungkan oleh suatu jaringan jalan, sehingga kemudahan aksesibilitas dan mobilitas antar wilayah dapat tercapai, yang pada gilirannya akan membuat wilayah dapat berkembang secara ekonomis.

Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarki. Oleh karena itu, perencanaan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja sangat penting untuk mempertimbangkan tingkat perkembangan wilayah yang akan dilayani.

(22)

memfokuskan pelayanan transportasi jalan melalui peningkatan jaringan jalan yang telah ada, bukan dengan membangun jaringan jalan yang baru. Dengan telah banyaknya ruas jalan yang ada dan harus ditangani oleh pemerintah daerah Kabupaten Tana Toraja sementara dana penanganan jalan sangat terbatas, maka diperlukan prioritas penanganan jaringan jalan agar alokasi dan penggunaan dana yang terbatas menjadi efektif bagi pembangunan dan pengembangan wilayah Kabupaten Tana Toraja, khususnya pada subsektor jaringan jalan.

Dalam merencanakan jaringan jalan pada suatu wilayah, perlu mempertimbangkan potensi-potensi wilayah yang ada, keinginan/persepsi dari masyarakat, serta peraturan/kebijakan yang ada dari pemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan sebagai dasar penelitian ini adalah :

1. Apakah jaringan jalan yang telah berkembang saat ini telah sesuai dengan potensi wilayah yang ada dalam lingkup Kabupaten Tana Toraja?

2. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah dalam lingkup Kabupaten Tana Toraja?

3. Bagaimana persepsi stakeholder terhadap pengembangan jaringan jalan yang ada di Kabupaten Tana Toraja?

4. Bagaimana menentukan prioritas penanganan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja untuk pengembangan wilayahnya?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kesesuaian antara jaringan jalan dengan potensi-potensi wilayah Kabupaten Tana Toraja.

2. Mengetahui tingkat perkembangan wilayah dalam lingkup Kabupaten Tana Toraja.

3. Mengkonstruksikan persepsi stakeholder terhadap perencanaan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja.

4. Menyusun dan menentukan prioritas penanganan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja untuk pengembangan wilayahnya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi lembaga instansi terkait dan Pemerintah Daerah dalam merencanakan jaringan jalan untuk pengembangan wilayah di Kabupaten Tana Toraja. Penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi penelitian berikutnya terutama yang berkaitan dengan bidang perencanaan pembangunan wilayah.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)
(24)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Jalan

Pengertian dan Peranan Jalan

Dalam Undang-Undang Jalan (No. 38 tahun 2004) menyatakan bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga akan mendorong pengembangan semua sarana wilayah, pengembangan dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah yang semakin merata. Artinya infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian suatu wilayah. Hal ini disebabkan perannya dalam menghubungkan serta meningkatkan pergerakan manusia, dan barang.

Menurut Djakapermana (2010), sebagai komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah, sistem jaringan jalan berperan memperlancar kegiatan aliran orang, barang dan jasa, sehingga secara langsung akan menurunkan biaya produksi yang pada gilirannya membuat wilayah yang bersangkutan akan berkembang secara ekonomis. Keberadaan infrastruktur jalan yang baik dan lancar untuk dilalui, sangat penting peranannya dalam mengalirkan pergerakan komoditas yang selanjutnya akan mampu menggerakkan perkembangan peri kehidupan sosial dan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat.

Sementara menurut Hotrin (2011), jalan mempunyai peranan untuk mendorong pengembangan dan pertumbuhan suatu daerah. Artinya, infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian suatu wilayah karena perannya dalam menghubungkan antar lokasi aktivitas penduduk. Keberadaan infrastruktur jalan yang lancar penting perannya untuk mengalirkan pergerakan komoditas dan orang, selanjutnya dapat menggerakkan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Pengadaan jalan tersebut dilaksanakan dengan mengutamakan pembangunan jaringan jalan di pusat-pusat produksi serta jalan yang menghubungkan pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran. Oleh karena itu pengadaan jalan sangat penting dilakukan untuk menunjang pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dan perekonomian.

Sistem Jaringan Jalan

Dalam Peraturan Pemerintah (Nomor 34 Tahun 2006) tentang Jalan, menyebutkan bahwa jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas. Bangunan pelengkap jalan adalah bangunan yang tidak bisa dipisahkan dari jalan, antara lain: jembatan, ponton, lintas atas (overpass), lintas bawah (underpass), tempat parkir, gorong-gorong, tembok penahan, saluran air, dan sebagainya. Perlengkapan jalan adalah rambu-rambu, marka jalan, pagar pengaman lalu-lintas, lampu jalan, dan lain-lain. Menurut Adisasmita (2011), jalan diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan status kewenangannya, yaitu:

(25)

1. Sistem Jaringan Jalan Primer, yaitu jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan primer ini terdiri atas: (i). Jalan arteri primer, yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu (pusat kegiatan nasional) dengan kota jenjang kesatu yang berdampingan atau ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua (pusat kegiatan wilayah).

(ii). Jalan kolektor primer, yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua lainnya atau yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga (pusat kegiatan lokal).

(iii). Jalan lokal primer, yaitu ruas jalan yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya atau yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang yang ada di bawah pengaruhnya (pusat kegiatan lokal pedesaan).

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder, yaitu jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Sistem jaringan jalan sekunder ini terdiri atas :

(i). Jalan arteri sekunder, yaitu ruas jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, antar kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

(ii). Jalan kolektor sekunder, yaitu ruas jalan yang menghubungkan antar kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

(iii). Jalan lokal sekunder, yaitu ruas jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan-kawasan sekunder kedua dengan perumahan, atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

b). Klasifikasi jalan berdasarkan status kewenangan, terdiri atas :

1. Jalan Nasional, yaitu ruas jalan yang karena tingkat kepentingan dan kewenangan pembinaannya berada pada pemerintah pusat. Ruas jalan yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah :

(i). Jalan arteri primer

(ii). Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi (iii). Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan

nasional.

2. Jalan Propinsi, yaitu ruas jalan yang berdasarkan tingkat kepentingan dan kewenangan pembinaannya diserahkan pada Pemerintah Daerah Propinsi. Ruas jalan yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah :

(i). Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten, propinsi dengan ibukota kabupaten/kota.

(ii). Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi kepentingan propinsi.

(26)

3. Jalan Kota/Kabupaten, yaitu ruas jalan yang berdasarkan tingkat kepentingan dan kewenangan pembinaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Ruas jalan yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah :

(i). Jalan kolektor primer yang tidak masuk ke dalam baik jalan nasional maupun jalan propinsi.

(ii). Jalan lokal primer.

(iii). Jalan sekunder yang tidak masuk ke dalam baik jalan nasional maupun jalan propinsi.

(iv). Jalan sekunder yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan Pusat Kegiatan Lokal (PKL), atau antar PKL.

(v). Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi kepentingan kabupaten/kota.

(vi). Jalan khusus, yaitu jalan yang berdasarkan tingkat kepentingannya bersifat khusus, maka kewenangannya diserahkan kepada instansi/badan hukum/perseorangan yang membangun dan mengelola jalan tersebut.

4. Jalan Desa, yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan yang wewenangnya diserahkan kepada pemerintah desa.

Pengembangan Wilayah

Pada hakekatnya pengembangan (development) dapat diartikan sebagai upaya untuk memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stakeholders (masyarakat, pemerintah, pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah tersebut dengan instrumen yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi (Hotrin 2011).

Rustiadi et al. (2011) menyatakan bahwa tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan.

(27)

Pembangunan jaringan infrastruktur wilayah harus menunjang dan mendorong pembangunan wilayah, maka harus direncanakan secara tepat dan menjangkau ke seluruh bagian wilayah. Untuk itu harus diketahui tentang potensi, kondisi dan karakteristik wilayahnya, yang dilakukan melalui kegiatan identifikasi data penduduk dan berbagai kegiatan sektoral serta distribusinya secara spasial serta data ketataruangan, yang diperkuat lagi tentang struktur dasar pengembangan wilayah yang menjelaskan tentang susunan pusat-pusat secara hierarkis yang dihubungkan oleh jaringan infrastruktur transportasi (Oktavianaet al.2011).

Menurut Rustian dalam Septiana dan Hendarto (2012), transportasi mempunyai peran yang sangat penting bagi berkembangnya suatu kota karena dinilai sebagai pendukung kegiatan ekonomi suatu kota yang berfungsi menyediakan jasa pelayanan bagi pergerakan manusia maupun barang/jasa untuk sampai pada lokasi pemasarannya.

Teori Kutub Pertumbuhan

Teori kutub pertumbuhan yang dikembangkan oleh Francois Perraoux seorang ahli ekonomi Perancis berpendapat bahwa fakta dasar dari perkembangan spasial, sebagaimana halnya dengan perkembangan industri, adalah bahwa pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara serentak, pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah dan perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam dan dengan efek yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian (Adisasmita 2005).

Menurut Tarigan (2007), suatu wilayah atau kawasan dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan apabila memenuhi kriteria sebagai pusat pertumbuhan baik secara fungsional maupun secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan lokasi dengan fasilitas dan kemudahan yang mampu menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) serta menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi dan masyarakat pun memanfaatkan fasilitas yang ada di lokasi tersebut, sehingga wilayah sebagai pusat pertumbuhan pada dasarnya harus mampu mencirikan antara lain: hubungan internal dari berbagai kegiatan atau adanya keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya, keberadaan sektor-sektor yang saling terkait menciptakan efek pengganda yang mampu mendorong pertumbuhan daerah belakangnya, adanya konsentrasi geografis berbagai sektor atau fasilitas yang menciptakan efisiensi, serta terdapat hubungan yang harmonis antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya.

Dalam penerapannya, teori kutub pertumbuhan digunakan sebagai alat kebijakan dalam perencanaan pembangunan daerah. Banyak negara telah menerima konsep kutub pertumbuhan sebagai alat transformasi ekonomi dan sosial pada skala regional (Rustiadiet al.2011).

Teori Sistem Lokasi Pusat

(28)

terhadap penyebaran permukiman, desa, dan kota-kota yang berbeda-beda ukuran luasnya di Jerman Selatan. Penyebaran tersebut kadang bergerombol atau berkelompok, kadang juga terpisah jauh antara satu dengan yang lainnya. Menurut Christaller dalamJayadinata (1999), pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terjadi secara jelas di wilayah yang mempunyai syarat: (1) topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan, (2) kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batubara.

Menurut proses yang sama, jika perkembangan wilayah meningkat akan berkembang hierarki jenjang ketiga, yaitu salah satu kampung akan tumbuh menjadi kota yang dikelilingi oleh enam kampung yang dilayaninya. Pada hierarki jenjang keempat terdapat kota besar yang dikelilingi oleh enam kota yang dilayaninya. Karena perkembangan tersebut, dapat dikatakan bahwa kota-kota umumnya timbul sebagai akibat perkembangan potensi wilayah (alam dan manusia), dan kemudian kota sebagai pusat pelayanan berperan dalam mengembangkan wilayah.

Sementara itu, ide dasar yang dikemukakan oleh Losch (1954) adalah bahwa ukuran relatif wilayah pemasaran suatu perusahaan, digambarkan sebagai tempat penjualan produk perusahaan dipengaruhi oleh biaya-biaya transportasi dan skala ekonomi. Jika pengaruh skala ekonomi relatif lebih besar dari biaya transportasi maka seluruh produksi akan terkumpul pada satu tempat. Jika pengaruh biaya transportasi relatif lebih besar dari skala ekonomi maka perusahaan akan menyebar ke seluruh wilayah.

Tarigan (2005) menyatakan pembagian hierarki pusat-pusat pelayanan di suatu wilayah sering tidak merata sehingga mengakibatkan ketidakmerataan di dalam pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, kadang akses untuk mencapai pusat pelayanan sulit, sehingga mengakibatkan wilayah belakang (hinterland) menjadi terbelakang karena tidak ditunjang dengan jumlah fasilitas yang memadai untuk dapat meningkatkan produktivitasnya maupun pelayanannya kepada masyarakat.

Lebih jauh Tarigan (2005) mengatakan untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan suatu usaha untuk meningkatkan peran pusat-pusat pelayanan, termasuk dengan meningkatkan akses kemudahan pencapaian dari wilayah belakang menuju pusat pelayanan yang terdekat. Dalam sistem pelayanan yang baik harus memiliki keseimbangan antara pola kebutuhan dan jasa pelayanan sehingga dalam peningkatan kebutuhan akan diikuti dengan jasa pelayanan yang semakin besar. Apabila jumlah penduduk di suatu wilayah dengan satu pusat telah melebihi ambang batas dan terus meningkat hingga mencapai jumlah tertentu, kemungkinan penduduk yang berada jauh dari pusat telah melebihi jarak ekonomi, sehingga mereka akan mencari pelayanan di pusat-pusat lainnya yang terdekat.

Menurut Hotrin (2011), dalam melakukan strategi pengembangan wilayah di pusat-pusat pelayanan memiliki beberapa keuntungan, antara lain :

(29)

b) Adanya perkembangan pusat-pusat pelayanan hingga ke wilayah belakang (hinterland) melalui akses pencapaian yang memadai untuk mengatasi kesenjangan wilayah.

c) Terselenggaranya pengembangan antara kota dan desa dengan baik karena saling menguntungkan.

Fisher dan RushtondalamRezeki (2007) menyatakan bahwa jaringan pusat-pusat pelayanan yang memiliki hierarki akan menguntungkan penduduk di sekitar pusat tersebut karena:

a) Membuat efisiensi bagi konsumen karena pemenuhan terhadap kebutuhan yang berbeda-beda akan didapatkan dengan sekali bepergian keluar dari desa. b) Mengurangi jumlah transportasi yang dibutuhkan untuk melayani pergerakan

antar desa karena masyarakat sudah mengenal berbagai cara alternatif terhadap jalur hubungan sehingga jalur yang paling penting dan kemampuan pemenuhan kebutuhan fasilitas transportasi yang terbatas dapat dimanfaatkan secara optimal.

c) Mengurangi panjang jalan yang harus ditingkatkan karena sudah diketahui jalur yang paling penting bagi setiap desa sehingga dapat ditentukan prioritas dalam pengembangan jalan.

d) Mengurangi biaya untuk penyediaan berbagai kebutuhan pelayanan bagi fasilitas-fasilitas yang ada, karena biaya tersebut ditanggung secara bersama-sama.

e) Pengawasan lebih efektif dan ekonomis karena berbagai aktivitas bergabung menjadi satu di pusat pelayanan.

f) Memudahkan adanya pertukaran informasi antar berbagai aktivitas yang saling berhubungan.

g) Lokasi-lokasi dengan keunggulan lokasi sumberdaya akan berkembang secara spontan sebagai respon terhadap kebutuhan di wilayah belakangnya (hinterland).

Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa wilayah dalam perkembanganya memiliki pusat dan subpusat sebagai wilayah pengaruhnya. Pusat dapat diartikan sebagai kota yang menjadi pusat pelayanan dan terkonsentrasinya kegiatan. Besarnya wilayah kota dipengaruhi oleh jarak pelayanan bagi penduduknya, sehingga dalam satu pusat dapat memberikan pelayanan maksimalnya. Penduduk yang belum menerima pelayanan, akan dilayani oleh pusat lainnya sehingga hubungan antar pusat tersebut akan membentuk pola heksagonal dimana masing-masing wilayah pengaruh memiliki pusat sendiri.

Lebih jauh Hotrin (2011), menyatakan bahwa pembangunan jaringan jalan dalam hubungannya dengan pengembangan wilayah dapat dilihat berdasarkan indikator:

1. Kelancaran aksesibilitas antar daerah, dimana dengan pembangunan dan penanganan jaringan jalan maka aksesibilitas antar daerah akan semakin lancar.

2. Peningkatan hubungan antar daerah, dengan kelancaran aksesibilitas maka hubungan antar daerah juga akan semakin berkembang.

(30)

4. Penghematan waktu tempuh, kondisi jalan yang lancar akan menghemat waktu tempuh, yang kemudian akan mengurangi biaya transportasi hasil-hasil produksi, khususnya produksi pertanian.

Konsep Wilayah Nodal

Rustiadi et al. (2011) menggambarkan konsep wilayah nodal sebagai suatu sel hidup yang mempunyai inti dan plasma, dimana inti merupakan pusat-pusat pelayanan dan atau pemukiman, sedangkan plasma merupakan daerah belakang/hinterlandyang mempunyai sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Konsep wilayah nodal lebih berfokus pada peran pengendalian / pengaruh pusat serta hubungan ketergantungan pusat dan elemen-elemen sekelilingnya.

Lebih jauh Rustiadi et al. (2011) menjelaskan pusat wilayah berfungsi sebagai: (1) tempat terkonsentrasinya penduduk (pemukiman); (2) pusat pelayanan terhadap daerah hinterland; (3) pasar bagi komoditas pertanian maupun industri; (4) lokasi pemusatan industri manufaktur. Sementarahinterlandberfungsi sebagai: (1) pemasok bahan-bahan mentah dan atau bahan baku; (2) pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi dancommuting(menglaju); (3) daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur; (4) penjaga keseimbangan ekologis. Secara operasional, pusat-pusat wilayah mempunyai hirarki yang ditentukan oleh kapasitas pelayanannya, yaitu kapasitas sumberdaya suatu wilayah yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Kapasitas sumberdaya buatan meliputi kapasitas pelayanan infrastuktur wilayah yang dapat diukur dari: (1) jumlah sarana pelayanan; (2) jumlah jenis sarana pelayanan yang ada; (3) kualitas sarana pelayanan. Semakin banyak jumlah dan jumlah jenis sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial ekonomi mencerminkan kapasitas pusat wilayah yang tinggi, yang berarti juga menunjukkan hirarki pusat yang tinggi. Pusat-pusat yang berhirarki tinggi melayani pusat-pusat dengan hirarki yang lebih rendah disamping juga melayanihinterlanddi sekitarnya.

(31)

3 METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Tersedianya jaringan prasarana transportasi yang menghubungkan ke seluruh kota dan pusat produksi di seluruh wilayah memberikan kesempatan dan mendorong pengembangan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat lebih dipacu peningkatannya bila didukung oleh pelayanan transportasi yang lancar, berkapasitas, dan tersedia ke seluruh wilayah.

Untuk mencapai hal yang dimaksud, perencanaan pembangunan membutuhkan dukungan dilakukannya perencanaan sektor transportasi yang salah satu aspeknya adalah perencanaan jaringan transportasi. Perencanaan jaringan transportasi meliputi banyak jalan yang membentuk sistem jaringan prasarana jalan yang menjangkau ke seluruh kota dan pusat produksi yang tersebar di seluruh wilayah. Perencanaan jaringan jalan harus didasarkan pada distribusi penduduk dan kegiatan sektor di berbagai wilayah, serta rencana pemanfaatan ruang wilayah. Jaringan jalan dapat disusun secara sederhana yaitu menghubungkan pusat besar dengan pusat-pusat sedang, dan selanjutnya antara pusat sedang dengan pusat-pusat kecil.

Kabupaten Tana Toraja dengan indeks mobilitas yang telah melampaui standar pelayanan minimal bidang pekerjaan umum dan penataan ruang sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.14/PRT/M/2010, hendaknya lebih memfokuskan pelayanan transportasi jalan melalui peningkatan jaringan jalan yang telah ada, bukan dengan membangun jaringan jalan yang baru.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jaringan jalan yang dapat diprioritaskan penanganannya untuk pengembangan wilayah di Kabupaten Tana Toraja dengan melihat dari tiga sisi yaitu potensi wilayah sebagai fakta yang ada, persepsi/keinginanstakeholder, dan kebijakan/peraturan pemerintah yang berlaku dalam hal ini yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. Secara diagramatis, kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(32)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Tana Toraja meliputi 19 Kecamatan yang secara geografis terletak di bagian Utara Propinsi Sulawesi Selatan yaitu antara 2° - 3° Lintang Selatan dan 119° - 120° Bujur Timur, dengan luas wilayah tercatat 2.054,30 km2. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan Oktober 2013.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan bahan/data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapang (wawancara), penyebaran kuesioner, observasi dan dokumentasi. Data sekunder diperoleh melalui metode riset pustaka dan dari data-data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait antara lain BPS Kab. Tana Toraja, Bapedda Kab. Tana Toraja, Dinas Perhubungan Kab. Tana Toraja, Dinas Pekerjaan Umum Kab. Tana Toraja, serta Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Tana Toraja. Untuk lebih jelasnya data yang digunakan dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis Data yang Digunakan dan Sumber Data

No Jenis Data Sumber

1. Data Primer

1. Wawancara Stakeholder

2. Kuisioner Stakeholder

2. Data Sekunder

1. Data Ruas Jalan Kabupaten Dinas PU Kab. Tana Toraja 2. Data Jumlah Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS)

Kab. Tana Toraja

6. RTRW Kab. Tana Toraja Bappeda Kab. Tana Toraja 7. Data Jumlah Kendaraan Angkutan Umum

8. Data Anggaran Penanganan Jalan

Dinas Perhubungan Kab. Tana Toraja

DPPKAD Kab. Tana Toraja

(33)

Adapun alat yang digunakan berupa seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunakArcGIS 9.3,Microsoft Word, danMicrosoft Excell. Serta peralatan penunjang berupa printer, kamera digital,tape recorder, dan peralatan menulis.

Analisis dan Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan baik berupa data primer dan sekunder kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Adapun metode analisis data yang digunakan yaitu:

Analisis Deskriptif

Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole 1992). Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan, yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran.

Pada penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk mengungkapkan atau menggambarkan mengenai keadaan atau fakta-fakta yang akurat dari obyek yang diamati, yaitu: data ruas jalan kabupaten, data potensi sumberdaya alam (tanaman pangan dan pariwisata), data potensi sumberdaya manusia (kepadatan penduduk), dan data-data dalam RTRW kabupaten yang disesuaikan dengan teori atau dalil yang berlaku dan diakui.

Analisis Skalogram

Suatu wilayah yang berkembang secara ekonomi dicirikan oleh jumlah ketersediaan sarana dan prasarana serta tingkat aksesibilitas masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada. Salah satu cara untuk mengukur hirarki wilayah adalah dengan analisis skalogram. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki ranking tertinggi adalah lokasi yang menjadi pusat layanan. Berdasarkan analisis ini, dapat ditentukan prioritas infrastruktur jaringan jalan di setiap unit wilayah yang dianalisis dan tingkat perkembangan wilayahnya.

Data yang digunakan dalam analisis skalogram meliputi data umum wilayah, aksesibilitas ke pusat layanan, keadaan perekonomian wilayah yang ditunjukkan oleh aktifitas masyarakat yang ada di wilayah tersebut, dan data tentang fasilitas umum yang meliputi data jumlah fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, komunikasi, dan data penunjang lainnya.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel-variabel yang telah dimodifikasi dengan mempertimbangkan tujuan penelitian yang berkaitan dengan perencanaan prioritas jaringan jalan. Variabel yang digunakan dalam analisis skalogram ini disajikan dalam Tabel 2.

Selanjutnya terhadap masing-masing data atau variabel dilakukan pembobotan dan standarisasi. Secara terinci, prosedur kerja penyusunan hirarki wilayah menggunakan Skalogram berbobot adalah sebagai berikut :

(34)

Tabel 2 Variabel untuk Analisis Skalogram

No. Variabel

1. Jumlah Penduduk 2. Luas Kecamatan

3. Jarak dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten 4. Jumlah TK 10. Jumlah Rumah Sakit Umum 11. Jumlah Rumah Sakit Bersalin

12. Jumlah Puskesmas Pembantu (Pustu) 13. Jumlah Posyandu

14. Jumlah Pondok Bersalin Desa (Polindes) 15. Jumlah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) 16. Jumlah Puskesmas

17. Jumlah Tempat Praktek Dokter 18. Jumlah Apotek

19. Jumlah Terminal Penumpang Kendaraan Bermotor Roda 4 atau lebih 20. Jumlah Kios Sarana Produksi Pertanian

21. Jumlah Industri UKM

22. Jumlah Supermaket / pasar swalayan / toserba / minimarket 23. Jumlah Restoran / Rumah Makan

24. Jumlah Toko / Warung Kelontong 25. Jumlah Kedai Makanan

26. Jumlah Hotel 27. Jumlah Wisma

28. Jumlah Bank Umum (Kantor Pusat / Cabang / Capem) 29. Jumlah Bank Perkreditan Rakyat

30. Jumlah Koperasi Aktif 31. Jumlah Pasar

32. Jumlah Lapangan Olahraga (Sepak bola, Bulutangkis, Tenis, Volley) 33. Jumlah Sarana Ibadah

34. Jumlah Obyek Wisata

b. Memisahkan antara data jarak dengan data jumlah fasilitas, hal ini karena antara data jarak dengan jumlah fasilitas bersifat berbanding terbalik.

(35)

Selanjutnya data fasilitas diubah menjadi data kapasitas dengan cara jumlah fasilitasjdi wilayahidibagi dengan jumlah penduduk di wilayahi.

d. Pembobotan dilakukan terhadap data kapasitas dengan cara data kapasitas j dibagi dengan bobot fasilitasj, dimana bobot fasilitasj= jumlah total kapasitas jdibagi dengan jumlah wilayah yang memiliki fasilitasj.

e. Standarisasi data dilakukan terhadap variabel-variabel baru dari data jarak dan fasilitas (berbobot) dengan menggunakan persamaan :

= −

dimana :

= variabel baru untuk wilayah ke-idan jenis fasilitas atau jarak ke-j. = jumlah sarana untuk wilayah ke-idan jenis sarana atau jarak ke-j. = nilai minimum untuk jenis sarana atau jarak ke-j.

= simpangan baku untuk jenis sarana atau jarak ke-j.

f. Indeks Perkembangan Kecamatan / Desa (IPK / IPD) ditentukan dengan cara menghitung jumlah hasil standarisasi sarana dan aksesibilitas pada suatu wilayah. Kemudian nilai IPK / IPD diurutkan nilainya dari yang terbesar sampai terkecil untuk ditentukan kelas hirarkinya.

g. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), hirarki III (rendah). Penentuan kelas hirarki didasarkan pada nilai standar deviasi (Stdev) IPK / IPD dan nilai rataannya, seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penentuan Nilai Selang Kelas Hirarki

No. Kelas Nilai Selang Tingkat Hirarki

1. Hirarki I IPD > (rataan + Stdev) Tinggi 2. Hirarki II Rataan < IPD < Stdev Sedang

3. Hirarki III IPD < rataan Rendah

Beberapa keunggulan dari penggunaan metode analisis ini yaitu antara lain: (1) Memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk dan tersedianya fasilitas pelayanan; (2) Secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah; (3) Membandingkan pemukiman-pemukiman dan wilayah-wilayah berdasarkan ketersediaan fasilitas pelayanan; (4) Memperlihatkan hirarki pemukiman/wilayah; (5) Secara potensial dapat digunakan untuk merancang fasilitas baru dan memantaunya (Budiharsono 2001).

Analytical Hierarchy Process(AHP)

(36)

mendasar, ada tiga langkah dalam pengambilan keputusan dengan PHA, yaitu: membangun hirarki, penilaian, dan sintesis prioritas (Gambar 2).

Gambar 2 Cakupan Model Proses Hirarki Analitik

Pembentukan Hirarki Struktural

Langkah ini bertujuan memecah suatu masalah yang kompleks disusun menjadi suatu bentuk hirarki. Suatu struktur hirarki sendiri terdiri dari elemen-lemen yang dikelompokan dalam tingkatan-tingkatan (level). Dimulai dari suatu sasaran pada tingkatan puncak, selanjutnya dibangun tingkatan yang lebih rendah yang mencakup kriteria, subkriteria dan seterusnya sampai pada tingkatan yang paling rendah. Sasaran atau keseluruhan tujuan keputusan merupakan puncak dari tingkat hirarki. Kriteria dan subkriteria yang menunjang sasaran berada di tingkatan tengah. Alternatif atau pilihan yang hendak dipilih berada pada level paling bawah dari struktur hirarki yang ada.

Menurut Saaty (2000), suatu struktur hirarki dapat dibentuk dengan menggunakan kombinasi antara ide, pengalaman dan pandangan orang lain. Karenanya, tidak ada suatu kumpulan prosedur baku yang berlaku secara umum dan absolut untuk pembentukan hirarki. Struktur hirarki tergantung pada kondisi dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi serta detail penyelesaian yang dikehendaki. Karenanya struktur hirarki kemungkinan berbeda antara satu kasus dengan kasus yang lainnya.

Dalam penelitian ini, struktur hirarki yang digunakan terdiri atas 3 tingkatan, dimana pada tingkat 1 merupakan tujuan analisis, yaitu untuk menentukan skala prioritas penanganan jaringan jalan berdasarkan faktor-faktor pada tingkatan di bawahnya. Pada tingkat 2 merupakan kriteria yang terdiri atas faktor aksesibilitas dan faktor potensi wilayah. Pada tingkat 3 merupakan subkriteria dari tingkat 2 yang masing-masing terdiri atas: (i) untuk kriteria aksesibilitas terdiri atas faktor kondisi jalan, penghematan waktu tempuh, dan volume lalu lintas; (ii) untuk kriteria potensi wilayah terdiri atas faktor obyek wisata, pusat pemerintahan, pusat perdagangan (pasar), pusat pertanian, dan padat penduduk.

Penilaian Kriteria

Apabila hirarki telah terbentuk, langkah selanjutnya adalah menentukan penilaian prioritas elemen-elemen pada tiap level. Untuk itu dibutuhkan suatu matriks perbandingan yang berisi tentang kondisi tiap elemen yang digambarkan dalam bentuk kuantitaif berupa angka-angka yang menunjukan skala penilaian (1 9). Tiap angka skala mempunyai arti tersendiri seperti yang ditunjukan dalam Tabel 4. Penentuan nilai bagi tiap elemen dengan menggunakan angka skala bisa sangat

Analytic Hierarchy Process

Pembentukan

(37)

subyektif, tergantung pada pengambil keputusan. Karena itu, penilaian tiap elemen hendaknya dilakukan oleh para ahli atau orang yang berpengalaman terhadap masalah yang ditinjau sehingga mengurangi tingkat subyektifitasnya dan meningkatkan unsur obyektifitasnya.

Tabel 4 Skala Dasar Tingkat Kepentingan Bobot/Tingkat

Kepentingan Pengertian Penjelasan

1 Sama penting Dua faktor memiliki pengaruh yang sama terhadap sasaran

3 Sedikit lebih penting

Salah satu faktor sedikit lebih

berpengaruh dibanding faktor lainnya 5 Lebih penting Salah satu faktor lebih berpengaruh

dibanding faktor lainnya

7 Sangat lebih

penting

Salah satu faktor sangat lebih

berpengaruh dibanding faktor lainnya

9 Jauh lebih

penting

Salah satu faktor jauh lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya

Perbandingan antar pasangan elemen membentuk suatu matriks perankingan relatif untuk tiap elemen pada tiap level dalam hirarki. Jumlah matriks akan tergantung pada jumlah tingkatan pada hirarki. Ukuran matriks tergantung pada jumlah elemen pada level bersangkutan. Setelah semua matriks terbentuk dan semua perbandingan tiap pasangan elemen didapat, selanjutnya dapat dihitung matriks eigen (eigenvector), pembobotan, dan nilai eigen maksimum.

Nilai eigen maksimum merupakan nilai parameter validasi yang sangat penting dalam teori PHA. Nilai ini digunakan sebagai indeks acuan (reference index) untuk memayar (screening) informasi melalui perhitungan rasio konsistensi (Consistency Ratio (CR)) dari matriks estimasi dengan tujuan untuk memvalidasi apakah matriks perbandingan telah memadai dalam memberikan penilaian secara konsisten atau belum (Saaty 2000).

Nilai rasio konsistensi (CR) sendiri dihitung dengan urutan sebagai berikut: 1) Vektor eigen dan nilai eigen maksimum dihitung pada tiap matriks pada tiap

level hirarki

2) Selanjutnya dihitung indeks konsistensi untuk tiap matriks pada tiap level hirarki dengan menggunakan rumus: CI = (emaks n) / (n 1)

3) Nilai rasio konsistensi (CR) selanjutnya dihitung dengan rumus: CR = CI/RI, dimana RI merupakan indeks konsistensi acak yang didapat dari simulasi dan nilainya tergantung pada orde matriks. Tabel 5 menampilkan nilai RI untuk berbagai ukuran matriks dari orde 1 sampai 10.

(38)

0,08 dan untuk matriks ukuran besar, nilai CR = 0,1 (Saaty, 2000). Jika nilai CR lebih rendah atau sama dengan nilai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penilaian dalam matriks cukup dapat diterima atau matriks memiliki konsistensi yang baik. Sebaliknya jika CR lebih besar dari nilai yang dapat diterima, maka dikatakan evaluasi dalam matriks kurang konsisten dan karenanya proses PHA perlu diulang kembali. Nilai CR berdasarkan ukuran matriks ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 5 Indeks Konsistensi Acak Berdasarkan Orde Matriks Orde

Tabel 6 Nilai Rentang Penerimaan Bagi CR Ukuran Matriks Rasio Konsistensi (CR)

3 x 3 0,03

4 x 4 0,08

> 4 x 4 0,1

Sumber : Saaty (2000)

Tahapan Analisis Data

Untuk mendapatkan prioritas jaringan jalan berdasarkan persepsistakeholder, maka dilakukan dengan metode AHP, sehingga akan diperoleh ranking (urutan) prioritas perencanaan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja. Adapun tahapan analisisnya adalah sebagai berikut:

1. Persiapan data yaitu pengumpulan data primer, kemudian dianalisis sehingga dapat menentukan kriteria dan sub kriteria dari model hirarki dengan tujuan (fokus) adalah penentuan prioritas perencanaan jaringan jalan di Kabupaten Tana Toraja yang berguna untuk mengetahui urutan-urutan data yang akan dinilai. Tahapan ini merupakan tahapan Pembentukan Hirarki.

(39)

3. Selanjutnya adalah membuat matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparation matrix) untuk seluruh kriteria dan sub-kriteria dengan angka-angka yang telah didapat dari data responden. Di dalam proses matriks perbandingan berpasangan dinilai tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Tahapan ini merupakan tahapan Penilaian Kriteria.

4. Langkah berikutnya adalah melakukan proses sintesa, dimana setiap matriks perbandingan berpasangan untuk setiap tingkat dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority dan akhirnya didapatkan persentase prioritas menyeluruh. Tahapan ini merupakan tahapan Sintesis Prioritas.

5. Selanjutnya adalah uji konsistensi yaitu hasil dari setiap local priorityuntuk setiap kriteria dan sub-kriteria diuji dengan cara sebagai berikut:

a. Mengalikan matriks perbandingan berpasangan dengan vektor preferensi (local priority) untuk setiap kriteria dan sub kriteria sehingga diperoleh suatu matriks kolom.

b. Kemudian mencari max yaitu dari pembagian hasil matriks kolom dengan matriks kolomlocal priorityuntuk setiap kriteria dan sub kriteria lalu dijumlahkan dan dicari rata-ratanya.

c. Kemudian mencari Indeks Konsistensi (Consistency index, CI) yang dihitung dengan rumus seperti berikut:

CI =

dimana n = jumlah item yang dibandingkan.

d. Kemudian mencariConsistency Ratio (CR)dengan rumus: CR =

dimana RI = indeks konsistensi dari matriks komparasi pasangan yangdegeneratesecara acak.

CR = harganya tidak boleh lebih dari 10 %, jika perlu maka matriksnya harus direvisi.

6. Langkah selanjutnya adalah mengelompokkan prioritas-prioritas jaringan jalan yang berkenaan dengan setiap kriteria dan sub-kriteria prioritas tertinggi.

Sintesis Logika

Menurut Kattsoff (1989) bahwa sintesis logika adalah kegiatan berpikir logis yang melakukan penggabungan semua pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun suatu pandangan atau konsep. Sementara sintesis sendiri merupakan kombinasi bagian/elemen untuk menghasilkan pandangan yang lebih lengkap/sempurna.

Dalam penelitian ini, metode ini digunakan untuk mengambil keputusan berdasarkan logika dari hasil ketiga analisis sebelumnya, yaitu analisis deskriptif, analisis skalogram, dan AHP. Dengan menggunakan beberapa kriteria berdasarkan pendekatan yang diperoleh dari ketiga hasil analisis tersebut, maka ditentukan jaringan jalan yang menjadi prioritas untuk pengembangan wilayah di Kabupaten Tana Toraja. Kriteria yang ditetapkan adalah sebagai berikut: (i) Ruas jalan yang umumnya dilalui oleh trayek angkutan umum; (ii) Ruas jalan yang memiliki

max- n n - 1

CI

(40)

klasifikasi fungsi yang lebih tinggi; (iii) Ruas jalan yang direncanakan dalam RTRW kabupaten.

Gambar 3 menunjukkan kriteria-kriteria yang digunakan dan faktor-faktornya dalam memilih jaringan jalan prioritas, dimana untuk kriteria (i) terdiri atas faktor: kepadatan penduduk, potensi pertanian, dan potensi obyek wisata, untuk kriteria (ii) terdiri atas faktor: pusat administrasi pemerintahan (ibukota kecamatan), dan hirarki wilayah, untuk kriteria (iii) terdiri atas faktor: kebijakan pemerintah dan persepsistakeholder.

Gambar 3 Sintesis Prioritas Jaringan Jalan

Dalam mengambil keputusan untuk menentukan jaringan jalan prioritas, maka kriteria ruas jalan yang dilalui oleh trayek angkutan umum menjadi mutlak. Artinya setiap ruas jalan yang dilalui trayek angkutan umum harus terpilih untuk menjadi jaringan jalan prioritas. Hal ini disebabkan karena ruas yang menjadi trayek angkutan umum mencerminkan daerah/wilayah yang dihubungkan memiliki potensi yang besar baik dalam hal kepadatan penduduk, potensi pertanian, dan potensi wisata.

Di samping kriteria ruas jalan yang dilalui oleh trayek angkutan umum, pengambilan keputusan untuk menentukan jaringan jalan prioritas juga berdasarkan terpenuhinya atau mewakili minimal 5 faktor dari 7 faktor yang ada, yaitu: kepadatan penduduk, potensi pertanian, potensi wisata, pusat administrasi pemerintahan, hirarki wilayah, persepsi stakeholder, dan kebijakan pemerintah. Jika memenuhi atau dapat mewakili minimal 5 faktor yang ada, maka ruas jalan tersebut dapat diprioritaskan penanganannya.

Sementara untuk ruas jalan yang diprioritaskan penanganannya namun bukan merupakan jalur angkutan umum atau tidak memenuhi minimal 5 faktor yang ada, adalah karena pertimbangan untuk menciptakan satu kesatuan jaringan jalan yang

(41)

terpadu dan saling terkoneksi. Sebaliknya, jika memenuhi minimal 5 faktor yang ada namun tidak diprioritaskan penanganannya, karena pertimbangan bahwa telah ada ruas jalan lain yang menjadi prioritas dalam wilayah itu untuk mengefisienkan biaya penanganan.

Metodologi penelitian ini dirangkum dalam suatu matriks analisis penelitian seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 7. Secara skematis, diagram alir penelitian ini digambarkan dalam Gambar 4.

Tabel 7 Matriks Analisis Penelitian

No. Tujuan Jenis Data Teknik Analisis

Data Hasil

(42)

23

Data Ruas Jalan Data

Podes

Data Potensi Pertanian, Wisata dan

Kepadatan Penduduk

Data

RTRW KuisionerData

Analisis Deskriptif

AHP Analisis

Skalogram

Jaringan jalan yang menjadi prioritas penanganan untuk pengembangan wilayah di Kabupaten Tana Toraja

Sintesis Logika

Selesai

(43)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kondisi Geografis

Kabupaten Tana Toraja dengan ibukota Makale terletak antara 119022 14,3 12002 37,6 Bujur Timur dan 2044 21,3 3023 23,5 Lintang Selatan di bagian Utara Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas administratif wilayahnya sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan KabupatenToraja Utara.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Mamasa Propinsi Sulawesi Barat.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu.

Jarak ibukota Kabupaten Tana Toraja dengan kota Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, mencapai ± 329 km yang melalui beberapa kabupaten, yaitu: Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidrap, Kota Pare-pare, Kabupaten Barru, Kabupaten Pangkep, dan Kabupaten Maros.

Gambar 5 Peta Wilayah Administrasi Kecamatan

(44)

data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tana Toraja (2012), Kecamatan Bonggakaradeng dan Kecamatan Malimbong Balepe merupakan kecamatan yang memiliki wilayah terluas dengan masing-masing ± 10% dari luas wilayah Kabupaten Tana Toraja secara keseluruhan. Jumlah desa dan luas masing-masing kecamatan di wilayah Kabupaten Tana Toraja lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Luas Kecamatan dan Jumlah Desa di Kabupaten Tana Toraja Tahun 2011

No. Kecamatan Jumlah

Desa

Luas

(Km2) %

1. Bonggakaradeng 6 206,76 10,06

2. Simbuang 6 194,82 9,48

3. Rano 5 89,43 4,35

4. Mappak 6 166,02 8,08

5. Mengkendek 17 196,74 9,58

6. Gandangbatu Sillanan 12 108,63 5,29

7. Sangalla 5 36,24 1,76

8. Sangalla Selatan 5 47,80 2,33

9. Sangalla Utara 6 27,96 1,36

10. Makale 15 39,75 1,93

11. Makale Selatan 8 61,70 3,00

12. Makale Utara 5 26,08 1,27

13. Saluputti 9 87,54 4,26

14. Bittuang 15 163,27 7,95

15. Rembon 13 134,47 6,55

16. Masanda 8 134,77 6,56

17. Malimbong Balepe 6 211,47 10,29

18. Rantetayo 6 60,35 2,94

19. Kurra 6 60,50 2,94

Jumlah 159 2.054,30 100,00

Sumber : BPS (2012)

Dari Tabel 8 terlihat proporsi terluas terdapat pada Kecamatan Malimbong Balepe dan Kecamatan Bonggakaradeng dengan persentase luas 10,29% dan 10,06%. Kecamatan dengan luas wilayah yang terkecil adalah Kecamatan Makale Utara dan Kecamatan Sangala Utara dengan persentase luas berkisar 1,27% dan 1,36%. Kecamatan Makale yang merupakan wilayah ibukota kabupaten memiliki luas sebesar 1,93 % dari luas total wilayah Kabupaten Tana Toraja.

Kondisi Topografi

(45)

dan lahan-lahan sepanjang jalan poros. Kawasan yang mempunyai kemiringan lahan 8-15% tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Tana Toraja, sedangkan kemiringan lahan di atas 40% pada umumnya berada di sebelah barat (Kecamatan Simbuang, Kecamatan Bonggakaradeng, Kecamatan Masanda) dan beberapa Kecamatan lainnya yang merupakan kawasan lindung. Tabel 9 menunjukkan ketinggian rata-rata tiap wilayah kecamatan di atas permukaan laut. Pada Gambar 6 dapat dilihat prosentase luas wilayah terbanyak berada pada ketinggian antara 500

1000 meter di atas permukaan laut.

Tabel 9 Tinggi rata-rata di atas permukaan laut (dpl) menurut Kecamatan di Kabupaten Tana Toraja

No. Kecamatan Tinggi dpl

Gambar 6 Diagram Proporsi Luas Wilayah Kabupaten Tana Toraja terhadap Ketinggian di atas permukaan laut

2.44

Prosentase Luas Wilayah pada ketinggian < 300 m

pada ketinggian 300 m 500 m

pada ketinggian > 500 m 1000 m

pada ketinggian > 1000 m 1500 m

pada ketinggian > 1500 m 2000 m

(46)

Kondisi Demografi

Penduduk Kabupaten Tana Toraja tahun 2011 berjumlah 223.306 jiwa yang tersebar di 19 kecamatan, dimana kecamatan Makale sebagai lokasi ibukota kabupaten memiliki jumlah penduduk yang terbesar yaitu 34.070 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan, yakni masing-masing 113.760 jiwa penduduk laki-laki dan 109.546 jiwa penduduk perempuan. Hal ini juga tercermin pada angka rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100, yaitu 103,85. Ini berarti dari setiap 100 orang perempuan terdapat 103 laki-laki. Tabel 10 menunjukkan luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Tana Toraja.

Tabel 10 Luas wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Luas Penduduk

Kepadatan Penduduk

(Km2) % Jiwa % (jiwa/Km2)

1. Bonggakaradeng 206.76 10.06 6,952 3.11 34

2. Simbuang 194.82 9.48 6,144 2.75 32

3. Rano 89.43 4.35 6,100 2.73 68

4. Mappak 166.02 8.08 5,642 2.53 34

5. Mengkendek 196.74 9.58 27,480 12.31 140

6. Gandasil 108.63 5.29 19,428 8.70 179

7. Sangalla 36.24 1.76 6,666 2.99 184

8. Sangalla Selatan 47.80 2.33 7,435 3.33 156

9. Sangalla Utara 27.96 1.36 7,396 3.31 265

10. Makale 39.75 1.93 34,070 15.26 857

11. Makale Selatan 61.70 3.00 12,518 5.61 203

12. Makale Utara 26.08 1.27 11,881 5.32 456

13. Saluputti 87.54 4.26 7,514 3.36 86

14. Bittuang 163.27 7.95 14,632 6.55 90

15. Rembon 134.47 6.55 18,270 8.18 136

16. Masanda 134.77 6.56 6,238 2.79 46

17. Malimbong Balepe 211.47 10.29 9,015 4.04 43

18. Rantetayo 60.35 2.94 10,733 4.81 178

19. Kurra 60.50 2.95 5,192 2.33 86

Jumlah 2054.3 100.00 223.306 100.00 109

Sumber : BPS (2012)

(47)

Penduduk berperan penting dalam perkembangan suatu kota karena perkembangan penduduk kota baik secara kuantitas maupun kualitas merupakan faktor utama dari eksistensi kota itu sendiri (Septiana dan Hendarto 2012).

Gambar 7 Diagram Kepadatan Penduduk Tahun 2011

Potensi Sumber Daya Alam

Tanaman Pangan

Produksi padi di Kabupaten Tana Toraja tahun 2011 sebesar 110.456 ton yang dipanen dari areal seluas 21.223 ha, atau menghasilkan rata-rata 5,2 ton/ha. Wilayah kecamatan yang memiliki produksi tertinggi adalah kecamatan Mengkendek dengan jumlah produksi mencapai 15.734 ton. Wilayah kecamatan yang paling rendah produksinya adalah kecamatan Mappak dengan total produksi 1.234 ton. Tabel 11 menunjukkan luas panen dan jumlah produksi padi per kecamatan pada tahun 2011. Pada Gambar 8 dapat dilihat jumlah produksi padi untuk masing-masing kecamatan di wilayah Kabupaten Tana Toraja pada tahun 2011.

(48)

Tabel 11 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi per Kecamatan Tahun 2011

No. Kecamatan Luas Panen Produksi Produktivitas

(ha) (ton) (ton/ha)

1 Bonggakaradeng 1,573 7,440 4.73

2 Simbuang 805 3,462 4.30

3 Rano 502 2,334 4.65

4 Mappak 287 1,234 4.30

5 Mengkendek 2,936 15,734 5.36

6 Gandasil 1,227 6,724 5.48

7 Sangalla 1,263 6,694 5.30

8 Sangalla Selatan 1,590 8,443 5.31

9 Sangalla Utara 1,136 5,987 5.27

10 Makale 916 4,690 5.12

11 Makale Selatan 432 2,294 5.31

12 Makale Utara 938 4,943 5.27

13 Saluputti 537 2,900 5.40

14 Bittuang 1,117 5,898 5.28

15 Rembon 1,388 7,315 5.27

16 Masanda 1,237 6,519 5.27

17 Malimbong Balepe 566 2,898 5.12

18 Rantetayo 1,318 7,249 5.50

19 Kurra 1,455 7,698 5.29

Jumlah 21,223 110,456 5.20

Sumber : BPS (2012)

(49)

Tabel 12 Produksi Tanaman Palawija per Kecamatan di Kabupaten Tana Toraja

1 Bonggakaradeng 59,408.8 2,387.5 550.0 123.2 750.4

2 Simbuang 24,354.0 87.5 110.0 9.0

-3 Rano 35,352.8 - - 7.5

-4 Mappak 13,081.5 80.5 33.0 1.0

-5 Mengkendek 6,282.8 850.0 704.0 2.4

-6 Gandasil 8,955.0 96.0 69.0 -

-7 Sangalla 10,995.6 126.5 209.0 6.5

-8 Sangalla Selatan 5,961.6 204.0 132.0 -

-9 Sangalla Utara 5,475.2 69.0 33.0 -

-10 Makale 10,764.6 50.0 55.0 1.8

-11 Makale Selatan 4,136.0 112.5 66.0 19.3

-12 Makale Utara 2,980.8 87.5 33.0 -

-13 Saluputti 10,991.5 12.0 - -

-14 Bittuang 3,248.5 - - -

-15 Rembon 8,491.2 48.0 46.0 6.2

-16 Masanda 10,449.0 - 22.0 -

-17 Malimbong Balepe 4,253.9 312.0 275.0 -

-18 Rantetayo 7,621.9 264.0 207.0 -

-19 Kurra 5,500.0 216.0 143.0 -

-Jumlah 238,304.7 5,003.0 2,687.0 176.8 750.4

Modifikasi Sumber : BPS (2012)

Pada Gambar 9 dapat dilihat peta potensi wilayah secara keseluruhan di Kabupaten Tana Toraja untuk kepadatan penduduk, produksi padi, dan produksi palawija pada masing-masing kecamatan.

Pariwisata

Gambar

Gambar 1 Bagan Kerangka Pikir
Tabel 1 Jenis Data yang Digunakan dan Sumber Data
Tabel 2 Variabel untuk Analisis Skalogram
Tabel 4 Skala Dasar Tingkat Kepentingan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji ANOVA total fenol ekstrak buah takokak berbeda nyata (p&lt;0.05) pada taraf signifikansi 5% terhadap jenis pelarutnya, namun untuk perlakuan buah dan

(Sempat bingung mau kerja apa di rumah. Soalnya ya tau sendiri penghasilan utama dulu ya jadi TKI. Sedikit-dikit yang penting mencukupi kebutuhan

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Fitdiani (2009) yang menyatakan bahwa semakin besar rasio leverage maka semakin

Hasil penelitian dari Aprelina (2011) ekstrak teripang berpotensi sebagai imunostimulator respons imun non spesifik dengan adanya interaksi antara komponen senyawa

Secara spesifik dalam konteks pembangunan ekonomi pedesaan yang masih didominasi oleh sektor pertanian, potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu pertumbuhan

Dan hubungan laju volume akumulasi dengan fraksi sedimen berdasarkan uji korelasi sederhana regresi terakumulasi yaitu positif dan rendah dengan menunjukan nilai R

Hasil menunjukkan bahwa penggunaan kondisi mixed slip dengan daerah slip 65% dari permukaan akan menghasilkan load support yang paling besar dan menghasilkan friction yang

meningkatkan efektivitas promosi yang dilaksanakan oleh BPMP Sumatera Utara adalah Strategi Stabilitas, sedangkan melalui pendekatan matriks SWOT yang terpilih adalah