• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan yaitu dari bulan April sampai bulan Oktober 2012. Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 jenis kayu, 8 jenis kayu diantaranya merupakan kayu lokal Indonesia yang termasuk dalam kayu rakyat, antara lain kayu akasia (Acacia mangium), kayu jengkol (Archidendron pauciflorum), kayu kemang (Mangifera kemanga), kayu laban (Vitex pubescens), kayu lamtoro (Leucaena glauca), kayu manglid (Manglietia glauca), kayu waru (Hibiscus tiliaceus) serta jenis kayu impor yaitu kayu oak (Quercus sp.) yang dikenal umum di Amerika dan Eropa untuk proses fumigasi amonia. Bahan yang digunakan untuk fumigasi yaitu amonia (Ammonium hidroksida) sebanyak 4 liter dengan konsentrasi 25%. Bahan-bahan finishing yang dipakai adalah Impra Aqua Filler AWF-911, Impra Aqua Sanding Sealer ASS-941, dan Impra Aqua Lacquer AL-961 Clear Gloss, serta air destilata sebagai bahan pengencer. Pengujian

11 keawetan kayu menggunakan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus). Bahan kimia rumah tangga yang dipakai dalam pengujian daya tahan lapisan adalah madu, coklat cair, soda minuman, dan santan cair.

Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain alat pemotong kayu dengan ukuran yang telah disesuaikan yaitu circular saw. Dalam proses fumigasi, alat-alat yang digunakan adalah kilang fumigasi yang berukuran 100 cm x 50 cm x 70 cm, dilengkapi dengan bohlam (2 x 100) watt sebagai pemanas dan penerang, serta wadah penampung larutan amonia. Dalam pengambilan gambar atau citra kayu menggunakan kamera digital Cannon EOS 1000D, seperangkat komputer dengan software pencitra warna RGB, program Motic Image Plus 2.0, dan aplikasi Microsoft Office Excel 2007. Alat-alat yang digunakan dalam proses finishing adalah kertas amplas (no. 180, 240, 400 dan 1500), spray gun dan kompresor. Pengujian rayap kayu kering menggunakan kotak kaca berukuran 6 cm x 2,5 cm x 3 cm dan kain kasa. Pengujian daya tahan lapisan finishing menggunakan alat bantu seperti pipet, pisau cutter, gunting, selotip, dan gelas stainless steel. Adapun alat-alat penunjang lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah masker, sarung tangan, kain, timbangan digital, oven, desikator, kaliper, kalkulator, penggaris dan alat tulis.

Metode

Persiapan Contoh Uji

Kayu yang telah dibuat menjadi contoh uji berukuran 27.5 cm x 10 cm x 2 cm dan contoh uji yang berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm, diberi kode pada setiap jenisnya. Selanjutnya contoh uji berukuran 27.5 cm x 10 cm x 2 cmdan diberi kode pada setiap jenisnya. Selanjutnya contoh uji tersebut dihaluskan dengan pengampelasan bagian permukaannya supaya menjadi lebih halus dan rata. Pengampelasan awal dilakukan dengan menggunakan amplas nomor 180. Pengampelasan dilakukan searah serat dan juga pada bagian kayu yang seratnya terkelupas dan terdapat debu yang menempel sehingga bagian permukaan kayu tersebut menjadi halus dan memudahkan proses pengerjaan kayu tahap selanjutnya.

Proses Fumigasi Kayu

Fumigasi amonia merupakan proses pertama dalam rangka pewarnaan kayu. Masing-masing contoh uji yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam kilang fumigasi dengan jarak yang sama agar gas dapat bersirkulasi secara merata ke seluruh permukaan kayu. Kilang yang digunakan untuk proses fumigasi berupa ruangan kedap udara berukuran 100 cm x 50 cm x 70 cm dan terbuat dari bahan aluminium berpintu kaca dengan bantuan bohlam (2 x 100) watt sebagai pemanas dan penerang. Kemudian amonia 25% sebanyak 4 liter dimasukkan ke dalam

12

kilang fumigasi dengan menggunakan wadah penampung. Masker dan sarung tangan digunakan untuk menghindari kontak langsung antara gas amonia dengan mata dan saluran pernapasan.

Fumigasi amonia dilakukan selama 48 jam dengan dilakukan pengamatan objek secara berkala setiap 4 jam sekali setelah fumigasi dimulai. Setelah mencapai target waktu yang ditentukan, kilang fumigasi dimatikan. Selanjutnya buka pintu ruang fumigasi secara perlahan-lahan dan biarkan beberapa saat agar kadar gas amonia dalam ruangan turun. Angkat sampel contoh uji satu per satu untuk dikering-udarakan agar gas amonia pada kayu tidak berbau.

Pengolahan Citra Digital

Sebelum melakukan fumigasi, contoh uji difoto dengan menggunakan kamera digital Cannon EOS 1000D dan diproses menggunakan seperangkat komputer dengan software pencitra warna RGB. Hasil dokumentasi merupakan penampilan awal dan nilai RGB awal untuk setiap contoh uji yang akan difumigasi. Setelah kayu difumigasi, kemudian dilakukan pengambilan gambar. Selanjutnya gambar diproses kembali dengan menggunakan program Motic Image Plus 2.0 sehingga diperoleh data nilai RGB. Nilai RGB yang telah diperoleh kemudian dicatat dan diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Tingkat perubahan warna contoh uji dapat diketahui melalui selisih perbedaan antara nilai RGB sebelum dan sesudah difumigasi secara kumulatif. Pengambilan gambar contoh uji dari setiap jenis akan diolah untuk mendapatkan nilai RGB dalam bentuk indeks yang diperoleh dari hasil normalisasi pada setiap komponen warna. Nilai warna hasil normalisasi ini kemudian ditafsirkan dengan melihat besarannya. Model warna RGB dapat dinormalisasikan dengan rumus sebagai berikut:

Indeks merah (� ) = R R + G + B Indeks hijau (�� �) = G R + G + B Indeks biru ��� = B R + G + B

Efektifitas Fumigasi Amonia Terhadap Rayap Kayu Kering

Pengujian contoh uji terfumigasi dan tanpa fumigasi terhadap rayap kayu kering mengacu pada standar SNI 01-7207-2006 (modifikasi). Contoh uji yang berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm sebelumnya dioven pada suhu 60C selama 24 jam agar kadar air contoh uji seragam dan dimasukkan pada kotak kaca berukuran 6 cm x 2,5 cm x 3 cm. Kemudian diletakkan rayap pekerja kayu kering C. cynocephalus Light. di atas contoh uji tersebut dan diusahakan supaya rayap tetap berada di bagian atas. Selanjutnya contoh uji yang telah diberi rayap tersebut ditutup dengan kain kasa dan disimpan ditempat yang gelap selama 12 minggu.

13 Adapun jumlah rayap yang diumpankan adalah 50 ekor untuk masing-masing contoh uji. Setelah 12 minggu, contoh uji dibersihkan dan dioven pada 60C selama 24 jam, kemudian ditimbang untuk mengetahui pengurangan berat yang terjadi. Persentase pengurangan berat dihitung dengan rumus:

% PB = W1−W2

W1 x 100%

Dimana %PB adalah persentase pengurangan berat, W1 adalah berat kering tanur contoh uji sebelum pengumpanan (gram), dan W2 adalah berat kering tanur contoh uji setelah pengumpanan (gram). Daya tahan kayu terhadap rayap diklasifikasikan dalam 5 kelas, seperti tersaji pada Tabel 4.

Tabel 3 Klasifikasi ketahanan kayu tehadap rayap kayu kering C. cynocephalus berdasarkan penurunan berat

Kelas Ketahanan Penurunan Berat

I Sangat Tahan <2,0

II Tahan 2,0 – 4,4

III Sedang 4,4 – 8,2

IV Tidak tahan 8,2 – 28,1

V Sangat tidak tahan >28,1

Sumber : Standar SNI 01-7207-2006

Proses Finishing dengan Waterbased Lacquer

Metode proses finishing yang dilakukan mengacu pada panduan petunjuk pemakaian produk dari Propan Raya. Tahapan-tahapan dari proses finishing yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

Pengisian Pori-pori atau Pendempulan

Contoh uji berukuran 27.5 cm x 10 cm x 2 cm terfumigasi dan tanpa fumigasi kemudian dihaluskan dengan mengampelas bagian permukaan kayu supaya menjadi halus dan rata. Pengampelasan dilakukan dengan menggunakan ampelas nomor 180. Setelah permukaan kayu menjadi halus, maka tahapan selanjutnya yaitu pengisian pori-pori atau pendempulan dengan menggunakan bahan dari Impra Aqua Filler AWF-911 yang dapat menampilkan serat kayu secara jelas. Pendempulan dilakukan dengan menggunakan kuas yang dioleskan pada permukaan kayu searah serat agar hasilnya lebih merata dan biarkan kurang lebih selama 24 jam (1 hari) agar mengering. Selanjutnya dilakukan pengampelasan dengan menggunakan kertas ampelas nomor 240 untuk menghilangkan sisa pelapisan kayu.

14

Pemberian Cat Dasar (Base Coat)

Pada tahapan base coat ini menggunakan Impra Aqua Sanding Sealer ASS-941 sebagai cat dasar. Bahan pengencer yang digunakan adalah air destilata sebanyak 20%. Pengaplikasian bahan menggunakan spray gun dan kompresor bertekanan 40-50 bar, yang disemprotkan pada permukaan kayu searah dan berlawanan serat agar hasilnya lebih merata dan biarkan 60 menit agar mengering. Selanjutnya dilakukan pengampelasan dengan menggunakan kertas amplas nomor 400. Pengampelasan dilakukan searah dengan serat kayu, agar warna yang dihasilkan lebih merata dan terkesan licin serta halus. Lakukan pelapisan Sanding Sealer kembali sebanyak 2 kali.

Pengecatan Akhir (Top Coat)

Pada tahapan ini menggunakan Impra Aqua Lacquer AL-961. Pengecatan akhir dilakukan dengan memberikan variasi penampilan akhir yaitu clear gloss, yang mempunyai karakteristik tidak mudah retak. Bahan pengencer yang digunakan adalah air destilata sebanyak 60% dan alat pengaplikasian menggunakan spray gun dan kompresor. Tunggu 60 menit agar mengering dan lakukan pengampelasan kembali dengan kertas ampelas nomor 400. Lakukan pelapisan kembali dengan Impra Aqua Lacquer AL-96.

Pengujian Daya Tahan Lapisan Cat

Pengujian daya tahan lapisan cat dilakukan dengan menggunakan 3 metode pengujian, yaitu uji ketahanan terhadap bahan kimia rumah tangga, daya rekat lapisan cat (metode Cross Cut test), dan uji panas dan dingin (Hot and Cold test).

Uji Daya Tahan Lapisan Cat Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga

Pengujian ketahanan terhadap bahan kimia rumah tangga mengacu pada ASTM D 1654-92. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bahan kimia rumah tangga yaitu madu, coklat cair, santan, dan minuman bersoda. Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji dikeringudarakan terlebih dahulu selama 1 minggu. Waktu pengeringan yang cukup lama bertujuan untuk menghindari terjadinya penguapan dari bahan cat yang memungkinkan kecerahan dan kekerasan menjadi berubah.

Tahapan awal yang dilakukan dalam pengujian adalah pembagian contoh uji menjadi 6 bagian (Gambar 2) dengan menggunakan spidol permanen. Empat bagian digunakan untuk pengujian bahan kimia rumah tangga dan dua bagian untuk pengujian air panas dan dingin. Pengujian bahan kimia rumah tangga, setiap bagian pada masing-masing contoh uji dilebur dengan bahan kimia rumah tangga dengan menggunakan pipet sebanyak 2 tetes, lalu didiamkan selama 5-10 menit. Selanjutnya contoh uji dibersihkan dengan menggunakan kain lap yang bersih, kemudian diamati perubahan fisik cat yang terjadi dengan interval pengamatan 1 jam dan 24 jam. Selanjutnya, kondisi permukaan kayu setelah dilaburkan bahan

15 kimia rumah tangga tersebut, diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas berdasarkan ASTM D 1654-92 (Tabel 4).

Tabel 4 Klasifikasi kondisi cacat permukaan Persentase Permukaan Bercacat (%) Kelas Tidak bercacat 10 0 – 1 9 2 – 3 8 4 – 7 7 7 – 10 6 11 – 20 5 21 – 30 4 31 – 40 3 41 – 55 2 56 – 75 1 >75 0

Sumber: berdasarkan ASTM D 1654-92

Uji Daya Tahan Lapisan terhadap Panas dan Dingin (Hot and Cold test) Jauhari (2012) menyatakan bahwa dalam pengujian ketahanan terhadap bahan kimia rumah tangga, material pengotor (reagents) hanya menyentuh permukaan saja. Sementara itu pada penggunaannya nanti seringkali perabot rumah tangga mendapat kontak dengan bahan panas atau dingin. Panas dan dingin

16

ini dapat merambat melalui lapisan bahan finishing sehingga dapat mempengaruhi ikatan antar material finishing dan kayu (mengembang atau menyusut). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian ini.

Pengujian daya tahan terhadap panas (hot test) dilakukan dengan meletakkan gelas berukuran kecil berisi air panas (mendidih) diatas permukaan kayu yang telah di-finishing hingga air di dalam gelas menjadi dingin, sedangkan untuk pengujian daya tahan terhadap (cold test) dilakukan dengan meletakkan batu es ke dalam gelas. Selanjutnya gelas tersebut diletakkan diatas permukaan kayu. Tunggu sampai seluruh es mencair. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap permukaan contoh uji dan hasilnya diklasifikasikan ke dalam 11 kelas, seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.

Uji Daya Rekat Lapisan Cat

Pengujian dengan metode Cross Cut mengacu pada standar ASTM D 3359. Contoh uji yang telah difinishing, dibuat goresan sebanyak 10 garis secara horizontal dan vertikal hingga mencapai substrat (permukaan kayu) dengan menggunakan cutter dan penggaris. Jarak antar garis yang dibuat adalah 2 mm. Selanjutnya, goresan yang berbentuk kotak-kotak tersebut ditutupi dengan plester dan diamkan beberapa saat. Kemudian plester dicabut secara perlahan dan amati bagian lapisan finishing yang terangkat. Bagian lapisan film yang terangkat atau yang mengalami kerusakan kemudian diklasifikasikan ke dalam lima kelas berdasarkan standar ASTM D 3359 (Tabel 5).

Sumber : Pelatihan Training Finishing ACIAR, Jepara

17 Ak Jk KM Lb Lt Md Ok Pp Wr I red 0,0059 0,0306 0,0359 0,0122 0,0843 0,1310 -0,010 -0,066 0,0995 I green 0,0121 -0,027 -0,009 0,0003 -0,035 -0,040 -0,018 0,0354 -0,022 I blue -0,018 -0,003 -0,026 -0,012 -0,049 -0,090 0,0289 0,0308 -0,077 -0,15 -0,10 -0,05 0,00 0,05 0,10 0,15 B es ar P er ub ahan Indeks War na Jenis Kayu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektifitas Fumigasi Amonia

Fumigasi amonia bertujuan mereaksikan amonia dengan tanin dalam kayu agar terjadi perubahan warna secara permanen. Fumigasi amonia akan menhasilkan perubahan warna kayu menjadi lebih gelap. Hasil yang diperoleh pada masing-masing kayu yang diujikan menunjukkan bahwa secara umum terjadi perubahan warna yang tidak mencolok setelah akhir periode fumigasi. Kondisi perubahan warna yang terjadi dapat dijelaskan secara kuantitatif melalui grafik perubahan RGB (Red, Green and Blue). Selisih indeks warna RGB sebelum dan setelah fumigasi disajikan pada Gambar 2.

Kecenderungan kayu mengalami perubahan warna diperlihatkan dengan terjadinya penurunan indeks warna merah. Hasil pada Gambar 2 menunjukkan penurunan indeks warna merah hanya terjadi pada kayu oak dan kayu puspa, dengan masing-masing nilai 0,0104 poin dan 0,0662 poin, sedangkan penurunan nilai indeks warna hijau (I Green) terbesar menunjukkan tingkat efektifitas perubahan warna tertinggi pada perlakuan fumigasi amonia. Hasil yang diperoleh nampak bahwa hampir semua jenis kayu yang diuji mengalami penurunan nilai indeks warna hijau. Penurunan tertinggi terjadi pada kayu lamtoro dan kayu manglid dengan nilai masing-masing sebesar 0,0352 poin dan 0,0405 poin. Peningkatan nilai indeks warna biru (I Blue) mengindikasikan warna alami kayu yang difumigasi menjadi semakin gelap. Berdasarkan hasil yang disajikan menunjukkan bahwa kayu oak dan kayu puspa memiliki respon perubahan yang paling baik diantara semua kayu yang diuji, dengan peningkatan indeks warna biru, masing-masing sebesar 0,0289 poin dan 0,0308 poin. Muhtar (2008)

18

menyatakan bahwa perubahan warna kayu menjadi gelap diperlihatkan dengan penurunan indeks warna merah dan hijau diikuti dengan peningkatan indeks nilai warna biru. Hal ini sesuai dengan grafik besar perubahan indeks warna yang terjadi pada kayu oak. Perubahan warna pada kayu oak diduga karena kandungan tanin yang terkandung dalam kayu sangat reaktif sehingga bereaksi lebih banyak dengan amonia, sehingga warna kayu menjadi lebih gelap.

Perubahan warna yang terjadi karena perlakuan fumigasi akan nampak berbeda pada setiap kayu yang diuji (Gambar 3). Hal ini diduga adanya perbedaan komposisi kandungan kimia kayu, kandungan tanin, jenis kayu, usia dan letak contoh uji pada kayu yang diambil (bagian gubal atau teras). Seprina (2010) menyatakan bagian gubal dan teras adalah faktor penting yang mempengaruhi perubahan warna pada kayu hasil fumigasi. Perubahan warna yang mencolok terjadi pada bagian teras bila dibandingkan dengan bagian gubal. Luza (2009) juga menyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif (tanin) pada gubal lebih sedikit, sehingga amonia yang bereaksi dengan tanin tidak mempengaruhi perubahan warna pada kayu gubal. Jenis kayu bagian teras yang digunakan pada penelitian ini diduga adalah kayu oak dan puspa.

Teknik fumigasi amonia merubah warna kayu menjadi lebih gelap dari warna kayu aslinya tanpa menutupi serat kayu sehingga penampilan kayu lebih menarik. Perubahan warna yang dihasilkan dari proses fumigasi disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual memperlihatkan bahwa kayu oak dan kayu puspa memiliki perubahan warna yang mencolok setelah periode fumigasi. Kayu oak berubah warna dari cokelat muda menjadi kehitaman dan kayu puspa berubah warna dari cokelat merah menjadi cokelat kehitaman.

19 Kayu Akasia Kayu Jengkol Kayu Kemang

Kayu Laban Kayu Lamtoro Kayu Manglid

Kayu Oak Kayu Puspa Kayu Waru gunung

20

Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru Kontrol 8,359 16,521 14,423 1,508 8,122 1,021 4,463 14,895 4,505 Fumigasi 6,440 6,354 3,794 1,216 5,875 2,467 1,059 5,358 4,411 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 P er sent a se K ehila ng a n B er a t (%) Jenis Kayu Kelas Awet I < 2,0 Kelas Awet II 2,0 - 4,4 Kelas Awet III

4,4 - 8,2 Kelas Awet IV

8,2 - 28,0 Ketahanan Kayu Terfumigasi terhadap Rayap Kayu Kering

Kehilangan berat dapat dijadikan indikasi adanya serangan rayap terhadap kayu. Persentase kehilangan berat yang terjadi pada contoh uji akibat serangan rayap tersaji pada Gambar 4.

Hasil pada Gambar 4 dapat memperlihatkan bahwa contoh uji terfumigasi mengalami penurunan berat yang lebih kecil dibandingkan dengan contoh uji tanpa fumigasi. Kayu jengkol tanpa fumigasi memiliki persentase kehilangan berat tertinggi sebesar 16,521%, sedangkan antar jenis kayu difumigasi, kayu akasia mengalami kehilangan berat terbesar yaitu 6,440%. Hal ini diduga adanya uap fumigan yang masuk ke dalam rongga kayu sehingga kayu tersebut dipenuhi dengan uap fumigan. Uap tersebut akan mencegah faktor organisme perusak kayu untuk merusak kayu. Menurut Haygreen et al. (2003) kayu tersusun dari sel-sel yang telah mati sehingga pada bagian tengah sel akan berbentuk rongga, bahkan antar dinding sel pun terdapat rongga penghubung (noktah). Oleh karena itu kayu bersifat porus sehingga memungkinkan terjadinya aliran bahan berwujud cair apalagi gas masuk ke dalam kayu.

Hasil pada Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa contoh uji kayu manglid terfumigasi mengalami penurunan berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh uji tanpa fumigasi, yaitu sebesar 2,467%. Hal ini diduga adanya kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun bagi organisme perusak kayu, sehingga menimbulkan kecenderungan makan rayap pada sembilan contoh uji berbeda-beda. Menurut Wistara et. al., umumnya semakin tinggi kandungan dalam kayu, maka keawetan alami kayu akan cenderung meningkat. Secara umum, dapat dinyatakan bahwa metode fumigasi amonia cukup efektif diterapkan untuk mencegah serangan rayap kayu kering.

21 Setiap jenis kayu juga memiliki tingkat keawetan yang berbeda-beda. Hal ini dapat diindikasikan melalui pengurangan berat yang terjadi. Berdasarkan persentase kehilangan berat tersebut, sembilan contoh uji dapat diklasifikasi kedalam beberapa kelas awet (Tabel 6). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa teknik fumigasi dapat diterapkan untuk meningkatkan keawetan kayu.

Tabel 6 Klasifikasi kelas awet berdasarkan persentase kehilangan berat

No Jenis Kayu

Rerata Persentase

Kehilangan Berat (%) Kelas Awet Kelas

Awet* tanpa

fumigasi Fumigasi

tanpa

fumigasi Fumigasi

1 Akasia 8,359 6,440 IV III III-IV

2 Jengkol 16,521 6,354 IV III IV-V

3 Kemang 14,423 3,794 IV II -

4 Laban 1,508 1,216 I I I

5 Lamtoro 8,122 5,875 III III -

6 Manglid 1,021 2,467 I II II

7 Oak 4,463 1,059 III I -

8 Puspa 14,895 5,358 IV III III

9 Waru gunung 4,505 4,411 III III III-IV

Sumber : * Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Kadir K, Prawira SA (1998), Djam’an (2006)

Berat Labur Bahan Finishing yang Digunakan

Rahayu et.al. (2008) menyatakan bahwa kayu dengan kerapatan yang rendah, akan memiliki diameter pori yang besar, sehingga mengakibatkan hasil finishing menjadi kasar kecuali jika kayu tersebut diberi filler terlebih dahulu. Pemberian filler tidak merata pada permukaan, atau bahkan tidak ada pemberian filler dapat menyebabkan kualitas finishing yang rendah (terlihat ada endapan pada pori-pori kayu), seperti pada kayu oak dan mahoni. Kayu dengan kerapatan tinggi akan mudah difinishing karena kayu tersebut tidak menyerap terlalu banyak material finishing, sehingga dalam beberapa lapis sudah bisa menutup permukaan serat kayu dengan warna yang diinginkan.

Berdasarkan pengukuran, berat labur filler pada contoh uji terfumigasi dan tanpa fumigasi ini hampir sama, yaitu masing-masing berkisar antara 0,00382- 0,00569 g/cm2 dan 0,00384-0,00563 g/cm2.Berat labur filler masing-masing jenis kayu tersaji pada Gambar 5.

22

Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru Kontrol 0,00073 0,00112 0,00079 0,00189 0,00109 0,00084 0,00089 0,00142 0,00131 Fumigasi 0,00138 0,00132 0,00062 0,00086 0,00157 0,00108 0,00064 0,0011 0,00116 0 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,001 0,0012 0,0014 0,0016 0,0018 0,002 B er a t L a bu r Sa nd ing Sea ler (g /cm 2) Jenis Kayu

Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru Kontrol 0,00509 0,00425 0,00495 0,00317 0,00391 0,00563 0,00384 0,00522 0,00414 Fumigasi 0,00382 0,00531 0,00411 0,00527 0,00462 0,00533 0,00569 0,00526 0,00516 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 B er at L abu r F il ler ( g/ cm 2) Jenis Kayu

Pada tahapan sealing dan top coating dilakukan pengenceran dengan penambahan air, untuk sealer sebanyak 20% dan top coat sebanyak 60%, dari berat bahan yang digunakan. Berat labur sealer dan top coat pada setiap permukaan kayu contoh uji tidak jauh berbeda. Pada pengaplikasian bahan finishing, berat labur sealer pada contoh uji terfumigasi dan tanpa fumigasi, masing-masing berkisar antara 0,00062-0,00157 g/cm2 dan 0,00073-0,00189 g/cm2. Selanjutnya berat labur top coat, masing-masing berkisar antara 0,00308- 0,00572 g/cm2 pada kayu terfumigasi dan 0,00218-0,0052 g/cm2 pada kayu tanpa fumigasi. Masing –masing berat labur sealer dan top coat dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 5 Histogram berat labur filler untuk setiap contoh uji

23

Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru Kontrol 0,00218 0,00451 0,00231 0,0033 0,00407 0,0043 0,0052 0,00309 0,0048 Fumigasi 0,00489 0,00499 0,00572 0,00316 0,00443 0,00428 0,00308 0,00356 0,00471 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007 B er a t L a bu r T o p co a t (g /cm 2) Jenis Kayu

Bentuk Cacat yang terjadi pada Lapisan Cat Sebelum Pengujian Cacat pada lapisan cat memang sulit untuk dihindari pada saat proses finishing berlangsung. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik dari masing- masing kayu yang berbeda atau dari teknik pengaplikasian cat yang kurang tepat (Adidarma 1998). Berdasarkan hasil pengamatan setelah proses finishing, ditemukan beberapa macam cacat yang terjadi pada sebagian contoh uji.

Pin Hole

Cacat pin hole disebabkan oleh hasil blister yang pecah. Hal ini dapat terjadi akibat pengaplikasian cat yang terlalu tebal sehingga udara yang terperangkap pecah. Pada permukaan lapisan cat terlihat adanya lingkaran atau bagian permukaan substrat yang tidak terkena cat pada saat pengaplikasian bahan finishing sehingga merusak penampilan permukaan film yang terbentuk. Cacat ini dapat ditangani dengan menggosok pin hole, kemudian dilakukan pengecatan ulang. Bentuk cacat pin hole yang terjadi pada lapisan cat dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7 Histogram rerata berat labur top coat setiap contoh uji

24

Sags and Runs

Cacat sags and runs pada finishing kayu (Gambar 9) diakibatkan oleh pengaplikasian bahan finishing yang terlalu tebal. Biasanya pengaplikasiannya menggunakan spray gun, akan tetapi cacat tersebut dapat terjadi jika bahan finishing diaplikasikan menggunakan kuas. Cara mengatasinya adalah dengan

Dokumen terkait