• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Hasil Fumigasi Amonia Dan Daya Tahan Lapisan Finishing Pelarut Air (Waterbased Lacquer) Pada Beberapa Jenis Kayu Rakyat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Hasil Fumigasi Amonia Dan Daya Tahan Lapisan Finishing Pelarut Air (Waterbased Lacquer) Pada Beberapa Jenis Kayu Rakyat."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

LUCIA YULIANA. Karakteristik Hasil Fumigasi Amonia Dan Daya Tahan Lapisan Finishing Pelarut Air (Waterbased Lacquer) Pada Beberapa Jenis Kayu Rakyat. Dibimbing oleh I WAYAN DARMAWAN.

Kayu hutan rakyat memiliki peluang yang tinggi untuk dijadikan produk bernilai tambah yang tinggi, khususnya furniture. Akan tetapi, kayu dari hutan rakyat memiliki penampilan yang kurang menarik (warna pucat dan tidak seragam, serta corak serat kurang menarik) sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas tampilan alaminya, salah satunya dengan metode fumigasi amonia. Metode fumigasi ini dapat merubah warna dan penampilan kayu menjadi lebih menarik secara alami. Fumigasi amonia dapat digunakan sebagai metode pewarnaan kayu, selain menggunakan staining atau dyeing. Penggunaan metode fumigasi amonia dalam proses finishing kayu juga akan membantu dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari proses finishing. Selain itu, bahan finishing yang digunakan sebaiknya aman bagi manusia dan memiliki kekuatan fisik lapisan film yang baik. Salah satu jenis bahan finishing yang aman bagi lingkungan adalah bahan finishing pelarut air (waterbased lacquer). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikabilitas pewarnaan alami kayu dengan metode fumigasi amonia dan efektifitasnya terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light), serta menguji daya tahan lapisan finishing pelarut air (waterbased lacquer) terhadap bahan kimia rumah tangga, hot and cold test, dan cross cut test pada sembilan jenis kayu rakyat terfumigasi dan tanpa fumigasi, delapan jenis diantaranya kayu rakyat yang diteliti, seperti kayu akasia, jengkol, kemang, laban, lamtoro, manglid, puspa, dan waru gunung. Satu jenis yang paling populer bagi konsumen Amerika dan Eropa juga diujikan, yaitu kayu oak. Hasil pengujian menunjukkan bahwa metode fumigasi amonia meningkatkan nilai estetika kayu (tampilan warna dan corak alami) dan keawetan kayu. Selain itu, hasil pengamatan secara visual pada kondisi permukaan kayu terhadap pelunturan bahan kimia rumah tangga dengan interval 1 jam dan 24 jam, dan hot and cold test menunjukkan bahwa bahan finishing pelarut air memiliki daya tahan lapisan yang kuat, sehingga diklasifikasikan ke dalam kelas 10. Pada pengujian daya lekat cat (uji cross cut), contoh uji kayu jengkol terfumigasi dan tanpa fumigasi diklasifikasikan ke dalam Grade 4B dan delapan jenis kayu yang lainnya termasuk Grade 5B.

(2)

ABSTRACT

LUCIA YULIANA. Characteristics of Fumigation Ammonia Result and Durability Waterbased Finishing Lacquer Coated on Some Wood Species from Community Forest. Supervised by I WAYAN DARMAWAN.

Wood species from community forests have a high chance to be developed of a high value-added products, particularly furniture. However, these timber forest have a less attractive appearance (pale colors and ununiforms, as well as less attractive fibers). Therefore efforts to improve the quality of its natural appearance are needed. One of the proposed method to improve the quality is ammonia fumigation method can change the color and appearance of wood becomes more attractive naturally. Therefore this method can be used for wood staining. The use of fumigation method in wood finishing process will also help in improving the effectiveness and efficiency of the finishing process. Finishing materials used should be safe for humans also having strength and good film layers. One of which is waterbased lacquer. This study aims to determine the applicability of natural wood staining by ammonia fumigation method and its effectiveness against dry wood termites (Cryptotermes cynocephalus Light). The durability of the finishing layer of waterbased lacquer to household chemicals, hot and cold test, and cross cut tests were also tested. Wood species studied were A. mangium, A. parviflorum, M. kemanga, V. pubescens, L. glauca, M. glauca, S. wallichii, and H. tiliaceus. One of most popular wood species for American and Europe consumers was also tested (the oak wood). The test results showed that ammonia fumigation method increases the aesthetic value of wood (color and pattern look natural) and increases durability of wood. In addition, visual observations on the condition of the finishing lacquer against household chemicals with intervals of 1 hour and 24 hours, and hot and cold tests indicate that the layer of waterbased lacquer have a strong resistance layer, and classified in class 10. Whereas the cross-cut test resistance showed that A. parviflorum wood of fumigation and non-fumigation classified into Grade 4B and eight other species were classified Grade 5B.

(3)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini hutan rakyat telah banyak dikelola dengan orientasi komersial untuk memenuhi kebutuhan pasar komoditas hasil hutan. Hampir semua jenis kayu dari hutan rakyat memiliki peluang tinggi untuk dijadikan produk bernilai tambah yang tinggi, khususnya furniture. Kayu rakyat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri sangat banyak, baik dari segi jumlah, jenis maupun potensinya, diantaranya seperti kayu akasia, jengkol, kemang, laban, lamtoro, manglid, puspa, dan waru gunung. Akan tetapi, kayu hutan rakyat ini memiliki penampilan yang kurang menarik (warna pucat dan tidak seragam, serta corak serat kurang menarik) bila dibandingkan dengan kayu yang berasal dari hutan alam. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas penampilan alami dari jenis kayu-kayu tersebut agar dapat bersaing dan diterima oleh konsumen, khususnya di pasaran internasional. Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas penampilan kayu adalah dengan teknik fumigasi amonia (ammonia fumigation). Metode fumigasi amonia mampu merubah warna alami kayu menjadi gelap dan menyeragamkan tampilan warna kayu.

Fumigasi dengan menggunakan uap amonia merupakan suatu modifikasi penampilan kayu secara alami dengan cepat, biayanya murah, dan mudah dilterapkan. Kayu oak sering diberi perlakuan fumigasi amonia dengan perubahan warna yang indah. Metode ini sudah diterapkan di Amerika dan Eropa, yang cenderung menyukai warna gelap untuk furniture, sehingga dapat membuka peluang usaha bagi industri perkayuan di Indonesia.

Pengembangan teknik fumigasi dalam proses finishing kayu juga akan membantu dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari proses finishing, sehingga tidak perlu menggunakan bahan sintetis dalam pewarnaan kayu, yang saat ini kurang diminati konsumen karna dianggap berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, dalam proses finishing sebaiknya menggunakan bahan finishing yang aman dan memiliki daya rekat yang baik terhadap permukaan kayu agar tidak mudah terkelupas atau tidak menimbulkan perubahan tampilan warna ketika bereaksi dengan bahan-bahan kimia rumah tangga. Salah satu bahan finishing yang dapat digunakan adalah waterbased lacquer, yang menggunakan air sebagai bahan pelarutnya. Waterbased lacquer saat ini sudah beredar dipasaran untuk memenuhi kebutuhan pengaplikasian kayu. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik hasil metode fumigasi amonia sebagai pewarnaan dasar kayu dan untuk memastikan bahwa bahan waterbased finishes memiliki daya tahan lapisan cat yang baik serta daya rekat yang kuat terhadap substratnya.

Tujuan Penelitian

(4)

bahan-2

bahan kimia rumah tangga, kondisi panas dan dingin, dan (3) Mengetahui daya rekat bahan finishing terhadap substrat atau lapisan dibawahnya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumber informasi mengenai karateristik pewarnaan kayu rakyat dengan menerapkan teknik fumigasi amonia sehingga menjadi salah satu alternatif bagi industri mebel agar dapat memperoleh kualitas penampilan kayu yang baik dan dapat menjadi tambahan informasi bagi pelaku industri mengenai penggunaan bahan finishing pelarut air.

TINJAUAN PUSTAKA

Akasia (Acacia mangium Wild)

Kayu Akasia termasuk kedalam famili Fabaceae. Kayu akasia memiliki BJ sebesar 0,47–0,52. Kayu akasia memiliki corak yang polos berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial, tekstur halus sampai agak kasar dan merata, arah serat biasanya lurus, kadang terpadu. Permukaan agak mengkilap, kesan rabanya licin dan kekerasannya berkisar dari agak keras sampai dengan keras (Pandit dan Kurniawan 2008).

Kayu akasia yang diperoleh dari hutan tanaman diduga mempunyai sifat yang berbeda dalam hal sifat anatomi, sifat mekanis, komposisi bahan kimia, kayu remaja dan kayu reaksi. Beberapa pengalaman membuktikan bahwa kayu akasia berpotensi untuk digunakan sebagai kayu gergajian, moulding, meubel dan vinir. Papan yang diperoleh dari kayu akasia cukup memuaskan dengan permukaan yang bersih serta lurus tanpa gigitan gigi gergaji, arah seratnya lurus pada arah tangensial namun sedikit terjalin (interlocking) pada arah radial. Berdasarkan sifat tersebut terlihat bahwa kayu akasia tidak cukup kuat untuk kayu struktural konstruksi berat akan tetapi lebih baik digunakan untuk kayu konstruksi ringan dan meubel, sehingga kayu ini sangat potensial dikembangkan sebagai industri meubel dan pembuatan kusen.

Jengkol (Archidendron parviflorum)

Pohon jengkol merupakan tumbuhan asli Indonesia yang dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1000 mdpl. Tumbuhan jengkol dibudidayakan secara umum oleh penduduk di Jawa dan Sumatera.

(5)

2

bahan kimia rumah tangga, kondisi panas dan dingin, dan (3) Mengetahui daya rekat bahan finishing terhadap substrat atau lapisan dibawahnya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumber informasi mengenai karateristik pewarnaan kayu rakyat dengan menerapkan teknik fumigasi amonia sehingga menjadi salah satu alternatif bagi industri mebel agar dapat memperoleh kualitas penampilan kayu yang baik dan dapat menjadi tambahan informasi bagi pelaku industri mengenai penggunaan bahan finishing pelarut air.

TINJAUAN PUSTAKA

Akasia (Acacia mangium Wild)

Kayu Akasia termasuk kedalam famili Fabaceae. Kayu akasia memiliki BJ sebesar 0,47–0,52. Kayu akasia memiliki corak yang polos berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial, tekstur halus sampai agak kasar dan merata, arah serat biasanya lurus, kadang terpadu. Permukaan agak mengkilap, kesan rabanya licin dan kekerasannya berkisar dari agak keras sampai dengan keras (Pandit dan Kurniawan 2008).

Kayu akasia yang diperoleh dari hutan tanaman diduga mempunyai sifat yang berbeda dalam hal sifat anatomi, sifat mekanis, komposisi bahan kimia, kayu remaja dan kayu reaksi. Beberapa pengalaman membuktikan bahwa kayu akasia berpotensi untuk digunakan sebagai kayu gergajian, moulding, meubel dan vinir. Papan yang diperoleh dari kayu akasia cukup memuaskan dengan permukaan yang bersih serta lurus tanpa gigitan gigi gergaji, arah seratnya lurus pada arah tangensial namun sedikit terjalin (interlocking) pada arah radial. Berdasarkan sifat tersebut terlihat bahwa kayu akasia tidak cukup kuat untuk kayu struktural konstruksi berat akan tetapi lebih baik digunakan untuk kayu konstruksi ringan dan meubel, sehingga kayu ini sangat potensial dikembangkan sebagai industri meubel dan pembuatan kusen.

Jengkol (Archidendron parviflorum)

Pohon jengkol merupakan tumbuhan asli Indonesia yang dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1000 mdpl. Tumbuhan jengkol dibudidayakan secara umum oleh penduduk di Jawa dan Sumatera.

(6)

3 tekstur agak kasar tapi rata dan memiliki tingkat kekerasan sangat lunak sampai agak keras.

Kayu jengkol termasuk ke dalam kelas kuat II-III dengan kelas awet IV-V dengan berat jenis 0,4 (0,41-0,60). Kayu jengkol dapat digunakan untuk konstruksi ringan, papan sambung inferior, furnitur, lemari, kapal, dayung, perabot rumah tangga, pegangan pisau, sarung senjata, kotak dan peti mati. Selain itu dapat juga digunakan sebagai kayu bakar.

Kemang (Mangifera kemanga)

Kemang (Mangifera kemanga) adalah pohon buah sejenis mangga dengan bau yang harum. M. kemanga termasuk kedalam famili Anacardiaceae dan juga dikenal dengan nama lain seperti palong (Kutai). Kemang menyebar secara alami di Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Selain itu, kemang juga banyak dibudidayakan di Jawa bagian barat, terutama Bogor. Tumbuhan ini terutama menyebar di dataran rendah pada ketinggian 400-800 mdpl. Jenis ini tahan terhadap penggenangan dan seringkali dijumpai tumbuh di dekat sungai.

Laban (Vitex pubescens)

Laban termasuk famili Verbenaceae dan berupa pohon yang tingginya hingga mencapai 25 m. Pohon ini mempunyai banyak cabang yang tidak lurus serta tidak teratur. Kayunya cukup keras, padat, seratnya lurus, warnanya berselang-seling coklat kuning dan coklat pudar tua, dan kulit batangnya berwarna kuning kelabu. Laban terdapat hampir di seluruh Indonesia, Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bangka.

Manfaat dari pohon laban antara lain daunnya digunakan untuk mengobati luka, kudis dan demam. Kulit kayunya digunakan untuk mengeringkan luka, sekaligus mempercepat proses penyembuhannya. Akar laban dapat dijadikan ramuan selepas bersalin, sakit badan, awet muda, antioksidan, mencairkan darah dan dapat melegakan batuk. Daun dan kulit laban berperan sebagai obat untuk memulihkan kesehatan setelah bersalin. Warna hijau muda diperoleh dari kain dicelup dahulu dalam larutan tom/tarum, kain menjadi berwarna biru, setelah agak kering kain dicelupkan kembali pada larutan kayu laban dan daun dandang gula. Kayu laban mempunyai warna yang indah sehingga banyak dipakai untuk pembuatan perkakas rumah tangga. Rebusan kulit V. pubescens digunakan untuk mengobati sakit perut, dan tapal dari daun yang digunakan untuk mengobati demam dan luka (Anonim 2007).

Lamtoro (Leucaena glauca)

(7)

4

rayap dan cepat membusuk apabila digunakan di luar ruangan, tetapi mudah menyerap bahan pengawet (Anonim 2009).

Manglid (Manglietia glauca Bl.)

Manglietia glauca Bl. merupakan salah satu jenis dari famili Magnoliaceae dan dikenal dengan nama daerah Manglid (Sunda), cemapaka bulus (Jawa), kepelan (Bali), dan Sitibai (Minangkabau). Manglid dapat mencapai ketinggian hingga 25-40 m dengan bebas cabang 25 m dan diameter mencapai 150 cm dan tersebar pada ketinggian 1000-1500 mdpl. Kayu manglid mengandung komponen kimia seperti selulosa, alpha selulosa, holoselulosa, hemiselulosa, lignin, abu dan silika, yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 1 Komponen kimia kayu manglid

Komponen Kimia Kadar (%)

Selulosa 87

Alpha selulosa 90

Holoselulosa 72

Hemiselulosa 85

Lignin 96

Abu 56

Silika 08

Sumber: Triana (2005) dalam Anonim (2010)

Kayu manglid memiliki kayu yang mengkilap, struktur padat, halus, ringan dan kuat. Kekuatan kayunya digolongkan dalam kelas III dan kelas awet II. Adapun keuntungan dari kayu manglid adalah mudah dikerjakan karena memiliki BJ 0,41. Kayu ini sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan jembatan, perkakas rumah, dan barang-barang lainnya (Djam’an 2006).

Oak (Quercus sp.)

Kayu oak termasuk ke dalam famili Fagaceae. Di seluruh dunia terdapat sekitar 400 jenis oak dan dibagi dalam 3 kelompok jenis yaitu red oak, oak dan grup antara keduanya (Tucker 1980, Nixon 1997, Stephen R Shifley Dan Robert Rogers 2002 dalam Muhtar 2008). Oak memiliki nama botani Ouercus Alba., famili dari fagaceae, tumbuh alami di Amerika Utara bagian Timur dari Selatan Quebec sampai daerah Barat Minessota dan kearah Selatan Florida Utara ke Timur sampai Texas. Penyebaran kayu secara geografis berada di daerah Amerika bagian Utara, jenisnya antara lain white oak (Q. alba), chestnut oak (Q. prinus), post oak (Q. stellata), overcup oak (Q. lyrata), swamp chestnut oak (Q. michauxii), swamp white oak (Q. bicolor), bur oak (Q. macrocarpa) chinkapin oak (Q. muechlenbergii), dan live oak (Q. virginiana).

(8)

5 hingga mencapai 30 meter dan diameter 90-120 cm, mampu hidup hingga mencapai lebih dari 500 tahun, kayu gubal berwarna putih hingga cokelat muda dengan kepekatan yang berbeda-beda. Kayu teras berwarna kuning muda kecokelatan hingga cokelat gelap. Pori-pori kayu teras biasanya mengandung tilosis, yang dapat mencegah masuknya bahan cair ke dalam kayu. Kayu oak lebih berat dari pada kayu red oak. Kayu teras mempunyai ketahanan yang baik terhadap pembusukan (USDA FPL 1974).

Variasi warna kayu jenis ini harus diperhatikan namun dapat dibedakan dengan jelas dengan red oak yang memiliki serat terbuka dengan jari-jari yang lebih panjang dibandingkan red oak, kadang berbulu dan memuntir. Papan tangensial menampilkan corak menyerupai lidah api hasil dari lingkaran tumbuh, sedangkan potongan radial memiliki pola mirip garis belang harimau dengan tekstur kayu medium sampai kasar (Keeler 1900 dalam Muhtar 2008).

Puspa (Schima wallichii)

Kayu puspa termasuk ke dalam famili Theaceae yang tinggi pohonnya dapat mencapai 40 meter dengan diameter sampai 250 cm dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna merah muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan mengelupas. kayu teras berwarna coklat-merah atau coklat kelabu. Kayu gubal berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Kayu Puspa memiliki tekstur kayu yang halus, arah seratnya lurus atau berpadu. Permukaan kayu mengkilap, kesan rabanya licin dan struktur pori-pori hampir seluruhnya soliter dan kadang-kadang berisi tilosis. Persentase komponen kimia kayu puspa tersaji pada Tabel 3. Hasil penelitian Seprina (2010) memperoleh kandungan tanin kayu lamtoro sebesar 1,88%.

Tabel 2 Komponen kimia kayu puspa

Komponen Kimia Kadar (%)

Selulosa 51,2

Lignin 27,0

Pentosan 16,6

Abu 0,4

Silika 0,1

Sumber: Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Kadir K, Prawira SA.(1989)

Kayu puspa cocok digunakan untuk tiang dan balok bangunan perumahan dan jembatan tetapi kurang baik untuk dibuat papan karena mudah berubah bentuk. Selain itu, kayu Puspa dapat dipakai untuk lantai, meubel rumah, perkapalan (gading-gading, dek) dan bantalan (diawetkan) (Martawijaya et al 1989).

Waru Gunung (Hibiscus tiliaceus L.)

(9)

6

pembuatan kereta dan pedati, khususnya untuk pembuatan bingkai roda, ruji-ruji dan galah, serta untuk gagang kapak. Keawetan kayu waru terhadap serangga akan bertambah apabila bagian kayu gubalnya dihilangkan (Heyne 1987 dalam Seprina 2010). Seprina (2010) meneliti kandungan tanin pada beberapa jenis kayu, salah satunya kayu waru. Hasil penelitian kandungan tanin pada kayu waru diperoleh sebesar 5,04%.

Fumigasi Amonia

Sebenarnya telah ada metode pewarnaan cara fumigasi, seperti fumigasi belerang untuk menggelapkan dan mengkilapkan warna rotan secara alami. Belakangan ini aplikasi metode fumigasi, khususnya fumigasi amonia, telah mulai dicobakan pada kayu. Keunggulan dari metode fumigasi amonia ini adalah dapat meningkatkan tampilan warna dan corak kayu secara alami. Metode ini telah dicobakan di Amerika dan Eropa untuk mengubah tampilan warna dan corak alami kayu dengan hasil yang memuaskan (Kramer 1989). Fumigasi amonia merupakan salah satu metode pewarnaan kayu secara alami untuk menggelapkan dan memperkaya warna kayu oak. Fumigasi amonia ini tidak hanya mudah dilakukan namun hampir selalu berhasil dan sangat aman. Fumigasi merupakan proses dimana gas amonia bereaksi dengan kayu yang memiliki tanin alami. Perubahan warna yang telah terjadi pada kayu diperkirakan dapat bertahan selama ratusan tahun karena perubahan warna ini dialami oleh pigmen kayu itu sendiri dan tidak perlu khawatir akan terjadinya pengelupasan maupun pelunturan. Menurut Kramer (1989), fumigasi amonia bertujuan mereaksikan amonia dengan tanin dalam kayu agar terjadi perubahan warna secara permanen. Fumigasi amonia akan memberikan warna kayu menjadi sangat menarik dan warnanya lebih gelap. Dalam menggunakan amonia anhidrat diperlukan kewaspadaan karena amonia merupakan salah satu bahan kimia yang berbahaya.

Fumigasi amonia merupakan metode yang digunakan dalam proses pembuatan furnitur, dengan warna kayu menjadi lebih gelap. Teknik ini hampir sama dengan finishing konvensional. Keuntungan menggunakan metode fumigasi amonia adalah amonia bekerja sendiri dalam proses fumigasi. Fumigasi membuat warna kayu lebih seragam dan lebih natural. Karakteristik hasil fumigasi lainnya adalah terbukanya pori-pori kayu dengan jelas seperti oak yang mengumpulkan zat warna ke dalam pori-pori kayu, sehingga diperoleh warna yang lebih gelap dan tampilan corak kayu yang indah.

Peran Tanin dalam Fumigasi Amonia

(10)

7 Asam tanin atau yang lebih dikenal dengan tanin merupakan bahan baku pembuatan stain (warna). Asam tanin secara alami terdapat pada kayu oak, walnut, mahoni, dan dapat diaplikasikan pada kayu yang memiliki kadar tanin rendah dengan cara melapisi permukaan kayu dengan tanin yang dijual di pasaran. Luza (2009) menyatakan bahwa fumigasi menggunakan amonia yang bersifat basa pada kayu dengan kandungan tanin tinggi mengakibatkan amonia yang bereaksi semakin banyak dan warna yang dihasilkan semakin gelap.

Pengolahan Citra (Image Processing)

Pengolahan citra adalah proses mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati. Teknik-teknik pengolahan citra meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra, kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur. Sedangkan citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak tergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar pixel sama pada seluruh bagian citra. Warna citra diperoleh dari penjumlahan nilai Red, Green, dan Blue (RGB) (Ahmad 2005 dalam Pradibta 2009).

Menurut Ahmad (2005) dalam Pradibta (2009) pengolahan warna menggunakan model warna RGB sangat mudah dan sederhana, karena informasi warna dalam computer sudah dikemas dalam model yang sama. Salah satu cara yang mudah untuk menghitung nilai warna dengan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap ketiga komponen tersebut. Normalisasi perlu dilakukan bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbeda-beda. Hasil perhitungan tiap komponen warna pokok yang telah dinormalisasi akan menghilangkan pengaruh penerangan, sehingga nilai untuk setiap komponen warna dapat dibandingkan satu sama lainnya walaupun berasal dari citra dengan kondisi penerangan yang berbeda.

Bahan Finishing Pelarut Air (Waterbased Finishes)

Bahan finishing pelarut air adalah bahan finishing yang menggunakan air sebagai pelarut utama. Bahan finishing ini hanya sedikit mengeluarkan emisi gas pada saat proses pengeringannya sehingga tidak akan mengotori udara lingkungan. Proses pengeringannya akan lebih lama dari jenis bahan finishing yang lain karena proses penguapan air yang lebih lambat daripada penguapan alkohol ataupun thinner. Namun kualitas lapisan film yang diciptakan tidak kalah baik dengan NC (Nitrocelullose) atau melamine.

(11)

8

diperoleh dari bahan jenis ini adalah ramah lingkungan. Di samping aman bagi para karyawan yang bekerja di ruang finishing, saat di pergunakan oleh konsumen, penguapan bahan kimia juga lebih kecil.

Finishing Kayu (Wood Finishing)

Finishing kayu (Wood Finishing) adalah suatu proses dengan melakukan tahapan-tahapan kegiatan pengaplikasian suatu cairan (paint) yang akan menyebar pada suatu permukaan (surface) khususnya kayu, dan setelah mengering akan membentuk lapisan film tipis yang padat (Solid Thin Film) yang berfungsi sebagai perlindungan (protektif) dan peningkatan nilai keindahan kayu (dekoratif) (Adidarma 1998). Sifat-sifat finishing pada prinsipnya dapat dipengaruhi oleh tiga macam faktor diantaranya faktor kayu, faktor bahan pelapis yang digunakan, dan faktor aplikasi bahan finishing yang digunakan (USDA FPL 1974).

a. Faktor kayu

Kayu merupakan bahan baku yang sering digunakan dalam industri furniture dan material kayu memerlukan proses finishing dalam rangka peningkatan nilai jualnya. Setiap jenis kayu memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga sangat berpengaruh terhadap proses finishing. Beberapa sifat kayu yang berpengaruh dalam proses finishing adalah kembang susut kayu, kandungan zat ekstraktif, ukuran pori, dan tekstur kayu (ATTC 1992 dalam Nurhayati 2008).

b. Faktor bahan finishing

Menurut ATTC (1992) dalam Nurhayati (2008), cat dapat didefinisikan sebagai material pelapis berwarna dalam bentuk cair atau serbuk, setelah diaplikasikan akan membentuk lapisan fil yang tipis dan kering serta mempunyai fungsi sebagai pelindung dan memperindah permukaan kayu. Dalam cat terdapat 5 komponen penyusunnya yaitu bahan pembentuk film (binder), bahan pewarna (pigmen), bahan tambahan (extender) bahan pengisi (solvent), dan bahan pembantu ( additive).

c. Faktor aplikasi bahan finishing

(12)

9 Keawetan Alami Kayu

Keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu. Biasanya faktor perusak yang dimaksud adalah faktor biologis seperti jamur, serangga (terutama rayap dan bubuk kayu kering) dan binatang laut. Sifat keawetan ditentukan berdasarkan persentase penurunan berat kayu akibat serangan faktor biologis. Sedangkan sifat keterawetan adalah kemampuan kayu menyerap bahan pengawetan tertentu yang diawetkan dengan metode tertentu (Martawijaya & Barly 2000).

Nandika et al. (1996) menyatakan keawetan kayu adalah daya tahan suatu kayu terhadap serangan organisme perusak kayu seperti serangga dan jamur. Keawetan secara alami ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang tentu saja bervariasi menurut jenis kayu, umur pohon, lokasi dalam batang dan lain-lain. Hal inilah yang menyebabkan keawetan alami berbagai jenis kayu berbeda-beda. Bahkan pada jenis kayu yang sama dan pada pohon yang sama pun keawetan kayu berbeda.

Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light)

Biologi dan Perilaku Rayap

Rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) termasuk famili Kalotermitidae dan biasanya menyerang kayu-kayu kering yang digunakan sebagai bahan bangunan, perlengkapan rumah tangga, dan lain-lain. sarangnya terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan tanah. rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang mempunyai kadar air 10-12% atau lebih rendah (Tarumingkeng 1971 dalam Pradibta 2009).

Rayap kayu kering adalah jenis rayap yang sangat umum terdapat pada daerah-daerah tropis, khususnya pada dataran rendah Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Filipina. Penyebaran rayap kayu kering berhubungan dengan iklim lembab. Nimfa C. cynocephalus memiliki panjang 5-6 mm dengan warna kuning kecoklatan. Pada kasta reproduktif muda berukuran 10 mm. rayap kayu kering merupakan perusak kayu paling banyak, terutama pada kayu yang berada dalam keadaan kering, seperti kusen pintu, jendela, alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Hampir semua kayu ringan dan tidak awet diserang. Bahan-bahan lain yang mengandung selulosa seperti kertas dan kain diserang juga (Tarumingkeng 1971 dalam Pradibta 2009).

Bentuk Kerusakan

(13)

10

tergantung dari adanya air dan tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupannya.

Rayap kayu kering sendiri memiliki cara penyerangan yang berbeda dengan rayap tanah. Di Indonesia hanya ditemukan sedikit jenis rayap ini dimana yang umum ditemukan adalah C. cynocephalus. Serangga ini memiliki kemampuan hidup pada kayu-kayu kering di dalam bangunan gedung. Rayap ini tidak membangun sarangnya di atas permukaan kayu tetapi membangun sarangnya hanya di dalam kayu. Adanya serangan rayap seringkali diketahui setelah kayu yang diserang menjadi keropos tanpa adanya pecahan pada permukaannya. Serangan rayap kayu kering ini dapat dikenali dari adanya butiran-butiran kecil, lonjong, dan agak bertakik yang berwarna coklat muda.

Serangan rayap kayu kering umumnya tidak terbatas pada kayu struktur bangunan tetapi juga seringkali menyerang barang-barang meubel tetapi tidak menyerang barang berlignoselulosa lainnya seperti kertas atau buku, kain, dan sebagainya. Namun daya serang rayap ini terbatas sehingga serangan rayap ini kurang berbahaya dibandingkan dengan serangan rayap tanah. Adapun beberapa faktor pendorong serangan rayap pada bangunan antara lain banayaknya kayu yang tertimbun di dalam tanah pada waktu pembangunan, adanya celah pada pondasi tembok, sistem ventilasi kurang baik, kayu yang berhubungan langsung dengan tanah, dan kondisi biofisik tapak bangunan itu sendiri yang menguntungkan bagi kehidupan rayap (Nandika et. al 2003).

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan yaitu dari bulan April sampai bulan Oktober 2012. Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

(14)

10

tergantung dari adanya air dan tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupannya.

Rayap kayu kering sendiri memiliki cara penyerangan yang berbeda dengan rayap tanah. Di Indonesia hanya ditemukan sedikit jenis rayap ini dimana yang umum ditemukan adalah C. cynocephalus. Serangga ini memiliki kemampuan hidup pada kayu-kayu kering di dalam bangunan gedung. Rayap ini tidak membangun sarangnya di atas permukaan kayu tetapi membangun sarangnya hanya di dalam kayu. Adanya serangan rayap seringkali diketahui setelah kayu yang diserang menjadi keropos tanpa adanya pecahan pada permukaannya. Serangan rayap kayu kering ini dapat dikenali dari adanya butiran-butiran kecil, lonjong, dan agak bertakik yang berwarna coklat muda.

Serangan rayap kayu kering umumnya tidak terbatas pada kayu struktur bangunan tetapi juga seringkali menyerang barang-barang meubel tetapi tidak menyerang barang berlignoselulosa lainnya seperti kertas atau buku, kain, dan sebagainya. Namun daya serang rayap ini terbatas sehingga serangan rayap ini kurang berbahaya dibandingkan dengan serangan rayap tanah. Adapun beberapa faktor pendorong serangan rayap pada bangunan antara lain banayaknya kayu yang tertimbun di dalam tanah pada waktu pembangunan, adanya celah pada pondasi tembok, sistem ventilasi kurang baik, kayu yang berhubungan langsung dengan tanah, dan kondisi biofisik tapak bangunan itu sendiri yang menguntungkan bagi kehidupan rayap (Nandika et. al 2003).

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan yaitu dari bulan April sampai bulan Oktober 2012. Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

(15)

11 keawetan kayu menggunakan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus). Bahan kimia rumah tangga yang dipakai dalam pengujian daya tahan lapisan adalah madu, coklat cair, soda minuman, dan santan cair.

Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain alat pemotong kayu dengan ukuran yang telah disesuaikan yaitu circular saw. Dalam proses fumigasi, alat-alat yang digunakan adalah kilang fumigasi yang berukuran 100 cm x 50 cm x 70 cm, dilengkapi dengan bohlam (2 x 100) watt sebagai pemanas dan penerang, serta wadah penampung larutan amonia. Dalam pengambilan gambar atau citra kayu menggunakan kamera digital Cannon EOS 1000D, seperangkat komputer dengan software pencitra warna RGB, program Motic Image Plus 2.0, dan aplikasi Microsoft Office Excel 2007. Alat-alat yang digunakan dalam proses finishing adalah kertas amplas (no. 180, 240, 400 dan 1500), spray gun dan kompresor. Pengujian rayap kayu kering menggunakan kotak kaca berukuran 6 cm x 2,5 cm x 3 cm dan kain kasa. Pengujian daya tahan lapisan finishing menggunakan alat bantu seperti pipet, pisau cutter, gunting, selotip, dan gelas stainless steel. Adapun alat-alat penunjang lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah masker, sarung tangan, kain, timbangan digital, oven, desikator, kaliper, kalkulator, penggaris dan alat tulis.

Metode

Persiapan Contoh Uji

Kayu yang telah dibuat menjadi contoh uji berukuran 27.5 cm x 10 cm x 2 cm dan contoh uji yang berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm, diberi kode pada setiap jenisnya. Selanjutnya contoh uji berukuran 27.5 cm x 10 cm x 2 cmdan diberi kode pada setiap jenisnya. Selanjutnya contoh uji tersebut dihaluskan dengan pengampelasan bagian permukaannya supaya menjadi lebih halus dan rata. Pengampelasan awal dilakukan dengan menggunakan amplas nomor 180. Pengampelasan dilakukan searah serat dan juga pada bagian kayu yang seratnya terkelupas dan terdapat debu yang menempel sehingga bagian permukaan kayu tersebut menjadi halus dan memudahkan proses pengerjaan kayu tahap selanjutnya.

Proses Fumigasi Kayu

(16)

12

kilang fumigasi dengan menggunakan wadah penampung. Masker dan sarung tangan digunakan untuk menghindari kontak langsung antara gas amonia dengan mata dan saluran pernapasan.

Fumigasi amonia dilakukan selama 48 jam dengan dilakukan pengamatan objek secara berkala setiap 4 jam sekali setelah fumigasi dimulai. Setelah mencapai target waktu yang ditentukan, kilang fumigasi dimatikan. Selanjutnya buka pintu ruang fumigasi secara perlahan-lahan dan biarkan beberapa saat agar kadar gas amonia dalam ruangan turun. Angkat sampel contoh uji satu per satu untuk dikering-udarakan agar gas amonia pada kayu tidak berbau.

Pengolahan Citra Digital

Sebelum melakukan fumigasi, contoh uji difoto dengan menggunakan kamera digital Cannon EOS 1000D dan diproses menggunakan seperangkat komputer dengan software pencitra warna RGB. Hasil dokumentasi merupakan penampilan awal dan nilai RGB awal untuk setiap contoh uji yang akan difumigasi. Setelah kayu difumigasi, kemudian dilakukan pengambilan gambar. Selanjutnya gambar diproses kembali dengan menggunakan program Motic Image Plus 2.0 sehingga diperoleh data nilai RGB. Nilai RGB yang telah diperoleh kemudian dicatat dan diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Tingkat perubahan warna contoh uji dapat diketahui melalui selisih perbedaan antara nilai RGB sebelum dan sesudah difumigasi secara kumulatif. Pengambilan gambar contoh uji dari setiap jenis akan diolah untuk mendapatkan nilai RGB dalam bentuk indeks yang diperoleh dari hasil normalisasi pada setiap komponen warna. Nilai warna hasil normalisasi ini kemudian ditafsirkan dengan melihat besarannya. Model warna RGB dapat dinormalisasikan dengan rumus sebagai berikut:

Indeks merah (� ) = R R + G + B

Indeks hijau (�� �) = G R + G + B

Indeks biru ��� = B R + G + B

Efektifitas Fumigasi Amonia Terhadap Rayap Kayu Kering

(17)

13 Adapun jumlah rayap yang diumpankan adalah 50 ekor untuk masing-masing contoh uji. Setelah 12 minggu, contoh uji dibersihkan dan dioven pada 60C selama 24 jam, kemudian ditimbang untuk mengetahui pengurangan berat yang terjadi. Persentase pengurangan berat dihitung dengan rumus:

% PB = W1−W2

W1 x 100%

Dimana %PB adalah persentase pengurangan berat, W1 adalah berat kering tanur contoh uji sebelum pengumpanan (gram), dan W2 adalah berat kering tanur contoh uji setelah pengumpanan (gram). Daya tahan kayu terhadap rayap diklasifikasikan dalam 5 kelas, seperti tersaji pada Tabel 4.

Tabel 3 Klasifikasi ketahanan kayu tehadap rayap kayu kering C. cynocephalus berdasarkan penurunan berat

Kelas Ketahanan Penurunan Berat

I Sangat Tahan <2,0

II Tahan 2,0 – 4,4

III Sedang 4,4 – 8,2

IV Tidak tahan 8,2 – 28,1

V Sangat tidak tahan >28,1

Sumber : Standar SNI 01-7207-2006

Proses Finishing dengan Waterbased Lacquer

Metode proses finishing yang dilakukan mengacu pada panduan petunjuk pemakaian produk dari Propan Raya. Tahapan-tahapan dari proses finishing yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

Pengisian Pori-pori atau Pendempulan

(18)

14

Pemberian Cat Dasar (Base Coat)

Pada tahapan base coat ini menggunakan Impra Aqua Sanding Sealer ASS-941 sebagai cat dasar. Bahan pengencer yang digunakan adalah air destilata sebanyak 20%. Pengaplikasian bahan menggunakan spray gun dan kompresor bertekanan 40-50 bar, yang disemprotkan pada permukaan kayu searah dan berlawanan serat agar hasilnya lebih merata dan biarkan 60 menit agar mengering. Selanjutnya dilakukan pengampelasan dengan menggunakan kertas amplas nomor 400. Pengampelasan dilakukan searah dengan serat kayu, agar warna yang dihasilkan lebih merata dan terkesan licin serta halus. Lakukan pelapisan Sanding Sealer kembali sebanyak 2 kali.

Pengecatan Akhir (Top Coat)

Pada tahapan ini menggunakan Impra Aqua Lacquer AL-961. Pengecatan akhir dilakukan dengan memberikan variasi penampilan akhir yaitu clear gloss, yang mempunyai karakteristik tidak mudah retak. Bahan pengencer yang digunakan adalah air destilata sebanyak 60% dan alat pengaplikasian menggunakan spray gun dan kompresor. Tunggu 60 menit agar mengering dan lakukan pengampelasan kembali dengan kertas ampelas nomor 400. Lakukan pelapisan kembali dengan Impra Aqua Lacquer AL-96.

Pengujian Daya Tahan Lapisan Cat

Pengujian daya tahan lapisan cat dilakukan dengan menggunakan 3 metode pengujian, yaitu uji ketahanan terhadap bahan kimia rumah tangga, daya rekat lapisan cat (metode Cross Cut test), dan uji panas dan dingin (Hot and Cold test).

Uji Daya Tahan Lapisan Cat Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga

Pengujian ketahanan terhadap bahan kimia rumah tangga mengacu pada ASTM D 1654-92. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bahan kimia rumah tangga yaitu madu, coklat cair, santan, dan minuman bersoda. Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji dikeringudarakan terlebih dahulu selama 1 minggu. Waktu pengeringan yang cukup lama bertujuan untuk menghindari terjadinya penguapan dari bahan cat yang memungkinkan kecerahan dan kekerasan menjadi berubah.

(19)

15 kimia rumah tangga tersebut, diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas berdasarkan ASTM D 1654-92 (Tabel 4).

Tabel 4 Klasifikasi kondisi cacat permukaan

Persentase Permukaan

Bercacat (%) Kelas

Tidak bercacat 10

0 – 1 9

2 – 3 8

4 – 7 7

7 – 10 6

11 – 20 5

21 – 30 4

31 – 40 3

41 – 55 2

56 – 75 1

>75 0

Sumber: berdasarkan ASTM D 1654-92

Uji Daya Tahan Lapisan terhadap Panas dan Dingin (Hot and Cold test) Jauhari (2012) menyatakan bahwa dalam pengujian ketahanan terhadap bahan kimia rumah tangga, material pengotor (reagents) hanya menyentuh permukaan saja. Sementara itu pada penggunaannya nanti seringkali perabot rumah tangga mendapat kontak dengan bahan panas atau dingin. Panas dan dingin

(20)

16

ini dapat merambat melalui lapisan bahan finishing sehingga dapat mempengaruhi ikatan antar material finishing dan kayu (mengembang atau menyusut). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian ini.

Pengujian daya tahan terhadap panas (hot test) dilakukan dengan meletakkan gelas berukuran kecil berisi air panas (mendidih) diatas permukaan kayu yang telah di-finishing hingga air di dalam gelas menjadi dingin, sedangkan untuk pengujian daya tahan terhadap (cold test) dilakukan dengan meletakkan batu es ke dalam gelas. Selanjutnya gelas tersebut diletakkan diatas permukaan kayu. Tunggu sampai seluruh es mencair. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap permukaan contoh uji dan hasilnya diklasifikasikan ke dalam 11 kelas, seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.

Uji Daya Rekat Lapisan Cat

Pengujian dengan metode Cross Cut mengacu pada standar ASTM D 3359. Contoh uji yang telah difinishing, dibuat goresan sebanyak 10 garis secara horizontal dan vertikal hingga mencapai substrat (permukaan kayu) dengan menggunakan cutter dan penggaris. Jarak antar garis yang dibuat adalah 2 mm. Selanjutnya, goresan yang berbentuk kotak-kotak tersebut ditutupi dengan plester dan diamkan beberapa saat. Kemudian plester dicabut secara perlahan dan amati bagian lapisan finishing yang terangkat. Bagian lapisan film yang terangkat atau yang mengalami kerusakan kemudian diklasifikasikan ke dalam lima kelas berdasarkan standar ASTM D 3359 (Tabel 5).

Sumber : Pelatihan Training Finishing ACIAR, Jepara

(21)

17

Ak Jk KM Lb Lt Md Ok Pp Wr

I red 0,0059 0,0306 0,0359 0,0122 0,0843 0,1310 -0,010 -0,066 0,0995

I green 0,0121 -0,027 -0,009 0,0003 -0,035 -0,040 -0,018 0,0354 -0,022 I blue -0,018 -0,003 -0,026 -0,012 -0,049 -0,090 0,0289 0,0308 -0,077 -0,15 -0,10 -0,05 0,00 0,05 0,10 0,15 B es ar P er ub ahan Indeks War na Jenis Kayu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektifitas Fumigasi Amonia

Fumigasi amonia bertujuan mereaksikan amonia dengan tanin dalam kayu agar terjadi perubahan warna secara permanen. Fumigasi amonia akan menhasilkan perubahan warna kayu menjadi lebih gelap. Hasil yang diperoleh pada masing-masing kayu yang diujikan menunjukkan bahwa secara umum terjadi perubahan warna yang tidak mencolok setelah akhir periode fumigasi. Kondisi perubahan warna yang terjadi dapat dijelaskan secara kuantitatif melalui grafik perubahan RGB (Red, Green and Blue). Selisih indeks warna RGB sebelum dan setelah fumigasi disajikan pada Gambar 2.

Kecenderungan kayu mengalami perubahan warna diperlihatkan dengan terjadinya penurunan indeks warna merah. Hasil pada Gambar 2 menunjukkan penurunan indeks warna merah hanya terjadi pada kayu oak dan kayu puspa, dengan masing-masing nilai 0,0104 poin dan 0,0662 poin, sedangkan penurunan nilai indeks warna hijau (I Green) terbesar menunjukkan tingkat efektifitas perubahan warna tertinggi pada perlakuan fumigasi amonia. Hasil yang diperoleh nampak bahwa hampir semua jenis kayu yang diuji mengalami penurunan nilai indeks warna hijau. Penurunan tertinggi terjadi pada kayu lamtoro dan kayu manglid dengan nilai masing-masing sebesar 0,0352 poin dan 0,0405 poin. Peningkatan nilai indeks warna biru (I Blue) mengindikasikan warna alami kayu yang difumigasi menjadi semakin gelap. Berdasarkan hasil yang disajikan menunjukkan bahwa kayu oak dan kayu puspa memiliki respon perubahan yang paling baik diantara semua kayu yang diuji, dengan peningkatan indeks warna biru, masing-masing sebesar 0,0289 poin dan 0,0308 poin. Muhtar (2008)

(22)

18

menyatakan bahwa perubahan warna kayu menjadi gelap diperlihatkan dengan penurunan indeks warna merah dan hijau diikuti dengan peningkatan indeks nilai warna biru. Hal ini sesuai dengan grafik besar perubahan indeks warna yang terjadi pada kayu oak. Perubahan warna pada kayu oak diduga karena kandungan tanin yang terkandung dalam kayu sangat reaktif sehingga bereaksi lebih banyak dengan amonia, sehingga warna kayu menjadi lebih gelap.

Perubahan warna yang terjadi karena perlakuan fumigasi akan nampak berbeda pada setiap kayu yang diuji (Gambar 3). Hal ini diduga adanya perbedaan komposisi kandungan kimia kayu, kandungan tanin, jenis kayu, usia dan letak contoh uji pada kayu yang diambil (bagian gubal atau teras). Seprina (2010) menyatakan bagian gubal dan teras adalah faktor penting yang mempengaruhi perubahan warna pada kayu hasil fumigasi. Perubahan warna yang mencolok terjadi pada bagian teras bila dibandingkan dengan bagian gubal. Luza (2009) juga menyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif (tanin) pada gubal lebih sedikit, sehingga amonia yang bereaksi dengan tanin tidak mempengaruhi perubahan warna pada kayu gubal. Jenis kayu bagian teras yang digunakan pada penelitian ini diduga adalah kayu oak dan puspa.

(23)

19 Kayu Akasia Kayu Jengkol Kayu Kemang

Kayu Laban Kayu Lamtoro Kayu Manglid

Kayu Oak Kayu Puspa Kayu Waru gunung

(24)

20

Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru Kontrol 8,359 16,521 14,423 1,508 8,122 1,021 4,463 14,895 4,505 Fumigasi 6,440 6,354 3,794 1,216 5,875 2,467 1,059 5,358 4,411

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 P er sent a se K ehila ng a n B er a t (%) Jenis Kayu

Kelas Awet I < 2,0 Kelas Awet II

2,0 - 4,4 Kelas Awet III

4,4 - 8,2 Kelas Awet IV

8,2 - 28,0 Ketahanan Kayu Terfumigasi terhadap Rayap Kayu Kering

Kehilangan berat dapat dijadikan indikasi adanya serangan rayap terhadap kayu. Persentase kehilangan berat yang terjadi pada contoh uji akibat serangan rayap tersaji pada Gambar 4.

Hasil pada Gambar 4 dapat memperlihatkan bahwa contoh uji terfumigasi mengalami penurunan berat yang lebih kecil dibandingkan dengan contoh uji tanpa fumigasi. Kayu jengkol tanpa fumigasi memiliki persentase kehilangan berat tertinggi sebesar 16,521%, sedangkan antar jenis kayu difumigasi, kayu akasia mengalami kehilangan berat terbesar yaitu 6,440%. Hal ini diduga adanya uap fumigan yang masuk ke dalam rongga kayu sehingga kayu tersebut dipenuhi dengan uap fumigan. Uap tersebut akan mencegah faktor organisme perusak kayu untuk merusak kayu. Menurut Haygreen et al. (2003) kayu tersusun dari sel-sel yang telah mati sehingga pada bagian tengah sel akan berbentuk rongga, bahkan antar dinding sel pun terdapat rongga penghubung (noktah). Oleh karena itu kayu bersifat porus sehingga memungkinkan terjadinya aliran bahan berwujud cair apalagi gas masuk ke dalam kayu.

Hasil pada Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa contoh uji kayu manglid terfumigasi mengalami penurunan berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh uji tanpa fumigasi, yaitu sebesar 2,467%. Hal ini diduga adanya kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun bagi organisme perusak kayu, sehingga menimbulkan kecenderungan makan rayap pada sembilan contoh uji berbeda-beda. Menurut Wistara et. al., umumnya semakin tinggi kandungan dalam kayu, maka keawetan alami kayu akan cenderung meningkat. Secara umum, dapat dinyatakan bahwa metode fumigasi amonia cukup efektif diterapkan untuk mencegah serangan rayap kayu kering.

(25)

21 Setiap jenis kayu juga memiliki tingkat keawetan yang berbeda-beda. Hal ini dapat diindikasikan melalui pengurangan berat yang terjadi. Berdasarkan persentase kehilangan berat tersebut, sembilan contoh uji dapat diklasifikasi kedalam beberapa kelas awet (Tabel 6). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa teknik fumigasi dapat diterapkan untuk meningkatkan keawetan kayu.

Tabel 6 Klasifikasi kelas awet berdasarkan persentase kehilangan berat

No Jenis Kayu

Rerata Persentase

Kehilangan Berat (%) Kelas Awet Kelas

Awet* tanpa

fumigasi Fumigasi

tanpa

fumigasi Fumigasi

1 Akasia 8,359 6,440 IV III III-IV

2 Jengkol 16,521 6,354 IV III IV-V

3 Kemang 14,423 3,794 IV II -

4 Laban 1,508 1,216 I I I

5 Lamtoro 8,122 5,875 III III -

6 Manglid 1,021 2,467 I II II

7 Oak 4,463 1,059 III I -

8 Puspa 14,895 5,358 IV III III

9 Waru gunung 4,505 4,411 III III III-IV

Sumber : * Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Kadir K, Prawira SA (1998), Djam’an (2006)

Berat Labur Bahan Finishing yang Digunakan

Rahayu et.al. (2008) menyatakan bahwa kayu dengan kerapatan yang rendah, akan memiliki diameter pori yang besar, sehingga mengakibatkan hasil finishing menjadi kasar kecuali jika kayu tersebut diberi filler terlebih dahulu. Pemberian filler tidak merata pada permukaan, atau bahkan tidak ada pemberian filler dapat menyebabkan kualitas finishing yang rendah (terlihat ada endapan pada pori-pori kayu), seperti pada kayu oak dan mahoni. Kayu dengan kerapatan tinggi akan mudah difinishing karena kayu tersebut tidak menyerap terlalu banyak material finishing, sehingga dalam beberapa lapis sudah bisa menutup permukaan serat kayu dengan warna yang diinginkan.

(26)

22

Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru Kontrol 0,00073 0,00112 0,00079 0,00189 0,00109 0,00084 0,00089 0,00142 0,00131 Fumigasi 0,00138 0,00132 0,00062 0,00086 0,00157 0,00108 0,00064 0,0011 0,00116

0 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,001 0,0012 0,0014 0,0016 0,0018 0,002 B er a t L a bu r Sa nd ing Sea ler (g /cm 2) Jenis Kayu

Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru Kontrol 0,00509 0,00425 0,00495 0,00317 0,00391 0,00563 0,00384 0,00522 0,00414 Fumigasi 0,00382 0,00531 0,00411 0,00527 0,00462 0,00533 0,00569 0,00526 0,00516

0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 B er at L abu r F il ler ( g/ cm 2) Jenis Kayu

Pada tahapan sealing dan top coating dilakukan pengenceran dengan penambahan air, untuk sealer sebanyak 20% dan top coat sebanyak 60%, dari berat bahan yang digunakan. Berat labur sealer dan top coat pada setiap permukaan kayu contoh uji tidak jauh berbeda. Pada pengaplikasian bahan finishing, berat labur sealer pada contoh uji terfumigasi dan tanpa fumigasi, masing-masing berkisar antara 0,00062-0,00157 g/cm2 dan 0,00073-0,00189 g/cm2. Selanjutnya berat labur top coat, masing-masing berkisar antara 0,00308-0,00572 g/cm2 pada kayu terfumigasi dan 0,00218-0,0052 g/cm2 pada kayu tanpa fumigasi. Masing –masing berat labur sealer dan top coat dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 5 Histogram berat labur filler untuk setiap contoh uji

(27)

23

Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru Kontrol 0,00218 0,00451 0,00231 0,0033 0,00407 0,0043 0,0052 0,00309 0,0048 Fumigasi 0,00489 0,00499 0,00572 0,00316 0,00443 0,00428 0,00308 0,00356 0,00471

0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007

B

er

a

t

L

a

bu

r

T

o

p

co

a

t

(g

/cm

2)

Jenis Kayu

Bentuk Cacat yang terjadi pada Lapisan Cat Sebelum Pengujian

Cacat pada lapisan cat memang sulit untuk dihindari pada saat proses finishing berlangsung. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik dari masing-masing kayu yang berbeda atau dari teknik pengaplikasian cat yang kurang tepat (Adidarma 1998). Berdasarkan hasil pengamatan setelah proses finishing, ditemukan beberapa macam cacat yang terjadi pada sebagian contoh uji.

Pin Hole

Cacat pin hole disebabkan oleh hasil blister yang pecah. Hal ini dapat terjadi akibat pengaplikasian cat yang terlalu tebal sehingga udara yang terperangkap pecah. Pada permukaan lapisan cat terlihat adanya lingkaran atau bagian permukaan substrat yang tidak terkena cat pada saat pengaplikasian bahan finishing sehingga merusak penampilan permukaan film yang terbentuk. Cacat ini dapat ditangani dengan menggosok pin hole, kemudian dilakukan pengecatan ulang. Bentuk cacat pin hole yang terjadi pada lapisan cat dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7 Histogram rerata berat labur top coat setiap contoh uji

(28)

24

Sags and Runs

Cacat sags and runs pada finishing kayu (Gambar 9) diakibatkan oleh pengaplikasian bahan finishing yang terlalu tebal. Biasanya pengaplikasiannya menggunakan spray gun, akan tetapi cacat tersebut dapat terjadi jika bahan finishing diaplikasikan menggunakan kuas. Cara mengatasinya adalah dengan menggunakan bahan pengencer atau thinner. Selain itu, cacat ini dapat dihilangkan dengan menyayat (slicing) atau mengikisnya dan kemudian diampelas hingga halus (Anonim 2001).

Daya Tahan Lapisan Cat terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga Pengujian daya tahan lapisan cat terhadap bahan kimia rumah tangga ini menggunakan madu, coklat cair, santan, dan minuman bersoda, disajikan pada Gambar 10. Hasil pengamatan setelah pengujian menunjukkan bahwa keempat bahan kimia yang digunakan tersebut tidak memberikan pengaruh yang mencolok terhadap lapisan finishing untuk semua jenis kayu yang diujikan. Hal ini mengindikasikan bahwa contoh uji hasil fumigasi maupun tanpa fumigasi yang telah di-finishing tidak bereaksi dengan bahan kimia rumah tangga yang diujikan.

Gambar 9 Cacat sags and runs

(29)

25 Hasil pengujian daya tahan terhadap bahan kimia rumah tangga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas yang mengacu pada ASTM D 1654-92 (Tabel 7). Kondisi cacat permukaan pada lapisan film yang terbentuk termasuk ke dalam kelas 10, dimana tampilan dari lapisan finishing tersebut tidak mengalami perubahan ataupun cacat.

Tabel 7 Klasifikasi kondisi cacat permukaan setelah uji bahan kimia rumah tangga

Daya Tahan Lapisan Cat dengan Metode Hot and Cold Test

Hot and Cold test (uji panas dan dingin) ini dilakukan selama  2 jam. Secara keseluruhan, hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengujian terhadap air panas dan dingin tidak mengakibatkan perubahan ataupun kerusakan pada lapisan cat finishing, sehingga tidak merubah struktur lapisan film yang terbentuk. Pengujian panas dan dingin yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 11 dan penampilan contoh uji tanpa fumigasi dan terfumigasi setelah pengujian air panas, masing-masing dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13, sedangkan penampilan contoh uji tanpa fumigasi dan terfumigasi setelah pengujian air dingin, masing-masing dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.

(a) (b)

No Jenis Kayu

Jenis Perlakuan Tanpa fumigasi Fumigasi 1 Jam 24 Jam 1 Jam 24 Jam

1 Akasia 10 10 10 10

2 Jengkol 10 10 10 10

3 Kemang 10 10 10 10

4 Laban 10 10 10 10

5 Lamtoro 10 10 10 10

6 Manglid 10 10 10 10

7 Oak 10 10 10 10

8 Puspa 10 10 10 10

9 Waru gunung 10 10 10 10

(30)

26

Kayu Akasia

Kayu Jengkol

Kayu Kemang

Kayu Laban

Kayu Lamtoro

Kayu Manglid

Kayu Oak

Kayu Puspa

Kayu Waru Gunung

contoh uji tanpa fumigasi

[image:30.595.133.534.81.739.2]

sebelum perlakuan setelah perlakuan

(31)

27

Kayu Akasia

Kayu Jengkol

Kayu Kemang

Kayu Laban

Kayu Lamtoro

Kayu Manglid

Kayu Oak

Kayu Puspa

Kayu Waru Gunung

[image:31.595.65.532.66.781.2]

contoh uji terfumigasi

(32)

28

Kayu Akasia

Kayu Jengkol

Kayu Kemang

Kayu Laban

Kayu Lamtoro

Kayu Manglid

Kayu Oak

Kayu Puspa

Kayu Waru Gunung

contoh uji tanpa fumigasi

[image:32.595.129.538.73.760.2]

sebelum perlakuan setelah perlakuan

(33)

29

Kayu Akasia

Kayu Jengkol

Kayu Kemang

Kayu Laban

Kayu Lamtoro

Kayu Manglid

Kayu Oak

Kayu Puspa

Kayu Waru Gunung

contoh uji terfumigasi

[image:33.595.132.538.65.750.2]

sebelum perlakuan setelah perlakuan

(34)

30

[image:34.595.88.482.168.412.2]

Klasifikasi kondisi cacat lapisan cat pada permukaan kayu setelah pengujian terhadap air panas dan dingin dapat dilihat pada Tabel 8, dimana kesembilan kayu yang telah diujikan tersebut termasuk ke dalam kelas 10.

Tabel 8 Klasifikasi kondisi cacat permukaan setelah pengujian air panas dan air dingin (Hot and Cold test) pada beberapa jenis kayu

No Jenis Kayu

Jenis Perlakuan Tanpa fumigasi Fumigasi

Hot test Cold

test Hot test

Cold test

1 Akasia 10 10 10 10

2 Jengkol 10 10 10 10

3 Kemang 10 10 10 10

4 Laban 10 10 10 10

5 Lamtoro 10 10 10 10

6 Manglid 10 10 10 10

7 Oak 10 10 10 10

8 Puspa 10 10 10 10

9 Waru gunung 10 10 10 10

Daya Rekat Lapisan Cat

Metode cross cut adalah metode yang sederhana dan praktis untuk mengetahui daya lekat lapisan bahan finishing terhadap substratnya. Hasil pengamatan secara visual terhadap daya rekat lapisan cat pada permukaan contoh uji dapat dilihat pada Tabel 9. Secara keseluruhan, contoh uji terfumigasi dan tanpa fumigasi memiliki daya rekat lapisan cat yang kuat terhadap substratnya. Selain itu, hasil fumigasi amonia tidak mempengaruhi ikatan antara lapisan cat dengan permukaan kayu.

Tabel 9 Nilai (Scoring) daya tahan lapisan pada permukaan kayu

No Jenis Kayu Jenis Perlakuan

Tanpa fumigasi Fumigasi

1 Akasia 5B 5B

2 Jengkol 4B 4B

3 Kemang 5B 5B

4 Laban 5B 5B

5 Lamtoro 5B 5B

6 Manglid 5B 5B

7 Oak 5B 5B

8 Puspa 5B 5B

[image:34.595.82.495.575.742.2]
(35)

31 Hasil scoring pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kayu jengkol memiliki daya rekat lapisan bahan finishing yang kurang kuat dengan permukaan kayu sehingga diklasifikasikan ke dalam Grade 4B, dengan persentase kerusakkan antara 0-5%. Menurut Purnama (2009) dalam Purwanto (2011) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi daya rekat bahan finishing, antara lain besarnya pori-pori kayu, dan zat ekstraktif. Selanjutnya kayu akasia, kemang, laban, lamtoro, manglid, oak, puspa dan waru gunung diklasifikasikan ke dalam Grade 5B, dimana tidak ada lapisan yang terangkat, sehingga dapat dinyatakan bahwa kedelapan kayu tersebut memiliki daya lekat yang kuat terhadap substratnya. Bentuk kerusakan lapisan cat yang terangkat pada kayu jengkol tanpa fumigasi dan terfumigasi tersaji pada Gambar 14.

(a) (b)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan data-data hasil pengamatan dan pengujian yang diperoleh dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :

1. Metode fumigasi amonia (fumigation ammonia) dapat meningkatkan nilai estetika (tampilan warna dan corak kayu) pada jenis kayu akasia, kayu jengkol, kayu kemang, kayu lamtoro, kayu manglid, kayu oak, kayu puspa, dan kayu waru gunung, serta dapat meningkatkan keawetan jenis kayu jengkol, kayu kemang, dan kayu oak terhadap organisme perusak kayu (terutama rayap)

2. Contoh uji kayu akasia, kayu jengkol, kayu kemang, kayu laban, kayu lamtoro, kayu manglid, kayu oak, kayu puspa, dan kayu waru gunung, baik tanpa fumigasi dan terfumigasi yang di-finishing dengan bahan pelarut air tahan terhadap bahan kimia rumah tangga (madu, coklat cair, minuman soda, dan santan cair) yang diuji pada interval 1 jam dan 24 jam. 3. Bahan finishing pelarut air (waterbased lacquer) memiliki daya lekat yang

baik atau cukup kuat terhadap substratnya, serta tahan terhadap kondisi panas dan dingin.

[image:35.595.130.480.242.374.2]
(36)

31 Hasil scoring pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kayu jengkol memiliki daya rekat lapisan bahan finishing yang kurang kuat dengan permukaan kayu sehingga diklasifikasikan ke dalam Grade 4B, dengan persentase kerusakkan antara 0-5%. Menurut Purnama (2009) dalam Purwanto (2011) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi daya rekat bahan finishing, antara lain besarnya pori-pori kayu, dan zat ekstraktif. Selanjutnya kayu akasia, kemang, laban, lamtoro, manglid, oak, puspa dan waru gunung diklasifikasikan ke dalam Grade 5B, dimana tidak ada lapisan yang terangkat, sehingga dapat dinyatakan bahwa kedelapan kayu tersebut memiliki daya lekat yang kuat terhadap substratnya. Bentuk kerusakan lapisan cat yang terangkat pada kayu jengkol tanpa fumigasi dan terfumigasi tersaji pada Gambar 14.

(a) (b)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan data-data hasil pengamatan dan pengujian yang diperoleh dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :

1. Metode fumigasi amonia (fumigation ammonia) dapat meningkatkan nilai estetika (tampilan warna dan corak kayu) pada jenis kayu akasia, kayu jengkol, kayu kemang, kayu lamtoro, kayu manglid, kayu oak, kayu puspa, dan kayu waru gunung, serta dapat meningkatkan keawetan jenis kayu jengkol, kayu kemang, dan kayu oak terhadap organisme perusak kayu (terutama rayap)

2. Contoh uji kayu akasia, kayu jengkol, kayu kemang, kayu laban, kayu lamtoro, kayu manglid, kayu oak, kayu puspa, dan kayu waru gunung, baik tanpa fumigasi dan terfumigasi yang di-finishing dengan bahan pelarut air tahan terhadap bahan kimia rumah tangga (madu, coklat cair, minuman soda, dan santan cair) yang diuji pada interval 1 jam dan 24 jam. 3. Bahan finishing pelarut air (waterbased lacquer) memiliki daya lekat yang

baik atau cukup kuat terhadap substratnya, serta tahan terhadap kondisi panas dan dingin.

[image:36.595.130.480.242.374.2]
(37)

32

Saran

1. Perlu dilakukan uji kekilapan atau Gloss test terhadap lapisan finishing pelarut air untuk mengetahui kemampuan suatu permukaan kayu yang telah di-finishing untuk memantulkan sinar yang mengenai permukaannya.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan lapisan finishing waterbase finishes terhadap perubahan suhu dan bubuk kayu kering.

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society for Testing and Material. Standart Test Methode for Evaluation of Paintered or Coated Specimen Subject to Corrosive Environtments. ASTM D 1654-92.

[ASTM] American Society for Testing and Material. Standard Test Methods for Measuring Adhesion by Tape Test. ASTM D 3359.

Adidarma H. 1998. Pengetahuan Dasar Wood Finishing. PT. Propan Raya. Jakarta. Anonim. 2001. Furniture Finishing & Restoration: Spray Finishing Problems

“Runs and Sags” [terhubung berkala] http://www.finishwiz.com/runsags.htm (diakses tanggal 19 November 2012).

Anonim. 2007. Laban (Vitex pubescens Vahl) [terhubung berkala] http//:id.wikipedia.org/wiki/Laban. (diakses tanggal 10 September 2012) Anonim. 2009. Lamtoro [terhubung berkala] http//:id.wikipedia.org/wiki/Lamto

ro. (diakses tanggal 10 September 2012)

Anonim. 2010. Keawetan Beberapa Jenis Kayu Rakyat [terhubung berkala] http://www.repositoryipb.ac.id (diakses tanggal 1 Mei 2012)

Djam’an DF. 2006. Mengenal Manglid Baros (Manglietia glauca Bl.) “Manfaat

dan Permasalahan” dalam Majalah Kehutanan Indonesia Edisi VI [terhubung berkala]http://www.dephut.go.id/INFORMASI/MKI/06VI/06VIMengenal%2 0manglid.htm (diakses tanggal 19 Februari 2012)

Flexner B. 1994. Understanding Wood Finishing: How to select and Apply the

Right Finish. The Reader’s Digest Association, Inc. Pleasantville, New York:

Montreal.

Haygreen JG, Shmulsky R, Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press.

Kramer JK. 1989. The Traditional Way The Colorization of Wood [terhubung berkala] http://www.kramers.org/color.htm (diakses tanggal 19 Maret 2012). Luza W. 2009. Perubahan Warna Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.)

dengan Teknik Fumigasi Amonia [Skripsi] Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Kadir K, Prawira SA. Atlas Kayu Indonesia Jilid 2. 1989. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Indonesia.

(38)

KARAKTERISTIK HASIL FUMIGASI AMONIA

DAN DAYA TAHAN LAPISAN

FINISHING

PELARUT AIR

(

WATERBASED LACQUER

) PADA BEBERAPA JENIS

KAYU RAKYAT

LUCIA YULIANA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(39)

32

Saran

1. Perlu dilakukan uji kekilapan atau Gloss test terhadap lapisan finishing pelarut air untuk mengetahui kemampuan suatu permukaan kayu yang telah di-finishing untuk memantulkan sinar yang mengenai permukaannya.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan lapisan finishing waterbase finishes terhadap perubahan suhu dan bubuk kayu kering.

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society for Testing and Material. Standart Test Methode for Evaluation of Paintered or Coated Specimen Subject to Corrosive Environtments. ASTM D 1654-92.

[ASTM] American Society for Testing and Material. Standard Test Methods for Measuring Adhesion by Tape Test. ASTM D 3359.

Adidarma H. 1998. Pengetahuan Dasar Wood Finishing. PT. Propan Raya. Jakarta. Anonim. 2001. Furniture Finishing & Restoration: Spray Finishing Problems

“Runs and Sags” [terhubung berkala] http://www.finishwiz.com/runsags.htm (diakses tanggal 19 November 2012).

Anonim. 2007. Laban (Vitex pubescens Vahl) [terhubung berkala] http//:id.wikipedia.org/wiki/Laban. (diakses tanggal 10 September 2012) Anonim. 2009. Lamtoro [terhubung berkala] http//:id.wikipedia.org/wiki/Lamto

ro. (diakses tanggal 10 September 2012)

Anonim. 2010. Keawetan Beberapa Jenis Kayu Rakyat [terhubung berkala] http://www.repositoryipb.ac.id (diakses tanggal 1 Mei 2012)

Djam’an DF. 2006. Mengenal Manglid Baros (Manglietia glauca Bl.) “Manfaat

dan Permasalahan” dalam Majalah Kehutanan Indonesia Edisi VI [terhubung berkala]http://www.dephut.go.id/INFORMASI/MKI/06VI/06VIMengenal%2 0manglid.htm (diakses tanggal 19 Februari 2012)

Flexner B. 1994. Understanding Wood Finishing: How to select and Apply the

Right Finish. The Reader’s Digest Association, Inc. Pleasantville, New York:

Montreal.

Haygreen JG, Shmulsky R, Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press.

Kramer JK. 1989. The Traditional Way The Colorization of Wood [terhubung berkala] http://www.kramers.org/color.htm (diakses tanggal 19 Maret 2012). Luza W. 2009. Perubahan Warna Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.)

dengan Teknik Fumigasi Amonia [Skripsi] Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Kadir K, Prawira SA. Atlas Kayu Indonesia Jilid 2. 1989. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Indonesia.

(40)

33 Jauhari AM. 2012. Karakteristik Lapisan Finishing Pelarut Minyak (Polyurethane) Dan Pelarut Air (Waterbased Lacquer) Pada Kayu Jati Dan Mahoni [Skripsi] Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Muhammad NS. 2012. Pengendalian Cacat Retak di dalam Proses Pengeringan Kayu Karet (Hevea brasilliensis Muell. Arg), Kayu Jengkol (Pithecellobium jiringa Jack. Prain), dan Kayu Durian (durio zibethinus Murr) [Skripsi] Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Muhtar DP. 2008. Pengembangan Teknik Fumigasi Amonia untuk Pewarnaan Alami Beberapa Jenis Kayu [Skripsi] Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Mulyana D. 2007. Kajian Sifat-sifat Finishing Interior pada Beberapa Jenis Kayu Cepat Tumbuh [Skripsi] Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Nandika D, Saragih A, Soenaryo. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Dinas Kehutanan. Jakarta.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press.

Nurhayati E. 2008. Pewarnaan Dasar dengan Teknik Fumigasi dan Staining pada Finishing Beberapa Jenis Kayu [Skripsi] Departemen Hasil

Gambar

Gambar 2  Histogram selisih indeks warna RGB pada masing-masing jenis kayu
Gambar 3  Aplikabilitas metode fumigasi amonia
Gambar 4  Histogram persentase kehilangan berat contoh uji
Gambar 6 dan Gambar 7.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dinyatakan bahwa pencucian uang merupakan proses atau rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau suatu korporasi/badan usaha/organisasi dalam memperlakukan uang

Apabila kita mengadakan peninjauan lebih mendalam dari pengertian proyeksi, maka kurang lebih dapat disimpulkan bahwa proyeksi terjadi apabila seseorang

meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIID SMP Negeri. 22 Surakarta semester genap

Dengan melihat penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh kepemimpinan lurah terhadap peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan adalah apa

Finansial secara simultan terhadap Perilaku Kerja Karyawan mempunyai tingkat pengaruh dan determinasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan pengaruh variabel

Dengan berlakunya Peraturan ini maka Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemasangan Alat Peraga Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Kantung udara (saccus pneumaticus) terdiri dari air sac/saccus: abdominalis (aa/terdapat diantara lipatan intestinum), thoracalis anterior  (ata/terletak pada dinding sisi