• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Bentuk dan Metode Penelitian

Penelitian Optimalisasi dan Strategi Pemanfaatan Southern Bluefin Tuna

di Samudera Hindia –Selatan Indonesia diarahkan pada upaya untuk mengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan interprestasi atau analisis. Penelitian seperti ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif, yakni penelitian yang difokuskan untuk memberikan gambaran keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti (Tika, 2005).

Penelitian deskriptif membutuhkan pemanfaatan ataupun menciptakan konsep-konsep ilmiah, sekaligus berfungsi dalam mengadakan suatu spesifikasi mengenai gejala-gejala fisik maupun sosial yang dipersoalkan. Di samping itu, penelitian seperti ini harus mampu merumuskan dengan tepat apa yang ingin diteliti dan teknik penelitian yang akan digunakan dalam menganalisis suatu fenomena.

Umumnya penelitian deskriptif melibatkan suatu kasus sebagai obyek penelitiannya sehingga penelitian seperti ini disebut studi kasus. Pengertian studi kasus sendiri merupakan metode penelitian yang intensif, terintegrasi dan mendalam, sehingga setipa subyek yang diteliti terdiri dari unit atau satu kesatuan unit yang dipandang sebagai kasus. Studi kasus umumnya digunakan dalam rangka studi eksploratif, yakni studi untuk mengembangkan suatu hipotesis dan bukan studi dalam rangka menguji hipotesis (Tika, 2005).

Tujuan digunakannya studi kasus adalah mengembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang diteliti dan berarti studi kasus bersifat penelitian eksploratif. Tujuan dari penelitian eksploratif adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan terlebih dahulu atau mengembangkan hipotesis untuk penelitian selanjutnya. Untuk itu, penelitian ini perlu mencari hubungan antar gejala atau fenomena dalam rangka mengetahui bentuk hubungan yang terjadi.

Hal ini berarti penelitian ini perlu memperluas dan mempertajam dasar-dasar empiris mengenai hubungan di antara berbagai fenomena atau gejala-gejala yang ada, sehingga benar-benar akan menghasilkan rumusan hipotesis-hipotesis yang berarti bagi penelitian selanjutnya. Menurut Tika (2005) sifat utama penelitian studi kasus adalah menghasilkan gambaran yang bersifat longitudinal, yakni hasil pengumpulan dan analisis data dalam jangka waktu tertentu, sehingga teknik yang akan digunakan dalam penelitian studi kasus adalah observasi langsung.

4.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, yakni teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian. Agar pendekatan observasi dapat lebih akurat dan dapat menggambarkan fenomena lebih lengkap, maka observasi yang akan digunakan adalah observasi langsung, yaitu observasi yang dilakukan terhadap obyek

ditempat kejadian atau tempat berlangsungnya peristiwa, sehingga observer

berada bersama obyek yang ditelitinya.

Cara melakukan observasi dalam penelitian ini adalah observasi cara sistematis atau terstruktur. Menurut Tika (2005) observasi cara sistematis adalah observasi yang dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan secara sistematis unsur-unsur utama yang akan diobservasi. Unsur-unsur tersebut perlu perlu disesuaikan dengan tujuan penelitian atau hipotesis yang telah dibuat.

Hasil observasi akan menentukan data-data yang akan dikumpulkan dan digunakan dalam analisis data. Data-data yang akan diobservasi adalah data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh langsung dari responden atau obyek yang diteliti, atau ada hubungan dengan yang diteliti. Sedangkan data sekunder bersumber dari laporan atau instansi di luar diri peneliti sendiri. Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan terlebih dahulu dari instansi atau lembaga yang berkepentingan. Dalam penelitian ini, instansi atau lembaga yang dimaksud diantaranya seperti CCSBT, FAO, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan lembaga-lembaga terkait lainnya.

 

4.3 Metode Analisis Data

4.3.1 Analisis Keseimbangan Bioekonomi

Berdasarkan konsepsi yang telah dibangun oleh Gordon-Schaefer, maka optimalisasi pemanfaatan tuna sirip biru di Laut Selatan Indonesia dapat ditentukan melalui keseimbangan bioekonomi. Terdapat tiga titik keseimbangan yang diturunkan dari model Gordon-Schaefer, yakni keseimbangan MEY, MSY dan open acces.

Secara matematika, kurva Schaefer menurut Moses (1999) mengikuti persamaan matematika sebagai berikut:

Ye = af – fb2 ... (1) dan ... (2)

Ye adalah equilibrium yield, f adalah effort, a dan b adalah konstanta yang menunjukkan slope atau kemiringan (intercept) hasil regresi antara catch per unit effort (CPUE) terhadap effort. Jika persamaan (1) diturunkan terhadap effort akan menghasilkan persamaan:

f(MSY) = ... (3) Subtitusi persamaan (3) ke persamaan (1) akan menghasilkan persamaan yang menunjukkan tingkat produksi MSY yakni :

EMSY = ... (4) Penyempurnaan secara ekonomi Model Schaefer dilakukan oleh Gordon dengan memasukkan unsur ekonomi dalam model tersebut dengan cara mendefinisikan pengelolaan sumberdaya ikan harus memberikan manfaat secara ekonomi dalam bentuk rente ekonomi (Fauzi dan Anna, 2005). Rente tersebut merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dari ekstrasi sumberdaya ikan dengan ongkos atau biaya yang dikeluarkan.

Jika penerimaan didefinisikan sebagai TR = pEMSY dan biaya merupakan

TC = cf(MSY), dimana p adalah harga per satuan output dan c adalah biaya per satuan input, maka rente ekonomi adalah:

Kondisi maximum economic yield (MEY) atau kondisi pengelolaan sumberdaya yang maksimum secara ekonomi dan lestari secara sumberdaya

ditentukan dengan menurunkan persamaan (5) terhadap f(MSY). Turunan tersebut

menghasilkan persamaan tingkat input optimal sebagai berikut:

... (6) Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut, maka optimalisasi pemanfaatan SBT di laut selatan Jawa, untuk menentukan keseimbnagan bioekonomi akan mengikuti tahapan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data jumlah kapal sebagai input dan produksi SBT

Indonesia secara time series;

2. Mengumpulkan informasi tentang biaya-biaya produksi, seperti biaya

investasi kapal, biaya melaut per trip dan biaya-biaya operasional lainnya;

3. Mengumpulkan data-data yang terkait dengan harga SBT di pasar ikan

dunia, khususnya Jepang sebagai pangsa pasar utama;

4. Menentukan CPUE melalui pembagian jumlah produksi dengan jumlah

kapal atau produksi per satuan input;

5. Meregresi CPUE sebagai variabel Y dengan produksi sebagai varibel X;

6. Hasil regresi ini akan menentukan nilai α dan β;

7. Berdasarkan nilai α dan β tersebut, maka nilai MEY dapat diperoleh

sebagai nilai optimal (keseimbangan bioekonomi) pemanfaatan SBT oleh industri perikanan Indoensia.

4.3.2 Analisis Dampak Ekonomi

Keseimbangan bioekonomi pada MEY merupakan nilai optimal pemanfaatan sumberdaya SBT oleh industri perikanan Indonesia. MEY akan

diasumsikan sebagai entry point regulasi penangkapan SBT Indonesia di laut

selatan. Untuk mengetahui manfaat bersih atau dampak ekonomi penerapan

regulasi tersebut, maka dilakukan analisis dengan pendekatan Net Present Value

(NPV). Definisi pendekatan NPV adalah nilai sekarang dari manfaat bersih dari satu proyek melalui proses discounting mulai dari tahun awal.

Rumus umum yang digunakan untuk menghitung NPVadalah :

 

= + ... (8) NB = – ... (9) NPV = ∑ ... (10) Keterangan :

Bdt = Manfaat Langsung pada periode t

Bidt = Manfaat Tidak Langsung pada periode t

Cdt = Biaya Langsung pada periode t

Cidt = Biaya Tidak Langsung pada periode t

NB = Manfaat Bersih (Net benefit)

NPV = Nilai sekarang dari manfaat bersih

r = Tingkat Diskonto

t = Waktu

Sedangkan untuk menghitung tingkat pengembalian investasi saat ini yang menghasilkan nilai sekarang dari manfaat sama dengan nilai sekarang terhadap

biaya atau NPV = 0, digunakan Internal Rate of Return (IRR). Estimasi yang

digunakan melalui pendekatan ini adalah :

1. Bila IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku (IRR > r), maka

proyek yang dilakukan memberikan manfaat yang lebih besar;

2. Bila IRR < r maka proyek tersebut memberikan manfaat yang lebih kecil

dibandingkan biaya.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

( )

(

1

)

0 0 = + −

= n t t t t r C B atau

( ) ∑( )

= = + = + n t t t n t t t r C r B 0 0 1 1 ... (11)

Secara teoritis, nilai B/C yang diperoleh lebih besar dari satu (B/C > 1), berarti proyek yang dilakukan memberikan manfaat yang lebih besar dan layak untuk diteruskan. Namun bila nilai rasio tersebut lebih kecil dari satu (B/C < 1), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilanjutkan, karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diterima. Rumus rasio manfaat dan biaya (B/C) adalah :

( )

( )

= = + + = n t t t n t t t r C r B Cratio B 0 0 1 ( 1 / ... (12)

4.4 Batasan Penelitian

Batasan yang digunakan dalam penelitian Optimalisasi dan Strategi Pemanfaatan Sumberdaya SBT di Samudera Hindia – Laut Selatan Indonesia adalah :

1. Daerah penelitian di fokuskan wilayah selatan Samudera Hindia yang

mencakup laut selatan Jawa dan Bali;

2. Data yang digunakan adalah data seri dari tahun 1995-2005;

3. Implikasi ekonomi atas keanggotaan penuh dihitung dalam jangka waktu

20 tahun ke depan dengan asumsi investasi sebuah kapal bertahan dalam jangka waktu tersebut.

4.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian Optimalisasi dan Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Southern

Bluefin Tuna di Samudera Hindia Selatan Indonesia berlangsung selama 8 (delapan) bulan, terhitung dari bulan April – Desember 2007. Sebagian besar data bersumber dari kegiatan pendaratan ikan di Pelabuhan Benoa dan Cilacap. Berdasarkan fakta dan data di lapangan disimpulkan bahwa aktivitas utama penangkapan dan pendaratan SBT dilakukan di Pelabuhan Benoa, sehingga repersentasi atas industri SBT di Indonesia diwakili oleh aktivitas di pelabuhan tersebut.

Disamping itu, obyek penelitian merupakan obyek yang minim dari riset dan publikasi ilmiah di Indonesia. Kendala ketersediaan data dan obyek yang harus disurvei menjadi salah satu persoalan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan hasil penelitian. Kondisi ini menempatkan waktu dan tempat penelitian merupakan ikhtiar maksimal yang dapat dijangkau dalam penelitian ini.

 

BAB V.

Dokumen terkait