• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN KEJANG DEMAM PADA BALITA TERHADAP SELF EFFICACY IBU DI DESA TEMPUR SARI TAMBAK BOYO MANTINGAN NGAWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN KEJANG DEMAM PADA BALITA TERHADAP SELF EFFICACY IBU DI DESA TEMPUR SARI TAMBAK BOYO MANTINGAN NGAWI"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

DEMAM PADA BALITA TERHADAP SELF EFFICACY IBU DI DESA TEMPUR SARI TAMBAK BOYO

MANTINGAN NGAWI

SKRIPSI

“Untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan”

Disusun Oleh : Suhartatik Kamtono

S11040

PRODI STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA 2015

(2)
(3)

iii Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Suhartatik Kamtono NIM : S11040

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1) Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.

2) Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.

3) Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Surakarta, 7 Juli 2015 Yang membuat pernyataan,

Suhartatik Kamtono NIM. S11040

(4)

Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN KEJANG DEMAM PADA BALITA TERHADAP SELF EFFICACY IBU DI DESA TEMPUR SARI TAMBAK BOYO MANTINGAN NGAWI” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanan ini dengan lancar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya. Ucapan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penyusunan proposal skripsi ini, sehingga dalam kesempatan ini penuli ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M. S i, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, Selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. Ibu bc. Yeti Nurhayati, M.Kes, selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan pengarahan dalam penyusunan proposal skripsi ini. 4. Ibu Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns., M.Kep Selaku Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Kepala Desa Tempur sari Tambakboyo Mantingan Ngawi yang telah

memberikan ijin terlaksanannya penelitian ini.

6. Segenap Dosen Program studi S-1 Keperawatan dan staf pengajar Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ilmu dan bimbingan.

(5)

v

7. Kedua Orang Tua Saya (Bapak Heru Kamtono dan Ibu Suparmi) yang telah memberikan dukungan moral dan material dalam pembuatan skripsi ini serta selalu memberikan semangat untuk pantang menyerah.

8. Adik-Adik Gunawan Wibisono dan Bagus Sasongko yang telah memberikan doa dukungan dan semangat.

9. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini.

10. Teman-Teman Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah senantiasa menjadi teman seperjuangan.

Akhir kata penulis berharap semoga dengan doa, dukungan, dan nasehat yang telah diberikan, dapat bermanfaat bagi penulis untuk menjadi orang yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

WassalamualaikumWr. Wb

Surakarta, 07 Juli 2015 Peneliti

(6)

Bapak & ibu tercinta

Mereka adalah orang tua yang telah memebesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang.

Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doa yang tiada hentinya kalian berikan kepadaku selama ini.

Teruntuk adik Gunawan & Bagus tugas akhir ini kakak persembahkan untuk jadi motivasi dan pengingat semangatmu.

Serta kepada seluruh keluarga besarku yang kusayangi dan kukasihi terima kasih atas motivasinya selama ini.

Kepada ibu Yeti Nurhayati dan ibu Ika Subekti Wulandari yang telah membimbing saya selama penyelesaian tugas akhir ini. Saya ucapkan terima

kasih atas ilmu, nasihat, cerita yang ibu berikan kepada saya. Terima ksih atas kesabaran ibu selama masa bimbingansaya walau saya banyak

kekurangan dan kelalaian.

Teman-teman seperjuangan yang tak mungkin di sebutkan satu persatu, (Program Studi S1 Keperawatan Angkatan 2011), perkuliahan akan tidak ada

rasa jika tanpa kalian, pasti tidak ada yang dikenang, tidak ada yang diceritakan pada masa depan. Sukses buat kalian semua.

(7)

vii

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

PERSEMBAHAN ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi ABSTRAK ... xii ABSTRACT ... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Rumusan Masalah ... 4 1.3.Tujuan Penelitian ... 4 1.4.Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori ... 6 2.1.1 Kejang Demam ... 6 2.1.2 Self Efficacy ... 10 2.1.3 Balita ... 16 2.1.4 Ibu ... 17 2.1.5 Pendidikan Kesehatan ... 18 2.2 Kerangka Teori ... 24 2.3 Kerangka Konsep... 25 2.4 Keaslian Penelitian ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

(8)

3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisis data ... 35 3.7 Etika Penelitian ... 37 BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Analisa Univariat ... 39 4.2 Analisa Bivariat ... 41 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden ... 43 5.2 Self efficacy pre pendidikan kesehatan ... 45 5.3 Self efficacy post pendidikan kesehatan ... 46 5.4 Penanganan Kejang Demam Pada Balita Terhadap

Self efficacy ibu pre dan post di berikan Pendidikan

Kesehatan ... 48 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 51 6.2 Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 KeaslianPenelitian

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Tabel 4.3 Self Efficacy Pre Pendidikan Kesehatan Tabel 4.4 Self Efficacy Post Pendidikan Kesehatan

Tabel 4.5 Penanganan Kejang Demam Pada Balita Terhadap Self Efficacy ibu Pre dan Post

(10)
(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengantar Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 2 Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 3 Surat Pengantar Uji Validitas & Reabilitas Lampiran 4 Surat Pengantar Ijin Penelitian

Lampiran 5 Surat Balasan Ijin Penelitian

Lampiran 6 Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 7 Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 8 Kuesioner Penelitian

Lampiran 9 Hasil Uji Wilcoxon Lampiran 10 Hasil SPSS

Lampiran 11 Dokumentasi

Lampiran 12 Surat Balasan Penelitian Posyandu Lampiran 13 SAP Penanganan Kejang Demam Lampiran 14 Leafleat

Lampiran 15 Lembar Konsultasi Lampiran 16 Jadwal Kegiatan

(12)

Suhartatik Kamtono

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Penanganan Kejang Demam Pada Balita Terhadap Self Efficacy Ibu di Desa Tempur Sari

Tambakboyo Mantingan Ngawi

ABSTRAK

Kejang demam merupakan gangguan transier pada anak-anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Pentingnya pendidikan kesehatan untuk meningkatkan self efficacy pada ibu bahwa self efficacy seseorang ditentukan oleh kerja keras dan ketekunan dalam menghadapi situasi tertentu disamping itu juga self efficacy juga mempengaruhi sejumlah stress dan pengalaman kecemasan individu seperti ketika mereka menyibukan diri dalam satu aktifitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.

Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental design: pretest-posttest one group design. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling sampel penelitian ini berjumlah 44 responden ibu yang mempunyai anak balita. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test.

Hasil penelitian menunjukkan nilai self efficacy saat pretest 68.2 % dan saat posttest 59.1%. Hasil uji Wilcoxon didapatkan bahwa ada pengaruh antara pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu. Nilai P value 0,000 lebih kecil dari nilai ( p < 0,05 ).

Pendidikan kesehatan melalui media leaflet efektif berpengaruh dalam meningkatkan self efficacy karena dapat memperjelas ide atau pesan yang disampaikan, membantu mengingat kembali apa yang disampaikan oleh peneliti.

Kata kunci : Pendidikan Kesehatan , Self Efficacy, Kejang Demam Daftar Pustaka : 59 (2003-2013)

(13)

xiii

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015

Suhartatik Kamtono

Effect of Health Education of Toddlers’ Febrile Seizure Handling on Self Efficacy of Mothers at Tempur Sari Tambak BoyoVillage,

Mantingan Sub-district, Ngawi Regency

ABSTRACT

Febrile seizure is a transient disorder that occurs in some children with fever. Someone's self efficacy is determined by his/her hard work and perseverance in facing a certain situation. Besides, self efficacy influences a number of stresses and individual’s anxiety experience for instance when someone is busy with his/her activity. The objective of this research is to analyze the effect of the health education of toddlers’ febrile seizure handling on the mothers’ self efficacy at Tempur Sari Tambak Boyo Village, Mantingan Sub-district, Ngawi Regency.

This research used the quasi experimental method with the pretest-posttest design. The samples of research were 44 respondents. They were taken by using the purposive sampling technique. The data of research were analyzed by using the Wilcoxon’s Signed Rank Test.

The result of research shows that the effect of health education of the toddlers’ febrile seizure handling on the mothers’ self efficacy. The value of efficacy in the pretest was 68.2%, and that of efficacy in the posttest was 59.1%, and the p-value was 0.000 which was less than 0.05. Thus, the health education through leaflet media effectively influenced the mothers’ self-efficacy improvement because it could explain the idea and the message, and it also became the reminder of what researcher had explained.

Keywords : Health education, self-efficacy, febrile seizure References: 59 (2003-2013)

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal yang tidak teratur dan disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatas panas (Sodikin, 2012). Kejang demam merupakan gangguan transier pada anak-anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering di jumpai pada anak-anak. Bila kejang demam tidak ditangani akan terjadi kerusakan sel-selotak akibat kekurangan oksigen dalam otak, pengeluaran sekret lebih dan resiko kegawat daruratan untuk aspirasi jalan napas yang menyebabkan tersumbatnya jalan napas. Jika tidak ditangani dengan baik maka beresiko kematian kematian (Lumbantobing, 2003). Kejang demam berdampak serius seperti defisit neurologik, epilepsi, retradasi mental, atau perubahan perilaku (Wong, 2009).

Kejang demam sangat berhubungan dengan usia, hampir tidak pernah ditemukan sebelum usia 6 bulan dan setelah 6 tahun (Hull, 2008). Faktor keturunan adalah salah satu faktor yang terbesar terjadinya kejang demam pada anak (Wardani, 2012). Kejang demam berulang terjadi pada 50% anak yang menderita kejang demam pada usia kurang dari satu tahun dan dapat berkembang menjadi epilepsi (Berman, 2009). Risiko epilepsi dapat terjadi setelah satu atau lebih kejang jenis apapun adalah 2% dan menjadi 4% bila kejang berkepanjangan (Hull, 2008).

(15)

Angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan di Eropa Barat pada tahun 2007 berkisar antara 8%-49% (Brough, 2008). Angka kejadian di Asia pada tahun 2007 dari seluruh kejang ditemukan 20% anak mengalami kejang demam kompleks (Wardani, 2013). Balita di Indonesia 16% diantaranya mengalami gangguan saraf dan otak seperti kejang-kejang, gangguan pendengaran, kepala membesar dan lain-lain. (Depkes RI, 2006). Anak laki-laki lebih sering menderita kejang demam dengan insiden sekitar dua kali lipat dibandingkan anak perempuan. Sekitar 30% sampai 40% anak-anak satu kali kekambuhan (Wong, 2009). Kejadian kejang demam di Indonesia dilaporkan mencapai 2-4 % ditahun 2009-2010. Provinsi Jawa Tengah 2-3% dan tahun 2009-2010 rumah sakit Semarang untuk kasus mencapai 2% pada tahun 2008-2010 lebih sering pada anak laki-laki (Maryatongo, 2007).

Peran ibu dalam mengatasi kejang demam pada anak sangat ditentukan oleh self efficacy ibu. (Bandura, 1997) self efficacy merupakan kepercayaan seseorang yang mengenai kemampuannya untuk mengatur dan memutuskan tindakan tertentu yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil tertentu. Secara umum self efficacy adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu (Gaskill, 2004).

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa 80% orang tua mempunyai fobia demam. Demam pada anak akan membuat orang tua bingung karena anak cenderung rewel dan tidak bisa tidur (Karnia, 2007).

(16)

Hasil penelitian lain menunjukkan 57% orang tua takut saat anaknya mengalami demam dan beranggapan anak akan mengalami kejang demam (Tarigan, Chairul, & Syamsidah, 2007). Kejang demam merupakan keadaan yang sifatnya berbahaya dan dapat mengakibatkan anak akan meninggal dunia pada saat mengalami kejang demam. Pendidikan kesehatan mengenai cara melindungi anak terhadap ancaman bahaya dan mengamati dengan tepat apa yang terjadi pada anak selama kejang demam perlu dilakukan agar orang tua tidak panik dan kebingungan (Wong, 2009).

Orang yang memiliki self efficacy rendah selalu menggap dirinya kurang mampu menangani situasi apapun sedangkan yang mempunyai self efficacy tinggi cenderung menunjukan usaha yang lebih kerasa dari pada orang dengan self efficacy rendah dalam penanganan kejang demam secara baik ( Baron & Byrne, 2003).

Pentingnya pendidikan kesehatan untuk meningkatkan self efficacy pada ibu bahwa self efficacy seseorang ditentukan oleh kerja keras dan ketekunan dalam menghadapi situasi tertentu disamping itu juga self efficacy juga mempengaruhi sejumlah stress dan pengalaman kecemasan individu seperti ketika mereka menyibukan diri dalam satu aktifitas (Pajares, 2009).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 25 Desember 2014 didapatkan di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi terdapat 50 ibu yang mempunyai anak balita. Hasil wawancara di dapatkan dari 7 orang ibu yang memiliki anak balita yang tidak mengerti terhadap penanganan kejang demam, pada umumnya bagi orang tua bingung dan panik saat anaknya mengalami kejang demam, orang tua khususnya ibu hanya bisa

(17)

kejang demam pada anak dan cenderung memberikan selimut tebal ketika anak sudah mengalami demam tinggi. Berdasarkan masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu diDesa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin merumuskan masalahnya adakah pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi?

1.3 Tujuan Penelitin

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik responden penanganan kejang demam pada balita.

2. Mengidentifikasi self efficacy ibu sebelum diberikan pendidikan kesehatan di desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi. 3. Mengidentifikasi self efficacy ibu sesudah diberikan pendidikan

(18)

4. Melihat beda self efficacy ibu sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait utamanya bagi pihak-pihak berikut ini:

1.4.1 Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat memberikan gambaran penanganan tentang kejang demam dan dapat diaplikasikan oleh orang tua terutama ibu yang memiliki anak dengan riwayat kejang demam di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.

1.4.2 Bagi intitusi Pendidikan

Menambah pustaka bagi institusi dan dapat di gunakan untuk lebih meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang penanganan kejang demam pada balita.

1.4.3 Bagi peneliti Lain

Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

1.4.5 Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang hal yang berkaitan dengan kesehatan khususnya untuk memberikan pendididkan kesehatan terhadap penanganan kejang demam pada balita.

(19)

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORI 2.1.1 Kejang Demam 2.1.1.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Biasanya kejang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, bila anak usia kurang 6 bulan atau lebih 5 tahun mengalami kejang didahului oleh demam, kemungkinan lain mengalami epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang lebih 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (Garna & Nataprawira, 2005).

Setiap anak memiliki ambang kejang demam yang berbeda-beda. Anak dengan ambang kejang redah, terjadi pada suhu 38°C. Sedangkan pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru tercapai pada suhu 40°C atau lebih. Kejang demam sering terjadi pada nak dengan ambang kejang yang rendah (Sodikin, 2012)

Terjadinya kejang dapat disebabkan oleh malformasi otak kongenital, faktor genetik atau adanya penyakit seperti meningitis dan

(20)

ensefalitis serta demam yang tinggi atau dapat dikenal dengan istilah kejang demam, gangguan metabolisme, trauma dan lain sebagainya. Apabila kejang bersifat kronis dapat dikatakan sebagai epilepsy yang terjadi secara berulang-ulang dengan sendirinya (Hidayat, 2006 ).

2.1.1.2 Klasifikasi

Kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang yang berlangsung kurang dari 10 menit, dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang berlangsung lebih dari 10 menit dan kejang terjadi lebih dari 2 kali dalam waktu 24 jam (Sadleir, 2007: Mewasingh, 2010 )

2.1.1.3 Penyebab kejang demam

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam (Lumbantobing, 2005 ) yaitu:

1. Demam itu sendiri, yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme

3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi. 4. perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

(21)

2.1.1.4 Tanda dan gejala

Tanda dan gejala kejang demam yaitu : meliputi kejadian yang tiba-tiba seperti kekakuan tubuh, kehilangan kesadaran yang cepat, gerakan gerakan otot tangan, kaki, dan wajah menyentak, nafas dapat ireguler, dan tidak ada kemampuan mengunyah (White, 2005). Kejang demam biasanya terjadi pada awal saat terjadi demam tinggi dan biasanya kejang terjadi hanya sekali dalam waktu kurang dari 3 menit. Kejang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak apabila kejang terjadi lebih dari 5 menit (Nursewian, 2012).

2.1.1.5 Dampak kejang demam

Kejang demam siftanya tidak berbahaya, hampir 95% anak-anak dengan kejang demam tidak mengalami epilepsi dan gangguan neurologi (Wong, 2009). Serangan kejang demam yang berlanjutan dapat menyebabkan sedikit resiko seperti defisit neurologik, epilepsi, retradasi mental atau perubahn perilaku pada anak. Sembilan puluh persen anak-anak dengan kejang demam tidak akan mengalami epilepsi atau retradasi mental (Ngastiyah, 2005).

2.1.1.6 Faktor yang mempengaruhi kejang demam

Seseorang anak yang memiliki resiko kejang demam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ada riwayat kejang tanpa demam keluarga, kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam dan kejang yang berlangsung lama. Seorang anak jika memiliki dua atau dari tiga faktor resiko maka dikemudian hari anak akan

(22)

mengalami kejang tanpa demam sebesar 13% jika hanya ada satu atau tidak ada faktor resiko serangan kejang tanpa demam sebesar 2-3% (Sodikin, 2012).

2.1.1.7 Penanganan Kejang demam

Penanganan kejang demam obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. yang dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.

2.1.1.8 Penatalaksanaan 1. Keperawatan

a. Atur posisi anak dengan posisi miring untuk mencegah terjadinya aspirasi

b. Baringkan ditempat yang datar untuk mencegah terjadinya pindah posisi tubuh kearah yang membahayakan

c. Jangan memasang sudip lidah karna dapat menghambat jalan nafas d. Longgarkan pakaian untuk memberikan jalan nafas yang adekuat

(23)

2. Medis Menurut (Livingston, 2001)

a. Menghentikan kejang secepat mungkin diberikan anti konvulsan secara intravena jika klien masih kejang

b. Pemberian oksigen

c. Penghisap lendir kalau perlu Mencari dan mengobati penyebab pengobatan rumah profilaksis intermitten, untuk mencegah kejang berulang diberikan obat campuran antikonvulsan dan antipiretika. 2.1.2 Self Efficacy

2.1.2.1 Definisi

Menurut Albert Bandura dalam (Kurniawan, 2011) Self efficacy adalah pertimbangan subjektif individu terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi. Self efficacy tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang dapat dilakukan tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki. (Baron dan Byrne, 2003) mendefinisikan Self efficacy sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi suatu masalah.

2.1.2.2 Fungsi self efficacy

1. Untuk menentukan pemilihan tingkah laku. Orang cenderung akan melakukan tugas tertentu dimana ia merasa memiliki kemampuan yang baik untuk menyelesaikannya. Jika seseorang memiliki keyakinan diri yang besar bahwa ia mampu mengerjakan tugas tertentu, maka ia

(24)

akan lebih memilih untuk mengerjakan tugas tersebut dari pada tugas yang lain. Ini menunjukkan bahwa self efficacy juga menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku.

2. Sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam mengatasi hambatan atau pengalaman aversif. (Bandura, 1986) mengatakan bahwa self efficacy menentukan berapa lama individu dapat bertahan dalam mengatasi hambatan dan situasi yang kurang menyenangkan. Self efficacy yang tinggi akan menurunkan kecemasan yang menghambat penyelesaian tugas, sehingga mempengaruhi daya tahan individu. Dalam belajar, orang dengan self efficacy tinggi cenderung menunjukkan usaha yang lebih keras dari pada orang-orang dengan tingkat self efficacy yang rendah.

3. Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional (Bandura, 1986) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional individu, baik dalam menghadapi situsi saat ini maupun dalam mengantisipsi situasi yang akan datang. Orang-orang yang dengan self efficacy yang rendah selalu mengangap dirinya kurang mampu menangani situasi yng dihadapi.

2.1.2.3 Sumber Self Efficacy

(Alwisol 2010) mengemukakan bahwa perubahan tingkah laku, dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi

(25)

empat sumber, yakni pengalaman menguasai prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarius experience), persuasi sosial (social persuation) dan pembangkitan emosi (emotional physiological states).

Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yangn paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya:

1. Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.

2. Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain.

3. Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik mungkin.

4. Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal.

5. Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat,dampaknya tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orangyang keyakinan efikasinya belum kuat.

(26)

Pengalaman vikarius diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan diri si pengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figur yang setar dengan dirinya, bisa jadi orag tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatnya itu dalam jagka waktu yang lama.

Verbal persuasion (persuasi verbal) yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi Self efficacy yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak bertahan lama, apalagi kemudian individu mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan.

Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologis dan psikologis). Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi Self efficacy. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari (Kurniawan 2010).

(27)

2.1.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan diri (Self Efficacy)

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keyakinan diri (Self Efficacy). (Greenberg & Baron Hambawany, 2007) mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi efikasi diri, yaitu:

1. Pengalaman langsung, sebagai hasil dari pengalaman mengerjakan suatu tugas dimasa lalu (sudah pernah melakukan tugas yang sama dimasa lalu).

2. Pengalaman tidak langsung, sebagai hasil observasi pengalaman orang lain dalam melakukan tugas yang sama (pada waktu individu mengerjakan sesuatu dan bagaimana individu tersebut menerjemahkan pengalamannya tersebut dalam mengerjakan suatu tugas).

Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Bandura (Hambawany, 2007) bahwa efficacy diri seseorang dipengaruhi pula oleh:

1. Pencapaian prestasi. Faktor ini didasarkan oleh pengalaman-pengalaman yang dialami individu secara langsung. Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka dapat meningkatkan efficacy dirinya.

2. Pengalaman orang lain. Individu yang melihat orang lain berhasil dalam melakukan aktivitas yang sama dan memiliki kemampuan yang sebanding dapat meningkatkan efikasi dirinya. Individu yang pada awalnya memiliki efficacy diri yang rendah akan sedikit berusaha untuk dapat mencapai keberhasilan seperti yang diperoleh orang lain.

(28)

3. Bujukan lisan. Individu diarahkan dengan saran, nasehat, bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinan bahwa kemampuan-kemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan.

4. Kondisi emosional. Seseorang akan lebih mungkin mencapai keberhasilan jika tidak terlalu sering mengalami keadaan yang menekan karena dapat menurunkan prestasinya dan menurunkan keyakinan akan kemampuan dirinya.

2.1.2.5 Aspek-aspek keyakinan diri (Self Efficacy)

Menurut Bandura (Hambawany, 2007) ada tiga aspek efikasi diri:

1. Magnitude. Aspek ini berkaitan dengan kesulitan tugas. Apabila tugastugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas yang sederhana, menengah atau tinggi.

2. Individu akan melakukan tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan tugas-tugas yang diperkirakan diluar batas kemampuan yang dimilikinya.

3. Generality. Aspek ini berhubungan dengan luas bidang tugas atau tingkah laku. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku yang khusus sedangkan pengalaman yang lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai tugas.

(29)

4. Strength. Aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat efikasi diri yang lebih rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan orang yang memilki efikasi diri yang kuat akan tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya.

2.1.2.6 Skor self efficacy (Riwidikdo, 2013)

Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD Sedang: Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD Rendah : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean – 1 SD 2.1.3 Balita

2.1.3.1 Konsep Balita

Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun, dengan tingkat plastisitas otak yang masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka untuk prosos pembelajaran dan pengayaan (Depkes RI, 2009). Balita terbagi menjadi dua golongan yaitu balita dengan usia satu sampai tiga tahun dan balita dengan usia tiga sampai lima tahun (Soekirman, 2006). Sedangkan menurut (Meadow, 2005) balita merupakan anak yang usianya berumur antara satu hingga lima tahun.

2.1.3.2 Karakteristik Balita

Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004).

(30)

2.1.3.3 Perkembangan Balita

Perkembangan merupakan kondisi yang ditandai dengan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks (Depkes RI, 2009). Dalam masa perkembangan balita terdapat periode kritis. Periode kritis merupakan kondisi dimana lingkungan memiliki dampak paling besar terhadap perkembangan individu (Papalia dan Olds dalam Potter dan Perry, 2005). Dalam periode kritis diperlukan stimulasi sensori agar perkembangannya dapat berjalan secara maksimal (Nicki, 2007). Perkembangan balita dibagi menjadi empat aspek yaitu perkembangan psikologis, perkembangan psiko seksual, perkembangan sosial dan perkembangan kognitif.

2.1.4 Ibu

2.1.4.1 Definisi Ibu

Menurut (Abdul Munfim Sayyid Hasan 1985: 65) ibu adalah seorang wanita yang telah melalui proses, kehamilan, melahirkan, menyusui dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Seorang ibu memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan generasi pemimpin umat selain mengandung, melahirkan, dan menyusui tanggung jawab besar dan peran luhur yang ada pada seorang ibu sebagai pendidik generasi bukan yang mudah untuk dilakukan.

(31)

2.1.4.2 Tugas-Tugas Ibu

Menurut (Ni Made Sri Arwanti 2009: 3-25), ibu memiliki tugas sebagai berikut:

1. Ibu Sebagai Pengatur Rumah Tangga

Ibu sebagai pengatur didalam keluarganya untuk menuju keharmonisan antara semua anggota keluarga secara lahir dan Batin.

2. Ibu Sebagai Pembimbing Anak

Peranan Ibu menjadi pembimbing dan pendidik anak dari sejak lahir sampai dewasa khususnya dalam hal beretika dan susila untuk bertingkah laku yang baik.

3. Ibu Sebagai Pelaksana Kegiatan Agama

Dimana seorang Ibu dihormati, disanalah para dewata memberikan anugerah, tetapi dimana mereka tidak dihargai, tidak akan ada upacara suci apapun yang akan berpahala.

2.1.5 Pendidikan Kesehatan

2.1.5.1 Pengertian

Pendidikan kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005).

2.1.5.2 Tujuan pendidikan kesehatan

Secara umum, tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan (WHO 1945 dalam

(32)

Maulana, 2009). Tujuan pendidikan kesehatan dapat dirinci sebagai berikut.

1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat. Pendidikan kesehatan bertanggung jawab mengarahkan cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.

2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada. Memanfaatkan sarana pelayanan yang ada, saat kondisi sakit tetapi tidak menggunakan sarana kesehatan yang ada dengan semestinya.

2.1.5.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi

1. Faktor penyuluh, misalnya kurang persiapan, kurang menguasai materi yang akan dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahasa yang Digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran, suara terlalu kecil dan kurang Dapat didengar serta penyampaian materi penyuluhan terlalu monoton sehingga membosankan.

2. Faktor sasaran, misalnya tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit menerima pesan yang disampaikan, tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak begitu memperhatikan pesan pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan yang lebih mendesak, kepercayaan dan adat kebiasaan yang telah tertanam sehingga sulit

(33)

untuk mengubahnya, kondisi lingkungan tempat tinggal sasaran yang tidak mungkin terjadi perubahan perilaku.

3. Faktor proses dalam penyuluhan, misalnya waktu penyuluhan tidak sesuai Dengan waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dekat dengan Keramaian sehingga menggangu proses penyuluhan yang dilakukan, jumlah Sasaran penyuluhan yang terlalu banyak, alat peraga yang kurang, metode yang digunakan kurang tepat sehingga membosankan sasaran serta bahasa yang digunakan kurang dimengerti oleh sasaran.

2.1.5.4 Metode

Menurut (Notoatmodjo, 2007) metode penyuluhan merupakan salah satu Faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Metode yang dikemukakan antara lain:

1. Metode perorangan

Metode peroranagn bersifat individu diguna untuk membina perlaku baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku.

2. Metode kelompok

Metode kelompok dibedakan menjadi dua yaitu kelompok besar dan kelompok kecil. Kelompok besar adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Kelompok kecil adalah apabila peserta kurang dari 15 orang.

(34)

3. Metode massa

Metode massa adalah metode penyampaian pesan ditujukan kepada masyarakat umum dan tidak membedakan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,dan status sosial,

4. Media pemberian pendidikan kesehatan

Media adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran. Media pendidikan kesehatan disebut juga sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran. Sedangkan macam-macam alat bantu antara lain :

5. Alat bantu lihat (Visual Aids)

Alat ini berguna didalam membantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya proses pendidikan.

6. Alat ini ada 2 bentuk:

Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip, dan sebagainya. Alat-alat yang tidak diproyeksikan: dimensi, gambar, peta, bagan, dan sebagainya. Dimensi misal bola dunia, boneka, dan sebagainya.

7. Alat-Alat Bantu Dengar (Audio Aids)

8. Ialah alat yang dapat membantu menstimulasi indera pendengar pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan atau pengajaran. Misalnya piringan hitam, radio, pita suara, dan sebagainya.

(35)

9. Media elektronik

Jenis-jenis media elektronik yang dapat digunakan sebagai media pendidikan kesehatan, antara lain adalah sebagai berikut: Televisi. Penyampaian pesan kesehatan melalui media televisi berbentuk pidato (ceramah), TV spot, dan kuis atau cerdas cermat, dan radio. Bentuk penyampaian informasi di radio dapat berupa obrolan (tanya jawab), konsultasi kesehatan, dan radio spot, Video. Penyampaian informasi kesehatan melalui video slide. Slide dapat juga digunakan untuk menyampaikan informasi kesehatan (Maulana, 2009).

2.1.5.5 Materi / pesan

Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang disampaikan sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh sasaran, dalam penyampaian materi sebaiknya menggunakan metode dan media untuk mempermudah pemahaman dan untuk menarik perhatian sasaran (Effendy, 2003).

2.1.5.6 Alat peraga

Cara penggunaan alat peraga sangat bergantung pada jenis alat peraga, termasuk perlu dipertimbangkan faktor sasaran pendidikan. (Maulana, 2007) menyatakan ada beberapa contoh alat peraga yang sederhana yang dapat dipergunakan di berbagai tempat, misalnya: Leaflet, model buku bergambar, benda-benda yang nyata seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan sebagainya dapat dijadikan media atau alat untuk memberikan

(36)

pendidikan kesehatan. Papan tulis, flip chart, poster, leaflet, buku cerita bergambar, kotak gambar gulung, boneka dan sebagainya dapat dijadikan media atau alat untuk pendidikan kesehatan dikantor-kantor dan sekolah-sekolah. Poster, spanduk, leaflet, dan sebagainya untuk media atau alat untuk pendidikan kesehatan di masyarakat umum. Fungsi alat peraga adalah sebagai berikut :

1. Menimbulkan minat sasaran

2. Mencapai sasaran yang lebih banyak

3. Membantu mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman 4. Merangsang sasaran untuk meneruskan pesan pada orang lain 5. Memudahkan penyampaikan informasi

6. Memudahkan penerimaan informasi oleh sasaran

7. Menurut penelitian, orang yang paling banyak menyalurkan pengetahuan adalah mata. pengetahuan manusia 75%-87% diperoleh atau disalurkan melalui mata.

8. Mendorong kegiatan untuk mengetahui, mendalami, dan mendapat pengertian yang lebih baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan di samping masukan atau input sendiri, juga dipengaruhi oleh materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu atau peraga yang digunakan dalam proses pendidikan. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis (Notoatmodjo 2009).

(37)

2.2 Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian merupakan kumpulan teori yang mendasari topik penelitian, yang disusun berdasar pada teori yang sudah ada dalam tinjauan teori dan mengikuti kaedah input, proses dan output (Saryono, 2011).

Gambar 2.2 Kerangka Teori Faktor yang memempengaruhi

kejang demam Keperawatan Medis Peran ibu Kejang demam Self Efficacy penanganan Faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Efficacy Pendidikan kesehatan

(38)

2.3 Kerangka konsep

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2011).

H0 : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu.

Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu.

Self efficacy pre pendidikan

kesehatan

Pendidikan Kesehatan tentang kejang demam pada ibu

dengan balita

Self efficacy post pendidikan

(39)

2.4 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian yang akan diteliti yaitu:

No Nama peneliti Judul Metode Hasil

1 Muaningsih Studi komparasi antara breast feeding self efficacy pada ibu menyusi di RRSIB dengan no RSSIB dengan faktor yang mempengaruhinya Desain penelitian menggunakan pendekatan analitik potong lintang cross-sectional

Dari hasil penelitian didapatkan Ibu yang menyusui di RRSIB mempunyai nilai rerata BSE yang

lebih tinggi

dibandingkan ibu menyusui dinon RSSIB.

2 Novita Dian Iva Prestiana

Hubungan antara efikasi diri (self efficacy)dan stres

kerja dengan

kejenuhan kerja ( burnout) pada perawatan IGD dan ICU RSUD kota bekasih

Metode dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh atau sensus

Terdapat hubungan antara self efficacy dengan stres kerja dengan burnout serta terdapat hubungan antara self efficacy stres kerja dan burnout.

3 Sara Fadila Hubungan Pemakaian Fenobarbital Rutin dan Tidak Rutin Pada Anak Kejang Demam dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Desain penelitian adalah penelitian dengan jenis cross sectional study Kejadian ADHD lebih banyak terjadi pada anak kejang

demam yang

memakan

fenobarbital lebih dari 1 tahun dari pada yang kurang dari 1 tahun. Dan secara statistik terdapat hubungan yang bermakna. 4 Herman Rama Putra Hubungan pengetahuan perawat tentang kejang demam dengan penanganan kejang demam pada anak diinstalasi rawat darurat anak ( IRDA) dan ruang perawatan intensif ( RIP) IRINA E RSUP PROF. DR. R.D.KANDOU MANADO Metode penelitian dalam penelitian ini adalah retrospektif. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling dengan melibatkan 33 responden Tentang kejang demam dengan penangananan kejang demam di IRDA dan RIP irina E RSUP prof. Dr. R. D. Kandou manado.

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan rancang penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, dalam penelitian kuantitatif lebih menekan analisisnya pada data data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian interensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyadarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Pada umumnya penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar (Azwar, 2012).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian pretest-posttest one group design yaitu membandingkan tentang kejang demam dan self efficacy sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang kejang demam pada ibu dengan balita dan self efficacy. 3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah ibu-ibu yang mempunyai anak balita didesa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi yaitu sebanyak 50 orang.

(41)

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2013).

Besar penelitian ini di hitung dengan menggunakan rumus yaitu (Nursalam, 2014). ) (d N 1 N 2 + = n Keterangan : n = Besar Sampel

N = Perkiraan besar populasi d = Tingkat kesalahan

Berdasarkan rumus diatas didapatkan jumlah sampel penelitian dengan perhitungan sebagai berikut :

2 (0,05) 50 1 50 + = n = 1,125 50 = 44

Tehnik penggunaan sampel menggunakan purposive sampling yaitu sampel yang digunakan harus memiliki kriteria-kriteria yang dinginkan oleh peneliti (Sugiyono, 2013). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

(42)

b. Semua Ibu yang memiliki anak balita 2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak diambil sebagai sampel, kriteria eksklusi dalam penelitia ini adalah :

a. Responden yang sedang sakit 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Tempur Sari TambakBoyo Mantingan Ngawi

3.3.2 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan selama 1 bulan, pengambilan data dilakukan bulan februari 2015

3.4 Variabel penelitian, definisi oprasional dan skala pengukuran 3.4.1 variabel

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variabel independen pendidikan kesehatan tentang kejang demam pada ibu dengan balita. 2. Variabel Dependen ( Terikat )

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2009). Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah self efficacy.

(43)

3.4.2 Defini Operasional

Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).

Tabel 3.1 Variabel penelitian, definisi operasional dan skala pengukuran

No Variabel Penelitian

Definisi

Operasional Alat Ukur Hasil ukur

Skala Data 1 Pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada ibu dengan balita. Proses pemberian informasi kepada responden tentang penanganan kejang demam

Kuesioner 1. Tidak diberikan pendidikan kesehatan 2. Diberikan pendidikan kesehatan Nominal 2 Self efficacy terhadap penanganan kejang demam Kemampuanatau kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi suatu masalah Kuesioner Self efficacy berisi 18 pertanyaan dengan jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju

1. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD

2. Sedang : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

3. Rendah : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean – 1 SD

Ordinal

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat penelitian

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang ia ketahui

(44)

(Arikunto, 2010) yang dibuat oleh peneliti dan alat bantu seperti laptop, LCD, Leaflet dan Speaker aktif. Kuesioner ini terdiri dari Self Efficacy pada penanganan kejang demam dan pendidikan kesehatan untuk kuesioner terdiri dari 22 pertanyaan dengan pilihan jawaban SS, S, TS, STS. Kuesioner terdiri dari pertanyaan positif (favorable) yaitu nomor 1, 2, 9, 7, 4 , 3, 6, 11, 12, 15, 18 Sedangkan untuk pertanyaan negatif (unfavorable) yaitu nomor 5, 8, 10, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 21, 22 penilaian menggunakan skala likert untuk pernyataan favorable jawaban sangat setuju skor 4, setuju skor 3, tidak setuju skor 2 dan sangat tidak setuju skor 1. Pernyataan unfavorable jawaban sangat setuju skor 1, setuju skor 2, tidak setuju skor 3 dan sangat tidak setuju skor 4 (Sugiyono, 2009). Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur yang telah memenuhi uji validitas dan reliabilitas data. Kuesioner untuk penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan karakteristik seperti sejenis di luar lokasi penelitian. Menurut (Riwidikdo 2013) uji coba validitas dan reliabilitas minimal dilakukan terhadap 30 responden.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya hendak diukur. Penelitian ini menggunakan uji validitas

(45)

dengan bantuan SPSS for windows versi 16.0 rumus product moment. Menurut (Hidayat, 2007) rumus product moment yaitu:

Keterangan:

N: Jumlah responden

rxy:Koefisien korelasi product moment

x:Skor pertanyaan y: Skor total

xy: Skor pertanyaan dikalikan skor total

Dikatakan valid jika rhitung > rtabel Pada penelitian ini menggunakan taraf

signifikan 0,05.

Uji validitas dilakukan didesa Bulak Gadungan. Pada kuesioner Self Efficacy terhadap 30 responden, didapatkan hasil dari 22 item pernyataan, 18 item diantaranya dinyatakan valid , 18 item pertanyaan yang valid yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20 dan 22 Item pertanyaan dari kuesioner Self Efficacy yang dinyatakan tidak valid, selanjutnya tidak diikut sertakan dalam item pertanyaan kuesioner penelitian ini.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan

( )

X }{N Y -

( )

Y } X { Y X. -XY . N 2 2 2 2 Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ = N rxy

(46)

bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2010). Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha Chronbac’h dengan bantuan program komputer SPSS for Windows.

Rumus Alpha Chronbach adalah sebagai berikut:

      Σ −     − = t b k k r 2 2 11 1 1 σ σ Keterangan: r11 = Reliabilitas Instrument

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ∑σb2 = Jumlah varian butir

σt2 = Varians total

Instrumen dikatakan reliabel bila nilai alpha cronbach’s > rkriteria

(0,60) (Ghozali, 2005).

Hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan dari 18 kuesioner Self Efficacy didapatkan nilai alpha cronbac’h 0,935. Dari 18 pertanyaan tersebut dinyatakan reliable karena nilai alpha cronbac’h > 0,60 yang berarti kuesioner tersebut layak digunakan.

3.5.2 Cara Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : 1. Persiapan

(47)

Pada saat prosedur administrasi, peneliti mengurus surat studi pendahuluan penelitian di Prodi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta untuk dilanjutkan kebagian pendidikan dan penelitian didesa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi dalam rangka untuk memperoleh ijin penelitian, kemudian peneliti menyampaikan surat studi pendahuluan kepada Kepala Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi.

2. Pelaksanaan

a. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan penelitian kepada responden. b. Peneliti memberikan informasi tentang penelitian dan meminta kesediaan

responden untuk terlibat dalam penelitian

c. Peneliti memberikan lembar persetujuan bagi responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

d. Peneliti melakukan proses pengambilan data dengan mengisi data karakteristik responden.

e. Pada saat sebelum dilakukan pendidikan kesehatan peneliti mengukur self efficacy tentang penanganan kejang demam kepada responden selama 15 menit (pre test) dengan kuesioner.

f. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 35 menit dengan bentuk power point, peneliti mengukur kembali self efficacy penanganan kejang demam kepada responden selama selama 15 menit (post tes) dengan kuesioner. g. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden atas keterlibatannya

dalam penelitian

(48)

3.6.1 Pengolahan data meliputi :

Menurut (Notoatmodjo, 2010) setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Sebelum melaksanakan analisa data beberapa tahapan harus dilakukan terlebih dahulu guna mendapatkan data yang valid sehingga saat menganalisa data tidak mendapat kendala. Langkah-langkah pengolahan yaitu :

1. Editing

Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil jawaban dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden dan kemudian dilakukan koreksi apakah telah terjawab dengan lengkap. Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak sesuai dapat segera dilengkapi.

2. Coding

Kegiatan ini memberi kode angka pada kuesioner terhadap tahap-tahap dari jawaban responden agar lebih mudah dalam pengolahan data selanjutnya. Untuk pernyataan self efficacy menggunakan skala likert, pernyataan positif di beri kode 1 untuk jawaban sangat tidak stuju, kode 2 untuk tidak setuju, kode 3 untuk setuju dan kode 4 untuk pernyataan sangat setuju. Pernyataan negatif positif di beri kode 1 untuk jawaban sangat setuju, kode 2 untuk setuju, kode 3 untuk jawaban tidak setuju dan kode 4 untuk jawaban sangat tidak stuju.

3. Tabulating

Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban kuesioner responden yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke

(49)

4. Memasukkan Data (Data Entri) atau processing

Memasukkan data yaitu jawaban dari masing-masing responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau soffware komputer.

5. Pembersihan data (Cleaning)

Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian di lakukan pembetulan atau koreksi.

3.6.2 Analisa Data 1. Analisa Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2005). Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap variabel yang diteliti yaitu dengan melihat semua distribusi data dalam penelitian. Analisis dengan menggunakan perangkat computer digunakan untuk menganalisis variabel yang bersifat kategorik tingkat umur, pendidikan, pendidikan kesehatan dan self efficacy. Dijelaskan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran prosentase dan proporsi.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel. Uji yang digunakan yaitu uji Wilcoxon Signed Rank Test, dengan rumus sebagai berikut:

(50)

) 1 2 )( 1 ( 24 1 ) 1 ( 4 1 − −       − − = N N N N N T Z Dimana :

N = Banyak data yang berubah setelah diberi perlakuan berbeda T = Jumlah renking dari nilai selisih yang negatif (apabila

banyaknya selisih yang positif lebih banyak dari banyaknya selisih negatif)

= Jumlah ranking dari nilai selisih yang positif (apabila banyaknya selisih yang negatif> banyaknya selisih yang positif)

3.7 Etika Penelitian

Setelah mendapat persetujuan peneliti mulai melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika menurut (Hidayat, 2007) etika penelitian meliputi:

1. Informed Consent ( lembar persetujuan menjadi responden)

Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subyek penelitian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta manfaat yang dilakukannya penelitian. Setelah diberikan penjelasan, lembar persetujuan diberikan kepada subyek penelitian. Jika subyek penelitian bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak untuk diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek

(51)

penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan inisial dan memberi nomor pada masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek penelitian dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Analisa Univariat

4.1.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden ini meliputi umur, dan pendidikan dijelaskan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentasi atau porporasi

1. Usia Responden

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia (N=44)

No Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)

1 < 20 1 2.3

2 20-35 35 79.5

3 > 35 8 18.2

Total 44 100

Pada tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada usia 20-35 tahun, yaitu sebanyak 35 responden atau 79.5 % , dan yang memiliki usia < 20 tahun, yaitu sebanyak 1 responden atau 2.3%, sedangkan yang memiliki usia > 35 tahun, yaitu sebanyak 8 responden atau 18.2%

(53)

2. Pendidikan Responden

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan (N=44)

No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 SD 10 22.7

2 SMP 12 27.3

3 SMA 19 43.2

4 Perguruan tinggi 3 6.8

Total 44 100

Pada tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa sebagia besar responden dengan karakteristik pendidikan SMA yaitu sebanyak 19 responden atau 43.2 % , sedangkan yang memiliki pendidikan SMP yaitu sebanyak 12 responden atau 27.3 % , sedangkan yang memiliki pendidikan SD yaitu sebanyak 10 responden atau 22.7 % dan sedangkan yang memiliki pendidikan perguruan tinggi yaitu sebanyak 3 responden atau 6.8 %.

4.1.2 Self efficacy pre pendidikan kesehatan

Tabel 4.3Self efficacy pre pendidikan kesehatan (N=44)

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 9 20.5

2 Sedang 30 68.2

3 Rendah 5 11.4

Total 44 100,0

Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy rendah tentang kejang demam yaitu sebanyak 5 responden atau 11.4 % , dan yang memiliki Self efficacy sedang tentang kejang demam yaitu sebanyak 30 responden

(54)

atau 68.2 % , sedangkan yang memiliki Self efficacy baik tentang kejang demam yaitu sebanyak 9 responden atau 20.5 %.

4.1.3 Self efficacy post pendidikan kesehatan

Tabel 4.4 Self efficacy post pendidikan kesehatan (N=44)

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 11 25.0

2 Sedang 26 59.1

3 Rendah 7 15.9

Total 44 100,0

Pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa setelah dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy sedang tentang kejang demam yaitu sebanyak 26 responden atau 59.1 %, dan yang memiliki Self efficacy rendah tentang kejang demam yaitu sebanyak 7 responden atau 15.9 %, sedangkan yang memiliki Self efficacy baik tentang kejang demam yaitu sebanyak 11 responden atau 25.0 %.

4.2. Analisa

Bivariat

4.2.1 Analisis Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap self efficacy ibu antara variabel dependen dan independen.

Tabel 4.5 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test tentang Penanganan kejang Demam pada balita Terhadap self efficacy ibu pre dan post di berikan pendidikan kesehatan

(N=44)

Variabel

Pre post Pvalue

F % F %

0,000

(55)

Sedang 30 68.2 26 59.1

Rendah 5 11.4 7 15.9

Total 44 100.0 44 100.0

Dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy sedang tentang kejang demam yaitu sebanyak 30 responden atau 68.2 % , sedangkan setelah dilakukan dilakukan pendidikan kesehatan sebagian besar responden memiliki Self efficacy baik tentang kejang demam yaitu 11 responden atau 25.0 %.

Berdasarkan hasil pengolahan data yang menggunakan perhitungan korelasi Wilcoxon Signed Rank Test dengan bantuan program komputer menghasilkan nilai P value 0,000 lebih kecil dari nilai ( p< 0,05 ). Maka dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti adanya pengaruh antara pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam pada balita terhadap Self efficacy ibu yang signifikan.

(56)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Usia

Dari hasil penelitian ini bahwa kategori usia paling tinggi adalah 20-35 tahun sebanyak 35 responden. Kategori usia sebagian besar responden yaitu berada pada kategori masa dewasa awal, yang artinya cukup matang dalam berfikir (Depkes, 2009). Secara biologis merupakan masa puncak pertumbuhan fisik prima, karena didukung oleh kebiasan-kebiasaan yang positif (Desmita, 2009).

Usia seseorang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menerima informasi dan pola pikir seseorang terhadap informasi yang diberikan. Semakin bertambahnya usia maka kemampuan menerima informasi dan pola pikir seseorang semakin berkembang. Kemampuan seseorang untuk menerima informasi yang diberikan kepadanya berhubungan dengan maturitas dari fungsi tubuh baik indera maupun otak dan kesehatan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

(Potter & Perry, 2005) menjelaskan bahwa dewasa awal perubahan-perubahan kognitif tentunya belum terjadi. Individu pada masa dewasa awal sangat mampu untuk menerima ataupun mempelajari hal baru individu dewasa awal diidentikan sebagai masa puncak kesehatan, kekuatan, energi dan daya tahan , juga fungsi sensorik dan motorik. Pada

(57)

tahap ini fungsi tubuh sudah berkembang sepenuhnya dan kemampuan kognitif terbentuk dengan lebih kompleks. (Papalia Sterns Feldman & Camp, 2007).

5.1.2 Pendidikan

Hasil analisa yang didapatkan sebagian besar ibu-ibu di Desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi berpendidikan SMA yaitu sebanyak 19 responden atau 43.2 %, sedangkan yang memiliki pendidikan SMP yaitu sebanyak 12 responden atau 27.3 %, sedangkan yang memiliki pendidikan SD yaitu sebanyak 10 responden atau 22.7 % , dan sedangkan yang memiliki pendidikan Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 3 responden atau 6.8 %.

Hasil penelitian yang di lakukan peneliti saat ini mayoritas pendidikan terakhir responden adalah SMA yang artinya dimana mayoritas tingkat pendidikan responden sudah tinggi dimana tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempengaruhi persepsi seseorang untuk mengambil keputusan dan bertindak. (Notoatmodjo, 2007).

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kualitas manusia, dengan pendidikan manusia memperoleh pengetahuan dan informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin berkualitas hidupnya (Hurlock, 2007). Seseorang dengan pendidikan tinggi akan cenderung untuk mendapatkan dan menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa lebih mudah dan banyak. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Illahi Robbi Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi penelitian berjudul “

Pada Tabel 3, hasil statistik secara pair- wise comparison antara kelompok jalan kaki in- tensitas sedang dengan kontrol menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan kadar

Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan lebar lengkung gigi pada maloklusi klasifikasi Angle yang berbeda di SMPN I Salatiga

Sampel dalam penelitian ini adalah gigi Premolar manusia post ekstraksi yang dicabut untuk keperluan perawatan ortodonsi, dengan kondisi sehat, tidak karies, dan tidak

Deskripsi Pengujia n Penguji an Output yang diharapk an Output yang dihasilk an Kesimpul an Berhasil melakuka n entry data dosen setelah menerima SK dari kopertis/di

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan di MTs Darul Ulum Semarang, peneliti mendapatkan data bahwa dari 42 siswa 16 diantaranya

Saat pengakuan pendapatan pada basis akrual adalah pada saat pemerintah mempunyai hak untuk melakukan “penagihan”. Dalam basis akrual mengenai kapan kas benar-benar akan

Secara klinis, dibagi menjadi fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup,