• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metodologi Penelitian

Dalam dokumen TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS KOI (Halaman 16-0)

BAB 1 Pendahuluan

1.7. Metodologi Penelitian

a. Penelitian ini adalah merupakan eksperimen laboratorium

b. Budidaya ikan mas koi dilakukan di dalam akuarium yang diisi dengan air Sungai Tuntungan Medan sebanyak 25 L

c. pH air divariasikan antara 5,5 – 9,5

d. Pengaturan pH dilakukan dengan menggunakan larutan garam NaH2PO4 dan NaHCO3. e. Sebelum ikan dimasukkan, ditentukan terlebih dahulu bobot awal ikan dan kandungan mineral Fe, Mg, Ca, dan Cl pada air akuarium

f. Setelah 10 hari, bobot ikan ditimbang dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl ditentukan dengan titrasi, sedangkan penentuan kandungan Fe dilakukan dengan metode Spektrofotometri Visibel. Hal yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan. Kualitasnya menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan, bahkan kualitas seperti warna ikan.

Secara alami, air merupakan pelarut yang sangat baik sehingga hampir semua material dapat larut di dalamnya. Adapun berbagai material terlarut dalam air adalah

1) berbagai gas seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2), ammonia (NH3), nitrit (NO2), nitrat (NO3), sulfide (H2S), dan methan,

2) berbagai mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), Natrium (Na), Kalium (K), besi (Fe), seng (Zn), serta mineral bentuk ion atau molekul organik maupun anorganik,

3) material organik terlarut seperti gula, lemak, asam, dan vitamin 4) material anorganik seperti lumpur dan tanah liat, serta

5) material biologis seperti bakteri, jamur, virus, zooplankton, dan fitoplankton.

(Lesmana, D.S.,2001)

Keasaman atau pH air (pondus Hydrogenii) adalah indikasi dari bobot hidrogen yang berada di dalam air. Derajat keasaman diukur dengan skala 1-14. Angka tujuh pada derajat keasaman menandakan keasaman air bersifat netral. Sementara itu, angka satu menunjukkan air bersifat sangat asam. Sebaliknya, angka 14 menunjukkan air bersifat sangat basa atau alkalis. Ikan hias biasanya hidup optimal di dalam air pada kisaran pH 6,5 – 8. Umumnya air di daerah tropis memiliki pH antara 5 – 6,8 atau tergolong sedikit asam. Menaikkan pH air agar sesuai dengan ketentuan pemeliharaan ikan dapat menggunakan kapur bordo sebanyak 2 cc per liter air. Sebaliknya air ber-pH terlalu basa atau skala meternya menunjukkan angka di atas 7 perlu dinetralkan dengan

menambahkan berbagai daun-daunan yang telah direndam ke dalam air selama 2-3 hari.

Untuk menetralkan pH air di dalam akuarium, cukup masukkan 2-3 lembar daun ketapang ke dalamnya. Besar kecilnya angka pH sangat dipengaruhi oleh kandungan karbondioksida (CO2) di dalam air. Karbondioksida adalah hasil dari respirasi atau pernapasan ikan yang menghasilkan kandungan CO2 berbeda di siang dan malam hari.

Ketika malam hari, kadar CO2 meningkat sehingga pH akan juga naik. Ketika pagi dan siang hari, kadar CO2 akan turun sehingga pH air pun ikut turun. Faktor lain yang mempengaruhi pH air adalah sisa pakan dan kotoran ikan. Jika air jarang diganti, bekas pakan dan kotoran ikan akan semakin menumpuk. Akibatnya, pH air akan semakin rendah (Sitanggang, M., 2002).

Kekerasan (hardness) air yang juga disebut kesadahan disebabkan oleh banyaknya mineral dalam air seperti kalsium atau kapur (Ca), magnesium (Mg), seng (Zn), dan mangan (Mn). Namun, mineral yang dijadikan standar pengukuran kekerasan air adalah kadar Ca++ dalam bentuk CaCO3. Biasanya kekerasan air ini dinyatakan dalam derajat kekerasan (0 dH). Kisaran kesetaraan antara derajat kekerasan dengan kadar CaCO3 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2.1. Nilai Kesetaraan Kadar CaCO3 Dengan Derajat Kekerasan Kekerasan Air Kadar CaCO3 (mg/L) 0 dH

Lunak 0-75 0-4

Sedang 75-150 4-8

Keras 150-300 8-16

Sangat Keras Lebih dari 300 Lebih dari 16

Ikan-ikan tertentu membutuhkan kadar kekerasan air tertentu pula. Umumnya ikan akan lebih mudah beradaptasi dari air yang lunak ke keras disbanding dari keras ke lunak.

Memang belum diketahui dengan pasti pengaruh langsung kekerasan air ini terhadap ikan. Namun, biasanya kekerasan berpengaruh pada perubahan pH. Walaupun demikian,

kebanyakan ikan hias akan tumbuh baik pada kekerasan 3-100 dH, tergantung jenis (Lesmana, D.S.,2001)

Kondisi temperatur harus dijaga agar tetap konstan. Temperatur yang berubah-ubah dapat menyebabkan stress pada ikan. Pada temperature yang terlalu tinggi, ikan akan mengalami kekurangan oksigen dan sistem enzim yang membantu metabolisme tubuh tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada kondisi seperti ini, penyakit dapat menyerang dengan cepat. Meningkatnya temperatur air akan menurunkan kemampuan air untuk menyerap oksigen sehingga tingkat kejenuhan oksigen di dalam air juga menurun.

(Sitanggang, M.,2002).

Sumber air untuk pemeliharaan ikan hias air tawar dapat berasal dari sumur, sungai atau rawa, dan air PAM. Masing-masing sumber air tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Air sumur atau air tanah biasanya lebih bersih serta hanya mengandung gas dan mineral. Namun demikian, air sumur kemungkinan masih mengandung material organik walaupun sedikit. Sementara kandungan material anorganik dan bakteri tergantung dari dalam dangkalnya sumur. Makin dalam sumur maka makin sedikit kandungan material anorganiknya dan makin berkurang kandungan bakterinya. Sebelum digunakan sebaiknya air sumur diinapkan atau ditampung terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada air sumur berhubungan dengan udara sehingga oksigen dari udara bias terlarut ke dalam air serta menguapkan gas berbahya dan tidak diperlukan ikan (Lesmana, D.S.,2001).

2.2. Ikan Mas Koi

Nenek moyang ikan koi diyakini bermula dari ikan mas atau karper (Cyprinus Carpio) yang berasal dari wilayah Asia Timur. Ikan karper tersebut berimigrasi ke China melalui salah satu dari dua kemungkinan, melalui perdagangan atau secara alamiah melalui jalur air (terusan). Dalam legenda Cina diceritakan bahwa koi pertama kali muncul 2500 tahun yang lalu atau sekitar tahun 551-419 SM. Kata “Koi” sendiri berasal dari bahasa Cina,

karena menurut sejarah, orang Cinalah yang pertama kali menternakkan ikan ini sekitar tahun 1300-an (Wijoyo, M.,2012).

Klasifikasi ilmiah Koi dalam kerajaan hewan secara lengkap diuraikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Cordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Cypiriniformes

Subordo : Cypirinoidea

Famili : Cypirinidae

Sub Famili : Cypirininae

Genus : Cypirinus

Spesies : Cypirinus carpio (Redaksi PS., 2009).

Gambar 2.1. Ikan Mas Koi

Koi merupakan ikan hias air tawar terbesar dan merupakan ikan bergengsi.

Kepalanya besar dan dihiasi sepasang kumis. Masa hidup koi umumnya sampai sekitar 70 tahun. Namun ada beberapa yang hidup bisa mencapai umur 200 tahun. Salah satu sebab mengapa koi mudah dipelihara adalah karena koi mudah menerima pakan apa saja. Koi

mau menerima berbagai jenis makanan baik berasal dari hewan ataupun bahan nabati (tumbuh-tumbuhan). Koi mau menerima daging, ikan, sayur-sayuran, bahkan roti. Koi gampang menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Ikan ini bisa menempati hampir semua tempat.

Kualitas air sangat menentukan bagus tidaknya warna koi. Menurut The Latest Manual of Nisikigoi, 70% warna koi ditentukan oleh mutu genetik ikan itu sendiri, 20%

oleh air, dan 10% faktor-faktor lainnya.

Koi yang memenangkan kontes di Jepang bisa terjual dengan harga lebih dari 10 juta yen atau sekitar Rp. 120 juta. Pada umumnya orang beranggapan bahwa koi sebagai ikan hias yang harganya mahal. Kendati demikian, seekor koi yang baru menetas hanya dijual sekitar 5 atau 6 yen (Rp. 80 / 1 yen), sedangkan yang lebih besar bisa seratus hingga seribu yen. (Susanto, H.,2001).

Gambar 2.2. Salah Satu Kontes Ikan Koi di Jakarta

Kecenderungan hobiis koi semakin meluas dan pada tahun 1996 di Surabaya diadakan kontes koi bertajuk ”1st All Indonesian Champion”. Peserta yang ikut belum begitu banyak, karena saat itu hobiis masih terbatas di kalangan atas. Krisis ekonomi 1996-1999 tidak menyurutkan para hobiis koi untuk tetap menggemari koi. Bahkan koi menjadi tempat pelarian para hobiis baru, terutama para pengusaha yang usahanya berhenti atau tersendat. Klub-klub koi pun bermunculan, tidak hanya di Jakarta, tapi juga di Yogyakarta dan Semarang. Pada tahun 1999 diselenggarakan kontes koi dengan tema

“1st Indonesian Chapter Koi Show” di Surabaya. Kontes itu telah menjadi tonggak perkembangan koi di Indonesia. Oleh karena itu, dibentuklah Zen Nippon Arinkai (ZNA) di Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Kemudian beberapa klub koi mulai didirikan di beberapa daerah, seperti Blitar Koi Club dan Ikatan Pecinta Koi di Yogyakarta. Koi semakin popular, acara kontes semakin sering digelar, di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar. Event ”1st ZNA Jakarta Koi Show” semakin semarak dengan diikuti oleh 600 peserta dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Sukabumi, Yogyakarta, dan Blitar. (Wijoyo, M.,2012)

2.3. Pakan Buatan (Pelet)

Istilah pelet digunakan untuk menyatakan bentuk makanan berupa potongan-potongan kecil berbentuk pipa, jadi bukan berbentuk butiran atau tepung. Pelet mempunyai ukuran diameter tertentu dan biasanya diberikan pada ikan yang sudah cukup besar. Jumlah makanan (dosis) yang diberikan pada ikan dapat mempengaruhi jumlah makanan yang diserap oleh tubuh. Demikian pula halnya dengan waktu pemberian makanan. Dosis makanan yang diberikan pada ikan jangan terlalu berlebihan agar tidak menciptakan kondisi buruk di dalam air, terutama jika memberikan makanan buatan. Pemberian makanan yang berlebihan – terutama makanan buatan – dapat menimulkan masalah baru, sebab sisa makanan yang mengendap akan mengalami proses pembusukan. Akibatnya, kandungan oksigen di kolam akan menurun dan timbul gas-gas beracun yang dapat membahayakan kehidupan ikan. Dosis makanan yang umum diberikan dalam satu hari berkisar antara 3-5 persen dari berat total ikan yang dipelihara. Makanan ini tidak diberikan sekaligus, tetapi diberikan secara bertahap. Jumlah makanan yang diberikan pada setiap waktu makan tergantung dari frekuensi pemberian. Artinya, jika frekuensi pemberian makanan dilakukan empat kali sehari, maka jumlah yang diberikan pada ssetiap waktu adalah ¼ dari dosis yang telah ditentukan. Untuk menghindari pemberian makanan secara berlebihan, maka pemberian makanan harus dihentikan apabila 25% dari jumlah ikan yang dipelihara telah meninggalkan tempat makannya (Liviawaty, E.,1994).

Pakan yang banyak digunakan pada koi yaitu pakan pelet. Selain praktis, kandungan nutrisi pada pakan pelet juga telah disesuaikan dengan kebutuhan dan umur koi. Beragam merek pakan ini dijual di toko ikan hias atau swalayan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu keseimbangan komponen pakan yang sesuai dengan kebutuhan koi.

Tabel 2.2. Kandungan Nutrisi Pakan Pelet

No. Komposisi Jumlah (%)

Pakan sebaiknya diberikan dalam jumlah sedikit, tetapi sering. Maklum, koi tidak dapat menyimpan cadangan kelebihan makanan dalam bentuk lemak. Pakan dapat diberikan 2 – 4 kali sehari. Sementara waktu pemberian tidak terlalu mengikat. Pakan bisa diberikan pada pagi, siang, sore, atau bahkan malam hari. Habisnya pakan dalam waktu singkat merupakan pertanda bagus. Sebaiknya pakan yang diberikan pada koi harus habis pada waktu 5 menit. Jika dalam kurun 10 menit belum habis, tandanya koi sudah kenyang dan sisa pakan yang terapung hanya mengotori air kolam saja. Jumlah pakan yang diberikan pada koi sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhannya.

Tabel 2.3. Jumlah Pakan Yang Dibutuhkan Koi

Ukuran Ikan Jumlah Pakan per Hari

(% Bobot Badan)

Sebenarnya dengan kadar dan frekuensi pemberian pakan buatan yang seimbang akan memberikan hasil yang baik. Ini disebabkan kandungan gizi pakan buatan biasanya sudah disesuaikan dengan kebutuhan ikan karena sudah ditambahkan vitamin.

Penggunaan pakan buatan sangat praktis dan dapat disimpan lama. Namun, pemantauan kualitas air sangat perlu. Pemberian pakan buatan sebaiknya terbatas, cukup untuk kebutuhan ikan. Lebih baik sering memberikan pakan buatan dengan jumlah sedikit disbanding jumlah banyak sekaligus tanpa dihabiskan ikan (Lesmana, D.S.,2001)

2.4. Akuarium

Koi termasuk keluarga Cyprinidae, masih sekerabat dengan ikan mas (Cyprinus carpio) atau maskoki (Cyprinus auratus). Hal ini bisa dibuktikan dari sosoknya yang memang mirip, yaitu pipih. Hanya saja penampilan koi lebih cantik karena ditunjang oleh beragam warna yang sangat menawan. Karena pada umumnya mas koi dipelihara di kolam, maka untuk penelitian terhadap ikan ini digunakan akuarium dengan spesifikasi yang sama dengan kerabatnya yaitu ikan mas koki.

Wadah paling umum untuk memelihara maskoki ialah akuarium kaca. Satu hal dalam membuat atau membeli akuarium, sebaiknya dipilih akuarium yang permukaannya lebar. Dengan akuarium itu sirkulasi udara bebas yang mengandung oksigen lebih mudah berdifusi dengan air. Kandungan oksigen terlarut yang cukup di dalam air diperlukan semua ikan, termasuk maskoki. Ikan mengkonsumsi oksigen terlarut lewat insang. Jika oksigen terlarut kurang karena permukaan akuarium sempit, dan akuarium terletak di ruang tertutup yang sirkulasi udaranya kurang, bias terjadi gangguan kesehatan yang tak dikehendaki. Misalnya nafsu makan mas koki kurang, kondisi kesehatan turun sehingga mudah terkena penyakit, dan akhirnya ikan bisa mati.

Sehubungan dengan itu, dalam membeli atau merakit akuarium dikenal adanya ukuran minimum. Ukuran minimum ini lahir dari hasil perhitungan luas ruang ideal yang dibutuhkan setiap sentimeter tubuh ikan dipandang dari segi estetika dan kemudahan mendekor. Menurut perhitungan para ahli, setiap 1 cm panjang maskoki membutuhkan

ruang seluas 60 centimeter persegi. Panjang maskoki terhitung mulai dari bibir sampai pangkal ekor (tidak termasuk sirip ekor). Untuk jelasnya, ukuran dan daya tamping maskoki bisa dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.4. Ukuran Akuarium dan Daya Tampungnya.

Ukuran

Menurut pengalaman para hobiis, akuarium berukuran 90 cm x 30 cm x 38 cm sangat ideal untuk memelihara maskoki. Akuarium ini bisa dipakai untuk memelihara maskoki berbagai ukuran. Selain itu, kondisi dan suhu airnya juga lebih stabil disbanding yang terdapat pada akuarium ukuran lain (Budhiman, A.A.,2001).

Seperti halnya kolam, kebersihan akuarium pun sangat dianjurkan. Membersihkan akuarium cukup dengan menyedot atau menyifon air dalam akuarium hingga habis.

Selanjutnya dinding dan dasarnya dilap atau digosok dengan spons sampai bersih. Setelah itu, cuci sekali lagi dengan air bersih sebelum digunakan.

Kepadatan ikan sangat penting untuk kenyamanan hidup. Ikan yang terlalu padat dapat menimbulkan stress karena kualitas air cepat menjadi jelek. Bahkan, oksigen terlarut cepat habis. Selain itu, pada ikan tertentu dapat terjadi gesekan antar ikan sehingga menimbulkan luka. Akibatnya, penampilan ikan menjadi jelek atau bahkan menimbulkan kematian (Lesmana, D.S.,2001).

2.5. Mineral

Mineral merupakan elemen anorganik yang dibutuhkan oleh ikan dalam pembentukan jaringan dan berbagai fungsi metabolism dan osmoregulasi. Ikan juga menggunakan elemen anorganik tersebut untuk mempertahankan keseimbangan osmosis antara cairan tubuh dan cairan di sekitarnya. Mineral dibutuhkan dalam jumlah relative kecil, namun berperan sangat penting dalam menjaga kelangsungan hidup, mengingat beberapa proses yang berlangsung di dalam tubuh ikan membutuhkan mineral.

Berdasarkan kebutuhannya, mineral dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu mineral esensial dan mineral non-esensial. Mineral esensial harus selalu tersedia di dalam tubuh ikan dan harus disuplai dari pakan karena tubuh ikan tidak mampu memproduksi mineral ini. Sementara, mineral nonesensial yaitu mineral yang sebaiknya tersedia di dalam tubuh ikan.

Berdasarkan jumlah kebutuhannya, mineral dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu makromineral dan mikromineral. Makromineral yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam jumlah relatif besar, seperti kalsium (Ca), fosfor (P), belerang (S), natrium (Na), klorida (Cl), magnesium (Mg), dan kalium (K). Sebaliknya, mikromineral adalah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam jumlah relative kecil, yaitu kobalt (Co), selenium (Se), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), krom (Cr), fluor (F), iodium (I), besi (Fe), dan molybdenum (Mo). Mikromineral sering pula disebut sebagai trace mineral. Beberapa fungsi lain dari mineral antara lain sebagai berikut.

a. Mengatur keseimbangan asam basa dan proses osmosis antara cairan tubuh dan lingkungannya (terutama Na, K, Ca, dan Cl)

b. Berperan dalam proses pembekuan darah dan pembentukan hemoglobin (terutama Fe, Cu, dan Co).

c. Berperan penting dalam proses metabolisme (terutama Cl, Mg, dan P)

d. Mengatur fungsi sel (Cu dan Zn), membentuk fospolipid dan bahan inti sel (S dan P), mematangkan kelenjar kelamin (Br), dan membentuk hormone tiroid (I) (Afrianto, A.,1989).

Tabel 2.5. Fungsi Mineral dan Kebutuhan Untuk Ikan

Mineral Kegiatan Metabolik Gejala Defisiensi

Besi

Fungsi struktural adalah fungsi mineral untuk pembentukan struktur tubuh seperti tulang, gigi, dan sisik ikan. Mineral yang banyak berperan dalam fungsi ini adalah Ca, P, F, dan Mg. Yang membantu pernapasan adalah Fe, Cu dan Co. Sedangkan mineral yang membantu proses metabolism adalah semua mineral esensial, baik makro maupun mikro.

Termasuk yang berperan dalam metabolisme adalah pembentukan enzim, mengatur keseimbangan cairan tubuh, dan beberapa fungsi penting lainnya. Umumnya kekurangan mineral akan berpengaruh pada pertumbuhan (Ghufran, M.,2004)

2.5.1. Besi

Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan dalam bentuk kation ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini ini terjadi pelepasan electron. Sebaliknya, pada reduksi ferri menjadi ferro terjadi penangkapan electron. Proses oksidasi dan reduksi besi tidak melibatkan oksigen dan hidrogen. Reaksi oksidasi ion ferro menjadi ion ferri ditunjukkan dalam persamaan

Fe++ Fe+++ + e

-Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2, Fe(HCO3), dan Fe(SO4). Pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestic, pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak mandi, pipa air dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH.

Sumber besi di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4), limonit [FeO(OH)], goethite (HFeO2), dan ochre (Fe(OH)3). Senyawa besi pada

umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air.

Air tanah dalam biasanya memiliki karbondioksida dengan jumlah yang relatif banyak, dicirikan dengan rendahnya pH, dan biasanya disertai dengan kadar oksigen terlarut yang rendah atau bahkan terbentuk suasana anaerob. Pada kondisi ini, sejumlah ferri karbonat akan larut sehingga terjadi peningkatan kadar besi ferro (Fe2+) di perairan.

Pelarutan ferri karbonat ditunjukkan dalam persamaan reaksi

FeCO3 + CO2 + H2O Fe2+ + 2HCO3-

Kadar besi pada perairan yang mendapat cukup aerasi (aerob) hampir tidak pernah lebih dari 0,3 mg/liter. Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05-0,2 mg/liter.

Pada air tanah dengan kadar oksigen yang rendah, kadar besi dapat mencapai 10-100 mg/liter, sedangkan pada perairan laut sekitar 0,01 mg/liter. Air hujan mengandung besi sekitar 0,05 mg/liter. Nilai LC50 besi terhadap ikan berkisar antara 0,3 – 10 mg/liter (Effendi, H. 2003).

2.5.2. Klorin

Ion klorida adalah salah satu anion anorganik utama yang ditemukan di perairan alami dalam jumlah lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl2). Selain dalam bentuk larutan, klorida dalam bentuk padatan ditemukan pada batuan mineral sodalite [Na8(AlSiO4)6]. Pelapukan batuan dan tanah melepaskan klorida ke perairan. Sebagian besar klorida bersifat mudah larut.

Kadar klorida bervariasi menurut iklim. Pada perairan di wilayah beriklim basah (humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/liter, sedangkan pada perairan di wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida mencapai ratusan mg/liter. Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2-20 mg/liter. Air yang berasal dari daerah pertambangan mengandung klorida sekitar 1700 ppm. Kadar klorida 250 mg/liter dapat

mengakibatkan air menjadi asin. Klorida berperan dalam pengaturan tekanan osmotic sel bagi makhluk hidup. (Effendi, H. 2003).

2.5.3. Kalsium

Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan tanah. Kalsium pada batuan terdapat dalam bentuk mineral batu kapur (limestone), pyroxene, amphiboles, calcite, dolomite, gypsum, dan apatite [Ca5(PO4)3, (F,Cl,OH)]. Kadar kalsium pada perairan tawar biasanya kurang dari 15 mg/liter, pada perairan yang berada di sekitar batuan karbonat antara 30 – 100 mg/liter; pada perairan laut sekitar 400 mg/liter, sedangkan pada brine dapat mencapai 75.000 mg/liter.

Kalsium termasuk unsur yang esensial bagi semua makhluk hidup. Unsur ini berperan dalam pembentukan tulang dan pengaturan permeabilitas dinding sel. Kalsium juga berperan dalam pembangunan struktur sel serta perbaikan struktur tanah. Kadar kalsium yang tinggi di perairan relatif tidak berbahaya, bahkan dapat menurunkan toksisitas beberapa senyawa kimia.

Cole (1988) mengemukakan bahwa perairan yang miskin akan kalsium biasanya juga miskin akan kandungan ion-ion lain yang sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik.

Tumbuhan atau hewan akuatik yang membutuhkan kalsium dalam pertumbuhannya disebut Calciphiles. Tumbuhan atau hewan akuatik yang tidak menyukai keberadaan kalsium disebut Calciphobes (Effendi, H. 2003).

2.5.4. Magnesium

Magnesium (Mg) adalah logam alkali tanah yang cukup berlimpah pada perairan alami.

Bersama dengan kalsium, magnesium merupakan penyusun utama kesadahan. Garam-garam magnesium bersifat mudah larut dan cenderung bertahan sebagai larutan, meskipun garam-garam kalsium telah mengalami presipitasi.

Beberapa jenis batuan, misalnya dolomitic [CaMg(CO3)2], forsterite (Mg2SiO4), serpentine (H4Mg3Si2O6), olivine, dan magnesite banyak mengandung magnesium. Akan tetapi sumber utama magnesium di perairan adalah ferro magnesium dan magnesium karbonat yang terdapat pada batuan.

Magnesium bersifat lebih mudah larut daripada kalsium sehingga jarang mengalami presipitasi. Magnesium karbonat dan magnesium hidroksida mengalami presipitasi pada pH > 10. Magnesium sulfat dan magnesium klorida bersifat sangat mudah larut, sehingga perairan yang mengalami kontak dengan kedua senyawa tersebut akan mengandung banyak magnesium (Effendi, H. 2003).

2.6. Spektroskopi Ultraviolet dan Tampak (Visible)

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.

Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram.

Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV.

Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV.

Dalam dokumen TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS KOI (Halaman 16-0)

Dokumen terkait