METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang didasarkan pada penafsiran, dengan konsep-konsep yang umumnya tidak memberikan angka numerik, seperti etnometodologi atau jenis wawancara tertentu. Metode ini dianggap berdasarkan interpretatif (Stokes, 2006:15). Lebih spesifik lagi, penelitian ini menggunakan metode kualitatif berparadigma kontruktivis kritis. Ini berarti penelitian ini bermaksud melihat bagaimana sebenarnya ‘penafsiran’ terhadap realita dikonstruksikan oleh subjek, yang kemudian menghasilkan ‘kebenaran’ yang plural dan multi-tafsir. Sisi kritis membongkar ideologi apa yang ditanamkan dalam suatu mitos, serta bagaimana mitos itu dibangun sehingga seakan penerima pesan menerimanya sebagai kebenaran yang ‘apa adanya’.
Penelitian ini menggunakan analisis semiotika sebagai alatnya. Sebab semiotika merupakan “suatu pendekatan teoritis yang sekaligus berorientasi kepada kode (sistem) dan pesan (tanda-tanda dan maknanya), tanpa mengabaikan konteks dan pihak pembaca (audiens)” (Budiman, 2003:12). Adapun spesifikasi semiotika yang digunakan adalah semiotika signifikasi Roland Barthes. Kerangka analisis Roland Barthes memiliki dua patokan, yaitu two order of signification dan lima kode pembacaan.
Barthes melihat sebuah teks dalam dimensi sosial di mana teks itu berada. Artinya, Barthes menghubungkan sebuah teks dengan struktur makro (mitos, ideologi) sebuah masyarakat untuk melihat “relasi antara sebuah teks (desain) dengan struktur sosiopolitik yang lebih luas (mitos, tabu, ideologi, moralitas) (Wardani, 2006:13). Pada penelitian ini “pembacaan” terhadap video “Takotak Miskumis” oleh peneliti akan dihubungkan dengan konteks sosialnya, seperti konteks sosial bahasa verbal maupun visualnya.
Itulah cara untuk mencari mitos dan ideologi apa dan pemaknaan terhadap pluralisme seperti apa yang hidup di dalamnya.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah video “Takotak Miskumis” karya Cameo Project. Terdapat berbagai scene yang diputar beserta lagu Takotak Miskumis. Lirik lagu disertakan di bagian bawah frame video. Scene demi scene silih berganti menampilkan empat orang anggota Cameo Project mengenakan kemeja kotak- kotak dan kumis. Tampak Yosi Mokalu menjadi pemimpin dari grup kecil tersebut. Terdapat juga scene parodi Jokowi-Ahok dan Foke-Nara yang berasal dari foto yang telah dimodifikasi. Di video, tampak bibir Jokowi dan Basuki bergerak-gerak mengucapkan “Jokowi, Ahok-Ahok” yang diikuti oleh scene Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli yang mengucapkan “Fokelah kalau begitu”. Slogan yang sekilas terlihat santai itu sebenarnya mengandung makna yang kuat—seolah- olah kubu Fauzi Bowo pun, secara implisit—mendukung kemenangan pasangan Jokowi-Basuki.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah Cameo Project sebagai kreator video “Takotak Miskumis”. Cameo Project adalah sebuah grup di Jakarta yang berminat di bidang fotografi dan sinematografi. Anggotanya terdiri kaum muda dengan latar belakang pendidikan dan profesi yang beragam. Cameo Project bergabung di Youtube pada tanggal 12 Agustus 2012. Proyek mereka terbagi atas tiga kategori: Cameo TV, Shortmovies (film pendek), dan Clips. Sampai saat ini, akun Cameo Project sudah mengunggah dua puluh satu video di Youtube. Tema video yang mereka buat beragam, mulai dari parodi, politik, hingga fenomena sosial. Pada penelitian ini, Cameo Project berada dalam posisi pengkonstruksi makna.
3.4 Kerangka Analisis
Penelitian ini menggunakan kerangka analisis semiologi Roland Barthes. Peta tanda Roland Barthes mencakup dua tatanan sistem pemaknaan, yaitu sistem signifikasi tatanan pertama (detonasi) dan sistem signifikasi tatanan kedua (konotasi).
Dalam konteks Barthes, tahapan denotasi, konotasi, dan mitos dilakukan menggunakan analisis leksia dan analisis lima kode pembacaan. Barthes
mendefinisikan leksia sebagai satuan-satuan bacaan dengan panjang pendek yang bervariasi yang membangun dan mengorganisasikan suatu narasi. Melalui analisis leksia, pembacaan teks akan dikaji lebih dalam lagi. Kode-kode pembacaan sebagai perekat untuk memaknai suatu teks, menurut Barthes (Sobur, 2004:65) beroperasi lima kode pokok (five major code), yang di dalamnya semua penanda tekstual (leksia) dapat dikelompokkan. Kelima kode tersebut adalah kode hermeneutika, kode proairetik, kode simbolik, kode kultural, dan kode semik.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
1. Studi dokumen (document review), yaitu mencari, menyimpan, dan meneliti dokumen yang relevan dengan objek penelitian. Dokumen resmi eksternal menurut Maleong adalah dokumen yang berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosisal yang disiarkan kepada media massa. Peneliti juga mengumpulkan dokumen berupa artikel dari media yang mengulas sepak terjang Jokowi-Basuki dan Foke-Nara dalam Pemilukada DKI Jakarta, khususnya tentang penggunaan atribut mereka yaitu kemeja kotak-kotak dan kumis.
2. Studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari literatur dan sumber bacaan yang relevan dengan topik penelitian.
3.6 Teknik Analisis Data
Semiotika memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Sebuah analisis semiotik menyediakan cara menghubungkan teks tertentu dengan sistem pesan di mana ia beroperasi. Hal ini memberikan konteks intelektual pada isi: ia mengulas cara-cara beragam unsur bekerja sama dan berinteraksi dengan pengetahuan kultural kita untuk menghasilkan makna.
3.6.1 Analisis Leksia
Leksia dipilih dan ditentukan berdasarkan pada kebutuhan pemaknaan yang akan dilakukan. Leksia dalam narasi bahasa bisa didasarkan pada: kata, frasa,
klausa, ataupun kalimat. Sedangkan pada gambar, leksia biasanya didasarkan pada satuan tanda-tanda (gambar) yang dianggap penting dalam pemaknaan.
3.6.2 Kode Pembacaan
Menurut Roland Barthes, di dalam teks beroperasi lima kode pokok (five major code) yang di dalamnya terdapat penanda teks (leksia). Lima kode yang ditinjau Barthes yaitu:
1. Kode hermeneutika, atau sering disebut dengan kode teka-teki. Kode ini melihat tanda-tanda dalam suatu teks yang menimbulkan pertanyaan. Fungsi kode ini adalah mengartikulasikan persoalan yang terdapat dalam teks.
Misalnya: Mengapa akun @triomacan2000 yang dipilih sebagai sumber informasi latar belakang Foke-Nara dan Jokowi-Basuki pada pilkada Jakarta putaran kedua?
2. Kode proairetik, yaitu kode tindakan yang membaca akibat atau dampak dari suatu tindakan dalam teks. Analisis pada kode ini menghasilkan makna denotasi I yaitu pada level teks.
Misalnya: Empat talent video Takotak Miskumis mengenakan kemeja kotak- kotak dan kumis palsu. Hal ini berarti video Takotak Miskumis menyoroti dua calon gubernur yang memakai kedua atribut itu, yaitu Joko Widodo dan Fauzi Bowo.
3. Kode simbolik merupakan aspek pengodean yang gampang dikenali karena berulang-ulang muncul dalam teks. Kode pembacaan ini menghasilkan makna konotasi I yang terdapat dalam teks.
Misalnya: Empat talent utama video Takotak Miskumis yang juga anggota Cameo Project, berkali-kali menunjuk atau menyentuh kemeja kotak-kotak saat lirik “... pilih pemimpin yang bijak” ditampilkan, dan sebaliknya, mereka menunjuk atau memainkan kumis ketika lirik “... jangan yang tukang bokis” terdengar. Secara tidak langsung, bahasa tubuh mereka merujuk bahwa ‘pemimpin yang bijak’ adalah kandidat yang mengenakan ‘kemeja kotak-kotak’, sedangkan pemimpin yang ‘tukang bokis’ atau pembohong adalah kandidat yang memiliki atribut fisik ‘kumis’.
4. Kode kultural, yaitu kode yang telah dikenali bersumber pada pengalaman- pengalaman manusia. Kode ini menghasilkan makna denotasi II. Analisis bekerja pada level konteks.
Misalnya: Dalam scene yang berbeda-beda, tampak bahwa Jokowi mengenakan blankon, yang menandakan bahwa ia adalah orang Jawa. Di sisi lain, Ahok mengenakan topi khas Cina, menunjukkan garis keturunannya. Sedangkan Fauzi Bowo dan Nachrowi Rambli mengenakan kopiah hitam dan baju khas Betawi dengan warna senada. Itu mengingatkan kita pada gaya kampanye mereka yang bernuansa Betawi.
5. Kode semik, yaitu kode yang berasal dari isyarat, petunjuk, atau kilasan makna yang ditimbulkan oleh penanda tertentu. Kode ini menghasilkan makna konotasi II, yaitu pada level konteks.
Misalnya: Ada bagian dalam lirik lagu Takotak Miskumis yang terus- menerus diulang. Itu adalah “... tak kotak-kotak kotak, mis kumis-kumis kumis. Pilih pemimpin yang bijak, jangan yang tukang bokis”. Ini menarik mengingat kalimat (kemeja) kotak-kotak, yang identik dengan pasangan Jokowi-Basuki, serima dengan kata bijak. Sementara kata kumis yang identik dengan sosok Fauzi Bowo, serima dengan ungkapan tukang bokis atau pembohong.