• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan rancang penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, dalam penelitian kuantitatif lebih menekan analisisnya pada data data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian interensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyadarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Pada umumnya penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar (Azwar, 2012).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian pretest-posttest one group design yaitu membandingkan tentang kejang demam dan self efficacy sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang kejang demam pada ibu dengan balita dan self efficacy. 3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah ibu-ibu yang mempunyai anak balita didesa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi yaitu sebanyak 50 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2013).

Besar penelitian ini di hitung dengan menggunakan rumus yaitu (Nursalam, 2014). ) (d N 1 N 2 + = n Keterangan : n = Besar Sampel

N = Perkiraan besar populasi d = Tingkat kesalahan

Berdasarkan rumus diatas didapatkan jumlah sampel penelitian dengan perhitungan sebagai berikut :

2 (0,05) 50 1 50 + = n = 1,125 50 = 44

Tehnik penggunaan sampel menggunakan purposive sampling yaitu sampel yang digunakan harus memiliki kriteria-kriteria yang dinginkan oleh peneliti (Sugiyono, 2013). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

b. Semua Ibu yang memiliki anak balita 2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak diambil sebagai sampel, kriteria eksklusi dalam penelitia ini adalah :

a. Responden yang sedang sakit 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Tempur Sari TambakBoyo Mantingan Ngawi

3.3.2 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan selama 1 bulan, pengambilan data dilakukan bulan februari 2015

3.4 Variabel penelitian, definisi oprasional dan skala pengukuran 3.4.1 variabel

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variabel independen pendidikan kesehatan tentang kejang demam pada ibu dengan balita. 2. Variabel Dependen ( Terikat )

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2009). Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah self efficacy.

3.4.2 Defini Operasional

Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).

Tabel 3.1 Variabel penelitian, definisi operasional dan skala pengukuran

No Variabel Penelitian

Definisi

Operasional Alat Ukur Hasil ukur

Skala Data 1 Pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada ibu dengan balita. Proses pemberian informasi kepada responden tentang penanganan kejang demam

Kuesioner 1. Tidak diberikan pendidikan kesehatan 2. Diberikan pendidikan kesehatan Nominal 2 Self efficacy terhadap penanganan kejang demam Kemampuanatau kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi suatu masalah Kuesioner Self efficacy berisi 18 pertanyaan dengan jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju

1. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD

2. Sedang : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

3. Rendah : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean – 1 SD

Ordinal

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat penelitian

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang ia ketahui

(Arikunto, 2010) yang dibuat oleh peneliti dan alat bantu seperti laptop, LCD, Leaflet dan Speaker aktif. Kuesioner ini terdiri dari Self Efficacy pada penanganan kejang demam dan pendidikan kesehatan untuk kuesioner terdiri dari 22 pertanyaan dengan pilihan jawaban SS, S, TS, STS. Kuesioner terdiri dari pertanyaan positif (favorable) yaitu nomor 1, 2, 9, 7, 4 , 3, 6, 11, 12, 15, 18 Sedangkan untuk pertanyaan negatif (unfavorable) yaitu nomor 5, 8, 10, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 21, 22 penilaian menggunakan skala likert untuk pernyataan favorable jawaban sangat setuju skor 4, setuju skor 3, tidak setuju skor 2 dan sangat tidak setuju skor 1. Pernyataan unfavorable jawaban sangat setuju skor 1, setuju skor 2, tidak setuju skor 3 dan sangat tidak setuju skor 4 (Sugiyono, 2009). Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur yang telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas data. Kuesioner untuk penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan karakteristik seperti sejenis di luar lokasi penelitian. Menurut (Riwidikdo 2013) uji coba validitas dan reliabilitas minimal dilakukan terhadap 30 responden.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya hendak diukur. Penelitian ini menggunakan uji validitas

dengan bantuan SPSS for windows versi 16.0 rumus product moment. Menurut (Hidayat, 2007) rumus product moment yaitu:

Keterangan:

N: Jumlah responden

rxy:Koefisien korelasi product moment x:Skor pertanyaan

y: Skor total

xy: Skor pertanyaan dikalikan skor total

Dikatakan valid jika rhitung > rtabel Pada penelitian ini menggunakan taraf signifikan 0,05.

Uji validitas dilakukan didesa Bulak Gadungan. Pada kuesioner Self Efficacy terhadap 30 responden, didapatkan hasil dari 22 item pernyataan, 18 item diantaranya dinyatakan valid , 18 item pertanyaan yang valid yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20 dan 22 Item pertanyaan dari kuesioner Self Efficacy yang dinyatakan tidak valid, selanjutnya tidak diikut sertakan dalam item pertanyaan kuesioner penelitian ini.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan

( )

X }{N Y -

( )

Y } X { Y X. -XY . N 2 2 2 2 − Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ = N rxy

bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2010). Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha Chronbac’h dengan bantuan program komputer SPSS for Windows.

Rumus Alpha Chronbach adalah sebagai berikut:

      Σ −     − = t b k k r 2 2 11 1 1 σ σ Keterangan: r11 = Reliabilitas Instrument

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ∑σb2 = Jumlah varian butir

σt2 = Varians total

Instrumen dikatakan reliabel bila nilai alpha cronbach’s > rkriteria

(0,60) (Ghozali, 2005).

Hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan dari 18 kuesioner Self Efficacy didapatkan nilai alpha cronbac’h 0,935. Dari 18 pertanyaan tersebut dinyatakan reliable karena nilai alpha cronbac’h > 0,60 yang berarti kuesioner tersebut layak digunakan.

3.5.2 Cara Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : 1. Persiapan

Pada saat prosedur administrasi, peneliti mengurus surat studi pendahuluan penelitian di Prodi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta untuk dilanjutkan kebagian pendidikan dan penelitian didesa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi dalam rangka untuk memperoleh ijin penelitian, kemudian peneliti menyampaikan surat studi pendahuluan kepada Kepala Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.

2. Pelaksanaan

a. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan penelitian kepada responden. b. Peneliti memberikan informasi tentang penelitian dan meminta kesediaan

responden untuk terlibat dalam penelitian

c. Peneliti memberikan lembar persetujuan bagi responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

d. Peneliti melakukan proses pengambilan data dengan mengisi data karakteristik responden.

e. Pada saat sebelum dilakukan pendidikan kesehatan peneliti mengukur self efficacy tentang penanganan kejang demam kepada responden selama 15 menit (pre test) dengan kuesioner.

f. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 35 menit dengan bentuk power point, peneliti mengukur kembali self efficacy penanganan kejang demam kepada responden selama selama 15 menit (post tes) dengan kuesioner. g. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden atas keterlibatannya

dalam penelitian

3.6.1 Pengolahan data meliputi :

Menurut (Notoatmodjo, 2010) setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Sebelum melaksanakan analisa data beberapa tahapan harus dilakukan terlebih dahulu guna mendapatkan data yang valid sehingga saat menganalisa data tidak mendapat kendala. Langkah-langkah pengolahan yaitu :

1. Editing

Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil jawaban dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan kemudian dilakukan koreksi apakah telah terjawab dengan lengkap. Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak sesuai dapat segera dilengkapi.

2. Coding

Kegiatan ini memberi kode angka pada kuesioner terhadap tahap-tahap dari jawaban responden agar lebih mudah dalam pengolahan data selanjutnya. Untuk pernyataan self efficacy menggunakan skala likert, pernyataan positif di beri kode 1 untuk jawaban sangat tidak stuju, kode 2 untuk tidak setuju, kode 3 untuk setuju dan kode 4 untuk pernyataan sangat setuju. Pernyataan negatif positif di beri kode 1 untuk jawaban sangat setuju, kode 2 untuk setuju, kode 3 untuk jawaban tidak setuju dan kode 4 untuk jawaban sangat tidak stuju.

3. Tabulating

Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban kuesioner responden yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke

4. Memasukkan Data (Data Entri) atau processing

Memasukkan data yaitu jawaban dari masing-masing responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau soffware komputer.

5. Pembersihan data (Cleaning)

Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian di lakukan pembetulan atau koreksi.

3.6.2 Analisa Data 1. Analisa Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2005). Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap variabel yang diteliti yaitu dengan melihat semua distribusi data dalam penelitian. Analisis dengan menggunakan perangkat computer digunakan untuk menganalisis variabel yang bersifat kategorik tingkat umur, pendidikan, pendidikan kesehatan dan self efficacy. Dijelaskan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran prosentase dan proporsi.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel. Uji yang digunakan yaitu uji Wilcoxon Signed Rank Test, dengan rumus sebagai berikut:

) 1 2 )( 1 ( 24 1 ) 1 ( 4 1 = N N N N N T Z Dimana :

N = Banyak data yang berubah setelah diberi perlakuan berbeda T = Jumlah renking dari nilai selisih yang negatif (apabila

banyaknya selisih yang positif lebih banyak dari banyaknya selisih negatif)

= Jumlah ranking dari nilai selisih yang positif (apabila banyaknya selisih yang negatif> banyaknya selisih yang positif)

3.7 Etika Penelitian

Setelah mendapat persetujuan peneliti mulai melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika menurut (Hidayat, 2007) etika penelitian meliputi:

1. Informed Consent ( lembar persetujuan menjadi responden)

Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subyek penelitian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta manfaat yang dilakukannya penelitian. Setelah diberikan penjelasan, lembar persetujuan diberikan kepada subyek penelitian. Jika subyek penelitian bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak untuk diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek

penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan inisial dan memberi nomor pada masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek penelitian dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Analisa Univariat

4.1.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden ini meliputi umur, dan pendidikan dijelaskan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentasi atau porporasi

1. Usia Responden

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia (N=44)

No Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)

1 < 20 1 2.3

2 20-35 35 79.5

3 > 35 8 18.2

Total 44 100

Pada tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada usia 20-35 tahun, yaitu sebanyak 35 responden atau 79.5 % , dan yang memiliki usia < 20 tahun, yaitu sebanyak 1 responden atau 2.3%, sedangkan yang memiliki usia > 35 tahun, yaitu sebanyak 8 responden atau 18.2%

2. Pendidikan Responden

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan (N=44)

No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 SD 10 22.7

2 SMP 12 27.3

3 SMA 19 43.2

4 Perguruan tinggi 3 6.8

Total 44 100

Pada tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa sebagia besar responden dengan karakteristik pendidikan SMA yaitu sebanyak 19 responden atau 43.2 % , sedangkan yang memiliki pendidikan SMP yaitu sebanyak 12 responden atau 27.3 % , sedangkan yang memiliki pendidikan SD yaitu sebanyak 10 responden atau 22.7 % dan sedangkan yang memiliki pendidikan perguruan tinggi yaitu sebanyak 3 responden atau 6.8 %.

4.1.2 Self efficacy pre pendidikan kesehatan

Tabel 4.3Self efficacy pre pendidikan kesehatan (N=44)

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 9 20.5

2 Sedang 30 68.2

3 Rendah 5 11.4

Total 44 100,0

Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy rendah tentang kejang demam yaitu sebanyak 5 responden atau 11.4 % , dan yang memiliki Self efficacy sedang tentang kejang demam yaitu sebanyak 30 responden

atau 68.2 % , sedangkan yang memiliki Self efficacy baik tentang kejang demam yaitu sebanyak 9 responden atau 20.5 %.

4.1.3 Self efficacy post pendidikan kesehatan

Tabel 4.4 Self efficacy post pendidikan kesehatan (N=44)

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 11 25.0

2 Sedang 26 59.1

3 Rendah 7 15.9

Total 44 100,0

Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa setelah dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy sedang tentang kejang demam yaitu sebanyak 26 responden atau 59.1 %, dan yang memiliki Self efficacy rendah tentang kejang demam yaitu sebanyak 7 responden atau 15.9 %, sedangkan yang memiliki Self efficacy baik tentang kejang demam yaitu sebanyak 11 responden atau 25.0 %.

4.2. Analisa

Bivariat

4.2.1 Analisis Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu antara variabel dependen dan independen.

Tabel 4.5 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test tentang Penanganan kejang Demam pada balita Terhadap self efficacy ibu pre dan post di berikan pendidikan kesehatan

(N=44)

Variabel

Pre post Pvalue

F % F %

0,000

Sedang 30 68.2 26 59.1

Rendah 5 11.4 7 15.9

Total 44 100.0 44 100.0

Dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy sedang tentang kejang demam yaitu sebanyak 30 responden atau 68.2 % , sedangkan setelah dilakukan dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy baik tentang kejang demam yaitu 11 responden atau 25.0 %.

Berdasarkan hasil pengolahan data yang menggunakan perhitungan korelasi Wilcoxon Signed Rank Test dengan bantuan program komputer menghasilkan nilai P value 0,000 lebih kecil dari nilai ( p< 0,05 ). Maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti adanya pengaruh antara pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap Self efficacy ibu yang signifikan.

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Usia

Dari hasil penelitian ini bahwa kategori usia paling tinggi adalah 20-35 tahun sebanyak 35 responden. Kategori usia sebagian besar responden yaitu berada pada kategori masa dewasa awal, yang artinya cukup matang dalam berfikir (Depkes, 2009). Secara biologis merupakan masa puncak pertumbuhan fisik prima, karena didukung oleh kebiasan-kebiasaan yang positif (Desmita, 2009).

Usia seseorang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menerima informasi dan pola pikir seseorang terhadap informasi yang diberikan. Semakin bertambahnya usia maka kemampuan menerima informasi dan pola pikir seseorang semakin berkembang. Kemampuan seseorang untuk menerima informasi yang diberikan kepadanya berhubungan dengan maturitas dari fungsi tubuh baik indera maupun otak dan kesehatan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

(Potter & Perry, 2005) menjelaskan bahwa dewasa awal perubahan-perubahan kognitif tentunya belum terjadi. Individu pada masa dewasa awal sangat mampu untuk menerima ataupun mempelajari hal baru individu dewasa awal diidentikan sebagai masa puncak kesehatan, kekuatan, energi dan daya tahan , juga fungsi sensorik dan motorik. Pada

tahap ini fungsi tubuh sudah berkembang sepenuhnya dan kemampuan kognitif terbentuk dengan lebih kompleks. (Papalia Sterns Feldman & Camp, 2007).

5.1.2 Pendidikan

Hasil analisa yang didapatkan sebagian besar ibu-ibu di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi berpendidikan SMA yaitu sebanyak 19 responden atau 43.2 %, sedangkan yang memiliki pendidikan SMP yaitu sebanyak 12 responden atau 27.3 %, sedangkan yang memiliki pendidikan SD yaitu sebanyak 10 responden atau 22.7 % , dan sedangkan yang memiliki pendidikan Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 3 responden atau 6.8 %.

Hasil penelitian yang di lakukan peneliti saat ini mayoritas pendidikan terakhir responden adalah SMA yang artinya dimana mayoritas tingkat pendidikan responden sudah tinggi dimana tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempengaruhi persepsi seseorang untuk mengambil keputusan dan bertindak. (Notoatmodjo, 2007).

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kualitas manusia, dengan pendidikan manusia memperoleh pengetahuan dan informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin berkualitas hidupnya (Hurlock, 2007). Seseorang dengan pendidikan tinggi akan cenderung untuk mendapatkan dan menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa lebih mudah dan banyak. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pendidikan kesehatan dengan penanganan kejang demam terhadap Self efficacy ibu.

Orang dengan pendidikan rendah cenderung pasif dalam mencari informasi bisa disebabkan karena kemampuannya yang terbatas dalam memahami informasi atau dengan kesadaran pentingnya informasi yang masih rendah. (Notoatmodjo, 2005). Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi. (Notoatmodjo, 2003).

5.2 Self efficacy pre pendidikan kesehatan

Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy rendah sebanyak 5 responden atau sebesar 11.4 %, sedangkan responden yang memiliki Self efficacy sedang sebanyak 30 responden atau sebesar 68.2%, dan responden yang memiliki Self efficacy baik sebanyak 9 responden atau sebesar 20.5 % tentang kejang demam. Hasil penelitian pre test atau sebelum dilakukan pendidikan kesehatan menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki Self efficacy sedang sebesar 68.2 %, Pendidikan kesehatan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan ibu dalam penanganan kejang demam.

Hubungan self efficacy dengan penanganan kejang demam orang yang memiliki self efficacy rendah selalu mengangap dirinya kurang mampu menangani situasi apapun dalam penanganan kejang demam secara baik. Self efficacy juga sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau

kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan dapat mengatasi suatu masalah. (Baron & Byrne, 2003).

Hal ini didapatkan karena ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi Self efficacy yaitu: pengalaman langsung sebagai hasil dari pengalaman mengerjakan suatu tugas dimasa lalu (sudah pernah melakukan tugas yang sama dimasa lalu dan pengalaman tidak langsung sebagai hasil observasi pengalaman orang lain dalam melakukan tugas yang sama pada waktu individu mengerjakan sesuatu dan bagaimana individu tersebut menerjemahkan pengalamannya tersebut dalam mengerjakan suatu tugas (Hambawany, 2007).

Berdasarkan teori dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan dan Self efficacy yang dimiliki oleh ibu di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi , memiliki kategori baik, sedang , dan rendah tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap Self efficacy.

Didukung oleh penelitian dari (Eko, 2012) tentang pengaruh efikasi dan Self efficacy dan prestasi belajar kewirausahaan terhadap motivasi bertechnopreneurship yang memiliki nilai kualifikasi cukup sebanyak 6,93%. 5.3 Self efficacy post pendidikan kesehatan

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy sedang sebanyak 26 responden atau sebesar 59.1% sedangkan responden yang memiliki Self efficacy rendah sebanyak 7 responden atau sebesar 15.9 % sedangkan responden yang memiliki Self

efficacy baik sebanyak 11 responden atau sebesar 25.0 % tentang kejang demam. Hasil penelitian post test atau setelah dilakukan pendidikan kesehatan menunjukkan bahwa self efficacy baik sebesar 25.0 % , hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan dan self efficacy.

Self efficacy memiliki beberapa fungsi untuk menentukan pemilihan tingkah laku menunjukkan bahwa self efficacy juga menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku. (Bandura, 1986) mengatakan bahwa self efficacy menentukan berapa lama individu dapat bertahan dalam mengatasi hambatan dan situasi yang kurang menyenangkan. Self efficacy yang tinggi akan menurunkan kecemasan yang menghambat penyelesaian tugas, sehingga mempengaruhi daya tahan individu. Orang yang memiliki self efficacy tinggi cenderung menunjukkan usaha yang lebih keras dari pada orang dengan self efficacy rendah. (Saks, 2009) mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai self efficacy tinggi akan mengerjakan tugas dengan mempertimbangkan konsekuensi kesalahan. (Bandura, 1986) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional individu, baik dalam menghadapi situsi saat ini maupun dalam mengantisipsi situasi yang akan datang.

Didukung oleh penelitian dari (Ghina, 2014) tentang pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap kebersihan organ reproduksi saat menstruasi pada remaja putri dengan retradasi mental setelah dilakukan pendidikan kesehatan sebanyak 77,8%.

5.4 Penanganan kejang Demam pada balita Terhadap self efficacy ibu pre dan post di berikan pendidikan kesehatan

Analisa bivariat pada penelitian ini yaitu menghubungkan pendidikan kesehatan dan Self efficacy. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini mengunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test menghasilkan nilai P value 0,000 lebih kecil dari nilai ( p< 0,05 ). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan sangat berpengaruh terhadap self efficacy ibu. Pengetahuan responden mengenai penanganan kejang demam terhadap self efficacy ibu meningkat setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

Pendidikan kesehatan sangat berpengaruh terhadap self efficacy seseorang yang memiliki pengetahuan baik dalam penanganan kejang demam terhadap self efficacy ibu. Pada saat anak mengalami kejang demam ibu dapat melakukan penanganan kejang demam sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki saat ini.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Monk, 2002) bahwa tingkat pengetahuan seseorang mempunyai pengaruh dalam pembentukan kepercayaan dirinya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, berarti semakin banyak yang telah dipelajari individu sehingga dapat lebih mengenal diri baik kekurangan maupun kelebihannya sehingga mampu menentukan sendiri standar keberhasilannya.

Berdasarkan penelitian dari (Weni, Riri, & Meletiwati, 2008) hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan

Dokumen terkait